TRANSESTERIFIKASI IN SITU Kajian proses produksi biodiesel melalui transesterifikasi in situ biji jarak pagar (jatropha curcas l.) pada skala pilot

8 Titik awan digunakan untuk menentukan temperatur saat kristal muncul dan mulai mengendap. Dengan komposisi asam lemak yang didominasi oleh asam lemak tak jenuh, metil ester jarak pagar memiliki titik awan yang relatif rendah. Biodiesel yang diproduksi dalam jumlah besar dalam rangka sebagai alternatif bahan bakar yang berasal dari fosil, harus diketahui standarisasinya. Tabel 4 dibawah ini memperlihatkan standar mutu biodiesel di Indonesia. Tabel 4. Standar mutu biodiesel Indonesia Parameter Satuan Batas nilai Metode uji Metode setara Berat jenis 40 C kgm 3 850 – 890 ASTM D 1298 ISO 3675 Viskositas 40 C cSt 2.3 – 6 ASTM D 445 ISO 3104 Angka setana - Min 51 ATM D 613 ISO 5165 Titik nyala C Min 100 ASTM D 93 ISO 2710 Titik kabut C Maks 18 ASTM D 2500 - Korosi tembaga - Maks 51 ASTM D 130 ISO 2160 Residu Karbon berat Maks 0.05 ASTM D 4530 ISO 10370 Air dan sedimen volume Maks 0.05 ASTM D 2790 - Temperatur destilasi C Maks 360 ASTM D 1160 - Abu tersulfatkan berat Maks 0.02 ASTM D 874 ISO 3987 Bilangan asam mg KOHg Maks 0.8 AOCS Cd 3-36 FBI_A01-03 Bilangan iod G iod100g Maks 115 Metode Hanus Metode Witjs Gliserol bebas berat Maks 0.02 AOCS Ca 14-56 FBI_A02-03 Gliserol total berat Maks 0.24 AOCS Ca 14-56 FBI_A02-3 Kadar ester alkil berat Min 96.5 - FBI_A03-03 Uji halphen - - AOCS Cd 1-25 FBI_A06-03 Sumber : SNI 04-7182-2006

C. TRANSESTERIFIKASI IN SITU

Biodiesel dari minyak jarak pagar dapat dihasilkan melalui proses transesterifikasi minyak jarak pagar. Transesterifikasi adalah penggantian gugus alkohol dari ester dengan alkohol lain dalam suatu proses yang menyerupai hidrolisis. Menurut Swern 1982, transesterifikasi adalah reaksi ester untuk menghasilkan ester baru yang mengalami penukaran posisi asam lemak. Reaksi transesterifikasi dapat dilihat pada Gambar 2. Alkohol yang digunakan pada umumnya adalah metanol atau etanol. Namun metanol lebih sering digunakan daripada etanol. Hal ini karena harga metanol lebih murah dan waktu yang dibutuhkan untuk bereaksi lebih cepat Purba, 2008 serta merupakan sumber alkohol yang rantainya lebih pendek Ma dan Hanna, 1999. Proses transesterifikasi merupakan reaksi kesetimbangan maka diperlukan alkohol dalam jumlah berlebih untuk mendorong reaksi berjalan ke kanan sehingga dihasilkan biodiesel Ma dan Hanna, 1999. Namun menurut Shiu et al., 2010, penggunaan metanol yang berlebihan dapat menurunkan rendemen biodiesel, hal ini karena metanol yang berlebih 9 akan digunakan untuk melarutkan komponen lain yang lebih polar daripada minyak seperti protein. Gambar 2. Reaksi transesterifikasi biodiesel Proses transesterifikasi membutuhkan katalis untuk mempercepat reaksi. Katalis yang digunakan dapat berupa katalis asam atau basa. Menurut Georgogianni et al. 2008, jumlah katalis yang digunakan bergantung pada pH tingkat keasaman minyak. Katalis basa dinilai lebih baik dari katalis asam karena reaksinya sangat cepat, sempurna, dan dapat dilakukan pada suhu rendah. Adapun reaksi dengan katalis asam membutuhkan suhu yang lebih tinggi Dmytryshyn et al., 2004. Katalis basa yang biasa digunakan adalah KOH atau NaOH. Katalis asam digunakan pada minyak dengan kadar asam lemak bebas 1. Katalis asam yang biasa digunakan dalam proses transesterifikasi adalah H 2 SO 4 Shuit et al., 2010. Transesterifikasi bertujuan untuk menurunkan viskositas minyak nabati dan meningkatkan daya pembakaran sehingga dapat digunakan sesuai standar minyak diesel untuk kendaraan bermotor Hambali et al., 2006. Namun proses transesterifikasi yang selama ini dilakukan di industri-industri besar adalah transesterifikasi konvensional. Pada pembuatan biodiesel secara konvensional, transesterifikasi dilakukan setelah proses ekstraksi dan pemurnian minyak jarak. Transesterifikasi konvensional memerlukan waktu yang lama dan proses yang panjang. Transesterifikasi in situ merupakan langkah sederhana dalam menghasilkan biodiesel yaitu dengan cara mengeliminasi proses ekstraksi dan pemurnian minyak sehingga dapat menghemat biaya produksi Haas et al., 2004. Trigliserida yang digunakan dalam proses transesterifikasi in situ adalah trigliserida yang berasal dari sumber bahan baku dan bukan dari minyak hasil ekstraksi dan pemurnian Qian et al., 2008. Mekanisme proses transesterifikasi in situ adalah kontak langsung antara bahan baku sumber minyak dengan larutan alkohol dan katalis asam atau basa Georgogianni et al ., 2008. Dalam hal ini Haas et al. 2004 menambahkan bahwa fungsi dari alkohol adalah untuk menghancurkan sel-sel yang mengandung minyak dan melarutkan minyak tersebut. Shuit et al. 2010 dan Georgogianni et al. 2008 menambahkan pula bahwa transesterifikasi in situ menggunakan alkohol yang dapat berperan ganda yaitu sebagai pelarut pada proses ekstraksi minyak dan sebagai reaktan pada proses transesterifikasi. Faktor-faktor penting yang berpengaruh pada proses produksi biodiesel secara in situ diantaranya adalah kadar air bahan, ukuran partikel bahan, waktu reaksi, kecepatan pengadukan, suhu reaksi, penggunaan katalis, dan penggunaan co-solvent Georgogianni et al., 2008; Shuit et al., 2010; Utami, 2010. Menurut Kurashige et al. 1993, efek air terhadap kinetika reaksi hidrolisis sangat penting karena air dapat menyebabkan proses hidrolisis minyak. Selain itu menurut Keim 1945, kadar air bahan akan berpengaruh CH 2 -OOC-R 1 R 1 -COO-R’ CH 2 -OH Katalis CH-OOC-R 2 + 3R’OH R 2 -COO-R’ + CH-OH CH 2 -OOC-R 3 R 3 -COO-R’ CH 2 -OH Gliserida Alkohol Esters Gliserol 10 pada kadar FFA Free Fatty Acid bahan. FFA ini akan berpengaruh pula pada jenis katalis yang akan digunakan. Jika kadar FFA 2 maka proses transesterifikasi menggunakan katalis basa, tetapi jika FFA 2 maka harus melalui proses esterifikasi dengan katalis asam kemudian dilanjutkan proses transesterifikasi dengan katalis basa. Jika kadar asam lemak bebas pada minyak tinggi dan katalis yang digunakan adalah katalis basa, maka akan menghasilkan reaksi penyabunan yang mengakibatkan kesulitan dalam proses pemisahan sehingga rendemen biodiesel menjadi rendah Jain dan Sharma, 2010. Kadar minyak berpengaruh pada rendemen biodiesel yang dihasilkan. Ukuran partikel bahan berpengaruh pada proses ekstraksi minyak oleh pelarut alkohol. Semakin luas ukuran bahan maka akan memperluas kontak antara minyak dengan pelarut Shuit et al., 2010. Waktu reaksi serta suhu reaksi merupakan kondisi yang sangat berpengaruh dalam menghasilkan biodiesel dengan rendemen yang tinggi dan kualitas yang memenuhi standar mutu biodiesel di Indonesia Shuit et al., 2010; Utami, 2010 Beberapa penelitian yang terkait dengan transesterifikasi in situ diantaranya telah dilakukan pada bahan baku sumber minyak seperti biji bunga matahari, biji kedelai, dan rice bran. Proses transesterifikasi in situ dapat menghasilkan biodiesel dengan rendemen dan kualitas yang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan perbedaan jenis bahan baku maupun perbedaan perlakuan dan kondisi yang digunakan. Pada transesterifikasi in situ biji bunga matahari, Siler-Marinkovic dan Tomasevic 1998 mendapatkan rendemen biodiesel sebanyak 98 pada kondisi suhu 64.5 o C, waktu reaksi 1 jam, dengan perbandingan molar metanolbahanH 2 SO 4 adalah 300:1:9. Georgogianni et al. 2008 juga melakukan penelitian transesterifikasi in situ biji bunga matahari. Pada penelitiannya dilakukan perbandingan rendemen biodiesel melalui proses transesterifikasi konvensional dan transesterifikasi in situ. Pada transesterifikasi konvensional dengan kondisi kecepatan pengadukan 600 rpm, waktu reaksi 20 menit, dan pelarut metanol, didapat 95 biodiesel, sedangkan pada transesterifikasi in situ dengan kondisi kecepatan pengadukan 600 rpm, waktu reaksi 40 menit, dan pelarut etanol, dihasilkan biodiesel sebesar 98. Penelitian pada transesterifikasi in situ rice bran, Ozgul-Yucel dan Turkay 2003 mendapatkan hasil bahwa penggunaan metanol pada proses transesterifikasi in situ menghasilkan rendemen biodiesel yang lebih tinggi dibandingkan alkohol jenis lainnya. Beberapa penelitian tentang transesterifikasi in situ biji jarak pagar juga telah dilakukan oleh beberapa ilmuwan. Salah satu diantaranya adalah penelitian dari Shuit et al. 2010. Pada penelitiannya, Shuit et al. 2010 mendapatkan rendemen biodiesel sebanyak 99.8 pada kondisi suhu 60 C, waktu reaksi 24 jam, rasio metanolbahan sebesar 7.5 mlg dengan katalis asam H 2 SO 4 sebanyak 15 dan penambahan heksan sebanyak 10 vb. Utami 2010 meneliti proses transesterifikasi in situ menggunakan biji jarak pagar dengan kadar air 1 dan ukuran partikel 35 mesh. Pada penelitiannya digunakan katalis KOH sebanyak 7 dan pelarut metanol serta co-solvent heksan dengan perbandinga metanol heksanbahan vb yaitu 6:1:1. Dari hasil penelitiannya diperoleh kondisi optimum untuk proses transesterifikasi in situ dengan katalis basa yaitu pada suhu 40 o C, kecepatan pengadukan sebesar 700 rpm, dan waktu proses selama 3 jam. Dari hasil penelitian Utami 2010 menunjukkan bahwa kecepatan pengadukan, waktu reaksi, dan suhu reaksi tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen biodiesel yang dihasilkan. 11

D. PENGGANDAAN SKALA SCALE UP