33
kecenderungan untuk mengikuti trend mode. Salah satu dampak buruk yang dapat menimpa kaum remaja putri jika mereka terlalu terpaku pada perputaran trend
adalah mereka akan menjadi manusia yang konsumtif dan materialistis, karena banyak trend masa kini yang mengacu pada hal-hal yang berbau kepopuleran dan
berharga mahal. Oleh karena itu, kaum remaja menjadi lebih fanatik akan semua trend yang
populer, apalagi yang harganya cenderung di atas rata-rata. Hal demikianlah yang menjadikan mereka manusia yang materialistis. Mereka menganggap bahwa
memiliki barang yang sedang populer atau mengikuti trend mode terkini dapat meningkatkan kualitas hidup dan lebih membahagiakan mereka.
Kaum remaja putri yang terlalu mengandalkan hidup pada trend juga akan berakibat buruk pada perkembangan mental mereka, yakni akan mengakibatkan
keinginan yang berlebihan untuk selalu meniru orang lain dan ketidakmampuan untuk menunjukkan selera maupun jalan pikiran diri sendiri. Bahkan dengan
terlalu mengikuti satu trend, maka seseorang akan cenderung untuk tidak mempedulikan kepentingan diri sendiri dan akan menimbulkan perilaku yang
menentang.
2.4.5 Psikologi Perilaku Remaja Pada Umumnya
Menurut Setiono dalam skripsi Anastasia 2007:26 masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasannya usia
maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Pubertas yang dahulu dianggap sebagai tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi resmi sebagai
patokan atau batasan untuk pengkategorian remaja sebab usia pubertas yang
34
dahulu terjadi pada akhir usia belasan 15-18 kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun namun tidak berarti ia sudah bisa dikatakan
sebagai remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Dalam perkembangannya seringkali mereka menjadi bingung karena kadang-kadang
diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di lain waktu mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa.
Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai
dasar bagi pembentukan nilai diri mereka. Turiel dalam Anastasia 2007:29 menyatakan bahwa para remaja mulai membuat penilaian tersendiri dalam
menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan dengan lingkungan mereka. Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana,
dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan. Secara kritis, remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya
dengan hal-hal yang selama ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya. Baginya dunia menjadi lebih luas dan seringkali membingungkan, terutama jika ia
terbiasa dibina dalam suatu lingkungan tertentu saja selama masa kanak-kanak.
35
BAB III DAMPAK FENOMENA SOSIAL
GYARU DALAM KEHIDUPAN REMAJA DI JEPANG
Di dalam skripsi Purba 2007:17 dijelaskan bahwa identitas diri adalah penghayatan yang berasal dari apa yang dipikirkan oleh individu mengenai
siapa dirinya, adanya penentuan terhadap arah dan tujuan hidup, serta individu memiliki nilai-nilai yang diyakini, yang dapat dilihat berdasarkan komitmen
yang dimiliki terhadap pekerjaan, seksualitas, dan idiologi; yang terbentuk dari pemikiran individu mengenai siapa dirinya dan harapan masyarakat terhadap
dirinya. Mengkomunikasikan identitas diri menggunakan fashion merupakan hal
yang umum dilakukan oleh banyak orang. Dapat dilihat bagaimana fashion system mengkonstruksikan nilai-nilai budaya. Para remaja mengidentifikasikan budaya
yang mereka anut melalui bagaimana cara mereka berpakaian. Fashion adalah sebuah sistem tanda signs. Cara kita berpakaian merupakan sebuah tanda untuk
menunjukan siapa diri kita dan nilai budaya apa yang kita anut. Budaya yang banyak dikonsumsi oleh wanita khususnya remaja adalah
fashion, karena gadis remaja pada usia 15-20 tahun cenderung masih dalam tahap pencarian identitas diri, menyukai tantangan dan hiburan. Fashion digunakan
oleh remaja sebagai simbol untuk mengungkapkan identitas dirinya. Remaja Jepang selalu berbelanja, mereka menghabiskan banyak sekali pengeluaran
pada pakaian dan make up. Fashion merupakan hal yang paling penting, karena mereka ingin menonjol supaya diperhatikan, dan sebagian ingin
36
memberontak melawan cara-cara formal dan tradisional dalam melakukan sesuatu hal di Jepang.
Sejauh yang kita ketahui, kehidupan anak-anak Jepang sejak kecil cenderung hanya terpaku pada sekolah juku tempat les dan rumah. Dan di
sekolah kesempatan mereka untuk bergaul dengan anak laki-laki sangat sedikit. Mereka dituntut belajar mati-matian untuk ujian saringan masuk SMU dan
universitas yang berkualitas. Oleh karena itulah para remaja merasa jenuh dan ingin mencari kehidupan diluar daripada itu seiring dengan berkembangnya
budaya, dan munculnya fashion-fashion baru yang unik dan kawaii, menjadikan para remaja mulai mencari kesenangan dan membentuk hubungan
sosial baru yang menyenangkan, dan mencoba hal-hal baru sebagai jalan pencarian identitas.
Dampak negatif yang dapat terjadi dari situasi ini adalah tidak jarang apabila gadis-gadis remaja tersebut kehilangan kesadaran akan tanggung jawab
serta kewajibannya sebagai pelajar, terlibat dalam pergaulan bebas, bolos sekolah, atau terlibat dalam
EnjokÅsai sebagai jalan untuk mendapatkan kesenangan mereka. Sedangkan dampak positif yang dapat dilihat dari budaya tersebut
adalah sebagai sarana pengekspresian diri para gadis remaja yang selama ini terbatas hanya pada sekolah dan rumah. Melalui fungsinya, fashion merupakan
sesuatu yang penting untuk mengekspresikan diri sendiri, dan sebagai suatu simbol untuk menunjukkan identitas diri.
3.1 Dampak Fenomena Sosial