Dampak Penurunan Impor Produk Industri Non-Migas

312 mencintai produksi dalam negeri dan peningkatan kualitas produksi dalam negeri sehingga permintaan konsumen terhadap produk-produk industri non-migas produksi dalam negeri meningkat. Peningkatan penggunaan produksi dalam negeri ini diharapkan dapat mengurangi laju impor produk-produk konsumsi sektor industri non-migas. Sumber : BPS, Berbagai Tahun Terbitan Diolah Gambar 49. Perkembangan Pangsa Ekspor dalam Pembentukan PDB Tahun 2003- 2010 Menurut Harga Konstan Tahun 2000 Pengurangan laju impor juga dilakukan melalui serangkaian upaya-upaya non tarif lainnya seperti pemenuhan persyaratan Standar Nasional Indonesia SNI untuk produk-produk impor. Upaya lain yang dilakukan adalah mendorong tumbuhnya industri-industri penghasil bahan baku penolong dan barang modal. Hal ini perlu dilakukan mengingat impor Indonesia lebih didominasi oleh impor untuk bahan baku penolong dan barang modal yang pada tahun 2010 mencapai sekitar 87 persen dari total impor seperti dapat dilihat pada Tabel 78. Hal ini menunjukkan 313 bahwa sektor industri masih sangat tergantung pada input bahan baku dan barang modal impor. Tabel 78. Perkembangan Impor Menurut Penggunaan Tahun 2006-2010 Persen No. Uraian 2006 2007 2008 2009 2010 I. Barang Konsumsi 7.51

6.18 3.48

4.51 3.19

1 Makanan Dan Minuman Belum diolah Untuk Rumah Tangga 0.91 1.06 0.64 1.01 0.90 2 Makanan Dan Minuman Olahan Untuk Rumah Tangga 1.99 2.69 1.52 1.45 1.88 3 Bahan Bakar Dan Pelumas Olahan 1.38 1.65 1.29 0.63 0.75 4 Mobil Penumpang 0.37 0.54 0.46 0.48 0.71 5 Alat Angkutan Bukan Untuk Industri 0.14 0.13 0.12 0.24 0.20 6 Barang Konsumsi Tahan Lama 0.61 0.64 0.66 0.87 0.83 7 Barang Konsumsi Setengah Tahan Lama 0.96 0.94 0.91 1.00 1.05 8 Barang Konsumsi Tidak Tahan Lama 1.11 1.19 0.98 1.26 1.19 9 Barang Yang Tidak Diklasifikasikan 0.03 0.19 0.06 0.22 0.20

II. Bahan Baku Penolong

77.37 78.01

79.43 73.82

76.07 1 Makanan dan Minuman Belum Diolah Untuk Industri 2.13 2.87 2.59 2.80 2.37 2 Makanan dan Minuman Olahan Untuk Industri 1.53 2.12 1.02 1.68 1.67 3 Bahan Baku Belum Diolah Untuk Industri 3.97 3.90 3.77 3.08 3.50 4 Bahan Baku Olahan Untuk Industri 29.68 30.05 32.18 31.01 32.13 5 Bahan Bakar Dan Pelumas Belum Diolah 12.88 12.52 8.05 7.83 6.59 6 Bahan Bakar Motor 5.31 5.31 4.81 5.44 6.52 7 Bahan Bakar Dan Pelumas Olahan 11.55 10.80 10.22 6.10 7.14 8 Suku Cadang Dan Perlengkapan Barang Modal 5.86 6.39 11.61 11.66 11.41 9 Suku Cadang Dan Perlengkapan Alat Angkutan 4.45 4.04 5.18 4.23 4.74

III. Barang Modal 15.12

15.81 17.09

21.67 20.73

1 Barang Modal Kecuali Alat Angkutan 10.30 11.62 12.97 14.11 14.46 2 Mobil Penumpang 0.37 0.54 0.46 0.48 0.71 3 Alat Angkutan Untuk Industri 4.45 3.65 3.65 7.08 5.56 TOTAL 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 Sumber : Kementerian Perdagangan, 2011 Upaya-upaya penurunan laju impor yang diuraikan di atas dampaknya diasumsikan setara dengan pengenaan tarif bea masuk produk impor. Oleh karena itu, besaran shock dimasukkan ke dalam model sebagai guncangan pada variabel 314 eksogen t0imp power of tariff sebesar 5 persen untuk komoditas-komoditas industri non-migas.

7.3.1. Dampak terhadap Kinerja Ekonomi Sektoral

Selanjutnya, pada subbab ini dibahas mengenai dampak simulasi penurunan impor produk industri non-migas. Variabel yang dipaparkan meliputi variabel output sektoral, penyerapan tenaga kerja di masing-masing sektor dan distribusi pendapatan. Pada Tabel 79 ditunjukkan hasil simulasi penurunan impor terhadap output dan penyerapan kerja masing-masing sektor. Secara umum, penurunan impor produk industri non-migas mengakibatkan peningkatan output di seluruh cabang industri kecuali industri semen, industri dasar besi baja dan industri logam dasar bukan besi. Cabang-cabang industri yang menghadapi persaingan dari produk-produk impor sejenis, cenderung outputnya tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan cabang-cabang industri lain seperti industri pengolahan dan pengawetan makanan 9.72 persen, industri minyak lemak 6.53 persen, industri gula 5.53 persen, industri pemintalan 9.39 persen, industri tekstil 6.66 persen, industri kertas 6.04 persen, industri pupukpestisida 6.74 persen, industri kimia 7.99 persen, industri besi baja 15.28 persen, industri logam dasar non besi 10.17 persen, industri mesin peralatan 8.96 persen, dan industri alat angkut 8.11 persen. Beberapa cabang industri yang pertumbuhan outputnya relatif kecil umumnya adalah industri berorientasi pasar dalam negeri seperti industri penggilingan padi, industri minuman, industri makanan lain, industri rokok, dan industri semen. Cabang-cabang industri ini tidak banyak mendapatkan saingan dari produk-produk impor sejenis sehingga