Pandangan Islam Terhadap Wanita Karier
Artinya : “Telah menceritakan kepada kami Adam bin Abu Iyas Telah menceritakan kepada kami Syubah dari Adi bin Tsabit ia berkata: Aku
mendengar Abdullah bin Yazid Al Anshari dari Abu Masud Al Anshari maka aku berkata: Dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda: Jika seorang
muslim memberi nafkah pada keluarganya dengan niat mengharap pahala, maka baginya hal itu adalah s
edekah” H.R. Bukhari.
40
Islam juga tidak membeda-bedakan dalam urusan memberi nafkah. Walaupun telah dijelaskan bahwa kewajiban memberi nafkah merupakan
tanggung jawab suami, tetapi perempuan juga akan mendapatkan ganjaran yang sama jika dia telah menafkahi keluarganya. Seperti pada kasus Ummu Salamah
berikut ini :
ث أ
ْي ك ْ
ء عْ ث
أ أ
ث ْ ع
ي أ
ْ ع ْي
ْ ي أ
ْ ع أ
ْ ق :
ْق ي
ْ ي
ْجأ يف
ي ي أ
قفْأ ْ ْي ع
ْ ْ ك
ْ
ي قف
ْ ع ك
ْ يف ْجأ
ْقفْأ ْ ْي ع
.
ي ص
Artinya : “Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib Muhammad bin Ala` Telah menceritakan kepada kami Abu Usamah Telah menceritakan kepada kami
Hisyam dari bapaknya dari Zainab binti Abu Salamah dari Ummu Salamah ia berkata; Saya bertanya, Wahai Rasulullah, mungkinkah aku mendapatkan pahala
40
H.R. Bukhari.
atas nafkah yang kuberikan untuk mengasuh anak-anak Abu Salamah anak tiri bagi Ummu Salamah sehingga mereka tidak tersia-sia, dimana mereka kuanggap
seperti anak-anakku sendiri? Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjawab: Ya, kamu dapat pahala atas nafkah yang kamu keluarkan untuk biaya mengasuh
mereka H.R. Muslim.
41
Dari keterangan hadits di atas dapat dikatakan bahwa siapa pun yang memberi nafkah untuk keluarganya, baik itu laki-laki maupun perempuan, maka
akan mendapatkan pahala atas nafkah yang telah dikeluarkannya.
42
Kemudian, yang menjadi persoalan adalah jika nafkah dari suami yang belum bisa mencukupi kebutuhan dari keluarganya. Keadaan dilema akan terjadi
pada seorang istri. Di satu sisi, dia tidak bisa begitu saja bekerja karena pekerjaan di rumah dan mengurus anak yang tidak bisa ia tinggal. Di sisi lain, banyaknya
keperluan dan kebutuhan yang harus dipenuhi juga membuatnya mau tidak mau harus mencari pekerjaan untuk membantu meringankan beban suami.
Tetapi, keberhasilan seorang perempuan pada wilayah publik seringkali diukur dan dilabelkan negatif karena dianggap keluar dari tugas utama mereka,
yaitu mengurus urusan rumah tangga. Hal inilah yang membuat perempuan mempunyai peran ganda yang harus diselesaikan secara sepihak, misalnya seperti
perempuan yang aktif di sektor publik tetap harus melaksanakan tugasnya dalam mengurus urusan rumah tangga yang dianggap sebagai kewajiban perempuan.
43
41
H.R. Muslim.
42
Nawawi, Riyadus Shalihin dan Penjelasannya. Penerjemah Faisal bin Abdul Aziz Alu Mubarak, h. 239.
43
Nasaruddin Umar, Ketika Fikih Membela Perempuan Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2014, h. 174.
Di lain pihak, tugas-tugas kerumahtanggaan dan reproduksi cenderung tidak dihargai secara ekonomi tetapi hanya dihargai sebagai prestasi kemanusiaan.
Para ibu yang mengandung, melahirkan, menyusui bayinya tidak dianggap sebagai profesi ekonomi yang memerlukan hitungan jam kerja, meskipun keadaan
ini cukup melelahkan.
44
Mengenai hal ini, para ahli fiqih mengatakan bahwa pekerjaan seorang istri di rumah suaminya bukanlah merupakan suatu kewajiban, akan tetapi sunah
dan shodaqoh kepada suami dan anak-anaknya. Adapun yang wajib adalah tidak menolak ajakan suami apabila membutuhkannya kecuali dengan beberapa
halangan yang jelas seperti sedang haidh, nifas dan sakit yang membuat dirinya tidak memungkinkan untuk melakukan ajakan suaminya itu ataupun karena puasa
yang telah diizinkan oleh suaminya, kemudian tidak ada orang lain yang meniduri tempat tidur suaminya tidak mengkhianati dalam urusan ranjang, tidak keluar
rumah tanpa izin dari suami, tidak mengizinkan orang yang tidak disukai suaminya masuk ke dalam rumahnya dan menjaga nama baik suaminya di dalam
dirinya serta menjaga hartanya.
45
Ada sebuah hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari yang berbunyi :
ث ْ
عْ ع ث
ْعش ْ ع
ْ ْ
ْي ع ْ ع
ي ْ
ْ ع ْ أْ
ْ ي ي
ْأ ئ ع
يض ْع
ك ي
ى ص
44
Umar, Ketika Fikih Membela Perempuan, h. 174.
45
Muhammad Ali Al-Bar, Wanita Karir dalam Timbangan Islam: Kodrat Kewanitaan, Emansipasi dan Pelecehan Seksual. Penerjemah Amir Hamzah Fachruddin Jakarta: Pustaka
Azzam, 1998, h. 57.
ْي ع ع ْ ي
يف ْي ْ
ْ ق ك
ي يف
ْ ْ أ
ف
ع أْ
ج خ
ّ ي ص
Artinya : “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ararah Telah menceritakan kepada kami Syubah dari Al Hakam bin Utbah dari Ibrahim dari Al
Aswad bin Yazid ia berkata; Aku bertanya kepada Aisyah radiallahu anha mengenai apa saja yang dilakukan Nabi shallallahu alaihi wasallam di rumah.
Maka ia pun menjawab, Beliau turut membantu pekerjaan keluarganya, dan bila beliau mendengar adzan, beliau pun keluar
H.R. Bukhari.
46
Hadits di atas menunjukkan bahwa Rasulullah yang suka membantu pekerjaan keluarganya. Beliau tidak sungkan-sungkan untuk membantu pekerjaan
rumah tangganya. Hal ini tentu patut ditiru oleh kaum laki-laki yang masih beranggapan bahwa urusan rumah tangga merupakan urusan perempuan saja.
Urusan rumah tangga, jika dilakukan secara bersama, maka akan terciptanya keharmonisan dalam rumah tangga karena masing-masing bisa saling menghargai
satu sama lain. Oleh sebab itu, untuk terciptanya suasana keluarga yang harmonis maka
perlu diketahui hak dan kewajiban masing-masing. Hak istri yang wajib dipenuhi suami diantaranya yaitu suami harus berbuat baik terhadap istri dan harus
46
H.R. Bukhari.
memberikan pakaian dan makanan nafkah secara layak.
47
Sesuai dengan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi yang berbunyi :
ث ْ
ْ ي ع
ْ ث
ْي ْ ْ
ي ع يفْع ْ
ْ ع ئ
ْ ع ي ش
ْ قْ غ
ْ ع ْي
ْ ْ ع
ْ ْ أْ
ق ي ث
ي أ :
أ ش
ع ْ ع
ى ص ْي ع
ف
ى ْثأ ْي ع
ك ظع
ك ف يف
ثي ْ ق
قف :
أ
صْ ْ ء
ْيخ ف
ع ْ ك ْع
ْي ْ
ْ
ْيش ْيغ
ك ْ أ
ي ْأي ف
ي ْ ف
ْعف ْ ف
يف
عج ض ْ ْض
ْ ض ْيغ
ْ ف ْ ْعطأ
ف غْ
ْي ع
ي أ
ْ ى ع
ْ ئ ًق
ْ ئ ْ ْي ع
ًق أف
ْ ق ى ع
ْ ئ ف
ْط ي ْ ش ف
ْ ْ
ْأي يف
ْ ي ْ
ْ أ
ق ْ ْي ع
ْ أ ْ
ْي يف
ْ ك عط
ّ
Artinya : “Telah menceritakan kepada kami Al Hasan bin Ali Al Khallal, telah menceritakan kepada Al Husain bin Ali Al Jufi dari Za`idah dari Syabib bin
47
Syekh Muhammad bin Umar An-Nawawi Al-Bantani Al-Jawi, Petunjuk Menuju Keluarga Sakinah: Kajian Kitab Syarah „Uqudullijain. Penerjemah Lembaga Pengkajian dan
Pengembangan Islam, Pesantren Al-Mahalli Surabaya: Mutiara Ilmu, 2013, h. 10.
Gharqadah dari Sulaiman bin Amr bin Al Ahwash berkata; Telah menceritakan kepadaku Bapakku bahwa dia melaksanakan haji wada bersama Nabi shallallahu
alaihi wasallam. Beliau bertahmid dan memuji Allah, beliau memberi pengingatan dan nasehat. Beliau menuturkan cerita dalam haditsnya, lantas
bersabda: Ingatlah wahai kaum laki-laki, hendaklah kamu selalu memberikan wasiat yang baik kepada kaum wanita, karena mereka adalah tawanan kalian.
Kalian tidak berhak atas mereka lebih dari itu, kecuali jika mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Jika mereka melakukannya, jauhilah mereka di tempat
tidur dan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menyakitkan. Jika kemudian mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya. Ketahuilah; kalian memiliki hak atas istri kalian dan istri kalian memiliki hak atas kalian. Hak kalian atas istri kalian ialah dia tidak boleh
memasukkan orang yang kalian benci ke tempat tidur kalian. Tidak boleh memasukan seseorang yang kalian benci ke dalam rumah kalian. Ketahuilah; hak
istri kalian atas kalian ialah kalian berbuat baik kepada mereka dalam memberikan pakaian dan makanan kepada mereka
H.R.Tirmidzi.
48
Dengan kata lain, Rasulullah SAW. telah memerintahkan kepada kaum laki-laki untuk bersikap lemah lembut kepada kaum wanita. Wasiat ini merupakan
penegasan atau sifat lemah serta ketergantungan kaum wanita kepada kam laki- laki dalam memnuhi kebutuhan hidupnya, baik dalam bentuk bimbingan,
perlindungan maupun yang lain. Selain itu, di dalam hadits di atas, terdapat dua
48
H.R. Tirmidzi.
perintah, yaitu perintah untuk berbuat baik kepada istri dan perintah untuk berbuat kebaikan.
49
Kaum laki-laki tidak berhak melakukan sesuatu apa pun kepada istri kecuali hal-hal yang baik. Mereka baru boleh melakukan sesuatu apabila istrinya
melakukan perbuatan maksiat. Misalnya, kembali ke rumah orang tuanya tanpa sepengetahuan suami atau melakukan pembangkangan terhadap suami secara
terang-terangan. Kemudian apabila istri melakukan nusyuz meninggalkan rumah tanpa seizin suami, maka pisahkanlah mereka dari tempat tidur. Artinya, suami
jangan tidur bersama mereka dalam jangka waktu tertentu. Hal itu untuk memberikan pelajaran kepada mereka agar tidak seperti itu lagi.
50
Seperti yang dijelaskan Q.S. An_Nisa ayat 34 yang berbunyi :
Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena
Allah telah melebihkan sebahagian mereka laki-laki atas sebahagian yang lain wanita, dan karena mereka laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta
49
Al-Jawi, Petunjuk Menuju Keluarga Sakinah: Kajian Kitab Syarah „Uqudullijain, h. 8.
50
Al-Jawi, Petunjuk Menuju Keluarga Sakinah: Kajian Kitab Syarah „Uqudullijain, h. 9.
mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara
mereka. Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan
pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu
mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar
” An-Nisa‟: 34.
51
Sebagian ulama ada yang menegaskan bahwa batas meninggalkan istrinya dari tempat tidur tidak digauli adalah delapan bulan. Jika istri tetap tidak mau
sadar juga akan kesalahannya, maka boleh memukulnya sepanjang tidak menyakiti dan melukai badannya atau sepanjang pukulan itu tidak sampai
memecahkan tulang atau merusak anggota tubuhnya.
52
Tetapi, kata wadhribu-hunna pada ayat tersebut sangat rentan dimanfaatkan oleh suami untuk bertindak kekerasan terhadap istrinya. Karena
kata wadhribu-hunna menurut Departemen Agama Depag memang mempunyai arti “pukullah mereka”. Tetapi, dalam kamus Lisan Al-„Arab, kamus bahasa Arab
paling standar hingga saat ini, memberikan beberapa pengertian tentang kata ini. Kata dharaba diartikan bersetubuh, melerai, mencampuri, menjelaskan dan
menjauhi.
53
Kemudian ada pendapat lain mengenai masalah ini yaitu yang dikemukakan oleh Muhamm
ad Abduh yang berpendapat bahwa kata “memukul”
51
Q.S. An-Nisa ayat 34.
52
Al-Jawi, Petunjuk Men uju Keluarga Sakinah: Kajian Kitab Syarah „Uqudullijain, h.10.
53
Umar, Ketika Fikih Membela Perempuan, h. 89.
di sini bukanlah pukulan secara harfiyah, tetapi cenderung berkonotasi makna metaforis, yaitu mendidik atau memberi pelajaran.
54
Seorang suami diizinkan memukul istrinya, disebabkan karena beberapa hal diantaranya
55
: 1.
Apabila sang istri tidak mau merias diri, sedangkan sang suami menghendakinnya dan tidak bersedia diajak ketempat tidur.
2. Apabila seorang istri keluar rumah tanpa seizin suami atau karena dia
memukul anaknya yang belum berakal lantaran anaknya menangis. 3.
Apabila istri membuka aurat di depan laki-laki lain, berbicara dengan lelaki yang bukan muhrim, atau berbicara dengan suami agar didengar
lelaki lain. Dalam menjalin sebuah hubungan yang harmonis dengan istri,
sebaiknya seorang suami melaksanakan hal-hal berikut
56
: 1.
Memberikan wasiat kepada istrinya. Yakni memberikan perintah, peringatan, serta ucapan yang membahagiakan sang
istri. 2.
Memberikan nafkah kepada istri sesuai dengan kadar kemampuan, usaha, serta kekuatan fisiknya.
3. Menahan diri dengan penuh kesabaran atas perbuatan istri yang
menyakitkan hati.
54
Umar, Ketika Fikih Membela Perempuan, h. 90.
55
Al-Jawi, Petunjuk Menuju Keluarga Sakinah: Kajian Kitab Syarah „Uqudullijain, 18.
56
Al-Jawi, Petunju k Menuju Keluarga Sakinah: Kajian Kitab Syarah „Uqudullijain, h. 19-
21.
4. Memberikan kebahagiaan kepada istri, yakni memenuhi apa
yang menjadi keinginannya dengan penuh kebijakan. 5.
Membimbing sang istri meniti jalan yang baik. Di dalam kitab, Raudhatur Rahib Syekh Ar Ramli mene
gaskan: “seorang suami tidak diperbolehkan memukul istri karena meninggalkan
shalat”. Jadi, apabila seorang istri meninggalkan shalat, maka sebaiknya sang suami menasehatkan agar dia mau mengerjakan
shalat dengan baik. 6.
Memberikan kebijakan dan pengajaran kepada istri tentang kebutuhan-kebutuhan dalam melaksanakan agama.
7. Memberikan penyidikan tentang akhlakul karimah kepada
seluruh anggota keluarga. Sebab, manusia yang sangat berat siksanya di hari kiamat nati adalah orang, dimana keluarganya
bodoh dalam permasalahan agama. Selain itu, pada surat An-Nisa ayat 34 juga dibahas tentang kaum
laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan. Maksud kata “pemimpin” di sini bisa berarti pendamping, pemelihara atau penanggung
jawab.
57
Oleh karena itu, sebagai pemimpin bagi kaum wanita, maka laki- laki harus dapat menguasai dan mengurus keperluan istrinya. Termasuk di
dalamnya mendidik akhlak karimah. Allah melebihkan kaum laki-laki di
57
Umar, Ketika Fikih Membela Perempuan, h.188.
atas kaum perempuan karena dalam melangsungkan pernikahan kaum laki- laki memberikan maskawin dan nafkah kepada kaum perempuan.
58
Kemudian Imam Ibnu Majah menjelaskan sebuah riwayat hadits lain yang berbunyi :
ث أ
ْ ْ
ي أ ْيش
ث ي ي
ْ ْ ع
ْعش ْ ع
ي أ
عْ ق ْ ع
ي ْ
ع ي
ْ ع ي أ
أ ج
أ ي
ى ص ْي ع
ق أْ ْ
ى ع جْ
ق :
ْ أ عْطي
عط ْ أ
ْ ي
ى ْك ْ ْضي
ْج ْ ْ قي
ْ ْ ي يف
ْي ْ
ج
Artinya : “Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah berkata, telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun dari Syubah dari Abu Qazah
dari Hakim bin Muawiyah dari Bapaknya berkata, Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam, Apa hak seorang wanita atas
suaminya? beliau menjawab: Memberi makan kepadanya apabila dia makan, memberi pakaian apabila ia berpakaian, tidak memukul wajah, tidak menjelek-
jelekkannya dan tidak boleh mendiamkannya kecuali di dalam rumah H.R. Ibnu Majah.
59
Jadi, seorang suami berkewajiban memberi makan kepada istrinya apabila dia makan dan memberi pakaian apabila dia berpakaian. Kemudian apabila istri
58
Al-Jawi, Petunjuk Menuju Keluarga Sakinah: Kajian Kitab Syarah „Uqudullijain, h. 28.
59
H.R. Ibnu Majah.
nusyuz, maka tidak diperbolehkan memukul bagian muka dan tidak boleh mendiamkannya tidak mengajak bicara kecuali di dalam rumah saja. Dan tidak
boleh berkata jelek kepada istri, seperti perkataan : “Semoga Allah memberikan kejelekan kepadamu”.
60
Karena bagaimanapun juga seorang suami harus tetap bersikap baik kepada istrinya seperti penjelasan hadits di atas. Karena orang
mukmin yang sempurna imannya adalah mereka yang bersikap baik kepada istrinya. Seperti hadits berikut ini :
ث أ
ْي ك ث
ْع ْ
ْي ْ ع
ْ ْ ع
ث أ
ْ ع ي أ
ْي ق
: ق
ى ص ْي ع
ْكأ
ي ْ ْ ي
ْ ْ أ
ق خ ْ ك يخ
ْ ك يخ ْ ئ
ق خ
ّ
Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Abdah bin Sulaiman dari Muhammad bin Amr, telah menceritakan kepada kami
Abu Salamah dari Abu Hurairah berkata; Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling
baik akhlaknya. Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap para istrinya
H.R.Tirmidzi.
61
Ada sebuah cerita tentang perlakuan Umar bin Khatab kepada istrinya yang patut untuk dicontoh sebagai berikut:
60
Al-Jawi, Petunjuk Menuju Keluarga Sakinah: Kajian Kitab Syarah „Uqudullijain, h. 11.
61
H.R. Tirmidzi.
Pada suatu hari, ada seorang lelaki datang menghadap Umar bin Khatab. Ia bermaksud mengadukan kejelekan istrinya kepada
Umar bin Khatab. Disaat berdiri di depan rumah, sambil menunggu sahabat Umar keluar, lelaki itu mendengar omelan istri
Umar. Tetapi, sahabat Umar diam seribu bahasa dan tidak memberikan jawaban sepatah kata pun. Menyaksikan kejadian itu,
lelaki tersebut mengurungkan niatnya untuk menghadap kepada sahabat Umar. Ia pun pergi
sambil berkata didalam hati: “kalau keadaan Amirul Mukminin saja seperti itu, apalagi diriku”.
Kemudian sahabat Umar keluar dan melihat lelaki tersebut mengurungkan niatnya lalu sahabat Umar memanggilnya kembali.
“Wahai saudaraku, apakah yang menjadi keperluanmu?”. Kemudian lelaki itu menjawab: “wahai Amirul Mukminin, aku
datang untuk mengadukan kejelekan akhlak istriku dan sikap- sikapnya yang menyakitkan hatiku. Tetapi aku menyaksikan sendiri
bahwa istrimu juga berbuat hal yang sama. Kalau keadaan mu saja
seperti itu, apalagi keadaanku”. Umar menjawab:”Wahai saudaraku, aku rela atas ucapan jelek istriku karena hak-haknya
yang semestinya kupenuhi. Dia memasak makanan untukku, membuat roti untukku, mencuci pakaianku, dan menyusui anakku.
Karena kehadiranmu, maka hatiku menjadi tentram dan terhindar dari perbuatan haram. Itulah sebabnya aku selalu bersikap rela
atas segala perbuatannya kepadaku”. Lelaki itu berkata:”Wahai
Amirul Mukminin, apakah aku harus bersikap seperti itu terhadap istriku?” kemudian Umar menjawab:”Wahai saudaraku bersikap
diam atas pelakuan istri merupakan perkara yang mudah dan hanya sebentar, tetapi akan mendatangkan manfaat yang besar”.
Dari cerita tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa seorang suami harus tetap bersikap baik kepada istrinya karena bagaimanapun sang istri telah
melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai ibu rumah tangga yang baik. Seperti yang telah dicontohkan sahabat Umar, ia tetap diam ketika istrinya marah
karena hak-haknya tidak terpenuhi. Hal ini juga sejalan dengan penjelasan hadits diatas yang mana menyebutkan bahwa sebaik-baiknya laki-laki adalah yang
mampu bersikap baik terhadap istrinya. Selain hak-hak istri yang harus dipenuhi oleh suami, istri juga harus
memenuhi hak-hak suami. Diantaranya adalah seperti yang dijelaskan pada hadits berikut ini :
ث أ
ْ ْ
ي أ ْيش
ث ْي ْ
ْ ي ع
ْ ع ئ
ْ ع
ي ش ْ
قْ غ يق ْ
ْ ع ْي
ْ ْ ع
ْ ْ أْ
ي ث
ي أ أ
ش ع ْ
ع ى ص
ْي ع ف
ى ْثأ ْي ع
ك ظع
ث ق
: صْ ْ
ء ْيخ
ف
ْ ك ْع ع
ْي ْ
ْ ْيش
ْيغ ك
ْ أ ي ْأي
ف
ي ْ ف
ْعف ْ ف
يف عج ض ْ
ْض ْ ض
ْيغ
ْ ف ْ ْعطأ
ف غْ
ْي ع ي
ْ ْ
ْ ئ ًق
ْ ئ
ْي ع ْ
ًق أف
ْ ق ى ع
ْ ئ ف
ط ي ْ ش ف
ْ ْ
ْأي يف
ْ ي ْ
ْ أ
ق ْ ْي ع
ْ أ ْ
ْي يف
ْ ك عط
ج
Art inya : “Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah berkata,
telah menceritakan kepada kami Al Husain bin Ali dari Za`idah dari Syabib bin Gharqadah Al Bariqi dari Sulaiman bin Amru bin Al Ahwash berkata, telah
menceritakan kepadaku Bapakku bahwasanya ia pernah menghadiri haji wada bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Beliau memuji Allah dan
mengagungkan-Nya, mengingatkan dan memberi wejangan. Setelah itu beliau bersabda: Perlakukanlah isteri-isteri kalian dengan baik, karena mereka adalah
teman di sisi kalian. Kalian tidak memiliki suatu apapun dari mereka selain itu. Kecuali jika mereka berbuat zina dengan terang-terangan. Jika mereka
melakukannya maka tinggalkan mereka di tempat tidur dan pukullah dengan pukulan yang tidak melukai. Apabila mereka mentaati kalian maka janganlah
berbuat sewenang-wenang terhadap mereka. Sungguh, kalian mempunyai hak dari isteri-isteri kalian dan isteri-isteri kalian mempunyai dari kalian. Adapun hak
kalian terhadap isteri kalian; jangan menginjakkan di tempat tidur kalian orang yang kalian benci dan jangan diizinkan masuk rumah-rumah kalian terhadap
orang yang kalian benci. Dan sungguh hak mereka atas kalian; hendaknya
memperlakukan mereka dengan baik dalam masalah pakaian dan makanan H.R.
Ibnu Majah.
62
Dalam hadits di atas, hak-hak suami yang harus dipenuhi oleh istri yaitu istri tidak diperbolehkan memberi izin kepada orang yang dibenci suami masuk ke
tempat tidur. Apalagi sampai tidur di tempat tidur. Kemudian istri tidak diperkenankan memberi izin masuk kepada orang yang dibenci suami.
63
Selain itu, ada riwayat lain yang membahas tentang izin dari suami yang sangat penting didapatkan oleh istri. Seperti pada hadits berikut ini :
ث ص
ْ ْع
ى ْعأْ ث
ْ ْيضف
ْ ع ْع
ْ ْع
ْ ي أ
ْ ْ ع
ّ يْ ْ ْ ع
أ ْ ع
أ ْ ق
:
ق ى ص
ْي ع يأ
أ ْ ْ
جْ ْع
ْ خ ْ
ّ
Telah menceritakan kepada kami Washil bin Abdul Ala, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Fudlail dari Abdullah bin Abdurrahman, Abu Nadlr
dari Musawir Al Himyari dari ibunya dari Umu Salamah berkata; Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, Wanita manapun yang meninggal dan
62
H.R. Ibnu Majah.
63
Al-Jawi, Petunjuk Menuju Keluarga Sakinah: Kajian Kitab Syarah „Uqudullijain, h.10.
suaminya dalam keadaan ridha kepadanya, niscaya dia masuk surga H.R.Tirmidzi.
64
Hadits ini terdapat anjuran agar seorang istri berusaha melakukan sesuatu yang diridhai suaminya serta menjauhi hal-hal yang membuat suami marah agar
kelak ia mendapatkan surga.
65
Ada sebuah cerita menarik tentang hak suami atas istri yang dijelaskan dalam hadits berikut ini:
ث ْ أ
ْ ْ
ق ث
ْ ْي
ْ ع يأ
ْ ع قْ
ي ْي ْ ع
ْع ْ
ي أ ىفْ أ
ق :
ق ع
ْ
ي ى ص
ْي ع ق
ي ع
ق ْي أ
ْ ْقف ف
ْ ي ْ فق أ
ْ ق ط ْ ف
يف ي ْف
ْ أ عْف
ك ك
قف
ى ص ْي ع
ف عْف
ي ف ْ
ْك آ
أ ْ أ
ْ ي ْيغ
ْ أ أْ ْ
ْ أ ْ
جْ ّ
ْف ي
ّ أْ ْ
ق ى
ّ ق
جْ ْ
أ ْف
ي ى ع
ق ْ
ْع ْ
ج
64
H.R. Tirmidzi.
65
Nawawi, Riyadus Shalihin dan Penjelasannya. Penerjemah Faisal bin Abdul Aziz Alu Mubarak h. 238-239.
Telah menceritakan kepada kami Azhar bin Marwan ia berkata; telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid dari Ayyub dari Al Qasim Asy
Syaibani dari Abdullah bin Abu Aufa ia berkata, Tatkala Muadz datang dari Syam, ia bersujud kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam hingga beliau
bersabda: Apa-apaan ini ya Muadz Muadz menjawab, Aku pernah mendatangi Syam, aku mendapatkan mereka sujud kepada para uskup dan komandan mereka.
Maka, aku ingin melakukannya terhadapmu. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Janganlah kalian melakukannya, kalau saja aku
diperbolehkan memerintahkan seseorang untuk bersujud kepada selain Allah, niscaya aku akan perintahkan seorang isteri bersujud kepada suaminya. Demi
Dzat yang jiwa Muhammad di Tangan-Nya, sungguh seorang isteri itu tidak dikatakan menunaikan hak Rabb-nya hingga ia menunaikan hak suaminya. Kalau
saja suami memintanya untuk dilayani, sementara ia sedang berada di atas pelana kendaraan, maka ia tidak boleh menolaknya H.R. Ibnu Majah.
Hadits ini menjelaskan tentang hak-hak suami yang harus dipenuhi istri dan kewajiban taat kepada suami yang harus mendahulukan kepenting suami
dibanding kesibukannya sendiri.
66
Seorang suami yang merupakan pemimpin keluarga, akan dimintai pertanggungjawaban atas keluarganya. Apakah sudah memenuhi hak-hak mereka
atau belum. Seperti hak memberi nafkah, pakaian, perumahan, memeilhara, mengasuh, medidik serta bergaul dengan baik terhadap mereka. Kalau dia
menyia-nyiakan hak-hak keluarga artinya ia telah berbuat zalim kepada
66
Nawawi, Riyadus Shalihin dan Penjelasannya. Penerjemah Faisal bin Abdul Aziz Alu Mubarak h. 238.
keluarganya. Begitupun seorang istri yang merupakan pemimpin di dalam rumah suami harus mampu mengatur kehidupan rumah tangga dengan baik. Dia harus
bersikap baik kepada suami, memberikan kasih sayang kepada suami, meminta izin sebelum melakukan sesuatu, memlihara harta suami dan taat dalam
melaksanakan kewajibannya sebagai seorang istri.
67
Dari penjelasan di atas mengenai hak-hak istri atas suami dan hak-hak suami atas istri jelas harus dipahami dengan baik. Apabila hak-hak tersebut sudah
saling terpenuhi maka akan tercipta hubungan yang harmonis dalam sebuah keluarga. Begitupun halnya dengan seorang istri, sebelum ia memutuskan untuk
bekerja, ia harus meminta izin terlebih dahulu kepada suaminya. Jika telah mendapatkan izin, sebaiknya sang istri mendiskusikannya dengan sang suami
mengenai hak dan kewajibannya. Misalnya, apakah dengan berbagi peran dengan suami dalam mengurus rumah, mengurus anak dan lain sebagainya. Karena
pembagian peran dalam keluarga sangat diperlukan dalam rangka membagi tanggung jawab antara anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan bersama
yang saling mengunutungkan.
68
Sesungguhnya di dalam Al-Quran dan Hadits tidak ada larangan yang tegas bagi seorang istri yang ingin bekerja dan membantu meringankan beban
suaminya, selama pekerjaan itu halal dan dilakukan dalam suasan terhormat dan mencegah hal-hal yang menimbulkan kemudharatan. Karena kondisi perempuan
di zaman Nabi, bahkan istri-istri Nabi pun aktif dalam bidang ekonomi dalam beragam profesi seperti Khadijah, konglomerat yang berhasil dalam bidang
67
Al-Jawi, Petunjuk Menuju Keluarga Sakinah: Kajian Kitab Syarah „Uqudullijain, h.23.
68
Herien Puspiitawati, Isu Gender dalam Agroforesty Bogor: Fakultas Kehutanan IPB- ICRAF, 2010 h. 7.
eksport-import, Shafiyah binti Huyay, perias pengantin dan Zainab binti Jhsy, yang bekerja dalam bidang home industry pada proses menyamak kulit binatang.
Selain itu perempuan-perempuan lain seperti Qilat Ummi Bani Ammar yang pernah datang kepada nabi meminta petunjuk mengenai jual-beli. Raithah, istri
Abdullah Ibnu Mas‟ud sahabat nabi yang aktif berbisnis karena suaminya tidak mampu mencukupi kebutuhan keluarga. Juga Al-Syifa, seorang perempuan yang
ditugasi Umar untuk mengurus pasar di kota Madinah.
69
69
Umar, Ketika Fikih Membela Perempuan, h.177-178.
54