Analisis Konsep Gender pada Film Hijab dalam Perspektif Islam

tanpa harus selalu menunggu suami mengasih jatah bulanan setiap bulannya. Dulu ketika wanita bekerja itu dianggap sebagai sesuatu yang tabu. Tapi sekarang realitanya memang banyak banget wanita yang bekerja dan dia menjadi tulang punggung keluarga. Dan gimana cara film Hijab menyikapi itu? Disini kita punya 4 karakter dan memang masing-masing karakter ini, suami mereka memperlakukan mereka berbeda-beda. Ada Bia, yang suaminya seorang artis sinetron yang tidak membatasi ketika dia berkarier. Tapi ketika Bia menjadi lebih sukses dari suaminya yaitu Mat Nur, maka Mat Nur pun merasa terancam. Begitu pula semua laki-laki yang ada di film ini, semua merasa terancam. Tapi memang penilaiannya berbeda dari masing-masing tokoh dan itu memang yang ada di masyarakat. Dan memang yang kita tampilkan disini dari 4 karakter, satu karakter menolak wanita bekerja dan tiga lainnya membolehkan wanita bekerja. 90 Di dalam Al- Qur‟an dan hadits, memang tidak ditemukan larangan yang tegas mengenai perempuan yang dilarang bekerja di luar rumah selama pekejaan itu halal, dilakukan dalam suasana terhormat, mencegah hal-hal yang menimbulkan kemudharatan serta yang penting yaitu mendapat izin dari suaminya. Pada Film Hijab, permasalahan terjadi karena perbedaan yang terjadi antara keinginan suami yang ingin istrinya tetap di rumah untuk mengurus urusan rumah tangga dan keinginan istri yang ingin bekerja untuk membantu meringankan beban suami dan memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa harus selalu menunggu suami mengasih jatah bulanan. Berawal dari ketidaknyamanan Tata, Bia dan Sari yang sudah tidak bisa lagi mengekspresikan dirinya sendiri karena sudah menikah. Mereka yang sebelum menikah mempunyai kegiatan masing-masing seperti Bia 90 Hasil Wawancara pribadi dengan Haikal Kamil. yang sebelumnya dikenal sebagai ratu hidayah dan merancang sendiri setiap pakaian yang ia kenakan, Sari yang dikenal sebagai ratu bisnis dan Tata yang saat masih di bangku perkuliahan merupakan ketua senat di kampusnya. Akhirnya, mereka memutuskan untuk membuka usaha hijab online. Sayangnya, upaya mereka dengan membuka usaha hijab online dilakukan secara diam-diam tanpa sepengetahuan suami mereka. Hal inilah yang menimbulkan konflik diantara keluarga mereka. Niat mereka membuka usaha hijab ini juga selain untuk memenuhi kebutuhannya, juga untuk meringankan beban suami mereka. Sebenarnya sah-sah saja jika wanita bekerja dan membantu suami untuk mencari nafkah asalkan sudah diizinkan oleh suami dan hak-hak suami sudah mereka penuhi. Karena izin dari suami merupakan hal terpenting guna terhindar dari dosa. Jika apa yang dilakukan istri tidak diizinkan oleh suami, maka semua yang dilakukan menjadi sia-sia. Bahkan jika istri ingin berpuasa sunnah di rumah saja jika tidak diizinkan suami maka tidak boleh dilakukan. Oleh karena itu, tidak ada larangan untuk wanita bekerja di luar rumah sama seperti laki-laki. Semua itu tergantung dari izin suami, apakah mengizinkan dia untuk bekerja di luar rumah atau tidak. Hanya saja memang cara yang mereka pakai salah. Niat baik mereka untuk membantu suami pun menjadi dosa karena mereka tidak terlebih dahulu izin kepada suami mereka. Bagaimana pun juga izin dari suami merupakan ketentuan yang harus dilakukan istri guna memperlancar semua urusannya dan menjadikan apa yang dia lakukan sebagai ibadah. Padahal sudah jelas bahwa dalam hadits yang telah penulis jelaskan pada bab 2 yang berbunyi : Wanita manapun yang meninggal dan suaminya dalam keadaan ridha kepadanya, niscaya dia masuk surga H.R.Tirmidzi. Hadits ini menjelaskan tentang pentingnya keridhaan suami kepada istrinya. Begitu pun pada film Hijab ini, apa yang dilakukan Tata, Bia dan Sari yang membuka usaha hijab online secara diam-diam tanpa sepengetahuan suaminya merupakan tindakan yang salah. Niat mereka memang baik, yaitu untuk membantu meringankan beban suami, tetapi jika niat dan rencana itu dilakukan tanpa izin suami, maka akan sia-sia saja dan hal itu tidak mendatangkan keberkahan serta pahala. Gambar 14 : Kekhawatiran Para Istri Jika Jujur Pada Suami Mereka Tentang Bisnis yang Sedang Mereka Jalankan Selain itu, apa yang dilakukan Tata, Bia dan Sari merupakan bentuk kebangkangan yang terjadi antara istri kepada suaminya. Disebut kebangkangan karena mereka tidak melakukan izin terlebih dahulu kepada suami mereka tentang usaha hijab online mereka. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah yaitu apabila istri nusyuz, maka tidak diperbolehkan memukul bagian muka dan tidak boleh mendiamkannya tidak mengajak bicara kecuali di dalam rumah saja. Dan tidak boleh berkata jelek kepada istri, seperti perkataan : “Semoga Allah memberikan kejelekan kepadamu. Dalam hal ini, masing-masing suami mereka memberikan pelajaran yang sama kepada mereka, yaitu pergi dari rumah meninggalkan istri mereka. Hanya saja, cara yang dilakukan mereka tidak benar karena sebaiknya hanya mendiamkan istri di rumah saja, tidak sampai ditinggal sendiri di rumah. Karena bagaimanapun suami harus tetap bersikap baik kepada istrinya dan harus sabar dalam mendidik dan memberinya pelajaran tentang pemahaman-pemahaman agama yang belum diketahui oleh istri. Gambar 15 : Kepulangan Gamal yang Disambut Pihak Keluarga Beberapa faktor yang seharusnya diperhatikan oleh para suami di film Hijab bahwa tugas suami tidak hanya memberikan nafkah kepada keluarganya, melainkan harus melakukan beberapa hal lain seperti : 1. Memberikan wasiat kepada istrinya. Yakni memberikan perintah, peringatan, serta ucapan yang membahagiakan sang istri. 2. Memberikan nafkah kepada istri sesuai dengan kadar kemampuan, usaha, serta kekuatan fisiknya. 3. Menahan diri dengan penuh kesabaran atas perbuatan istri yang menyakitkan hati. 4. Memberikan kebahagiaan kepada istri, yakni memenuhi apa yang menjadi keinginannya dengan penuh kebijakan. 5. Membimbing sang istri meniti jalan yang baik. Di dalam kitab, Raudhatur Rahib Syekh Ar Ramli menegaskan: “seorang suami tidak diperbolehkan memukul istri karena meninggalkan shalat”. Jadi, apabila seorang istri meninggalkan shalat, maka sebaiknya sang suami menasehatkan agar dia mau mengerjakan shalat dengan baik. 6. Memberikan kebijakan dan pengajaran kepada istri tentang kebutuhan-kebutuhan dalam melaksanakan agama. 7. Memberikan penyidikan tentang akhlakul karimah kepada seluruh anggota keluarga. Sebab, manusia yang sangat berat siksanya di hari kiamat nati adalah orang, dimana keluarganya bodoh dalam permasalahan agama. Untuk urusan nomor 2, para suami telah melakukan kewajibannya sebagai seorang suami, yaitu memberikan nafkah untuk keluarganya. Hanya Gamal saja yang memberikan pengertian tentang larangan istri bekerja karena menurutnya, seorang perempuan apabila keluar harus ditemani oleh mahramnya karena rentan terjadi fitnah. Selain itu, dia juga tidak rela kalau istrinya bekerja kemudian bisa mengalahkan penghasilannya. Hal inilah yang menjadi penyebab Sari sangat takut mengatakan ke Gamal kalau dia dan teman-temannya mempunyai usaha hijab online. Gambar 16 : Pernyataan Gamal Tentang Istri yang Ingin Bekerja Beberapa ketimpangan yang sebenarnya terjadi pada film Hijab yaitu pada faktor gender dan subordinasi. Hal ini terjadi pada Sari yang dilarang Gamal bekerja karena menurut keyakinan dia, tugas istri yaitu di dalam rumah, menjaga anak, melayani suami dan lain-lain. Sari yang sebelumnya dikenal sebagai ratu bisnis terpaksa harus rela statusnya berubah menjadi ibu rumah tangga karena aturan dari Gamal. Berbeda dengan Tata yang terpaksa menjadi ibu rumah tangga karena anaknya, Faiz masih membutuhkan asupan ASI sehingga dia harus mengalah untuk tidak bekerja demi merawat anaknya di rumah. Sedangkan Bia, dia merasa justru seperti asistem pribadinya Mat Nur karena setiap Mat Nur syuting, dia harus ikut menemani. Apa yang dilakukan oleh Tata, Bia dan Sari sebenarnya sudah benar. Apalagi pekerjaan seorang istri di rumah suaminya bukanlah merupakan suatu kewajiban, akan tetapi sunah dan shodaqoh kepada suami dan anak-anaknya. Ketimpangan di sini maksudnya karena Tata, Bia dan Sari merasa tidak nyaman dengan perannya yang hanya sebagai ibu rumah tangga saja. Karena memang keadaan mereka yang sebelum menikah mempunyai kesibukan masing-masing. Seharusnya Gamal, Mat Nur dan Ujul pun harus lebih memperhatikan lagi keadaan yang dialami oleh istrinya. Mereka harus mendengarkan segala keluhan yang dirasakan istrinya agar istri mereka tidak melakukan perbuatan secara diam-diam lagi. Misalnya seperti pembagian peran dalam keluarga yang sangat diperlukan dalam rangka membagi tanggung jawab antara anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan bersama yang saling menguntungkan. Gambar 17 : Bia Sedang Menemani Mat Nur Sambil Membalas Chat Pembeli Secara umum, Islam memandang laki-laki dan wanita dalam posisi yang sama, tanpa ada perbedaan. Masing-masing adalah ciptaan Allah yang dibebani dengan tanggungjawab melaksanakan ibadah kepada-Nya, menunaikan titah-titah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Hampir seluruh syariat Islam dan hukum-hukumnya berlaku untuk kaum Adam dan kaum Hawa secara seimbang. Begitu pun dengan janji pahala dan ancaman siksaan. Tidak dibedakan satu dengan yang lainnya. Masing- masing dari mereka memiliki kewajiban dan hak yang sama dihadapan Allah sebagai hamba-hamba-Nya. Berikut adalah petikan ayat al Qur`an yang menjelaskan tentang pandangan Islam dalam hal ini : “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baikdan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah me reka kerjakan” QS. An-Nahl : 97. Ini merupakan janji dari Allah SWT. bagi orang yang mengerjakan amal shalih, yaitu baik laki-laki maupun perempuan yang hatinya beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Amal yang diperintahkan itu telah disyari‟atkan dari sisi Allah, yaitu Dia akan memberinya kehidupan yang baik di dunia dan akan memberikan balasan di akhirat kelak dengan balasan yang lebih baik daripada amalnya. Kehidupan yang baik itu mencakup seluruh bentuk ketenangan, bagaimanapun wujudnya. Dari ayat di atas, jelaslah bahwa tidak ada perbedaan antara laki- laki dan perempuan. Jika mereka mengerjakan kebaikan dalam keadaan beriman kepada Allah, maka Allah pun akan mengganjarnya dengan pahala yang berlipat ganda. Sama halnya dengan kehidupan antara suami dan istri, tidak ada larangan bagi istri untuk melakukan perbuatan yang baik untuk dirinya. Asalkan itu bisa bermanfaat untuk dirinya dan untuk keluarga. Terutama dalam soal bekerja. Jadi, tidak ada diskriminasi, subordinasi, stereo type dan kekerasan dalam Islam soal urusan pekerjaan antara laki-laki dan perempuan. Semua diberikan kesamaan dan diberi kesempatan untuk berlomba-lomba mengumpulkan kebaikan sebanyak- banyaknya. Namun demikian, bukan berarti kaum laki-laki dan wanita menjadi sama dan setara dalam segala hal. Menyetarakan keduanya dalam semua peran, kedudukan, status sosial, pekerjaan, jenis kewajiban dan hak sama dengan melanggar kodrat. Karena, kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa antara laki-laki dan wanita terdapat perbedaan-perbedaan mendasar, hingga jika kita melihat keduanya dengan kasat mata sekalipun. Secara biologis dan kemampuan fisik, laki-laki dan perempuan jelas berbeda. Begitu pun dari sisi sifat, pemikiran-akal, kecenderungan, emosi dan potensi masing-masing juga berbeda. Apalagi wanita dengan tabiatnya melakukan proses reproduksi, mengandung, melahirkan, menyusui, menstruasi, sementara laki-laki tidak. Adalah tidak adil jika kita kemudian memaksakan suatu peran yang tidak sesuai dengan tabiat dan kecenderungan dasar dari masing-masing jenis tersebut. Dalam Al- Qur‟an Surat An-Nisa„ ayat 34 : Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka laki-laki atas sebahagian yang lain wanita, dan karena mereka laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka. Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar ” an-Nisa‟: 34. Pada ayat tersebut jelaslah pembagian tugas antara suami dan istri, suami sebagai penanggung jawab, pelindung dan pemimpin bagi istri. Dijelaskan pula di sini karena suami memiliki kelebihan dan memberi nafkah, maka kewajiban istri adalah taat dan menjaga diri dan rumah tangga suaminya serta memimpin anak-anaknya. Oleh karena itu, yang digambarkan di film Hijab merupakan contoh yang real berupa kehidupan rumah tangga sehari-hari dimana istri merasa kurang dengan apa yang telah diberikan suaminya dan ingin mencari pekerjaan juga guna membantu suami agar kebutuhan rumah tangga mereka terpenuhi. Selain itu, kesombongan para suami yang merasa bahwa mereka yang mencari nafkah, mereka lah yang menentukan semua urusan. Pada film ini juga dijelaskan apa saja akibat yang harus diterima karena melakukan sesuatu tanpa seizin suami. Oleh karena itu, sebenarnya pada film ini bisa dijadikan bahan evaluasi masing-masing untuk para istri maupun para suami. Jika kita mengetahui hak-hak dan kewajiban masing-masing, maka keadaan rumah tangga menjadi harmonis. Tetapi jika ada hak ataupun kewajiban yang belum terpenuhi, maka kehidupan rumah tangga menjadi tidak beres. Banyak yang disembunyikan karena merasa tidak enak untuk mengungkapkannya. Karena itu, komitmen sangatlah perlu untuk saling terbuka dalam hal apa pun guna menciptakan keadaan rumah tangga yang harmonis.

C. Interpretasi

Berdasarkan hasil temuan dan analisis narasi yang telah dilakukan oleh penulis berdasarkan film Hijab dan dengan wawancara sutradara film Hijab. Maka penulis melihat terdapat nilai –nilai yang terdapat dalam film Hijab. Konsep gender pada film Hijab bermula pada kondisi keseimbangan yang terjadi pada masing-masing keluarga, yaitu keluarga Sari-Gamal, keluarga Tata-Ujul dan keluarga Bia-Mat Nur. Semua berjalan baik-baik saja karena masing-masing masih menjalankan perannya dengan baik di keluarga. Kemudian mulai terjadi gangguan saat para istri ingin membuka usaha sendiri tanpa sepengetahuan suami. Apalagi usaha yang mereka jalankan berjalan lancar dan sukses. Kemudian sadar terjadinya gangguan karena para suami mengetahui perubahan yang terjadi pada istri mereka. Gamal yang pertama menyadari perubahan pada Sari, yaitu Sari yang lebih sering pergi keluar rumah. Kemudian Ujul yang merasa Tata mempunyai dunianya sendiri, asyik sendiri. Lalu Bia yang biasanya selalu menemani dan sigap untuk melayani Mat Nur ketika syuting menjadi tidak fokus dan tidak sigap lagi melayani Mat Nur. Konflik mulai muncul saat para suami akhirnya mengetahui bahwa istri mereka mempunyai bisnis Hijab yang mereka jalankan tanpa sepengetauan mereka. Akhirnya Gamal pergi dari rumah dan tidak pulang selama 3 hari. Ujul dan Mat Nur pun melakukan hal yang sama. Kemudian pada tahap upaya untuk memperbaiki gangguan dimulai dari kepulangan Gamal ke rumahnya, di mana orang tua Sari dan orang tua Gamal kebetulan berada di rumah Gamal untuk menegok keadaan Sari yang ditinggal Gamal. Lalu Mat Nur dan Ujul pun datang ke kantor Bia dan Tata. Mereka mengatakan siap membantu usaha istri mereka agar lebih sukses lagi. Dan keadaan kembali ke kondisi seimbang. Kemudian konsep gender yang digambarkan pada film Hijab dalam perspektif Islam merupakan fakta yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Istri yang merasa jenuh selalu berada di rumah dan tidak bisa mengeksplor dirinya merasa ingin berbuat sesuatu dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, Tata, Bia dan Sari tidak ingin selalu menunggu suami memberi jatah bulanan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hingga akhirnya mereka memutuskan untuk membuat usaha hijab secara diam-diam tanpa sepengetahuan suami mereka. Dalam Islam sebenarnya tidak ada larangan istri untuk tidak boleh bekerja, asalkan pekerjaan tersebut halal dan dia pun mendapat izin dari suami mereka. Hanya saja pada film Hijab ini, apa yang para istri lakukan bisa dibilang salah karena mereka membuka usaha hijab tanpa sepengetahuan suami mereka. Niat mereka baik, yaitu untuk meringankan beban suami, tetapi hal ini menjadi dianggap salah karena izin yang belum mereka dapatkan dari suami mereka. Akhirnya para suami merasa terancam dan marah karena merasa dirinya masih mampu untuk membiayai keluarganya. Hal inilah yang menjadi konsekuensi yang harus diterima para istri karea perbuatan yang mereka lakukan. Oleh karena itu, masing-masing dari suami dan istri