Temperature Humidity Index THI Normalized Difference Vegetation Index NDVI Pendugaan Suhu dengan Citra Satelit Landsat

2.4 Temperature Humidity Index THI

Temperature Humidity Index atau dikenal juga dengan indeks kelembaban panas merupakan metode yang digunakan untuk mengkaji tingkat kenyamanan di suatu daerah. Metode ini menghasilkan suatu indeks untuk menetapkan efek dari kondisi panas pada kenyamanan manusia yang mengkombinasikan suhu dan kelembaban Encyclopedia 2003. Beberapa ahli telah berusaha untuk menyatakan pengaruh parameter-parameter iklim terhadap kenyamanan manusia dengan bantuan persamaan yang mengandung dua atau lebih parameter iklim. Menurut hasil penelitian yang dilakukan Mulyana, et al 2003, didapatkan bahwa indeks kenyamanan pada suatu kondisi yang nyaman berkisar dengan nilai THI 20-26.

2.5 Normalized Difference Vegetation Index NDVI

Hung 2000 menjelaskan bahwa nilai NDVI menggambarkan tingkat kehijauan biomassa dan merupakan indikator yang baik untuk menentukan status kesehatan, kerapatan vegetasi pada suatu wilayah namun tidak berhubungan langsung dengan ketersediaan air tanah pada wilayah tersebut. Estimasi NDVI dengan basis data satelit merupakan perhitungan kanal cahaya tampak dan inframerah dekat. Pigmen pada daun, klorofil, menyerap gelombang cahaya tampak 0,4 μm sampai 0,7 μm, dan struktur sel daun memantulkan gelombang inframerah dekat 0,7 μm sampai 1,1 μm.

2.6 Pendugaan Suhu dengan Citra Satelit Landsat

Lillesand dan Kiefer 1990 menyatakan bahwa pengukuran suhu biasanya meliputi penempatan instrumen pengukur yang bersentuhan dengan atau terbenamkan dalam badan yang diukur suhunya suhu kinetik. Suhu kinetik merupakan ungkapan “internal” terjemahan tenaga rata-rata molekul yang menyusun tubuh. Disamping ungkapan internal, objek memancarkan tenaga sebagai fungsi suhunya. Tenaga yang dipancarkan merupakan ungkapan “eksternal” keadaan tenaga objek yang dapat diindera dari jarak jauh dan digunakan untuk menentukan suhu pancaran radiant temperature objek. Kenampakan permukaan bumi memancarkan radiasi terutama pada gelombang inframerah termal. Lillesand 1997 mengemukakan bahwa penginderaan jauh thermal menjelaskan secara ringkas kemungkinan untuk memperoleh, menggambarkan dan menginterpretasikan keadaan panas dipermukaan bumi. Pendefinisian energi thermal sering mengacu kepada energi yang dipancarkan dari permukaan bumi. Berdasarkan sumber energi radiasi dari matahari, panjang gelombang dipancarkan dari energi matahari lebih pendek daripada gelombang panjang dari permukaan bumi. Lillesand 1997 juga menjelaskan bahwa radiasi matahari memberikan energi maksimumnya pada kisaran spektral tampak 0,3- 0,7 μm. Sedangkan untuk permukaan bumi dengan suhu permukaan sebesar 300 K memberikan nilai pancaran puncak maksimum pada panjang gelombang 9,7 μm yang merupakan kisaran radiasi infrared. Maka, penginderaan jauh thermal banyak dilakukan pada daerah spektrum antara 8- 14 μm. Setiap pengurangan 50 RTH akan menyebabkan peningkatan suhu udara sebesar 0,4 °C hingga 1,8 C sedangan penambahan RTH 50 hanya menurunkan suhu udara sebesar 0,2 C hingga 0,5 C. Hal ini membuktikan arti pentingnya mempertahankan RTH. Pengurangan atau penambahan RTH menyebabkan peningkatan ataupun penurunan suhu udara dengan besaran berbeda dengan akan mengakibatkan Effendy 2001. Berdasarkan penelitian Maulida 2008 mengenai perubahan lahan dan suhu permukaan di kota Bandung didapatkan sebaran suhu permukaan di kota Bandung berbentuk mengelompok yaitu di daerah rural meliputi selang suhu ≥14 C sampai dengan selang 22 C, daerah sub urban meliputi selang suhu ≥22 C hingga 25 C, sedangkan daerah urban meliputi selang suhu ≥26 C hingga ≥31 C, berdasarkan korelasi antara NDVI dengan suhu permukaan serta estimasi band 6 pada citra landsat 7 ETM pada periode tahun 1997, 2002 dan 2006. Penelitian Waluyo 2009 mengenai distribusi suhu permukaan di kota Semarang berdasarkan korelasi antara NDVI dengan suhu permukaan serta estimasi band 6 pada citra landsat 7 ETM pada periode tahun 2001-2006 mempunyai nilai suhu antara ≥20 C hingga ≥34 C. Berdasarkan penelitian Tursilowati 2007 mengenai perubahan iklim dan lingkungan kota Semarang, menggunakan data landsat 1994 dan 2002 didapatkan bahwa di Semarang terdapat daerah dengan suhu 17 C-28 C mengalami penurunan luas, dan daerah dengan suhu 29 C-37 C mengalami penambahan luas, sehingga disimpulkan Kota Semarang telah terjadi peningkatan suhu udara akibat adanya perubahan lahan dari lahan bervegetasi menjadi non vegetasi. Penelitian Wardhana 2003 mengenai pengukuran suhu udara di Kota Bogor, berdasarkan estimasi dari band 7 yang telah dikorelasikan dengan data suhu stasiun permukaan menghasilkan model regresi umum untuk kasus kota Bogor tahun 2001 didapatkan suhu tertinggi adalah kelas penutupan lahan industri dan pemukiman yaitu 27 C-29 C. Sedangkan hasil penelitian Khusaini 2008 didaptkan bahwa secara umum di Kota Bogor tipe penutupan lahan yang mengalami perluasan yang paling banyak adalah tipe pemukiman, sejalan dengan meningkatnya penduduk dari tahun ke tahun, hal ini menunjukkan bahwa semakin besar luas pemukiman, maka suhu semakin meningkat.

2.7 Hubungan Ruang Terbuka Hijau dengan Suhu Udara