278
6.4. Faktor-Faktor Penyebab Deindustrialisasi dari Sisi Penawaran
Untuk hasil estimasi persamaan perilaku deindustrialisasi dari sisi penawaran, secara umum tanda koefisien sesuai dengan yang diharapkan walaupun terdapat
hasil estimasi pengaruh harga riil energi listrik yang tidak signifikan sampai dengan
= 0.10. Hal ini juga didukung oleh koefisien determinasi yang umumnya di atas 90 persen. Hasil analisis pada Tabel 65, menunjukkan bahwa tingkat
teknologi yang dimiliki sektor industri berpengaruh secara positif terhadap pangsa nilai tambah sektor industri. Sementara itu, upah riil tenaga kerja sektor industri
dan harga riil BBM berpengaruh secara negatif terhadap pangsa nilai tambah sektor industri.
Tabel 65. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Perilaku Deindustrialisasi dari Sisi Penawaran
Variabel
Penduga Parameter
Standar error t-hitung
Peluang
INTERCEPT UPAH
LISTRIK BBM
TECH 28.42484
-0.16538 -1.98919E-8
-0.00015305 3.67978E-10
1.13876 0.04430
0.00012852 0.00007615
1.57308E-10 24.96
-3.73 -0.00
-2.01
2.34 0.0001
0.0039 0.9999
0.0722 0.0414
R
2
= 0.9223 Sumber : Hasil Analisis, 2011
Hasil estimasi parameter model regresi untuk faktor upah tenaga kerja sektor industri, secara umum tanda koefisien parameter sesuai dengan yang diharapkan
yaitu bertanda negatif sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 65. Dalam jangka panjang upah riil tenaga kerja sektor industri, berpengaruh negatif terhadap pangsa
nilai tambah sektor industri. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi upah riil tenaga kerja sektor industri akan menurunkan pangsa nilai tambah sektor industri,
demikian pula sebaliknya.
279 Nilai upah riil tenaga kerja sektor industri pada periode 1991 sampai dengan
2007 terus mengalami penurunan seperti dapat dilihat pada Gambar 43. Penurunan upah riil tenaga kerja sektor industri pada tahun 1991-2004 diikuti dengan
peningkatan pangsa nilai tambah sektor industri pada periode yang sama.
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010 Diolah Gambar 43. Perkembangan Pangsa Nilai Tambah Sektor Industri dan Nilai Upah
Riil Sektor Industri Tahun 1993 - 2009
Hasil estimasi parameter model regresi untuk faktor harga riil energi listrik, secara umum tanda koefisien parameter sesuai dengan yang diharapkan yaitu
bertanda negatif walaupun secara statistik tidak signifikan. Tidak signifikannya harga riil energi listrik karena pangsa biaya energi listrik dalam struktur biaya
produksi sektor industri non-migas relatif kecil, sehingga penurunan atau peningkatan harga energi listrik tidak terlalu mempengaruhi perubahan pangsa
sektor industri. Hal lain yang terjadi karena peningkatan harga energi listrik, tidak
280 hanya berpengaruh pada output sektor industri, tetapi juga sektor-sektor yang lain.
Perubahan pada output sektor industri dan sektor lainnya sebagai akibat dari perubahan harga energi listrik relatif berlangsung seimbang sehingga tidak
mengubah pangsa output masing-masing sektor.
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010 Diolah Gambar 44. Perkembangan Pangsa Nilai Tambah Sektor Industri dan Harga Listrik
Tahun 1993 - 2009
Harga riil energi listrik pada periode 1991 sampai dengan 2006 terus mengalami fluktuasi yang sangat tajam. Pada periode tersebut, harga riil energi
listrik menurun dari Rp 9 354Satuan Barrel Minyak SBM pada tahun 1993 menjadi Rp 5 506SBM pada tahun 1999 seperti dapat dilihat pada Gambar 44.
Penurunan harga riil energi listrik pada tahun 1993-1999 diiringi dengan peningkatan pangsa nilai tambah sektor industri pada periode yang sama.
281 Sebaliknya peningkatan harga riil energi listrik pada tahun 1999-2003, tidak diikuti
dengan penurunan pangsa nilai tambah sektor industri, bahkan pangsa nilai tambah sektor industri justru meningkat. Hal yang sama juga terjadi pada saat harga riil
energi listrik turun pada tahun 2004-2009 yang tidak diikuti dengan peningkatan pangsa nilai tambah sektor industri. Hal ini terjadi karena pengaruh jangka panjang
harga riil energi listrik terhadap pangsa nilai tambah sektor industri tidak terlalu signifikan, walaupun tandanya tetap negatif.
Hasil estimasi parameter model regresi untuk faktor harga riil Bahan Bakar Minyak BBM, secara umum tanda koefisien parameter sesuai dengan yang
diharapkan yaitu bertanda negatif sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 65. Dalam jangka panjang harga riil BBM, berpengaruh negatif terhadap pangsa nilai tambah
sektor industri. Nilai ini berarti bahwa semakin meningkat harga riil BBM maka akan menurunkan pangsa nilai tambah sektor industri, demikian pula sebaliknya.
Harga riil BBM pada periode 1991 sampai dengan 2006 terus mengalami fluktuasi. Pada periode tersebut, harga riil BBM terendah adalah Rp 1 589Satuan
Barrel Minyak SBM pada tahun 1999 seperti dapat dilihat pada Gambar 45. Penurunan harga riil BBM pada tahun 1991-1999 diiringi dengan peningkatan
pangsa nilai tambah sektor industri pada periode yang sama. Sebaliknya peningkatan harga riil BBM pada tahun 1999-2004, tidak diikuti dengan penurunan
pangsa nilai tambah sektor industri, bahkan pangsa nilai tambah sektor industri justru meningkat. Hal yang berbeda terjadi pada saat harga riil BBM naik pada
tahun 2004-2009 yang diikuti dengan penurunan pangsa nilai tambah sektor industri. Hal ini terjadi karena pengaruh jangka panjang harga riil BBM terhadap
pangsa nilai tambah sektor industri tidak terlalu signifikan, walaupun tandanya tetap negatif.
282
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010 Diolah Gambar 45. Perkembangan Pangsa Nilai Tambah Sektor Industri dan Harga Bahan
Bakar Minyak Tahun 1993 - 2009
Hasil estimasi parameter model regresi untuk faktor teknologi yang diproksi dari data nilai ekspor produk-produk berteknologi tinggi, secara umum tanda
koefisien sebagian besar lag sesuai dengan yang diharapkan yaitu bertanda positif sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 65. Dalam jangka panjang faktor teknologi,
berpengaruh positif terhadap pangsa nilai tambah sektor industri. Nilai ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat teknologi yang dimiliki sektor industri maka akan
meningkatkan pula pangsa nilai tambah sektor industri, demikian pula sebaliknya. Nilai ekspor produk-produk berteknologi tinggi pada periode 1991 sampai
dengan 2006 mengalami fluktuasi. Pada periode tersebut, nilai ekspor produk berteknologi tinggi yang terbesar adalah US 6.57 miliar pada tahun 2005 seperti
dapat dilihat pada Gambar 46. Peningkatan nilai ekspor produk berteknologi tinggi pada tahun 1993-2005 diiringi dengan peningkatan pangsa nilai tambah sektor
283 industri pada periode yang sama. Sebaliknya penurunan nilai ekspor produk
berteknologi tinggi pada tahun 2005-2009, diikuti dengan penurunan pangsa nilai tambah sektor industri. Dengan demikian, tingkat teknologi yang diproksi dari
nilai ekspor produk berteknologi tinggi memegang peranan yang penting dalam kontribusinya pada perubahan pangsa nilai tambah sektor industri.
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010 Diolah Gambar 46. Perkembangan Pangsa Nilai Tambah Sektor Industri dan Nilai Ekspor
Produk Teknologi Tinggi Tahun 1993 - 2009
6.5. Upaya Keluar dari Deindustrialisasi Melalui Reindustrialisasi