36
memberontak  melawan  cara-cara  formal  dan tradisional  dalam  melakukan sesuatu hal di Jepang.
Sejauh    yang    kita    ketahui,    kehidupan    anak-anak Jepang  sejak  kecil cenderung  hanya  terpaku  pada  sekolah  juku  tempat  les  dan  rumah. Dan  di
sekolah kesempatan mereka untuk bergaul dengan anak laki-laki   sangat sedikit. Mereka  dituntut  belajar  mati-matian untuk  ujian  saringan  masuk  SMU  dan
universitas yang   berkualitas.  Oleh   karena   itulah   para   remaja  merasa    jenuh dan  ingin  mencari kehidupan diluar daripada itu seiring dengan berkembangnya
budaya,  dan munculnya  fashion-fashion  baru  yang  unik  dan  kawaii, menjadikan  para  remaja  mulai  mencari  kesenangan  dan  membentuk  hubungan
sosial  baru  yang  menyenangkan,  dan  mencoba  hal-hal  baru  sebagai  jalan pencarian identitas.
Dampak  negatif  yang  dapat  terjadi  dari  situasi  ini  adalah tidak  jarang apabila  gadis-gadis remaja  tersebut  kehilangan kesadaran  akan  tanggung jawab
serta kewajibannya sebagai pelajar, terlibat dalam pergaulan bebas, bolos sekolah, atau  terlibat  dalam
Enjokōsai  sebagai  jalan  untuk  mendapatkan  kesenangan mereka. Sedangkan dampak  positif  yang  dapat  dilihat  dari  budaya  tersebut
adalah  sebagai  sarana pengekspresian diri  para  gadis  remaja  yang  selama  ini terbatas  hanya  pada  sekolah  dan rumah.  Melalui  fungsinya,  fashion  merupakan
sesuatu yang  penting  untuk  mengekspresikan diri  sendiri,  dan  sebagai  suatu simbol untuk menunjukkan identitas diri.
3.1 Dampak Fenomena Sosial
Gyaru dalam Keluarga
Berawal  dari  stagnasi  ekonomi  yang  terjadi  pada  awal  tahun  1990,
37
yang  telah  mengubah sistem  tradisi  sosial,  ekonomi,  dan  keluarga  Jepang.  Para ayah  kehilangan pekerjaan  akibat  krisis  ekonomi  di berbagai  perusahaan  di
Jepang  menyebabkan  para  ibu mulai  mencari  pekerjaan  part-time  untuk mencari  nafkah.  Akibatnya  tindak  kriminal yang  dilakukan  oleh  remaja  di
sekolah-sekolah  mulai  banyak  bermunculan  yang disebabkan oleh  hilangnya perhatian dari orang tua yang bekerja. Para remaja mulai kehilangan identitas diri
dan  tujuannya  belajar,  akibatnya  banyak  diantara  mereka  yang turun  ke masyarakat untuk  bekerja  dan  mencari  ideologi  baru.  Ideologi  menurut  kamus
Besar  Bahasa  Indonesia  1996  adalah  Kumpulan  konsep  bersistem yang dijadikan asas berpendapat, cara berpikir seseorang.
Menurut  Purba  dalam skripsinya 2007:25, rapuhnya  hubungan komunikasi  di  dalam  keluarga akibat  orang  tua  yang  bekerja,  menyebabkan
kurangnya  perhatian  terhadap  kehidupan anak, sehingga para remaja yang mulai mencari  identitas  diri  melalui  interaksi sosial  di luar  rumah,  bersenang-senang
dengan  masa  remaja  mereka  dengan  mencari  pengalaman baru  dan  bekerja. Namun dengan minimnya ketrampilan dan pendidikan yang dimiliki oleh   gyaru
mereka akhirnya  melakukan Enjokōsai yang dapat dengan mudah menghasilkan
banyak uang tanpa perlu mengorbankan waktu, pikiran dan tenaga. Ketika orang tua menyediakan dukungan emosional dan kebebasan bagi
anak untuk menjelajahi lingkungannya,  maka anak  akan  berkembang  dengan memiliki  pemahaman  yang sehat mengenai  siapa dirinya. Hal ini juga terjadi
pada remaja dalam pencarian identitas yang sedang dilakukannya. Pembentukan identitas remaja akan berkembang dengan semakin baik ketika remaja memiliki
keluarga yang memberikan “rasa aman” dimana anak diijinkan  untuk  dapat
38
melihat ke dunia luar yang lebih luas. Kelekatan anak dengan orang tua, pemberian kebebasan kepada anak untuk menyampaikan setiap pendapat  yang
ingin diberikan, dukungan dan kehangatan dari orang tua, serta adanya komunikasi yang terbuka antara orang tua dan remaja akan mempengaruhi
pembentukan identitas diri remaja.
3.2 Dampak Fenomena Sosial