Transformasi biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) menjadi biodiesel melalui transesterifikasi in situ

(1)

ii

TRANSFORMASI BIJI JARAK PAGAR (

Jatropha curcas

L.)

MENJADI BIODIESEL MELALUI TRANSESTERIFIKASI

IN SITU

SKRIPSI

ALIFAH NURU FAJARANI

F34070024

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

iii

TRANSFORMATION OF JATROPHA SEEDS (Jatropha curcas L.)

INTO BIODIESEL BY IN SITU TRANSESTERIFICATION Ika Amalia Kartika and Alifah Nuru Fajarani

Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology Bogor Agricultural University, Darmaga Campus, P.O. BOX 220 Bogor 16002,

West Java, Indonesia. Email: alifahnurufajarani@gmail.com

ABSTRACT

Biodiesel is defined as mono-alkyl esters from transesterification reaction of triglycerides with alkyl alcohol. In situ transesterification is a method to produce biodiesel from oil sources of material by eliminating process steps of oil extraction and refining. The purpose of this research is to study the transformation process of Jatropha seeds into biodiesel by in situ transesterification on the 10 liters scale by studying the influence of reaction time, stirring speed and ratio methanol/hexane/material on the yield and quality of biodiesel. In situ transesterification of Jatropha seeds was carried out under the following process condition: the moisture content of Jatropha seeds were less than 2%, the particles size were ± 20 mesh and KOH concentration was 0.075 mol/L methanol. Operating condition of in situ transesterification was varied at 4 and 6 hours reaction time, 200 and 600 rpm stirring speed and ratio methanol/hexane/material (v/v/w) were 3:3:1, 4:2:1 and 5:1:1.

Analysis of variance showed that reaction time, stirring speed and ratio methanol/hexane/material did not significantly affected the yield, acid value, saponification value, ester value, viscosity and ash content of biodiesel. The biodiesel yield was produced between 82.54-87.57%. The best biodiesel yield on all of treatments was 87.57% with condition treatment were reaction time of 6 hours, stirring speed 600 rpm and ratio methanol/hexane/material (v/v/w) of 4:2:1. Acid value, saponification value and ester value of biodiesel were 0.20-0.26 mg KOH/g, 185.49-194.30 mg KOH/g and 185.29-194.10 mg KOH/g respectively. Viscosity of biodiesel was 3.49-6.36 cSt. The ash content of biodiesel was 0%, but the condition treatment, were reaction time of 4 hours, stirring speed of 600 rpm and ratio methanol/hexane/material (v/v/w) of 5:1:1, had ash content of 0.007%. Jatropha cakes had total volatile matter content 1.80-3.64% and extracted material content 3.94-11.42%.


(3)

iv

ALIFAH NURU FAJARANI. F34070024. Transformasi Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) menjadi Biodiesel melalui Transesterifikasi in Situ. Di bawah bimbingan Ika Amalia Kartika. 2011

RINGKASAN

Biodiesel merupakan bahan bakar nabati pengganti bahan bakar solar pada mesin diesel. Pembuatan biodiesel pada umumnya terdiri dari tahapan ekstraksi dan pemurnian minyak serta tahapan transesterifikasi minyak menjadi biodiesel. Tahapan-tahapan yang panjang itu menyebabkan rendahnya efisiensi dan tingginya konsumsi energi sehingga biaya produksi semakin tinggi. Transesterifikasi in situ merupakan metode yang tepat untuk menangani masalah tersebut, yaitu dengan memperpendek tahapan proses produksi biodiesel dengan menggunakan bahan baku sumber minyak.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari proses transformasi biji jarak pagar menjadi biodiesel melalui transesterifikasi in situ dengan mempelajari pengaruh waktu reaksi, kecepatan pengadukan dan rasio metanol/heksan/bahan terhadap rendemen dan mutu biodiesel yang dihasilkan pada skala 10 liter. Kondisi operasi transesterifikasi in situ divariasikan pada waktu reaksi 4 dan 6 jam, kecepatan pengadukan 200 dan 600 rpm, serta rasio metanol/heksan/bahan (v/v/b) sebesar 3:3:1, 4:2:1 dan 5:1:1 dengan suhu yang ditetapkan sebesar 50°C. Konsentrasi KOH yang digunakan sebesar 0.075 mol/liter metanol. Rancangan percobaan menggunakan rancangan percobaan acak lengkap faktorial dengan tiga taraf, yaitu waktu reaksi (A), kecepatan pengadukan (B) dan rasio metanol/heksan/bahan (C) dengan dua kali ulangan. Analisis data menggunakan sidik ragam dan uji lanjut Duncan dengan taraf 0.05 dengan software SAS 9.1.3

Waktu reaksi, kecepatan pengadukan dan rasio metanol/heksan/bahan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap rendemen, bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan ester, viskositas dan kadar abu biodiesel. Rendemen biodiesel yang dihasilkan berkisar antara 82.54-87.57%. Rendemen biodiesel paling baik dari semua perlakuan adalah sebesar 87.57% yang diperoleh dari perlakuan A2B2C2 dimana waktu reaksi 6 jam, kecepatan pengadukan 600 rpm dan rasio metanol/heksan/bahan (v/v/b) 4:2:1. Bilangan asam biodiesel berkisar antara 0.20-0.26 mg KOH/g. Bilangan penyabunan dan ester biodiesel masing-masing berkisar antara 185.49-194.30 mg KOH/g dan 185.29-194.10 mg KOH/g. Viskositas biodiesel berkisar antara 3.49-6.36 cSt. Kadar abu yang dihasilkan dari seluruh perlakuan adalah 0% kecuali untuk perlakuan A1B2C3 dimana waktu reaksi 4 jam, kecepatan pengadukan 600 rpm dan rasio metanol/heksan/bahan (v/v/b) 5:1:1, yaitu sebesar 0.007%. Ampas yang dihasilkan dari proses transesterifikasi in situ biji jarak pagar mempunyai kadar

total volatile matter berkisar antara 1.80-3.64% dan kadar bahan terekstrak berkisar antara 3.94-11.42%. Mutu biodesel yang dihasilkan pada penelitian ini telah memenuhi Standar Biodiesel Indonesia.


(4)

v

TRANSFORMASI BIJI JARAK PAGAR (

Jatropha curcas

L.)

MENJADI BIODIESEL MELALUI TRANSESTERIFIKASI

IN SITU

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

ALIFAH NURU FAJARANI

F34070024

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(5)

vi

Judul Skripsi : Transformasi Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) menjadi Biodiesel melalui Transesterifikasi in Situ

Nama : Alifah Nuru Fajarani NRP : F34070024

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

(Dr. Ir. Ika Amalia Kartika, MT.) NIP 19680505 199702 2 001

Mengetahui:

Ketua Departemen Teknologi Industri Pertanian,

(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti) NIP 19621009 198903 2 001


(6)

vii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Transformasi Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) menjadi Biodiesel melalui Transesterifikasi in Situ adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011 Yang membuat pernyataan

Alifah Nuru Fajarani F34020024


(7)

viii

© Hak cipta milik Alifah Nuru Fajarani, tahun 2011

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya


(8)

ix

BIODATA PENULIS

Alifah Nuru Fajarani. Lahir di Jombang, 29 November 1989 dari

pasangan Bapak Sutakat, SP. dan Ibu Muni’ah, sebagai putri pertama dari dua

bersaudara. Penulis menempuh pendidikan formal di SD Negeri 1 Mojowarno-Jombang (2001), SMP Negeri 1 Ngoro-Jombang (2004) dan SMA Negeri 1 Jombang (2007). Pada tahun 2007, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB), Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN) sebagai staf Departemen Profesi (2010-2011) dan Organisasi Mahasiswa Daerah Jombang Agrostudent Community (OMDA JAC) sebagai sekretaris (2009-2010). Selain itu, penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan termasuk menjadi asisten praktikum mata kuliah Penerapan Komputer pada tahun 2009. Pada tahun 2010, penulis melaksanakan Praktik Lapang di PTPN X Unit Pabrik Gula Tjoekir, Jombang dengan judul laporan

“Studi Teknologi Proses Produksi dan Pengawasan Mutu di PT. Perkebunan Nusantara X (Persero)


(9)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi kelimpahan karunia dan ilmu-Nya, serta shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan pada Rasulullah SAW, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Transformasi Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) menjadi Biodiesel melalui Transesterifikasi in Situ.

Penulis telah dibantu oleh banyak pihak dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini. Dengan telah selesainya penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Ir. Ika Amalia Kartika, MT. selaku dosen pembimbing akademik yang telah membantu penulis dalam berbagai kegiatan akademik termasuk penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2. Ayah dan Ibu tercinta, serta adikku Dhenok yang tidak pernah lelah memberi semangat dan doa untuk penulis.

3. Seluruh teknisi dan laboran Laboratorium Teknologi Kimia, Pengawasan Mutu, Pengemasan, LDIT dan Bioindustri Departemen Teknologi Industri Pertanian atas bantuan dan pengarahannya. 4. Teman sebimbinganku: Putri Yulianingtyas dan Rida Zuanda atas bantuan selama penelitian,

segala masukan dan semangatnya.

5. Kak Nunung Hartati yang telah mengarahkan penulis selama penelitian.

6. Ecy, Esi, Ghilda, Nita, Riryn dan Fata yang selalu mendukung dan memberi semangat serta terima kasih kepada keluarga besar TIN 44 Bisa..Bisa..Luar Biasa.

7. Mas Adi dan Indah yang telah membantu dan memberi semangat penulis selama ini.

8. Teman sekamarku, Mia dan penghuni Wisma Nabila Cempaka Atas (Ika, Nisa, Rini, Ida dan Yeni) atas dukungannya selama ini.

9. Keluarga keduaku di IPB, Jombang Agrostudent Community (JAC) yang telah memberi kehangatan dan keakraban selama ini.

Akhirnya penulis berharap semoga tulisan dalam skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan kontribusi yang nyata bagi para pembaca dan ilmu pengetahuan.

Bogor, Agustus 2011 Penulis


(10)

iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. JARAK PAGAR ... 3

B. BIODIESEL ... 5

C. TRANSESTERIFIKASI IN SITU ... 7

III. METODE PENELITIAN ... 9

A. ALAT DAN BAHAN ... 9

B. METODE ... 9

1. Tahap Persiapan Bahan Baku ... 9

2. Tahap Penelitian Utama ... 9

C. RANCANGAN PERCOBAAN ... 11

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 14

A. PERSIAPAN BAHAN BAKU... 14

B. PENELITIAN UTAMA ... 16

1. Rendemen Biodiesel ... 19

2. Bilangan Asam Biodiesel ... 21

3. Bilangan Penyabunan Biodiesel ... 22

4. Bilangan Ester Biodiesel ... 23

5. Viskositas Biodiesel ... 24

6. Kadar Abu Biodiesel ... 25

7. By Product ... 26

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 29

A. KESIMPULAN ... 29

B. SARAN ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30


(11)

iv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kandungan asam lemak minyak jarak pagar ... 4

Tabel 2. Sifat fisikokimia minyak jarak pagar ... 5

Tabel 3. Karakteristik biodiesel ... 6


(12)

v

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Tanaman dan buah jarak pagar ... 3

Gambar 2. Biji jarak pagar ... 4

Gambar 3. Diagram alir persiapan bahan baku ... 10

Gambar 4. Reaktor transesterifikasi ... 10

Gambar 5. Diagram alir proses transesterifikasi in situ biji jarak pagar ... 13

Gambar 6. Fungsi metanol ... 17

Gambar 7. Pemisahan biodiesel dari gliresol (a) dan biodiesel yang telah dicuci (b) ... 18

Gambar 8. Rendemen biodiesel yang dihasilkan dari proses transesterifikasi in situ biji jarak pagar pada berbagai kondisi operasi ... 19

Gambar 9. Bilangan asam biodiesel yang dihasilkan dari proses transesterifikasi in situ biji jarak pagar pada berbagai kondisi operasi ... 21

Gambar 10. Bilangan penyabunan biodiesel yang dihasilkan dari proses transesterifikasi in situ biji jarak pagar pada berbagai kondisi operasi ... 22

Gambar 11. Bilangan ester biodiesel yang dihasilkan dari proses transesterifikasi in situ biji jarak pagar pada berbagai kondisi operasi ... 23

Gambar 12. Viskositas biodiesel biodiesel yang dihasilkan dari proses transesterifikasi in situ biji jarak pagar pada berbagai kondisi operasi ... 24

Gambar 13. Proses penyaringan (a) dan ampas biji jarak pagar (b) ... 26

Gambar 14. Kadar total volatile matter ampas biji jarak pagar yang dihasilkan dari proses transesterifikasi in situ biji jarak pagar pada berbagai kondisi operasi ... 27

Gambar 15. Kadar bahan terekstrak ampas biji jarak pagar yang dihasilkan dari proses transesterifikasi in situ biji jarak pagar pada berbagai kondisi operasi ... 27


(13)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Prosedur analisis karakterisasi bahan baku (analisis proksimat) ... 34

Lampiran 2. Prosedur analisis karakteristik biodiesel dan ampas biji jarak pagar ... 37

Lampiran 3. Hasil karakterisasi biodiesel dan ampas biji jarak pagar ... 40


(14)

I.

PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Kegiatan manusia yang meliputi kegiatan non-industri maupun industri telah berdampak terhadap peningkatan permintaan bahan bakar fosil dari waktu ke waktu. Namun hal tersebut tidak diimbangi dengan ketersediaan bahan bakar fosil yang memadai dan ketersediaan tersebut semakin hari semakin menurun. Hal ini dibuktikan dengan tingkat konsumsi bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia mencapai 657 juta barel per tahun, tetapi produksi minyak Indonesia hanya mampu memenuhi 357 juta barel per tahun dan sekitar 153 juta barel per tahun diimpor dari negara lain yang disampaikan oleh Dewan Energi Nasional (Ian, 2011). Selain itu, Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral, Darwin Zahedy Saleh, juga mengungkapkan bahwa persediaan minyak bumi di Indonesia tinggal 23 tahun lagi (Zuprianto, 2011). Adanya kondisi tersebut, Indonesia harusnya cepat tanggap dan melakukan perubahan, yaitu dengan menggunakan bahan bakar pengganti yang sifatnya dapat diperbaharui. Bahan bakar yang dapat diperbaharui ini merupakan bahan bakar nabati yang biasa disebut dengan biofuel. Biofuel sendiri terdiri dari beberapa jenis, seperti bioetanol, biogas dan biodiesel.

Biodiesel merupakan salah satu jenis bioenergi atau bahan bakar alternatif pengganti fosil yang berasal dari tanaman penghasil minyak nabati yang diproses melalui reaksi transesterifikasi (Hambali et al., 2007a). Reaksi transesterifikasi ini mengubah trigliserida yang ada dalam minyak dengan menggunakan pereaksi metanol atau etanol menjadi metil ester atau etil ester dan gliserol dengan bantuan katalisator asam atau basa. Biodiesel ini bersifat dapat diperbaharui karena berasal dari minyak nabati sehingga ketersediaannya terjamin dan produksinya dapat terus ditingkatkan.

Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi biodiesel sangat banyak jenisnya seperti jarak pagar, kelapa sawit, kapas, bunga matahari, jagung dan 30 jenis tanaman lainnya. Pada penelitian ini, pembuatan biodiesel menggunakan bahan baku dari tanaman jarak pagar. Hal tersebut mempertimbangkan keunggulan-keunggulan dari tanaman jarak pagar itu sendiri. Tanaman ini hampir tersebar di seluruh wilayah Indonesia dengan produktivitas mencapai 8-10 ton/ha/tahun. Tanaman jarak pagar mudah dikembangkan karena tanaman ini dapat ditanam di tanah marginal (kurang subur). Selain itu, tanaman jarak pagar bukan merupakan tanaman pangan sehingga penggunaan bahan baku tidak menjadi kontroversi terhadap ketahanan pangan yang sering menjadi isu dewasa ini. Dengan demikian, ketersediaan bahan baku yaitu tanaman jarak pagar tidak akan menjadi kendala dalam produksi biodiesel dari tanaman ini.

Proses produksi biodiesel dari jarak pagar pada umumnya menggunakan tahapan ekstraksi minyak dari biji jarak pagar, pemurnian minyak dan proses transesterifikasi untuk mengubah minyak jarak pagar menjadi biodiesel. Tahapan ekstraksi minyak jarak pagar ini dapat menggunakan dua cara, yaitu ekstraksi dengan pengepresan maupun dengan menggunakan pelarut. Pada tahapan pemurnian minyak kasar, proses yang biasa dilakukan adalah proses degumming, netralisasi, bleaching dan deodorisasi. Pada produksi biodiesel, tahap pemurnian minyak hanya meliputi proses degumming dan netralisasi karena minyak akan mengalami proses lebih lanjut yaitu transesterifikasi. Menurut Ketaren (2008), degumming merupakan proses untuk menghilangkan getah atau lendir serta suspensi koloid seperti fosfolipid, karbohidrat, maupun senyawa nitrogen dari minyak kasar. Netralisasi bertujuan untuk memisahkan asam lemak bebas


(15)

2

dari minyak dengan menggunakan larutan basa sehingga membentuk sabun. Proses transesterifikasi bertujuan untuk mengubah minyak menjadi biodiesel.

Proses produksi biodiesel seperti yang telah disebutkan di atas merupakan tahapan proses produksi yang sangat panjang dan memakan waktu yang cukup lama sehingga menghasilkan efisiensi yang rendah dan memerlukan biaya yang cukup tinggi. Selain itu, rendemen biodiesel yang dihasilkan juga masih rendah. Menurut Zeng et al. (2009), sekitar 70% dari biaya produksi biodiesel merupakan biaya yang digunakan untuk proses ekstraksi dan pemurnian minyak. Dengan adanya pertimbangan tersebut, diperlukan adanya alternatif pengembangan proses untuk menghasilkan biodiesel dengan efisiensi tinggi, biaya murah dan bermutu tinggi, yaitu melalui transesterifikasi in situ. Menurut Haas et al. (2004), transesterifikasi in situ merupakan langkah pengembangan proses untuk menghasilkan biodiesel dengan cara yang sederhana, yaitu dengan mengeliminasi proses ekstraksi dan pemurnian minyak. Transesterifikasi in situ ini memanfaatkan trigliserida yang berasal dari bahan baku sumber minyak tanpa perlu mengekstrak dan memurnikannya terlebih dahulu (Qian et al., 2008). Adanya metode transesterifikasi in situ ini waktu reaksi yang dibutuhkan semakin singkat karena proses yang digunakan semakin sederhana sehingga biaya produksi juga semakin rendah. Selain itu, proses transesterifikasi in situ ini juga dapat meningkatkan rendemen biodiesel yang dihasilkan karena kehilangan minyak dari bahan baku dapat diminimalisir sehingga trigliserida yang dikonversi menjadi biodiesel semakin tinggi.

Penelitian tentang transesterifikasi in situ biji jarak pagar yang dilakukan oleh Utami (2010) telah menghasilkan rendemen biodiesel sebesar 82.51% pada kondisi operasi suhu 50°C, kecepatan pengadukan 800 rpm dan waktu reaksi 5 jam dengan menggunakan katalis basa berupa KOH 0.075 mol/liter metanol dan rasio metanol/heksan/bahan (v/v/b) sebesar 6:1:1. Sementara penelitian yang dilakukan oleh Shuit et al. (2009), proses transesterifikasi in situ biji jarak pagar pada kondisi operasi suhu 60°C, waktu reaksi 24 jam dan rasio metanol/bahan sebesar 7.5 ml/g dengan menggunakan katalis asam berupa H2SO4 15% dari jumlah minyak dan heksan sebanyak

10% dari jumlah pelarut sehingga menghasilkan rendemen biodiesel sebesar 99.8%. Berdasarkan hasil kedua penelitian tersebut, rendemen biodiesel yang dihasilkan sangat tinggi, yaitu di atas 80%. Oleh karena itu, proses transformasi biji jarak pagar menjadi biodiesel ini perlu untuk dikembangkan pada skala yang lebih besar. Penelitian dengan skala 10 liter ini penting dilakukan untuk mengetahui kondisi proses dan operasi transeterifikasi in situ yang paling sesuai saat kondisi tersebut diterapkan dalam skala pilot maupun industri.

B.

TUJUAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui proses transformasi biji jarak pagar menjadi biodiesel melalui transesterifikasi in situ.

2. Mengetahui pengaruh waktu reaksi, kecepatan pengadukan dan rasio metanol/heksan/bahan pada transesterifikasi in situ biji jarak pagar pada suhu 50°C terhadap rendemen dan mutu biodiesel yang dihasilkan.


(16)

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

JARAK PAGAR

Tanaman jarak pagar mempunyai nama latin Jatropha curcas L. (Linnaeus). Tanaman ini berasal dari Amerika Tengah yang kemudian menyebar ke daerah tropis. Tanaman ini diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 1942-an pada masa penjajahan Jepang. Di Indonesia, tanaman ini banyak ditemukan di daerah Jawa dan Kawasan Indonesia Timur seperti Nusa Tenggara, Sulawesi dan sebagainya. Menurut Nurchalis dan Sumarsih (2007), tanaman jarak pagar mempunyai nama-nama lokal sesuai dengan daerahnya seperti nawaih nawas (Aceh), jarak kosta (Sunda), jarak budge, jarak pager (Jawa), kaleke paghar (Madura), jarak pageh (Bali), bintalo, tondo ntomene (Sulawesi) dan sebagainya. Klasifikasi tanaman jarak pagar menurut Heyne (1987) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledones Subkelas : Archichlamydeae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Jatropha

Spesies : Jatropha curcas L.

Tanaman jarak pagar ini dapat tumbuh cepat apabila kondisi lingkungannya sesuai dan termasuk tanaman yang tahan terhadap kekeringan. Tanaman ini dapat tumbuh pada curah hujan sekitar 300-700 mm per tahun. Selain itu, tanaman jarak pagar ini dapat tumbuh di daerah bercurah hujan tinggi sekitar 1500 mm per tahun dengan syarat drainase yang baik. Daerah penyebaran tanaman jarak pagar terletak antara ketinggian 0-800 meter di atas permukaan air laut dengan suhu rata-rata 20-35°C (Nurcholis dan Sumarsih, 2007).


(17)

4

Tanaman jarak pagar seperti yang terlihat pada Gambar 1 sering dimanfaatkan bijinya (Gambar 2) untuk menghasilkan minyak jarak pagar yang dapat digunakan sebagai bahan baku biodiesel. Buah jarak terbagi menjadi 3 ruang yang masing-masing ruang biasanya diisi oleh 3 biji. Biji berbentuk bulat lonjong dengan warna coklat kehitaman. Inti biji merupakan sumber bagian yang menghasilkan minyak nabati. Ketaren (2008) menyatakan bahwa biji jarak pagar terdiri dari 75% daging biji dan 25% kulit biji. Sementara komposisi kimia biji jarak pagar varietas IP3 terdiri atas 43.11% minyak, 18.71% karbohidrat, 12.31% serat, 3.14% abu, 17.09% protein dan 5.64% air (Wina, 2008).

Gambar 2. Biji jarak pagar

Minyak jarak pagar biasanya dapat diekstraksi dengan dua cara, yaitu dengan metode pengepresan dan ekstraksi dengan menggunakan pelarut. Minyak jarak pagar ini mengandung banyak asam lemak dan didominasi oleh asam palmitat, asam oleat dan asam linoleat, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Asam oleat dan linoleat termasuk asam lemak tidak jenuh. Kedua asam lemak ini akan berpengaruh pada bilangan asam dan viskositas dari minyak jarak pagar maupun biodiesel yang dihasilkan. Sementara sifat fisikokimia dari minyak jarak pagar ditunjukkan pada Tabel 2. Selain itu, minyak jarak pagar juga mengandung senyawa beracun berupa ester forbol dan curcin (Hambali et al., 2007b). Adanya senyawa tersebut menjadikan minyak jarak pagar termasuk dalam minyak non-pangan, sehingga tidak layak untuk dikonsumsi oleh manusia maupun hewan.

Tabel 1. Kandungan asam lemak minyak jarak pagar Jenis Asam Lemak Komposisi (%)

Asam palmitat Asam palmitoleat

Asam stearat Asam oleat Asam linoleat Asam linolenat

Asam arasidat Asam gadoleat

14.1 0.5 6.8 38.6 36.0 0.2 0.2 3.6 Sumber: Jain dan Sharma (2010)


(18)

5

Tabel 2. Sifat fisikokimia minyak jarak pagar

Sifat Minyak Jarak Pagar Nilai Densitas (g/cm3)

Viskositas pada 30°C (cSt) Nilai kalor (MJ/kg) Titik tuang (°C) Titik awan (°C) Titik nyala (°C) Asam lemak bebas (%) Angka setana

Bilangan penyabunan Bilangan tak tersabunkan (%) Bilangan iod (mg iodine/g) Bilangan asam (mg KOH/g) Monogliserida

Digliserida Trigliserida Residu karbon Kadar sulfur (%)

0.860-0.933 37.00-54.80 37.83-42.05 -3 2 210-240 0.18-3.40 38.0-51.0 102.9-209.0 0.79-3.80 92-112 0.92-6.16 Maks 1.7 2.50-2.70 88.20-97.30 0.07-0.64 0-0.13 Sumber: Achten et al. (2008)

B.

BIODIESEL

Biodiesel merupakan bahan bakar nabati pengganti bahan bakar fosil untuk motor diesel yang bersumber dari minyak nabati. Biodiesel merupakan hasil transeterifikasi dari trigliserida yang ada dalam minyak nabati. Biodiesel ini menyerupai bahan bakar solar sehingga prospektif untuk dikembangkan. Keunggulan dari biodiesel adalah sebagai berikut (Hambali et al., 2007a): 1. Bahan bakar yang ramah lingkungan karena menghasilkan emisi yang jauh lebih sedikit. 2. Angka setananya lebih tinggi (>57) sehingga efisiensi pembakaran lebih baik.

3. Memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin dan dapat terurai.

4. Merupakan sumber bahan bakar yang dapat diperbaharui karena terbuat dari bahan nabati yang dapat diperbaharui.

5. Meningkatkan suplai bahan bakar.

Biodiesel termasuk turunan lipid dari golongan monoalkil ester asam lemak (Darnoko et al., 2001). Biodiesel yang banyak diproduksi adalah biodiesel metil ester yang menggunakan pereaksi metanol dan etil ester yang menggunakan pereaksi etanol. Menurut Legowo (2001), karakteristik biodiesel secara umum meliputi densitas, viskositas, bilangan setana, kalor pembakaran, titik tuang, titik pijar dan titik awan. Karakteristik biodiesel dapat dilihat pada Tabel 3.

Bobot jenis adalah perbandingan berat contoh pada suhu 40°C dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Menurut Syah (2006), densitas biodiesel pada suhu 15°C tidak boleh melebihi 0.900 kg/m3. Jika densitasnya lebih dari itu, kemungkinan reaksi transesterifikasi berjalan tidak sempurna. Menurut Mittelbach dan Remschmidt (2006), densitas dapat juga menentukan mutu biodiesel dan berhubungan dengan kadar air, kadar sedimen dan kadar abu yang erat kaitannya dengan proses pemurnian biodiesel itu sendiri.


(19)

6

Tabel 3. Karakteristik biodiesel

Parameter Satuan Nilai (a) Nilai (b)

Densitas (40°C) kg/m3 864-880 850-890

Viskositas (40°C) cSt - 2.3-6.0

Titik nyala °C 170-192 Min. 100

Titik kabut (awan) °C - Maks. 18

Angka setana - 50.0-56.1 Min. 51

Bilangan penyabunan mg/g 202.6 -

Bilangan asam mg KOH/g 0.06-0.5 Maks. 0.8

Bilangan iod mg iod/g 93-106 Maks. 115

Abu tersulfatkan % massa 0.005-0.010 Maks. 0.02

Gliserol bebas % massa 0.015-0.030 Min. 0.02

Gliserol total % massa 0.088-0.100 Min. 0.24

Kadar ester alkil % massa Min 99.6 Min 96.5

Uji Hulpher - - negatif

Sumber: (a) Achten et al. (2008) dan (b) SNI 04-7182-2006 (2006)

Viskositas menunjukkan jenis bahan baku yang digunakan. Biodiesel yang terbuat dari minyak dengan rantai karbon yang lebih pendek dapat menghasilkan viskositas yang lebih rendah. Sifat fisik ini pula yang dapat digunakan secara cepat dalam menentukan konversi reaksi karena proses transesterifikasi berguna untuk menurunkan viskositas trigiliserida (Mittelbach dan Remschmidt, 2006). Viskositas kinematik dapat diartikan sebagai ukuran bahan bakar dalam kemudahan mengalir. Sistem pembakaran memerlukan bahan bakar yang dapat membentuk partikulat halus ketika diinjeksi. Jika viskositas tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan, dapat mengakibatkan penurunan daya pembakaran. Jika terlalu rendah akan menyebabkan kebocoran dan jika terlalu tinggi akan menyebabkan bahan bakar sulit disuplai ke ruang pembakaran (Van Gerpen, 2005).

Bilangan asam merupakan salah satu parameter dalam menentukan standar biodiesel. Menurut Ketaren (2008), bilangan asam didefinisikan sebagai jumlah milligram KOH yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terkandung dalam satu gram minyak atau lemak. Hal ini berarti semakin kecil bilangan asam dari biodiesel semakin sedikit kandungan asam lemak bebasnya. Bilangan asam pada biodiesel diharapkan sekecil mungkin. Hal ini dikarenakan asam lemak bebas dalam biodiesel dapat menyebabkan korosif pada komponen mesin.

Bilangan penyabunan dinyatakan dalam jumlah milligram KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 gram minyak atau lemak (Ketaren, 2008). Bilangan penyabunan ini dipengaruhi oleh senyawa-senyawa seperti trigliserida, digliserida dan monogliserida yang masih terdapat setelah proses transesterifikasi. Bilangan penyabunan juga menunjukkan berat molekul yang terkandung dalam biodiesel. Jika bilangan penyabunan tinggi maka bobot molekulnya rendah atau senyawa-senyawa yang ada telah terkonversi menjadi metil ester. Sementara, bilangan ester merupakan selisih antara bilangan penyabunan dan bilangan asam sehingga bilangan ester menunjukkan tingkat kemurnian dari biodiesel yang telah dihasilkan.

Bilangan setana menunjukkan kemampuan bahan bakar menyala atau kemudahan bahan bakar untuk terbakar jika diinjeksikan dalam ruang bakar motor tersebut (Knothe, 2005a). Menurut Tambun (2009), titik nyala adalah suhu terendah dimana bahan dapat terbakar. Semakin tinggi titik nyalanya, maka penyimpanan biodiesel lebih aman. Titik tuang merupakan suhu


(20)

7

terendah dimana bahan bakar masih dapat dialirkan sehingga pada daerah yang bersuhu rendah diharapkan biodiesel tidak membeku. Kadar air dan sedimen adalah jumlah kandungan air dan sedimen yang ada dalam bahan bakar. Adanya kandungan air dan sedimen dalam bahan bakar dapat menyebabkan terjadinya kristal-kristal beku pada suhu rendah sehingga mengganggu proses pengaliran bahan bakar.

Sisa karbon yang tinggi dapat menyebabkan terbentuknya endapan sehingga dapat menjadikan mesin kendaraan menjadi aus. Sementara nilai kalor bahan bakar adalah jumlah konsumsi bahan bakar yang digunakan mesin kendaraan setiap satuan waktu. Semakin tinggi nilai kalornya, semakin rendah bahan bakar yang dibutuhkan. Menurut Winarno (1992), kadar abu adalah mineral anorganik sisa pembakaran bahan organik. Jika kadar abu tinggi, maka kerak yang menempel pada mesin kendaraan semakin banyak sehingga tingkat keausan mesin juga semakin tinggi.

C.

TRANSESTERIFIKASI

IN SITU

Transesterifikasi merupakan reaksi kimia antara trigliserida dan alkohol rantai pendek seperti metanol atau etanol untuk menghasilkan monoalkil ester dan gliserol dengan menggunakan katalisator asam atau basa (Hambali et al., 2007b). Reaksi ini merupakan reaksi alkoholis dan bersifat reversible (Khan, 2002). Berikut ini adalah mekanisme reaksi transesterifikasi trigliserida dengan menggunakan pereaksi metanol:

Keterangan: R1, R2, dan R3 adalah asam lemak jenuh dan tak jenuh dari rantai karbon.

Pada pembuatan biodiesel, biasanya proses transesterifikasi dilakukan setelah proses ekstraksi dan pemurnian minyak. Tahapan-tahapan proses tersebut menyebabkan proses pembuatan biodiesel lebih panjang, efisiensi rendah dan konsumsi energi yang tinggi sehingga secara keseluruhan dapat meningkatkan biaya produksi biodiesel. Oleh karena itu diperlukan proses pembuatan biodiesel yang sederhana, efisien, hemat energi, biaya produksi yang rendah dan dapat menghasilkan rendemen dan mutu biodiesel yang bagus. Proses pembuatan biodiesel tersebut, dewasa ini lebih dikenal dengan proses transesterifikasi in situ.

Menurut Haas et al. (2004), transesterifikasi in situ merupakan langkah yang lebih sederhana dalam memproduksi monoalkil ester dengan mengeleminasi proses ekstraksi dan pemurnian minyak sehingga dapat menurunkan biaya produksi biodiesel. Menurut Qian et al.

(2008), trigliserida yang digunakan dalam proses transesterifikasi in situ berasal dari bahan baku sumber minyak dan bukan berasal dari minyak yang sudah diekstrak dan dimurnikan terlebih dahulu.

CH2-OOC-R1

CH-OOC-R2

CH2-OOC-R3

+ 3CH3OH

R1-COO-CH3

R2-COO-CH3

R3-COO-CH3 +

CH2-OH

CH-OH CH2-OH


(21)

8

Mekanisme proses transesterifikasi in situ adalah kontak langsung antara bahan baku sumber minyak dengan pereaksi alkohol dengan menggunakan katalis asam atau basa (Georgogianni et al., 2008). Menurut Haas et al. (2004), fungsi alkohol adalah untuk menghancurkan sel-sel yang mengandung minyak dan melarutkan minyak tersebut. Selain itu, alkohol juga berfungsi sebagai pereaksi selama proses transesterifikasi.

Beberapa penelitian yang terkait dengan transesterifikasi in situ diantaranya telah dilakukan pada bahan baku sumber minyak seperti biji bunga matahari, biji kedelai, rice bran dan biji kapas. Pada transesterifikasi in situ biji bunga matahari, Siler-Marinkovic dan Tomasevic (1998) mendapatkan rendemen metil ester sebanyak 98% pada kondisi suhu 64.5oC, waktu reaksi 1 jam, dengan perbandingan molar metanol/bahan/H2SO4 adalah 300:1:9. Georgogianni et al. (2008)

juga melakukan penelitian mengenai transesterifikasi in situ biji bunga matahari dengan menggunakan katalis NaOH 2% pada suhu 60 oC dan kecepatan pengadukan 600 rpm sehingga menghasilkan rendemen metil ester sebesar 95%.

Pada penelitian transesterifikasi in situ rice bran oleh (Ozgul-Yucel dan Turkay, 2003) didapatkan hasil bahwa metanol menghasilkan rendemen metil ester yang lebih tinggi dibandingkan alkohol jenis lainnya dengan rasio metanol terhadap rice bran adalah 4 ml/g. Haas dan Karen (2007) meneliti tentang pengaruh katalis NaOH dan kebutuhan alkohol pada transesterifikasi in situ biji kedelai. Kondisi optimal yang menghasilkan rendemen sebesar 100% diperoleh pada waktu reaksi selama 10 jam, kadar air bahan 0.8% dan konsentrasi NaOH 0.1 N dalam metanol sebanyak 2.4 ml/g. Penelitian yang dilakukan Qian et al. (2008) pada transeterifiaksi in situ biji kapas menghasilkan rendemen sebesar 98% pada kondisi proses seperti kadar air biji kurang dari 2%, ukuran partikel bahan 0.300-0.335 mm, konsentrasi NaOH 0.1 mol/liter metanol, perbandingan molar metanol/minyak sebesar 135:1, dengan suhu 40 oC, serta waktu reaksi selama 3 jam.

Penelitian yang terkait dengan transesterifikasi in situ biji jarak pagar telah dilakukan oleh Utami (2010) dan Shuit et al. (2009). Biodiesel tertinggi (82.51%) yang dihasilkan oleh Utami (2010) menggunakan biji dengan kadar air ≤ 1%, ukuran biji 35 mesh, rasio metanol/heksan/bahan (v/v/b) sebesar 6:1:1 dan katalis KOH 0.075 mol/liter metanol (7%) pada suhu 50°C, kecepatan pengadukan 800 rpm dan waktu reaksi 5 jam. Hasil sidik ragam pada penelitian Utami (2010) didapatkan bahwa suhu, kecepatan pengadukan dan waktu reaksi tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen dan viskositas biodiesel. Suhu, waktu reaksi serta interaksi antara faktor suhu, kecepatan pengadukan dan waktu reaksi berpengaruh nyata terhadap bilangan asam biodiesel. Sementara pada bilangan penyabunan dan bilangan ester biodiesel, suhu serta interaksi faktor suhu dan kecepatan pengadukan memberikan pengaruh yang nyata.

Penelitian yang dilakukan oleh Shuit et al. (2009), proses transesterifikasi in situ biji jarak pagar pada kondisi operasi suhu 60°C, waktu reaksi 24 jam dan rasio metanol/bahan sebesar 7.5 ml/g dengan menggunakan katalis asam (H2SO4 15%) dan heksan sebesar 10% dari volume

pelarut sehingga menghasilkan rendemen biodiesel sebesar 99.8%. Ukuran partikel biji jarak pagar yang digunakan adalah 0.355 mm. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa semakin kecil ukuran partikel bahan dan semakin lama waktu reaksinya, maka efisiensi ekstraksi dan transesterifikasi semakin tinggi sehingga rendemen biodiesel yang dihasilkan pun akan semakin tinggi.


(22)

9

III.

METODE PENELITIAN

A.

ALAT DAN BAHAN

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah jarak pagar varietas Lampung IP3 yang diperoleh dari kebun induk jarak pagar BALITRI Pakuwon, Sukabumi. Bahan kimia yang digunakan adalah metanol, KOH, heksan, aquades, HCl, etanol, indikator phenolphthalein, indikator mensel, NaOH, H2SO4, asam borat dan bahan kimia analisis lainnya.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah reaktor dengan kapasitas 10 liter, blender, pengaduk, pendingin tegak, termometer, rotary evaporator, penyaring, labu pemisah, pompa vakum, pemanas, viskosimeter Ostwald, cawan porselen, piknometer, oven, buret, desikator, labu Kjeldhal, soxhlet apparatus, timbangan, cawan alumunium, otoklaf, tanur dan peralatan gelas.

B.

METODE

Penelitian yang dilakukan meliputi kajian transformasi biji jarak pagar menjadi biodiesel melalui transesterifikasi in situ. Faktor-faktor yang dipelajari adalah pengaruh waktu reaksi, kecepatan pengadukan dan rasio metanol/heksan/bahan terhadap rendemen dan mutu biodiesel yang dihasilkan. Penelitian ini terdiri dari dua tahapan, yaitu tahap persiapan bahan baku dan tahap penelian utama.

1. Tahap Persiapan Bahan Baku

Bahan baku dipersiapkan terlebih dahulu dengan memisahkan cangkang dari buah jarak sehingga didapatkan biji jarak. Biji jarak ini kemudian dikeringkan pada suhu 50°C selama 48 jam untuk mendapatkan biji jarak kering yang aman untuk disimpan dalam jangka waktu lama (Gambar 3). Biji jarak pagar kering selanjutnya dianalisis kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar serat kasar dan kadar karbohidrat. Prosedur analisis untuk parameter-parameter tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1.

2. Tahap Penelitian Utama

Biji jarak kering dikeringkan kembali pada suhu 50°C selama 48 jam. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan kadar air bahan ≤ 2%. Oleh karena itu diperlukan pengujian kadar air untuk memastikan biji jarak kering telah mempunyai kadar air ≤ 2%. Selanjutnya biji jarak kering diperkecil ukurannya dengan menggunakan blender, sehingga ukurannya ± 20 mesh untuk mempermudah ekstraksi minyak dalam biji jarak.

Proses transesterifikasi in situ biji jarak ini dilakukan dalam reaktor yang berukuran 10 liter yang dilengkapi dengan pemanas listrik, pengatur suhu, pengaduk dan pendingin tegak (Gambar 4). Kondisi operasi divariasikan pada waktu reaksi selama 4 jam dan 6 jam,


(23)

10

kecepatan pengadukan 200 rpm dan 600 rpm, serta rasio metanol/heksan/bahan (v/v/b) sebesar 3:3:1, 4:2:1 dan 5:1:1 dengan suhu reaksi yang ditetapkan pada 50°C.

Gambar 3. Diagram alir persiapan bahan baku

Gambar 4. Reaktor transesterifikasi Buah jarak

Cangkang

Biji jarak kering Biji jarak Pengupasan

Pengeringan (suhu 50°C, 48 jam)

Karakterisasi (analisis proksimat)

Pendingin tegak

Pengatur suhu

Pengaduk dan pengatur kecepatan pengadukan


(24)

11

KOH dilarutkan dalam metanol dan direaksikan dengan pengadukan sampai KOH larut dalam metanol sehingga terbentuk larutan KOH-metanolik. Konsentrasi KOH yang digunakan adalah 0.075 mol/liter metanol. Reaktor dioperasikan dengan mengatur waktu reaksi dan kecepatan pengadukan sesuai dengan perlakuan. Selanjutnya larutan KOH-metanolik, biji jarak kering yang telah diperkecil ukurannya dan heksan dimasukkan ke dalam reaktor sesuai dengan rasio yang digunakan. Campuran tersebut diaduk dengan waktu dan kecepatan tertentu sesuai dengan perlakuan pada suhu 50°C. Adapun diagram alir proses transesterifikasi in situ

biji jarak ini dapat dilihat pada Gambar 5.

Setelah waktu reaksi tercapai, maka proses transesterifikasi in situ selesai dan reaktor dihentikan operasinya. Campuran dibiarkan mengendap selama semalam untuk selanjutnya filtrat dipisahkan dari ampas dengan menggunakan pompa vakum. Kemudian, ampas dikeringanginkan dan dioven untuk menguapkan pelarutnya. Filtrat yang diperoleh merupakan campuran dari minyak, metil ester, gliserol, metanol dan heksan. Filtrat dievaporasi menggunakan rotary evaporator untuk memisahkan minyak, metil ester dan gliserol dari metanol dan heksan. Metanol dan heksan akan teruapkan sehingga menyisakan campuran minyak, metil ester dan gliserol. Campuran tersebut kemudian dipisahkan dengan menggunakan labu pemisah. Lapisan gliserol berada di bagian bawah dan berwujud semi padat, sedangkan biodiesel berada di bagian atas.

Setelah dipisahkan, biodiesel kasar dicuci dengan aquades sampai pH-nya netral. Biodiesel tersebut selanjutnya dianalisis sesuai dengan parameter yang digunakan, yang meliputi rendemen, bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan ester, viskositas dan kadar abu. Sedangkan, analisis untuk ampas meliputi kadar total volatile matter dan kadar bahan terekstrak. Prosedur analisis untuk masing-masing parameter tersebut dapat dilihat pada Lampiran 2.

C.

RANCANGAN PERCOBAAN

Penelitian ini dirancang berdasarkan rancangan percobaan acak lengkap faktorial dan dievaluasi secara statistik dengan menggunakan sidik ragam (α = 0.05) dan uji Lanjut Duncan (α = 0.05). Variabel perlakuan yang digunakan dalam proses transesterifikasi in situ biji jarak pagar terdiri dari tiga faktor, yaitu waktu reaksi (A), kecepatan pengadukan (B) dan rasio metanol/heksan/bahan (C).

Waktu reaksi terdiri dari dua taraf, yaitu 4 jam (A1) dan 6 jam(A2). Kecepatan pengadukan

terdiri dari dua taraf, yaitu 200 rpm (B1) dan 600 rpm (B2). Sedangkan, rasio

metanol/heksan/bahan (v/v/b) terdiri dari tiga taraf, yaitu 3:3:1 (C1), 4:2:1 (C2) dan 5:1:1 (C3).

Setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak dua kali. Model matematik yang digunakan untuk percobaan ini adalah sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya, 2002):

Yijkl = �+ Ai+ Bj+ Ck+ (AB)ij+ (AC)ik+ (BC)jk+ (ABC)ijk + εijkl

Keterangan:

i : jumlah taraf A = 2 (waktu reaksi = 4 dan 6 jam)

j : jumlah taraf B = 2 (kecepatan pengadukan = 200 dan 600 rpm)

k : jumlah taraf C = 3 (rasio metanol/heksan/bahan = 3:3:1, 4:2:1 dan 5:1:1) l : jumlah ulangan = 2


(25)

12

Yijkl : variabel respon atau hasil pengamatan karena pengaruh bersama faktor A taraf ke-i,

faktor B taraf ke-j, faktor C taraf ke-k, dan ulangan ke-l µ : pengaruh rata-rata sebenarnya atau rata-rata umum Ai : pengaruh dari faktor A taraf ke-i

Bj : pengaruh dari faktor B taraf ke-j

Ck : pengaruh dari faktor C taraf ke-k

(AB)ij : pengaruh interaksi antar faktor A taraf ke-i dan faktor B taraf ke-j

(AC)ik : pengaruh interaksi antar faktor A taraf ke-i dan faktor C taraf ke-k

(BC)jk : pengaruh interaksi antar faktor B taraf ke-j dan faktor C taraf ke-k

(ABC)ijk : pengaruh interaksi antar faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j dan faktor C taraf ke-k

ɛijkl : pengaruh galat atau errordari faktor A taraf i, faktor B taraf j, faktor C taraf


(26)

13

Gambar 5. Diagram alir proses transesterifikasi in situ biji jarak pagar (Kartika et al., 2009)

Biji jarak

Pengeringan

Penghancuran

Serbuk biji jarak (KA ≤ 2%, 20 mesh)

Transesterifikasi in situ

(suhu 50°C) Pencampuran

Larutan KOH-metanolik

Metanol KOH

Heksan

Pendinginan

Penyaringan Ampas

Filtrat

Evaporasi dan heksan Metanol

Campuran minyak, metil ester, dan gliserol

Pemisahan Gliserol

Pencucian

Biodiesel

Karakterisasi Biodiesel

Air Air


(27)

14

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

PERSIAPAN BAHAN BAKU

Persiapan bahan baku ini perlu dilakukan untuk mengetahui karakteristik bahan baku yang digunakan, yaitu biji jarak pagar. Biji jarak pagar ini diperoleh dari buah jarak pagar yang telah dibersihkan dari kulit buahnya (cangkang). Karakteristik biji jarak pagar ini meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat kasar dan kadar karbohidrat yang dihitung berdasarkan by difference. Hasil dari karakteristik biji jarak pagar ini dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil karakterisasi biji jarak pagar

Parameter Uji Hasil Penelitian Penelitian Sebelumnya Utami (2010) Wina (2008)

1. Kadar air (% bb) 5.66 6.29 5.64

2. Kadar abu (% bb) 3.76 4.20 3.14

3. Kadar protein (% bb) 17.19 19.43 17.09

4. Kadar lemak (% bb) 36.16 36.91 43.11

5. Kadar serat kasar (% bb) 36.24 8.63 12.31 6. Kadar karbohidrat (% bb)

By difference 0.99 24.44 18.71

Berdasarkan Tabel 4, karakteristik dari biji jarak pagar berbeda satu sama lain. Hal ini dikarenakan komposisi fisikokimia suatu bahan dipengaruhi oleh varietas, usia, kondisi lingkungan pertumbuhan tanaman jarak pagar dan penanganan pasca panennya (Achten et al., 2008). Varietas biji jarak pagar yang digunakan dalam penelitian ini dengan yang dilakukan oleh Utami (2010) adalah sama yaitu varietas Lampung. Namun turunan varietas biji jarak pagar yang dipakai berbeda dimana penelitian Utami (2010) menggunakan IP2, sedangkan penelitian ini menggunakan IP3 begitu juga dengan penelitian yang dihasilkan oleh Wina (2008). Oleh karena itu, kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak dari penelitian ini dan penelitian Wina (2008), hasilnya tidak berbeda jauh. Namun, hasil yang menunjukkan sangat berbeda adalah kadar serat kasar dan kadar karbohidrat.

Kadar serat kasar merupakan komponen selulosa, hemiselulosa, maupun lignin yang terkandung dalam biji jarak pagar. Selulosa, hemiselulosa dan lignin banyak terkandung dalam kulit biji. Pada biji jarak pagar, jumlah kulit biji sekitar 25% dan 75% kernel biji jarak pagar (Ketaren, 2008). Kadar serat bisa dipengaruhi oleh komposisi kulit biji dan kernel biji yang ada pada biji jarak pagar. Penelitian yang dilakukan Utami (2010) dan Wina (2008) mempunyai kadar serat yang lebih rendah dibandingkan dengan kadar serat yang dihasilkan oleh penelitian ini. Hal ini bisa disebabkan karena komposisi kulit biji lebih kecil dibandingkan dengan kernel biji sehingga menghasilkan kadar serat yang rendah. Sementara penelitian ini mempunyai komposisi kulit biji yang lebih tinggi dibandingkan kernel biji sehingga kadar seratnya pun tinggi. Kadar karbohidrat dihitung dengan menggunakan by difference yang berarti jumlah keseluruhan bahan


(28)

15

dikurangi kadar air, kadar protein, kadar abu, kadar lemak dan kadar serat kasar. Apabila kadar serat kasar semakin tinggi, maka kadar karbohidrat akan semakin rendah.

Kadar air bahan ditentukan oleh dimana biji jarak pagar diperoleh dan cara penanganan pasca panen. Biji jarak pagar yang diperoleh dari daerah yang kelembabannya tinggi, kemungkinan akan mempunyai kadar air yang tinggi pula. Selain itu, proses penanganan pasca panen juga menentukan tinggi rendahnya kadar air yang dimiliki oleh biji jarak pagar. Menurut Warsiki et al. (2007), peningkatan RH penyimpanan di atas RH ruangan menyebabkan peningkatan kadar air dibandingkan kadar air awal. Sebaliknya penyimpanan di bawah RH ruangan akan menurunkan kadar air biji.

Kadar air yang tinggi pada biji jarak pagar dapat menurunkan keefektifan dari proses transesterifikasi. Hal ini dikarenakan kadar air yang tinggi dapat menginaktivasikan katalis yang digunakan sehingga reaksi transesterifikasi menjadi lambat. Kadar air yang tinggi juga menyebabkan terjadinya proses hidrolisis yang semakin tinggi juga, sehingga proses konversi trigliserida menjadi biodiesel semakin rendah. Kadar air yang dimiliki oleh bahan baku ini masih termasuk tinggi, yaitu sebesar 5.66%. Untuk meningkatkan keefektifan dari proses transesterifikasi, kadar air biji jarak pagar harus diturunkan. Itulah yang menyebabkan persiapan bahan baku diperlukan untuk mendapatkan kadar air ≤ 2%. Hal ini didasarkan pada penelitian Qian et al. (2008) yang mendapatkan rendemen sekitar 98% dengan kadar air biji kapas kurang dari 2%.

Selain kadar air, syarat utama untuk melakukan transesterifikasi adalah kandungan asam lemak bebas (ALB) pada bahan. Jumlah kadar asam lemak bebas yang tinggi akan menyebabkan proses transesterifikasi menjadi tidak efektif. Selain itu, transesterifikasi menggunakan katalis basa pada kandungan asam lemak bebas yang tinggi akan menghasilkan produk berupa sabun. Oleh karena itu, kandungan asam lemak bebas dalam bahan harus dikurangi. Kandungan asam lemak bebas harus kurang dari 2% agar proses transesterifikasi dapat berjalan secara efektif (Corro

et al., 2010). Menurut Warsiki et al. (2007), kandungan asam lemak bebas berbanding lurus dengan kadar air yang dimiliki bahan. Apabila kadar air bahan semakin rendah, maka kandungan asam lemak bebasnya juga semakin rendah. Hal ini dikarenakan kadar air yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya hidrolisis trigliserida dalam bahan menjadi asam lemak bebas. Kadar air biji jarak pagar yang digunakan dalam percobaan dikondisikan mempunyai kadar air ≤ 2%, sehingga kandungan asam lemak bebas dalam bahan juga diharapkan serendah mungkin dan proses transesterifikasi berjalan dengan efektif.

Ukuran partikel juga mempengaruhi rendemen biodiesel yang dihasilkan. Semakin kecil ukuran partikelnya, rendemen biodiesel yang dihasilkan juga semakin tinggi. Hal ini dikarenakan biji jarak pagar yang telah mengalami pengecilan ukuran akan mengalami kerusakan pada dinding-dinding selnya sehingga memudahkan pelarut dan pereaksi mengekstrak minyak yang ada dan mengubahnya menjadi biodiesel. Selain itu, luas permukaan biji jarak pagar yang bereaksi dengan pelarut dan pereaksi juga akan semakin meningkat. Hal ini dapat berarti bahwa kontak antara biji jarak pagar dengan pelarut dan pereaksi semakin meningkat sehingga peluang terbentuknya biodiesel juga semakin meningkat. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Shuit et al. (2009) didapatkan kesimpulan bahwa semakin kecil ukuran partikel semakin tinggi pula efisiensi ekstraksi dan transesterifikasi in situ serta rendemen biodiesel yang dihasilkan. Oleh karena itu, pada penelitian ini, biji jarak pagar diperkecil ukurannya dengan menggunakan blender sehingga ukurannya mencapai ± 20 mesh.

Menurut Dwi (2008), kandungan minyak biji jarak pagar sekitar 30-40%. Apabila kulit biji dipisahkan dari kernel bijinya, kandungan minyak pada kernelnya mencapai 50-60%. Pada


(29)

16

penelitian ini, kandungan minyak biji jarak pagar mencapai 36.16% dan masuk ke dalam rentang tersebut. Kandungan minyak yang tinggi inilah yang menyebabkan biji jarak pagar berpotensi dijadikan sebagai bahan baku biodiesel. Kadar lemak atau minyak biji jarak pagar dipengaruhi oleh cara pemanenan yang tepat (tingkat kematangan buah). Buah jarak pagar yang dipanen lebih awal (buah berwarna kuning), akan memiliki kandungan minyak yang rendah. Sementara buah jarak pagar yang dipanen lebih lama akan menyebabkan buah pecah sehingga biji jarak pagar yang jatuh ke tanah semakin banyak dan dapat mengurangi produktivitas. Sebaiknya buah jarak pagar dipanen saat kulit buah mulai membuka yang berarti biji jarak pagar juga telah masak (buah dan biji berwarna hitam) dan mempunyai kandungan minyak paling tinggi (BALITBANG, 2008). Oleh karena itu, proses pemanenan yang baik dan ketika buah sudah masak, akan menghasilkan kandungan minyak paling tinggi. Hal ini berarti rendemen biodiesel yang dihasilkan juga semakin tinggi.

B.

PENELITIAN UTAMA

Penelitian utama ini bertujuan untuk menghasilkan biodiesel melalui transesterifikasi in situ

biji jarak pada berbagai kondisi proses dan operasi dengan menggunakan reaktor 10 liter. Selanjutnya, biodiesel yang dihasilkan dikarakterisasi untuk mengetahui mutu dari biodiesel tersebut. Faktor yang dipelajari dalam pembuatan biodiesel ini adalah pengaruh waktu reaksi, kecepatan pengadukan dan rasio metanol/heksan/bahan pada suhu 50°C terhadap rendemen dan mutu biodiesel yang dihasilkan.

Selama ini, pembuatan biodiesel secara konvensional dilakukan melalui transesterifikasi dari trigliserida yang terdapat dalam minyak dengan menggunakan alkohol rantai pendek. Metode konvensional ini membutuhkan proses yang sangat panjang dan waktu yang lama. Hal ini dikarenakan bahan baku yang digunakan berupa minyak, sehingga perlu dilakukan proses ekstraksi untuk mendapatkan minyak itu sendiri dan pemurnian minyak untuk menurunkan kandungan asam lemak bebasnya. Kedua proses tersebut membebani 70% dari biaya produksi biodiesel sehingga biaya produksi biodiesel menjadi tinggi (Zeng et al., 2009). Sekarang ini terdapat metode baru dalam menghasilkan biodiesel, yaitu dengan menggunakan proses transesterifikasi in situ. Proses transesterifikasi in situ ini menggunakan bahan baku yang mengandung sumber minyak sehingga proses ekstraksi dan pemurnian minyak dapat dihilangkan. Dengan kata lain, proses produksi biodiesel semakin sederhana, waktu yang dibutuhkan semakin singkat dan biaya produksi juga semakin rendah.

Proses transesterifikasi in situ dipengaruhi oleh jumlah pereaksi dan katalis yang digunakan. Selain itu, juga dipengaruhi oleh kondisi proses dan operasi yang digunakan seperti suhu, waktu reaksi dan kecepatan pengadukan. Pereaksi yang digunakan dalam penelitian ini berupa metanol. Metanol merupakan alkohol rantai pendek yang mempunyai satu ikatan karbon. Metanol digunakan karena memiliki harga yang lebih terjangkau dibandingkan dengan etanol. Selain itu, menurut Tambun (2009), metanol mudah bereaksi dan lebih stabil dibandingkan dengan etanol. Satu ikatan karbon yang dimiliki oleh metanol menjadikannya mudah dipisahkan dengan gliserol pada proses penguapan hasil proses transesterifikasi in situ. Metanol yang digunakan pada reaksi transesterifikasi in situ harus berlebih karena reaksi ini merupakan reaksi reversible

sehingga diperlukan metanol dalam jumlah yang berlebih untuk mendorong reaksi menuju arah produk. Selain itu, dalam proses transesterifikasi in situ ini metanol berfungsi sebagai pelarut dan pereaksi (Haas et al., 2004). Fungsi metanol secara detailnya dapat dilihat pada Gambar 6.


(30)

17

Gambar 6. Fungsi metanol

Pada penelitian Utami (2010) dan Shuit et al. (2009), penambahan heksan dilakukan untuk meningkatkan rendemen. Begitu juga pada penelitian ini dilakukan penambahan heksan. Heksan digunakan dengan tujuan agar minyak yang terdapat dalam biji jarak pagar dapat terekstrak sebanyak mungkin. Hal ini dikarenakan heksan dan minyak bersifat non polar, sehingga heksan diharapkan lebih optimal mengekstrak minyak yang ada dalam biji jarak pagar. Semakin banyak minyak yang dapat diekstrak diharapkan konversi minyak menjadi biodiesel juga semakin meningkat. Pada penelitian ini, rasio metanol/heksan/bahan (v/v/b) yang digunakan adalah 3:3:1, 4:2:1 dan 5:1:1. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan heksan terhadap rendemen biodiesel yang dihasilkan. Selain itu, rasio metanol/heksan/bahan minimal yang digunakan adalah 3:3:1 karena dalam satu kali reaksi dibutuhkan metanol paling sedikit 3 kali dari bahan yang digunakan. Selanjutnya dilakukan kombinasi rasio dengan mengurangi jumlah heksan dan menaikkan jumlah metanol.

Selain pereaksi, proses transesterifikasi juga membutuhkan katalis. Katalis berfungsi untuk mempercepat reaksi dengan menurunkan energi aktivasinya sehingga waktu reaksi dapat berjalan dengan cepat. Katalis yang biasa digunakan dapat berupa katalis asam atau basa. Namun, pada penelitian kali ini digunakan katalis basa agar proses transesterifikasi dapat berjalan pada suhu rendah sehingga energi yang dibutuhkan juga semakin rendah. Katalis yang digunakan pada penelitian kali ini berupa KOH. Menurut Tambun (2009), KOH lebih elektropositif dibandingkan dengan NaOH sehingga mempermudah pembentukan ion dan menukar gugus karbonil dengan asam lemak. Pada penelitian ini digunakan konsentrasi KOH sebesar 0.075 mol/liter metanol. Hal ini berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kartika et al. (2009) yang menghasilkan rendemen tertinggi pada konsetrasi KOH tersebut.

Suhu diperlukan untuk mencapai kondisi reaksi. Semakin tinggi suhu, semakin banyak energi yang digunakan oleh reaktan untuk mencapai energi aktivasi. Energi ini berasal dari tumbukan antar molekul-molekul reaktan yang lebih sering terjadi. Energi yang diperoleh tersebut mengakibatkan proses reaksi berjalan semakin cepat. Namun, adanya katalis KOH, energi aktivasi bisa diturunkan dan suhu yang digunakan juga rendah. Pada penelitian ini digunakan suhu 50°C karena katalis yang digunakan adalah KOH sehingga pada suhu tersebut reaksi sudah bisa berjalan dengan cepat. Selain itu, pertimbangan dari penelitian yang dilakukan oleh Utami (2010) yang mendapatkan rendemen tertinggi pada suhu tersebut.

Waktu reaksi didefinisikan sebagai lamanya proses yang digunakan dalam melakukan proses transesterifikasi tersebut. Semakin lama waktu reaksi maka semakin lama waktu bereaksi antara bahan satu dengan bahan lainnya. Dengan kata lain, semakin lama waktu reaksi yang digunakan, maka semakin lama bahan (serbuk biji jarak pagar) kontak atau bereaksi dengan

TG + CH3OH (sebagai pereaksi)  Metil Ester + Gliserol

transesterifikasi TG

TG TG TG

TG TG TG

TG

CH3OH

sebagai pelarut ekstraksi


(31)

18

alkohol atau metanol. Jika reaksi sudah mencapai kesetimbangan, waktu reaksi yang lama pun tidak akan mempengaruhi rendemen biodiesel yang dihasilkan. Penelitian yang dilakukan Utami (2010) waktu reaksi 3, 4 dan 5 jam tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen yang dihasilkan. Hal itulah yang mendasarkan perlakuan waktu reaksi 4 dan 6 jam pada penelitian ini.

Kecepatan pengadukan berhubungan dengan kontak antar reaktan yang berpengaruh pada kecepatan reaksi. Selain itu, adanya pengadukan bertujuan untuk mendapatkan kontak antar reaktan yang lebih baik sehingga reaksi dapat berjalan dengan sempurna. Penelitian Utami (2010), didapatkan bahwa kecepatan pengadukan antara 700, 800 dan 900 rpm tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen yang dihasilkan. Pertimbangan tersebut yang akhirnya dijadikan dasar pengambilan kecepatan pengadukan 200 dan 600 rpm pada penelitian ini dimana diambil kecepatan pengadukan yang paling rendah dan paling tinggi.

Setelah proses reaksi transesterifiksai in situ selesai, dilakukan pendinginan semalam. Hal ini dilakukan untuk menurunkan suhu dan memisahkan fasa padat dan fasa cair sehingga proses penyaringan akan lebih efisien. Pada proses penyaringan didapatkan campuran biodiesel dengan metanol dan heksan serta by product berupa ampas biji jarak pagar. Selanjutnya, campuran tersebut diuapkan untuk memisahkan metanol dan heksan sehingga didapatkan campuran biodiesel dan gliserol seperti yang ditampilkan pada Gambar 7a. Setelah itu biodiesel yang telah dipisahkan dari gliserol dicuci dengan menggunakan air agar biodiesel yang dihasilkan mempunyai pH yang netral (Gambar 7b).

Gambar 7. Pemisahan biodiesel dari gliresol (a) dan biodiesel yang telah dicuci (b)

Biodiesel yang dihasilkan pada proses transesetrifikasi in situ ini perlu diketahui karakteristiknya seperti rendemen dan mutunya. Pada penelitian ini, karakteristik mutu biodiesel yang dilakukan meliputi bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan ester, viskositas dan kadar abu. By product dari proses transesterifikasi in situ ini yang berupa ampas dikarakterisasi kadar

total volatile matter dan kadar bahan terekstraknya. Hasil dari karakterisasi biodiesel dan analisis terhadap ampas yang dihasilkan dapat dilihat pada Lampiran 3.

Biodiesel

Gliserol


(32)

19

1. Rendemen Biodiesel

Rendemen adalah salah satu parameter penting dalam memproduksi suatu produk. Selain itu, rendemen dapat digunakan sebagai nilai keefisienan proses yang digunakan dalam memproduksi suatu produk. Rendemen dihitung berdasarkan jumlah biodiesel yang telah dicuci terhadap jumlah minyak yang terkandung dalam bahan baku (biji jarak pagar). Proses pemisahan dan pencucian terhadap biodiesel yang tidak efektif dapat menyebabkan rendemen yang dihasilkan akan semakin rendah. Hal ini dikarenakan kehilangan biodiesel yang ikut pada pembuangan gliserol maupun air bekas cucian. Selain itu, kontaminasi gliserol dan air dapat meningkatkan rendemen. Kontaminasi air sangat menganggu penyimpanan biodiesel dan menyebabkan biodiesel bersifat korosif. Hal ini dikarenakan akan terjadi proses hidrolisis yang menyebabkan biodiesel terurai menjadi asam lemak bebas (Hambali et al., 2007b). Rendemen biodiesel yang dihasilkan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 8.

Keterangan:

A : waktu reaksi (A1 = 4 jam dan A2 = 6 jam)

B : kecepatan pengadukan (B1 = 200 rpm dan B2 = 600 rpm)

C : rasio metanol/heksan/bahan (v/v/b) (C1 = 3:3:1, C2 = 4:2:1 dan C3 = 5:1:1)

Gambar 8. Rendemen biodiesel yang dihasilkan dari proses transesterifikasi in situ biji jarak pagar pada berbagai kondisi operasi

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa waktu reaksi, kecepatan pengadukan dan rasio metanol/heksan/bahan tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen biodiesel yang dihasilkan (Lampiran 4). Rendemen biodiesel yang diperoleh pada penelitian skala 10 liter ini berkisar antara 82.54-87.57%. Berdasarkan hasil penelitian ini, rendemen biodiesel yang dihasilkan paling baik dari semua perlakukan adalah 87.57% yang didapat dari perlakuan A2B2C2 dimana waktu reaksi selama 6 jam, kecepatan pengadukan sebesar 600 rpm dan rasio metanol/heksan/bahan (v/v/b) sebesar 4:2:1.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

A1 A2

Rendem

en

(%)

Perlakuan


(33)

20

Pertimbangan yang dilakukan berdasarkan segi biaya produksi, konsumsi energi dan efek yang ditimbulkan terhadap lingkungan, maka kondisi proses transesterifikasi in situ biji jarak pagar yang dipilih adalah perlakuan A1B1C3 dimana waktu reaksi selama 4 jam, kecepatan pengadukan sebesar 200 rpm dan rasio metanol/heksan/bahan (v/v/b) sebesar 5:1:1 yang menghasilkan rendemen biodiesel sebesar 82.54%. Semakin lama waktu reaksi dan semakin besar kecepatan pengadukan, energi yang dibutuhkan dalam sekali proses semakin tinggi dan juga berdampak pada peningkatan biaya produksi. Pemilihan rasio metanol/heksan/bahan (v/v/b) sebesar 5:1:1 didasarkan pada harga heksan yang lebih mahal dari metanol dan heksan yang bersifat toksik dapat mencemari lingkungan sehingga penggunaan heksan perlu dikurangi. Jika penggunaan heksan dikurangi maka biaya produksi juga semakin rendah.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Utami (2010) pada skala 3 liter, rendemen biodiesel tertinggi yang dihasilkan sebesar 82.51% yang diperoleh pada kondisi proses dimana suhu reaksi 50°C, kecepatan pengadukan sebesar 800 rpm, waktu reaksi selama 5 jam dan rasio metanol/heksan/bahan (v/v/b) sebesar 6:1:1. Pada penelitian skala 10 liter ini didapatkan hasil yang jauh lebih baik dibandingkan hasil yang diperoleh Utami (2010). Hal ini dikarenakan penggunaan metanol yang berkurang dari 6 ml/g menjadi 5ml/g sehingga biaya produksi untuk membeli metanol berkurang. Selain itu, waktu reaksi yang lebih cepat (4 jam) dan kecepatan pengadukan yang lebih rendah (200 rpm) menghasilkan rendemen yang tidak berbeda jauh dengan yang dihasilkan oleh Utami (2010).

Penelitian transesterifikasi in situ biji jarak pagar juga dilakukan oleh Shuit et al.

(2009), rendemen biodiesel yang diperoleh sebanyak 99.8% pada kondisi suhu 60°C, waktu reaksi 24 jam, rasio metanol/bahan sebesar 7.5 ml/g dengan katalis asam (H2SO4) sebanyak

15% dari jumlah minyak dalam bahan dan penambahan heksan sebanyak 10% dari jumlah pelarut yang digunakan. Apabila dibandingkan dengan penelitian tersebut, penelitian ini jauh lebih baik dan efektif. Hal ini karena penelitian yang dilakukan oleh Shuit et al. (2009) menggunakan katalis asam yang memerlukan suhu reaksi yang lebih tinggi sehingga konsumsi energi yang dibutuhkan juga semakin tinggi. Penggunaan metanol juga lebih banyak (7.5 ml/g), padahal metanol sebesar 5 ml/g sudah dapat menghasilkan rendemen biodiesel yang tinggi. Selain itu, waktu reaksi yang digunakan dalam penelitian Shuit et al. (2009) menggunakan waktu reaksi yang lebih lama (24 jam) dibandingkan dengan penelitian ini yang hanya 4 jam. Rendemen biodiesel oleh Shuit et al. (2009) ini bukan berdasarkan jumlah minyak yang terkandung dalam bahan, tetapi berdasarkan jumlah metil ester yang terdapat dalam biodiesel. Oleh karena itu, rendemen biodiesel pada penelitian tersebut lebih tinggi dari rendemen biodiesel yang dihasilkan pada penelitian ini.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Utami (2010) dan Shuit et al. (2009) dapat disimpulkan bahwa proses transesterifikasi in situ pada penelitian ini mempunyai keunggulan. Keunggulan tersebut diantaranya rendemen biodiesel yang dihasilkan tinggi, metanol yang digunakan lebih rendah, penambahan heksan dapat meningkatkan rendemen, waktu reaksi yang lebih singkat, dan kecepatan pengadukan yang lebih rendah. Dengan demikian, hasil yang didapat pada penelitian ini dapat diaplikasikan pada skala yang lebih besar karena biaya produksi, konsumsi energi dan efek yang ditimbulkan terhadap lingkungan juga semakin rendah.


(34)

21

2. Bilangan Asam Biodiesel

Bilangan asam merupakan jumlah miligram KOH yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas yang ada dalam 1 gram biodiesel (Ketaren, 2008). Bilangan asam ini menunjukkan tingkat korosifitas biodiesel yang dihasilkan. Semakin kecil bilangan asam biodiesel, semakin tinggi mutu biodiesel yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan semakin kecil bilangan asam biodiesel maka tingkat korosifitas biodiesel terhadap mesin juga semakin kecil. Bilangan asam yang didapatkan pada semua perlakuan dapat dilihat pada Gambar 9.

Bilangan asam biodiesel yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 0.20-0.26 mg KOH/g. Standar Biodiesel Indonesia untuk bilangan asam adalah maksimal 0.8 mg KOH/g sehingga bilangan asam yang diperoleh dari penelitian ini telah memenuhi syarat tersebut. Tingginya bilangan asam biodiesel pada perlakuan A1B1C1 dan A2B1C2 yaitu sebesar 0.26 mg KOH/g, dapat disebabkan karena asam lemak-asam lemak dalam bahan belum terkonversi sepenuhnya menjadi metil ester.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa waktu reaksi, kecepatan pengadukan dan rasio metanol/heksan/bahan tidak berpengaruh nyata terhadap bilangan asam biodiesel (Lampiran 4). Bilangan asam biodiesel pada perlakuan yang menghasilkan rendemen paling baik dari semua perlakuan (A2B2C2), yaitu sebesar 0.20 mg KOH/g. Begitu juga, bilangan asam biodiesel yang diperoleh dari pertimbangan berdasarkan segi biaya produksi, konsumsi energi dan efek yang ditimbulkan terhadap lingkungan (A1B1C3), yaitu sebesar 0.20 mg KOH/g. Bilangan asam biodiesel yang diperoleh dari kedua perlakuan tersebut merupakan bilangan asam yang menghasilkan mutu biodiesel yang baik dan telah memenuhi Standar Biodiesel Indonesia.

Keterangan:

A : waktu reaksi (A1 = 4 jam dan A2 = 6 jam)

B : kecepatan pengadukan (B1 = 200 rpm dan B2 = 600 rpm)

C : rasio metanol/heksan/bahan (v/v/b) (C1 = 3:3:1, C2 = 4:2:1 dan C3 = 5:1:1)

Gambar 9. Bilangan asam biodiesel yang dihasilkan dari proses transesterifikasi in situ biji jara pagar pada berbagai kondisi operasi

0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 A1 A2 B ila ng a n Asa m ( m g K O H /g ) Perlakuan


(35)

22

3. Bilangan Penyabunan Biodiesel

Bilangan penyabunan merupakan jumlah miligram KOH yang digunakan untuk menyabunkan 1 gram biodiesel. Bilangan penyabunan tergantung dari bobot molekul. Minyak atau lemak yang mempunyai bobot molekul rendah, akan mempunyai bilangan penyabunan semakin tinggi daripada minyak yang mempunyai bobot molekul tinggi (Ketaren, 2008). Selain itu, bilangan penyabunan biodiesel dipengaruhi oleh jumlah trigliserida, digliserida dan monogliserida yang terkandung dalam biodiesel setelah reaksi transesterifikasi in situ. Semakin tinggi bilangan penyabunan, tingkat konversi proses transesterifikasi in situ semakin tinggi. Hal ini dikarenakan jumlah trigliserida, digliserida dan monogliserida juga semakin rendah. Bilangan penyabunan biodiesel dari semua perlakuan dapat dilihat pada Gambar 10.

Menurut Freedman et al. (1986), reaksi transesterifikasi terdiri atas serangkaian reaksi yang mengubah trigliserida secara bertahap menjadi digliserida, digliserida menjadi monogliserida serta monogliserida menjadi metil ester dan gliserol. Mekanisme dari serangkaian reaksi tersebut adalah sebagai berikut:

Trigliserida (TG) + R’OH Digliserida (DG) + R’COOR1

Digliserida (DG) + R’OH Monogliserida (MG) + R’COOR2

Monogliserida (MG) + R’OH Gliserol (GL) + R’COOR3

Keterangan:

A : waktu reaksi (A1 = 4 jam dan A2 = 6 jam)

B : kecepatan pengadukan (B1 = 200 rpm dan B2 = 600 rpm)

C : rasio metanol/heksan/bahan (v/v/b) (C1 = 3:3:1, C2 = 4:2:1 dan C3 = 5:1:1)

Gambar 10 . Bilangan penyabunan biodiesel yang dihasilkan dari proses transesterifikasi in situ biji jarak pagarpada berbagai kondisi operasi

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 A1 A2 B ila ng a n P eny a bu na n (m g K O H /g ) Perlakuan

B1 C1 B1 C2 B1 C3 B2 C1 B2 C2 B2 C3 katalis

katalis katalis


(36)

23

Bilangan penyabunan biodiesel yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 185.49-194.30 mg KOH/g. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa waktu reaksi, kecepatan pengadukan dan rasio metanol/heksan/bahan tidak berpengaruh nyata terhadap bilangan penyabunan biodiesel (Lampiran 4). Bilangan penyabunan yang diperoleh biodiesel dengan rendemen biodiesel yang paling baik dari semua perlakuan (A2B2C2), yaitu sebesar 187.08 mg KOH/g. Sementara bilangan penyabunan yang diperoleh pada perlakuan berdasarkan segi biaya produksi, konsumsi energi dan efek yang ditimbulkan terhadap lingkungan (A1B1C3), yaitu sebesar 193.44 mg KOH/g. Bilangan penyabunan yang dihasilkan kedua perlakuan tersebut mempunyai nilai bilangan penyabunan yang tidak jauh berbeda dan cukup tinggi sehingga cocok untuk diterapkan dalam skala yang lebih besar.

4. Bilangan Ester Biodiesel

Bilangan ester merupakan selisih antara bilangan penyabunan dengan bilangan asam. Menurut Ketaren (2008), bilangan ester adalah jumlah asam lemak yang bersenyawa sebagai ester. Bilangan ester menunjukkan tingkat kemurnian biodiesel yang dihasilkan. Semakin tinggi bilangan ester maka semakin tinggi mutu biodiesel yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan semakin tinggi bilangan ester maka semakin tinggi senyawa alkil ester yang ada, sedangkan jumlah trigliserida, digliserida dan monogliserida semakin rendah. Adanya senyawa-senyawa tersebut selain dapat menurunkan tingkat kemurnian biodiesel yang dihasilkan juga dapat meningkatkan viskositas dari biodiesel. Bilangan ester biodiesel yang dihasilkan pada semua perlakuan dapat dilihat pada Gambar 11.

Keterangan:

A : waktu reaksi (A1 = 4 jam dan A2 = 6 jam)

B : kecepatan pengadukan (B1 = 200 rpm dan B2 = 600 rpm)

C : rasio metanol/heksan/bahan (v/v/b) (C1 = 3:3:1, C2 = 4:2:1 dan C3 = 5:1:1)

Gambar 11. Bilangan ester biodiesel yang dihasilkan dari proses transesterifikasi in situ biji jarak pagar pada berbagai kondisi operasi

0 50 100 150 200 A1 A2 B ila ng a n E st er ( m g K O H /g ) Perlakuan


(37)

24

Bilangan ester biodiesel yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 185.29-194.10 mg KOH/g. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa waktu reaksi, kecepatan pengadukan, dan rasio metanol/heksan/bahan tidak berpengaruh nyata terhadap bilangan ester biodiesel (Lampiran 4). Bilangan ester yang diperoleh biodiesel dengan rendemen biodiesel yang paling baik dari semua perlakuan (A2B2C2), yaitu sebesar 186.88 mg KOH/g. Sementara bilangan ester yang diperoleh pada perlakuan berdasarkan segi biaya produksi, konsumsi energi dan efek yang ditimbulkan terhadap lingkungan (A1B1C3), yaitu sebesar 193.24 mg KOH/g. Bilangan ester kedua perlakuan tersebut memiliki bilangan ester yang tidak berbeda jauh dan cukup tinggi sehingga konversi trigliserida menjadi metil ester sudah efektif dan cocok untuk diterapkan dalam produksi biodiesel pada skala yang lebih besar.

5. Viskositas Biodiesel

Minyak nabati tidak dapat langusng diaplikasikan ke mesin kendaraan karena minyak nabati mempunyai viskositas yang tinggi. Hal tersebut akan menghambat pengaliran bahan bakar menuju ruang bakar. Adanya proses transesterifikasi dapat menurunkan viskositas dari minyak nabati. Viskositas merupakan salah satu parameter mutu biodiesel yang sangat penting. Hal ini berhubungan dengan kemudahan alir bahan bakar menuju ruang bakar. Viskositas yang tinggi dapat menyulitkan injeksi bahan bakar ke dalam ruang bakar sehingga bisa terjadi kebocoran (Van Gerpen, 2005). Viskositas biodiesel dari semua perlakuan dapat dilihat pada Gambar 12.

Keterangan:

A : waktu reaksi (A1 = 4 jam dan A2 = 6 jam)

B : kecepatan pengadukan (B1 = 200 rpm dan B2 = 600 rpm)

C : rasio metanol/heksan/bahan (v/v/b) (C1 = 3:3:1, C2 = 4:2:1 dan C3 = 5:1:1)

Gambar 12. Viskositas biodiesel yang dihasilkan dari proses transesterifikasi in situ biji jarak pagar pada berbagai kondisi operasi

0 1 2 3 4 5 6 7

A1 A2

Vis

k

o

sit

a

s

(cSt

)

Perlakuan


(1)

39

Kadar Abu = W1− W2

W × 100%

Keterangan

W = Bobot sampel sebelum diabukan (gram)

W1 = Bobot sampel + cawan sesudah diabukan (gram)

W2 = Bobot cawan kosong (gram)

6.

Kadar

Total Volatile Matter

Ampas Biji Jarak Pagar (AOAC 1995, 950.46)

Cawan kosong yang bersih mula-mula dikeringkan dalam oven selama 15 menit dengan suhu 105°C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Sebanyak 5 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan yang telah ditimbang tersebut dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C selama 6 jam. Selanjutnya cawan dipindahkan ke dalam desikator, didinginkan dan ditimbang. Apabila bobot belum konstan maka proses pengeringan dan penimbangan tersebut dilanjutkan 3-4 kali atau sampai diperoleh bobot konstan yang dapat disebut sebagai bobot akhir sampel. Kadar total volatile matter dapat dihitung berdasarkan kehilangan berat, yaitu selisih antara bobot awal sampel dan bobot akhir sampel, dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Kadar ���� �� ��� � ����� % = a−b

a × 100%

Keterangan:

a = bobot awal sampel (gram) b = bobot akhir sampel (gram)

7.

Kadar Bahan Terekstrak Ampas Biji Jarak Pagar (SNI 01-2891-1992)

Sampel yang telah dikeringkan (sisa analisis kadar total volatile matter) ditimbang dalam kertas saring, kemudian dipasang dalam labu soxhlet dan kondensor. Reflux dilakukan dengan pelarut lemak selama 5 jam. Setelah itu, sampel dikeluarkan dari labu soxhlet, dikeringkan, dan didinginkan dalam desikator. Selanjutnya ditimbang sampai bobotnya konstan. Kadar bahan terekstrak dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini:

Kadar bahan terekstrak (%) = a−b

w × 100%

Keterangan:

a = bobot sampel + kertas saring sebelum diekstraksi (gram) b = bobot sampel + kertas saring setelah diekstraksi (gram) w = bobot sampel (gram)


(2)

40

Lampiran 3. Hasil karakterisasi biodiesel dan ampas biji jarak pagar

NO PERLAKUAN

BIODIESEL AMPAS

Rendemen (%)

Bilangan Asam (mg KOH/g)

Bilangan Penyabunan (mg KOH/g)

Bilangan Ester (mg KOH/g)

Viskositas (cSt)

Kadar Abu (%)

Kadar Volatile Matter (%)

Kadar Bahan Terekstrak (%)

1 A1B1C1 83.77 0.26 190.11 189.85 3.60 0.000 2.59 10.37

2 A1B1C2 83.74 0.20 186.92 186.72 3.51 0.000 3.07 9.84

3 A1B1C3 82.54 0.20 193.44 193.24 3.51 0.000 2.98 8.42

4 A1B2C1 86.67 0.20 194.30 194.10 3.97 0.000 2.79 11.23

5 A1B2C2 86.61 0.20 187.43 187.23 3.50 0.000 3.39 9.52

6 A1B2C3 83.52 0.20 189.23 189.03 3.49 0.007 3.64 9.75

7 A2B1C1 83.80 0.20 186.56 186.36 6.36 0.000 2.43 11.42

8 A2B1C2 87.51 0.26 193.58 193.32 3.51 0.000 1.80 3.94

9 A2B1C3 83.99 0.20 191.85 191.65 3.55 0.000 3.26 9.22

10 A2B2C1 84.09 0.20 185.49 185.29 4.09 0.000 2.05 7.71

11 A2B2C2 87.57 0.20 187.08 186.88 3.49 0.000 2.08 7.51


(3)

41

Lampiran 4. Hasil sidik ragam (

α

= 0.05)

Keterangan:

A = waktu reaksi

B = kecepatan pengadukan C = rasio metanol/heksan/bahan

1.

Hasil sidik ragam untuk rendemen biodiesel

Sumber Keragaman DF Sum of Squares Mean Square F-hitung Pr > F

Perlakuan 11 67.5155458 6.1377769 0.99 0.5054

Error 12 74.6488500 6.2207375

Total 23 142.1643958

R-Square Coeff. Var Root MSE Respon Mean

0.474912 2.941016 2.494141 84.80542

Sumber Keragaman DF Type I SS Mean Square F-hitung Pr > F

A 1 2.60700417 2.60700417 0.42 0.5296

B 1 8.08520417 8.08520417 1.30 0.2765

A*B 1 7.13950417 7.13950417 1.15 0.3051

C 2 33.80270833 16.90135417 2.72 0.1063

A*C 2 13.36285833 6.68142917 1.07 0.3723

B*C 2 1.67085833 0.83542917 0.13 0.8756

A*B*C 2 0.84740833 0.42370417 0.07 0.9345

2.

Hasil sidik ragam untuk bilangan asam biodiesel

Sumber Keragaman DF Sum of Squares Mean Square F-hitung Pr > F

Perlakuan 11 0.01200000 0.00109091 0.26 0.9835

Error 12 0.05040000 0.00420000

Total 23 0.06240000

R-Square Coeff. Var Root MSE Respon Mean


(4)

42

Sumber Keragaman DF Type I SS Mean Square F-hitung Pr > F

A 1 0.00000000 0.00000000 0.00 1.0000

B 1 0.00240000 0.00240000 0.57 0.4643

A*B 1 0.00000000 0.00000000 0.00 1.0000

C 2 0.00120000 0.00060000 0.14 0.8683

A*C 2 0.00360000 0.00180000 0.43 0.6610

B*C 2 0.00120000 0.00060000 0.14 0.8683

A*B*C 2 0.00360000 0.00180000 0.43 0.6610

3.

Hasil sidik ragam untuk bilangan penyabunan biodiesel

Sumber Keragaman DF Sum of Squares Mean Square F-hitung Pr > F

Perlakuan 11 222.4330458 20.2211860 0.47 0.8897

Error 12 517.0814500 43.0901208

Total 23 739.5144958

R-Square Coeff. Var Root MSE Respon Mean

0.300783 3.466217 6.564307 189.3796

Sumber Keragaman DF Type I SS Mean Square F-hitung Pr > F

A 1 17.73320417 17.73320417 0.41 0.5333

B 1 25.48220417 25.48220417 0.59 0.4568

A*B 1 29.72600417 29.72600417 0.69 0.4224

C 2 10.04335833 5.02167917 0.12 0.8910

A*C 2 87.69525833 43.84762917 1.02 0.3906

B*C 2 42.46565833 21.23282917 0.49 0.6228

A*B*C 2 9.28735833 4.64367917 0.11 0.8987

4.

Hasil sidik ragam untuk bilangan ester biodiesel

Sumber Keragaman DF Sum of Squares Mean Square F-hitung Pr > F

Perlakuan 11 221.1506458 20.1046042 0.47 0.8865

Error 12 508.7966500 42.3997208

Total 23 729.9472958

R-Square Coeff. Var Root MSE Respon Mean


(5)

43

Sumber Keragaman DF Type I SS Mean Square F-hitung Pr > F

A 1 17.76760417 17.76760417 0.42 0.5296

B 1 24.94920417 24.94920417 0.59 0.4579

A*B 1 29.68150417 29.68150417 0.70 0.4191

C 2 10.27443333 5.13721667 0.12 0.8870

A*C 2 86.53403333 43.26701667 1.02 0.3897

B*C 2 42.75323333 21.37661667 0.50 0.6162

A*B*C 2 9.19063333 4.59531667 0.11 0.8982

5.

Hasil sidik ragam untuk viskositas biodiesel

Sumber Keragaman DF Sum of Squares Mean Square F-hitung Pr > F

Perlakuan 11 14.80330000 1.34575455 1.16 0.4000

Error 12 13.93370000 1.16114167

Total 23 28.73700000

R-Square Coeff. Var Root MSE Respon Mean

0.515130 28.06153 1.077563 3.840000

Sumber Keragaman DF Type I SS Mean Square F-hitung Pr > F

A 1 1.42106667 1.42106667 1.22 0.2903

B 1 0.66001667 0.66001667 0.57 0.4654

A*B 1 1.20601667 1.20601667 1.04 0.3282

C 2 5.32697500 2.66348750 2.29 0.1433

A*C 2 2.71330833 1.35665417 1.17 0.3439

B*C 2 1.15680833 0.57840417 0.50 0.6197

A*B*C 2 2.31910833 1.15955417 1.00 0.3970

6.

Hasil sidik ragam untuk kadar abu biodiesel

Sumber Keragaman DF Sum of Squares Mean Square F-hitung Pr > F

Perlakuan 11 0.00008983 0.00000817 1.00 0.4965

Error 12 0.00009800 0.00000817

Total 23 0.00018783

R-Square Coeff. Var Root MSE Respon Mean


(6)

44

Sumber Keragaman DF Type I SS Mean Square F-hitung Pr > F

A 1 0.00000817 0.00000817 1.00 0.3370

B 1 0.00000817 0.00000817 1.00 0.3370

A*B 1 0.00000817 0.00000817 1.00 0.3370

C 2 0.00001633 0.00000817 1.00 0.3370

A*C 2 0.00001633 0.00000817 1.00 0.3370

B*C 2 0.00001633 0.00000817 1.00 0.3370