METIL ESTER BIODIESEL Kajian proses produksi biodiesel melalui transesterifikasi in situ biji jarak pagar (jatropha curcas l.) pada skala pilot

5 Tabel 2. Komposisi asam lemak pada minyak jarak pagar Asam lemak Struktur Komposisi Asam palmitat C16 13.4-15.3 Asam stearat C18 6.4-6.6 Asam oleat C18:1 36.5-41 Asam linoleat C18:2 35.3-42.1 Asam lainnya 0.8 Sumber : Jain dan Sharma 2010 dan Pinzi et al. 2009 Tanaman jarak pagar Jatropha curcas L. memiliki produktivitas yang tinggi. Klasifikasi teknis usaha tani jarak pagar dapat dibedakan menurut status teknologinya yaitu: 1 tingkat rendah dengan produktivitas mencapai 4.35 tonhatahun, dimana jarak pagar ditanam tidak teratur, presentase tumbuh ± 65, pemakaian pupuk dan obat- obatan lebih sedikit; 2 tingkat sedang dan tinggi dengan produktivitas mencapai 6.5 tonhatahun, dimana jarak pagar ditanam teratur, jumlah bibit 2750 bibit, ukuran lubang teratur 10 x 20 cm, presentase tumbuh lebih tinggi 80 untuk teknologi sedang dan 90 untuk teknologi tinggi, pemakaian pupuk dan obat-obatan lebih banyak, tenaga kerja lebih tinggi dari status teknologi rendah; dan 3 teknologi tinggi dengan produktivitas sebesar 8.7 tonhatahun Departemen Pertanian, 2008.

B. METIL ESTER BIODIESEL

Metil ester atau biodiesel merupakan salah satu jenis bahan bakar yang bersifat terbarukan karena bersumber dari sumber daya hayati, seperti minyak nabati. Minyak nabati mempunyai potensi sebagai bahan bakar yang terbarukan, sekaligus sebagai alternatif bahan bakar minyak yang berbasis minyak bumi Korus et al., 2000. Biodiesel sebagai bahan bakar alternatif memiliki beberapa kelebihan dibanding bahan bakar diesel petroleum Haryanto, 2007. Kelebihan tersebut antara lain 1 merupakan bahan bakar yang tidak beracun dan dapat dibiodegradasi, 2 mempunyai bilangan setana yang tinggi, 3 mengurangi emisi karbon monoksida, hidrokarbon dan NOx, dan 4 terdapat dalam fasa cair. Juan et al. 2010 menambahkan bahwa penggunaan biodiesel memiliki keuntungan antara lain emisi biodiesel yang bebas sulfur, meningkatkan pendapatan petani, mengurangi beban impor akan bahan bakar, serta karakteristik biodiesel tidak berbeda jauh dengan solar. Dengan keunggulan-keunggulan di atas, biodiesel dapat menjadi bahan bakar minyak yang dapat dikomersialisasikan dan memiliki nilai tambah lebih tinggi daripada solar. Berikut ini adalah komposisi metil ester asam lemak biodiesel dari minyak jarak pagar Tabel 3. 6 Tabel 3. Kandungan metil ester asam lemak pada biodiesel jarak pagar Jenis asam lemak Konsentrasi Metil palmitat 16:0 15.6 Metil palmitoleat 16:1 0.9 Metil stearat 18:0 6.7 Metil oleat 18:1 42.6 Metil linoleat 18:2 33.9 Metil linolenat 18:3 0.2 Metil arachidat 20:0 0.1 Sumber : Pramanik 2003 Legowo 2001 menjelaskan karakteristik biodiesel secara umum meliputi bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan ester, densitas, viskositas, kadar abu, bilangan setana, kalor pembakaran, titik tuang, titik pijar, dan titik awan. Bilangan asam adalah jumlah milligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam lemak bebas dari satu gram minyak. Bilangan asam digunakan untuk mengukur asam lemak bebas yang terdapat pada minyak serta dihitung berdasarkan berat molekul dari asam lemak atau campuran asam lemak Ketaren, 2008. Bilangan penyabunan adalah jumlah alkali yang dibutuhkan untuk menyabunkan sejumlah contoh minyak. Bilangan penyabunan dinyatakan dalam jumlah milligram KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 gram minyak. Besarnya bilangan penyabunan dapat tergantung dari berat molekul. Minyak dengan berat molekul yang rendah akan mempunyai bilangan penyabunan yang tinggi. Bilangan ester adalah jumlah asam lemak yang bersenyawa sebagai ester. Bilangan ester dapat dihitung sebagai selisih antara bilangan penyabunan dengan bilangan asam. Berat jenis adalah perbandingan berat contoh pada suhu 25 o C dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Berat jenis minyak biasanya diukur pada suhu 25 C, akan tetapi dapat pula diukur pada suhu 40 C atau 60 C untuk minyak dengan titik cair yang tinggi Ketaren, 2008. Densitas biodiesel berkaitan dengan proses penginjeksian bahan bakar melalui pompa ke ruang bakar sehingga diperoleh jumlah bahan bakar yang tepat pada proses pembakaran. Jumlah bahan bakar yang diinjeksikan, waktu injeksi dan pola penyemprotan dipengaruhi oleh densitas bahan bakar. Meningkatnya densitas akan meningkatkan droplet bahan bakar. Bahan bakar dengan densitas rendah akan meningkatkan atomisasi sehingga dicapai campuran bahan bakar dan udara yang baik. Semakin besar densitas bahan bakar maka akan semakin besar daya yang dihasilkan, namun demikian densitas bahan bakar juga mempengaruhi emisi yang dihasilkan. Densitas berkaitan dengan particulat matter dan emisi NO x . Bahan bakar dengan densitas tinggi akan menghasilkan particulate matter dan emisi NO x yang juga tinggi Canakci dan Sanli, 2008. Densitas biodiesel dipengaruhi oleh jumlah tri-, di- dan monogliserida dalam biodiesel. Semakin rendah jumlah senyawa tersebut dalam biodiesel maka akan semakin kecil nilai densitas, artinya semakin banyak trigliserida yang terkonversi menjadi metil ester maka akan semakin rendah nilai densitas biodiesel Ehimen et al., 2010. Viskositas merupakan ukuran kemudahan bahan bakar untuk mengalir dalam mesin. Viskositas kinematis yang ditetapkan ASTM D445 antara 1.9-6.0 cSt pada suhu 40 o C. Knothe 2005 menyatakan bahwa viskositas meningkat seiring dengan panjang 7 rantai asam lemak dan derajat kejenuhan, semakin banyak asam lemak tidak jenuh maka viskositas semakin rendah. Sistem pembakaran membutuhkan bahan bakar yang dapat membentuk partikulat halus ketika bahan bakar tersebut diinjeksi. Viskositas berpengaruh secara langsung pada penetrasi pola semprotan pada bilik pembakaran, sehingga juga berpengaruh pada atomisasi bahan bakar, efisiensi pembakaran, dan faktor ekonomi lainnya. Menurut Van Gerpen 2004, jika viskositas bahan terlalu rendah, akan menyebabkan kebocoran sehingga daya pembakaran berkurang, dan jika viskositas terlalu tinggi, maka bahan bakar akan sulit di suplai ke ruang pembakaran. Kadar abu merupakan salah satu parameter biodiesel yang penting. Kandungan abu yang tinggi menunjukkan adanya residu alkali dalam biodiesel sisa penggunaan katalis basa. Proses pencucian biodiesel yang kurang sempurna dapat mengakibatkan tingginya kadar abu pada biodiesel yang dihasilkan. Kandungan abu dalam biodiesel dapat mengakibatkan penyumbatan pada sistem bahan bakar Tyson, 2004. Bilangan setana adalah bilangan yang menunjukkan kemampuan bahan bakar motor diesel menyala dengan sendirinya dalam ruang bakar motor. Bilangan setana juga menunjukkan indeks kualitas pembakaran atau kemudahan bahan bakar untuk terbakar jika diinjeksikan dalam ruang bakar motor Mahfud, 2009. Spesifikasi Baku ASTM untuk Minyak Bahan Bakar Biesel D975 menyatakan bahwa syarat bilangan setana bergantung pada rancangan mesin, ukuran, sifat variasi kecepatan dan beban, dan kondisi atmosferik pengawalan starting mesin. Bahan bakar diesel dengan bilangan setana yang lebih rendah dari syarat minimum mesin dapat menyebabkan operasi mesin yang kasar, starting yang sulit, terutama di daerah yang dingin dan dataran tinggi. Selain itu juga mempercepat pembentukan gumpalan minyak pelumas dan meningkatkan deposit mesin sehingga menimbulkan asap yang lebih banyak, emisi mesin yang lebih tinggi, dan mesin yang lebih cepat aus. Angka setana berhubungan dengan volatilitas bahan bakar, dimana bahan bakar yang lebih volatile memiliki angka setana yang lebih tinggi. Titik tuang adalah suhu terendah dimana bahan bakar masih dapat mengalir. Bahan bakar jet, diesel, dan bahan bakar minyak rumah tangga biasanya mengandung wax terlarut dalam jumlah yang kecil yang jika mengendap akan menyumbat saringan dan pompa bakar. Knothe 2004 menyatakan bahwa pada suhu dimana gumpalan- gumpalan kristal wax mulai banyak terbentuk dan menghalangi bahan bakar untuk mengalir secara bebas ditentukan dengan pengukuran terhadap titik tuangnya. Titik tuang yang terlalu tinggi akan menghambat penyalaan bahan bakar Hadjono, 2000. Metode standar penentuan titik tuang adalah ASTM D97. Kemudahan dan keamanan bahan bakar untuk ditangani dan disimpan ditunjukkan dengan nilai titik pijar. Titik pijar yang lebih tinggi menunjukkan bahwa bahan bakar tersebut lebih aman dan lebih mudah dalam penggunaannya. Metode baku untuk uji titik pijar adalah ASTM D93. Titik awan merupakan suhu dimana kristal wax mulai muncul dengan diameter lebih dari 0.5 µm Knothe, 2004. Pada suhu di bawah titik awan, masalah pada operasi mesin dapat muncul. Titik nyala adalah suhu terendah dimana bahan bakar dalam campurannya dengan udara akan menyala. Titik nyala yang terlampau tinggi dapat menyebabkan keterlambatan penyalaan, sementara apabila tiik nyala terlampau rendah akan menyebabkan timbulnya detonasi yaitu ledakan-ledakan kecil yang terjadi sebelum bahan bakar masuk ruang bakar. Hal ini juga meningkatkan resiko bahaya pada saat penyimpanan. Titik nyala yang terdapat pada biodiesel secara umum adalah 130 C. 8 Titik awan digunakan untuk menentukan temperatur saat kristal muncul dan mulai mengendap. Dengan komposisi asam lemak yang didominasi oleh asam lemak tak jenuh, metil ester jarak pagar memiliki titik awan yang relatif rendah. Biodiesel yang diproduksi dalam jumlah besar dalam rangka sebagai alternatif bahan bakar yang berasal dari fosil, harus diketahui standarisasinya. Tabel 4 dibawah ini memperlihatkan standar mutu biodiesel di Indonesia. Tabel 4. Standar mutu biodiesel Indonesia Parameter Satuan Batas nilai Metode uji Metode setara Berat jenis 40 C kgm 3 850 – 890 ASTM D 1298 ISO 3675 Viskositas 40 C cSt 2.3 – 6 ASTM D 445 ISO 3104 Angka setana - Min 51 ATM D 613 ISO 5165 Titik nyala C Min 100 ASTM D 93 ISO 2710 Titik kabut C Maks 18 ASTM D 2500 - Korosi tembaga - Maks 51 ASTM D 130 ISO 2160 Residu Karbon berat Maks 0.05 ASTM D 4530 ISO 10370 Air dan sedimen volume Maks 0.05 ASTM D 2790 - Temperatur destilasi C Maks 360 ASTM D 1160 - Abu tersulfatkan berat Maks 0.02 ASTM D 874 ISO 3987 Bilangan asam mg KOHg Maks 0.8 AOCS Cd 3-36 FBI_A01-03 Bilangan iod G iod100g Maks 115 Metode Hanus Metode Witjs Gliserol bebas berat Maks 0.02 AOCS Ca 14-56 FBI_A02-03 Gliserol total berat Maks 0.24 AOCS Ca 14-56 FBI_A02-3 Kadar ester alkil berat Min 96.5 - FBI_A03-03 Uji halphen - - AOCS Cd 1-25 FBI_A06-03 Sumber : SNI 04-7182-2006

C. TRANSESTERIFIKASI IN SITU