Analisis kadar protein, metode Kjeldahl AOAC 960.52 1995

12 sampai mencapai berat tetap, kemudian ditimbang. Kadar minyak yang tidak tersalut diperoleh berdasarkan rumus berikut. Kadar minyak tidak tersalut = wa – wg x 100 ws Keterangan: wa : berat labu lemak kering g wg : berat labu lemak dan sampel g ws : berat sampel g

13. Penetapan efisiensi Komari 1997

Efisiensi mikroenkapsulat merupakan rasio antara berat minyak yang tersalut dibandingkan dengan berat minyak yang ditambahkan pada pembuatan mikroenkapsulat dan dikalikan 100. Berat minyak yang tersalut diperoleh dari berat lemak total dikurangi berat minyak yang tidak tersalut. Efisiensi = Berat minyak sawit dalam mikroenkapsulat x 100 Berat minyak sawit yang ditambahkan

14. Analisis residu formalin SNI 01-2894-1992

Sebanyak 25 g contoh dihaluskan dengan mortar dan ditambahkan 100 ml air, kemudian didestilasi dengan alat destilasi. Hasil destilasi ditampung dan diambil 1 ml lalu dimasukkan dalam tabung reaksi bertutup. Setelah itu, ditambahkan 5 ml larutan H 2 SO 4 pekat serta sedikit kristal 1.8- dihidroksinaftalen-3,6-disulfonat. Larutan divorteks, lalu diletakkan dalam penangas air selama 15 menit. Adanya formalin dalam contoh ditunjukkan dengan adanya warna ungu terang sampai ungu tua.

15. Penentuan bentuk mikroenkapsulat Modifikasi Efendi 1994

Bentuk mikroenkapsulat dapat dilihat menggunakan mikroskop polarisasi dengan pembesaran lensa okuler sebesar 10 kali dan lensa obyektif sebesar 40 kali. Selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap dinding mikroenkapsulat yang dihasilkan.

16. Penentuan daya serap air Beuchat et al. 1975; Messinger et al. 1987

Sampel sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam tabung sentrifus lalu ditambah dengan 10 ml air destilata. Kemudian diaduk dengan kawat vortex mixer dan didiamkan pada suhu kamar selama 30 menit. Setelah itu disentrifus pada 5.000 rpm pada alat sentrifus selama 30 menit. Volume air yang bebas atau tidak terserap oleh sampel diukur dengan gelas ukur. Daya serap air = Vo – Vi x BJ x 100 Berat sampel Keterangan : BJ = berat jenis air 1 gcm 3 Vo = Volume supernatan awal ml Vi = Volume supernatan akhir ml 13

17. Penentuan kelarutan Fardiaz et al. 1992

Sebanyak 0,75 g bahan ditimbang lalu dilarutkan dalam 100 ml aquades dan disaring dengan penyaring vakum. Kertas saring sebelum digunakan dikeringkan terlebih dahulu dalam oven 105 o C sekitar 30 menit lalu ditimbang. Setelah proses penyaringan, kertas saring beserta residu bahan dikeringkan kembali dalam oven pada 105 o C kurang lebih tiga jam, didinginkan dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang. Kelarutan = 1 – c – b x 100 100 - ka x a 100 Keterangan : a = berat contoh yang digunakan g b = berat kertas saring g c = berat kertas saring + residu g ka = kadar air contoh HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Analisis Minyak Sawit Sebelum dan Setelah Proses Degumming

Pada penelitian pendahuluan, terlebih dahulu dilakukan proses degumming terhadap minyak sawit. Degumming merupakan proses pemisahan getah atau lendir yang terdiri dari fosfolipid, protein, residu, karbohidrat, air, dan resin Lin et al. 1998. Proses degumming yang dilakukan pada penelitian ini merupakan proses dry degumming, yaitu dengan penambahan larutan asam fosfat 85 disertai pemanasan pada suhu 80 o C. Rata-rata rendemen dari proses degumming ini sebesar 99,00. Hasil analisis yang diperoleh pada Tabel 2 menunjukkan minyak sawit setelah degumming tidak mengandung abu dan protein. Hal ini menunjukkan bahwa pengotor yang terdapat dalam minyak sawit awal dapat dipisahkan dengan baik melalui proses degumming. Hilangnya abu pada minyak sawit degumming menunjukkan logam yang ada dalam minyak sawit tersebut juga hilang. Hal ini sejalan dengan hasil analisis bilangan peroksida yang mengalami penurunan setelah dilakukan degumming. Logam yang terdapat dalam minyak merupakan katalis proses oksidasi dalam minyak yang merupakan inisiator terbentuknya peroksida Sumarna 2007. Asam fosfat yang ditambahkan saat degumming dapat menginisiasi terbentuknya gumpalan sehingga mempermudah pengendapan kotoran, menurunkan bilangan peroksida, dan meningkatkan kestabilan warna minyak Lin et al. 1998. Akan tetapi, minyak sawit setelah degumming justru mengalami peningkatan kadar asam lemak bebas. Berdasarkan hasil penelitian Sumarna 2007, metode wet degumming menghasilkan minyak sawit dengan kadar asam lemak bebas yang lebih rendah dibandingkan dengan metode dry degumming. Pada metode dry degumming, proses pencucian tidak dilakukan sehingga kemungkinan masih terdapat kelebihan asam fosfat dalam minyak sawit. Pemisahan asam fosfat secara sempurna sangat penting karena keberadaan asam fosfat akan menyebabkan meningkatnya asam lemak bebas yang dihasilkan