Pangalengan sebesar 50,58 ha atau sebesar 0,13 dari luas Kecamatan Pangalengan. Kecamatan yang memiliki luas distribusi terkecil pada selang ini
yaitu Kecamatan Baleendah dan Banjaran dengan luas 0,45 ha. Suhu dengan nilai 31
C - 32 C terdistribusi di delapan kecamatan dari
tiga 13 kecamatan. Kecamatan yang termasuk dalam selang suhu yaitu Kecamatan Baleendah, Bojongsoang, Ciwidey, Dayeuhkolot, Pameungpeuk, Pangalengan,
Pasirjambu, dan Soreang. Kecamatan yang memiliki distribusi suhu terluas pada 31
C - 32 C ini adalah Kecamatan Pangalengan sebesar 53,64 ha ha atau 0,14
dari luas Kecamatan Pangalengan. Luas distribusi suhu terkecil terdapat pada Kecamatan Soreang yaitu seluas 0,36 ha atau sebesar 0,003 dari luas Kecamatan
Pasirjambu. Suhu dengan nilai 32
C - 33 C terdistribusi di empat kecamatan, yaitu
Kecamatan Baleendah, Dayeuhkolot, Pasirjambu dan Pangalengan. Kecamatan yang memiliki luas distribusi suhu terbesar adalah Kecamatan Pangalengan
sebesar 24,93 ha atau 0,063, dan kecamatan yang memiliki luas distribusi terkecil adalah Kecamatan Pasirjambu sebesar 0,18 ha atau 0,001 dari luas
Kecamatan Baleendah. Suhu dengan nilai ≥33
C terdistribusi hanya di tiga kecamatan saja dari 13 kecamatan yaitu Kecamatan Ciwidey, Pangalengan dan Pasirjambu. Kecamatan
Pangalengan merupakan kecamatan yang memiliki luas distribusi suhu paling besar yaitu 25,92 ha atau sebesar 0,06 dari luas Kecamatan Pangalengan,
sedangkan Kecamatan Pasirjambu memiliki luas sebesar 0,27 ha atau 0,0005 dari luas kecamatan ini.
5.4 Hubungan Normalized Difference Vegetation Index NDVI dengan Suhu
Permukaan
Menurut Burgan 1993, NDVI merupakan perbedaan nilai-nilai near infrared NIR dan red R yang dapat dilihat dan dinormalisasikan berdasarkan
pantulan gelombang elektromagnetik. Hasil regresi NDVI dengan suhu permukaan dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Hasil regresi NDVI dengan suhu permukaan
No Tahun
Hasil Regresi R
2
1 2001
Y = 26,190 – 14,481X
0,826
2 2009
Y = 26,958 – 12,505X
0,559
Gambar 21 Diagram korelasi NDVI dengan suhu permukaan Kabupaten Bandung tahun 2001 a dan 2009 b.
Menurut Effendi 2007, NDVI memiliki hubungan yang nyata dengan suhu permukaan. Tanaman bertajuk rapat dapat menyerap panas yang lebih
banyak dan suhu permukaannya pun lebih rendah dibandingkan dengan tanaman yang memiliki tajuk yang lebih rendah Dirgahayu 2007. Untuk mengetahui
sebaran nilai NDVI Kabupaten Bandung, dapat dilihat pada Gambar 22 dan 23. a
b
Gambar 22 Peta sebaran nilai NDVI pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun 2001.
59
Gambar 23 Peta sebaran nilai NDVI pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun 2009.
60
5.5 Distribusi Kelembaban Udara Kabupaten Bandung
Berdasarkan hasil dari interpretasi dan analisis citra Landsat 7 ETM untuk klasifikasi kelembaban dan perhitungan luas wilayah pada tahun 2001 dan 2009 di
Kabupaten Bandung dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Luasan kelembaban udara di Kabupaten Bandung tahun 2001 dan 2009
No Kelembaban
2001 2009
Luas ha Luas
Luas ha Luas
1 50
0,09 0,00
0,36 0,00
2 50 - 60
36,81 0,02
141,03 0,06
3 60 - 70
2.084,31 0,96
9.416,61 4,33
4 70 - 80
13.973,67 6,43
41.818,41 19,23
5 80 - 90
31.778,10 14,62
18.686,79 8,59
6 90 - 100
21.279,87 9,79
4,77 0,00
7 No data
148.250,88 68,19
147.335,76 67,77
Total 217.403,73
100,00 217.403,73
100,00
Tabel 10 memaparkan mengenai kelembaban udara pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun 2001 dan 2009 yang berkisar antara 50 hingga
100. Pada tahun 2001, luasan distribusi kelembaban paling besar adalah pada selang 80 - 90 seluas 21.778,10 ha atau sebesar 14,62 dari luas Kabupaten
Bandung, sedangkan distribusi kelembaban terkecil terdapat pada selang 50 seluas 0,09 ha atau 0,00004 dari luas Kabupaten bandung. Pada tahun 2009,
luas distribusi kelembaban terbesar adalah pada kelembaban 70 - 80 dengan luas sebesar 41.818,41 ha atau sebesar 19,23 dari luas wilayah Kabupaten
Bandung. Sedangkan luas distribusi terkecil terdapat pada distribusi 50 sebesar 0,36 ha atau 0,00017 dari wilayah penelitian.
Data kelembaban yang diperoleh dari hasil pengukuran dan data dari BMKG Kelas I Dramaga Bogor yang kemudian digabungkan dan dibuat regresi
linier untuk mengetahui pendekatan yang sesuai antara suhu dan kelembaban. Hasil dari regresi tersebut dikomputasi dengan peta sebaran suhu Kabupaten
Bandung untuk mengetahui peta sebaran kelembaban wilayah tersebut. Hasil regresi antara suhu dan kelembaban tersebut dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Hasil regresi suhu udara dan kelembaban
No Tahun
Hasil Regresi R
2
1 2001
Y = 141,010 – 2,692X
0,873
2 2009
Y = 112,501 – 1,711X
0,594
Berdasarkan Tabel 11, terlihat bahwa hasil regresi pada tahun 2001 memiliki nilai R
2
yang lebih besar dibandingkan dengan tahun 2009 yaitu 0,873. Nilai tersebut memiliki persamaan yang paling baik dan mendekati untuk
pendugaan kelas kelembaban. Karena nilai R
2
berada di atas 0,5 maka hasil regresi dari kedua tahun ini dapat digunakan. Gambar 24 merupakan diagram
regresi antara suhu dan kelembaban pada tahun 2001 dan 2009.
Gambar 24 Diagram suhu dan kelembaban udara tahun 2001 dan 2009.
Gambar 25 Peta sebaran kelembaban udara pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun 2001.
63
Gambar 26 Peta sebaran kelembaban udara pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun 2009.
64
5.5.1 Hubungan kelembaban udara dengan tutupan lahan
Berdasarkan hasil interpretasi citra landsat 7 ETM tahun 2001 dan 2009, kelembaban dan tutupan lahan memiliki korelasi. Setiap tipe penutupan lahan
memiliki distribusi kelembaban udara yang berbeda pula. Pada Gambar 27, dapat diketahui distribusi kelembaban udara pada tipe penutupan lahan di Kabupaten
Bandung tahun 2001.
Gambar 27 Diagram hubungan antara kelembaban udara tahun 2001 dengan tutupan lahan tahun 2001.
Berdasarkan Gambar 27, diketahui bahwa sebaran kelembaban udara dari sekitar 50 sampai lebih dari 90. Tutupan lahan berupa vegetasi rapat berada
pada distribusi kelembaban 70 hingga ≥90. Luas distribusi kelembaban
terbesar terdapat pada selang 90 - 100 yaitu sebesar 8.400,69 ha. Vegetasi jarang memiliki luas distribusi kelembaban yaitu menyebar dari 50 - 100.
Luas distribusi kelembaban untuk tipe tutupan lahan vegetasi jarang sebesar 5.150,88 ha pada selang 80 - 90.
Tipe penutupan lahan berupa lahan terbangun menyebar pada semua kelas kelembaban dari 50 - 100. Pada tipe tutupan lahan ini, luas distribusi
kelembaban yang paling besar adalah pada selang 80 - 90 sebesar 5.088,15 ha. Lahan terbuka memiliki sebaran luas kelembaban paling besar adalah pada
selang 80 - 90 sebesar, 7.907,22 ha. Sawah memiliki sebaran kelembaban
2000 4000
6000 8000
10000 12000
14000 16000
18000 20000
Tidak ada data Badan air
Vegetasi rapat Sawah
Vegetasi jarang Lahan terbangun
Lahan terbuka Semak
berkisar dari 60 - ≥90 dengan luasan distribusi kelembaban paling besar
adalah pada selang 70 - 80 dan memiliki luas 2.217,51 ha. Sedangkan semak memiliki distribusi kelembaban dari 60 - 90 dengan luasan terbesar pada
selang 80 - 90, dengan luas 1.468,80 ha. Pada tahun 2009, distribusi kelembaban udara berkisar dari 50 -
≥90. Tutupan lahan berupa vegetasi rapat berada pada distribusi kelembaban 60 -
≥90. Luas distribusi kelembaban terbesar terdapat pada selang 80 - ≥90 yaitu sebesar 14.716,80 ha. Vegetasi jarang memiliki luas distribusi kelembaban
yaitu menyebar dari 50 - 90. Luas distribusi kelembaban untuk tipe tutupan lahan vegetasi jarang sebesar 12.333,42 ha pada selang 70 - 80.
Tipe penutupan lahan berupa lahan terbangun menyebar pada semua kelas kelembaban dari 50 - 100. Pada tipe tutupan lahan ini, luas distribusi
kelembaban yang paling besar adalah pada selang 70 - 80 sebesar 14.600,61 ha. Lahan terbuka memiliki sebaran kelembaban 50 - 90. Luas kelembaban
paling besar adalah pada selang 70 - 80 sebesar 3.896,55 ha. Sawah memiliki sebaran kelembaban berkisar dari 60 - 90 dengan luasan distribusi
kelembaban paling besar adalah pada selang 70 - 80 dan memiliki luas 1.066,59 ha. Sedangkan semak memiliki distribusi kelembaban dari 70 - 90
dengan luasan terbesar pada selang 70 - 80, dengan luas 2.505,24 ha. Distribusi kelembaban udara dengan tutupan lahannya dapat dilihat pada Gambar
28.
2000 4000
6000 8000
10000 12000
14000 16000
Kelembaban Tidak ada data
Badan air Vegetasi rapat
Sawah Vegetasi jarang
Lahan terbangun Lahan terbuka
Semak
Gambar 28 Diagram hubungan antara kelembaban udara tahun 2009 dengan tutupan lahan tahun 2009.
5.5.2 Perubahan luasan distribusi kelembaban udara di Kabupaten Bandung
Berdasarkan hasil analisis dan interpretasi citra landsat pada tahun 2001 dan 2009. Kabupaten Bandung mengalami perubahan luasan distribusi
kelembaban. Perubahan luasan distribusi kelembaban di Kabupaten Bandung periode tahun 2001
– 2009, dapat dilihat pada Gambar 29.
Gambar 29 Diagram perubahan luasan distribusi kelembaban udara di Kabupaten Bandung tahun 2001-2009.
Berdasarkan Gambar 29, dapat diketahui bahwa terjadi penurunan dan peningkatan luas distribusi kelembaban di Kabupaten Bandung. Luas distribusi
kelembaban yang mengalami penurunan paling besar adalah pada kelembaban 90 - 100 sebesar 21.275,10 ha. Selang kelembaban 80 - 90 juga
mengalami penurunan luas sebesar 13.091,31 ha. Luas distribusi kelembaban yang mengalami peningkatan luas paling besar yaitu pada selang kelembaban
70 - 80 sebesar 27.844,74 ha. Untuk nilai distribusi kelembaban 60 - 70 mengalami peningkatan luas sebesar 73.323,30 ha. Nilai kelembaban 50 -
60 mengalami peningkatan luas distribusi kelembaban 104,22 ha, sedangkan pada distribusi kelembaban 50 mengalami peningkatan luas yang kecil yaitu
sebesar 0,27 ha. Terjadinya perubahan penurunan luas kelembaban diakibatkan karena adanya perubahan tutupan lahan yang terjadi, penurunan jumlah dan luas
vegetasi rapat pada kurun waktu 2001 sampai 2009 pada selang kelembaban 80 hingga 100.
-40000 -20000
20000 40000
60000 80000
No data
50 50
- 60
60 -
70 70
- 80
80 -
90 90
- 10
Luas h
a
Kelembaban
5.5.3 Distribusi kelembaban udara per wilayah kecamatan di Kabupaten
Bandung
Berdasarkan hasil analisis dan interpretasi citra landsat tahun 2001 dan 2009, didapatkan klasifikasi luas distribusi kelembaban udara per wilayah
kecamatan dengan selang 50 hingga 100. Data mengenai distribusi kelembaban per wilayah kecamatan terdapat pada Lampiran 6.
Pada tahun 2001, distribusi kelembaban udara pada selang 50 terdapat hanya pada satu kecamatan saja, yaitu Kecamatan Baleendah dengan luas 0,09 ha
atau sekitar 0,0011 dari luas Kecamatan Baleendah. Kelembaban udara pada selang 50 - 60 terdistribusi di sebelas kecamatan dari 13 kecamatan di
Kabupaten Bandung, yaitu Kecamatan Baleendah, Banjaran, Ciwidey, Dayeuhkolot, Ketapang, Margaasih, Margahayu, Pangalengan, Pameungpeuk,
Pasirjambu, dan Soreang. Kecamatan yang memiliki luas distribusi kelembaban udara paling besar adalah Kecamatan Margaasih sebesar 14,13 ha atau 0,34 dari
luas Kecamatan Margaasih. Untuk kecamatan yang memiliki luas distribusi kelembaban udara paling kecil yaitu di Kecamatan Banjaran dan Ketapang
sebesar 0,36 ha. Kelembaban udara dengan selang 60 - 70 terdistribusi pada seluruh
kecamatan yang ada, Kecamatan tersebut adalah Baleendah, Banjaran, Bojongsoang,
Cimaung, Ciwidey,
Dayeuhkolot, Ketapang,
Margaasih, Margahayu, Pangalengan, Pameungpeuk, Pasirjambu, dan Soreang. Kecamatan
Margaasih merupakan kecamatan yang memiliki luas distribusi kelembaban sebesar 438,84 ha atau sebesar 10,69 dari luas wilayah Kecamatm Margaasih,
dan kecamatan yang memiliki luas distribusi terkecil terdapat pada Kecamatan Pasirjambu sebesar 32,31 ha atau 0,06 dari luas Kecamatan Pasirjambu.
Distribusi kelembaban udara pada selang 70 - 80 tersebar di seluruh kecamatan penelitian di Kabupaten Bandung. Luas distribusi kelembaban paling
besar terdapat di Kecamatan Pangalengan yaitu sebesar 1.804,14 ha atau 4,62 dari luas Kecamatan Pangalengan. Sedangkan Kecamatan Margahayu merupakan
kecamatan yang memiliki luas distribusi kelembaban paling kecil sebesar 290,70 ha atau 27,74.
Kelembaban udara pada selang 80 - 90 terdistribusi di semua kecamatan penelitian di Kabupaten Bandung. Luas distribusi kelembaban terbesar
pada selang ini terdapat di Kecamatan Ciwidey sebesar 8.323,38 ha atau 17,85 dari luas Kecamatan Ciwidey, dan untuk luasan distribusi terkecil terdapat pada
Kecamatan Margahayu dengan luas 7,56 ha atau sebesar 0,72 dari luas Kecamatan Margahayu.
Kelembaban udara untuk selang 90 - 100 terdistribusi di 12 kecamatan dari 13 kecamatan di Kabupaten Bandung. Kecamatan tersebut yaitu
Baleendah, Banjaran, Bojongsoang, Cimaung, Ciwidey, Dayeuhkolot, Ketapang, Margaasih, Pangalengan, Pameungpeuk, Pasirjambu, dan Soreang. Wilayah
kecamatn yang memiliki luas distribusi terbesar adalah Kecamatan Pasirjambu yaitu sebesar 1.0042,9 ha atau 20,03 dari luas Kecamatan Pasirjambu.
Sedangkan kecamatan yang memiliki luas distribusi kelembaban terkecil adalah Kecamatan Bojongsoang sebesar 2,07 ha atau 0,33 dari luas Kecamatan
Bojongsoang. Tahun 2009 distribusi kelembaban udara pada selang 50 terdapat
hanya pada satu kecamatan penelitian saja, yaitu Kecamatan Ciwidey dengan luas 0,36 ha atau sekitar 0,0008 dari luas Kecamatan Ciwidey. Kelembaban udara
50 - 60 terdistribusi di sembilan kecamatan dari tiga belas kecamatan pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung. Kecamatan tersebut yaitu Baleendah,
Banjaran, Bojongsoang, Ciwidey, Dayeuhkolot, Pangalengan, Pameungpeuk, Pasirjambu, dan Soreang. Kecamatan yang memiliki luas distribusi kelembaban
udara paling besar adalah Kecamatan Pangalengan sebesar 128,16 ha atau 0,33 dari luas Kecamatan Pangalengan. Kecamatan yang memiliki luas distribusi
kelembaban udara paling kecil yaitu di Kecamatan Banjaran sebesar 0,18 ha atau 0,00012 dari luas Kecamatan Banjaran.
Kelembaban udara dengan selang 60 - 70 terdistribusi pada seluruh kecamatan penelitian. Kecamatan tersebut adalah Baleendah, Banjaran,
Bojongsoang, Cimaung
Ciwidey, Dayeuhkolot,
Ketapang, Margaasih,
Margahayu, Pangalengan, Pameungpeuk, Pasirjambu, dan Soreang. Kecamatan Pangalengan merupakan kecamatan yang memiliki luas distribusi kelembaban
sebesar 1.709,46 ha atau sebesar 4,38 dari luas wilayah Kecamatan Pangalengan, dan kecamatan yang memiliki luas distribusi terkecil terdapat pada
Kecamatan Pasirjambu sebesar 337,23 ha atau 0,67 dari luas Kecamatan Pasirjambu.
Distribusi kelembaban udara pada selang 70 - 80 tersebar di seluruh kecamatan penelitian di Kabupaten Bandung. Luas distribusi kelembaban paling
besar terdapat di Kecamatan Ciwidey yaitu sebesar 10.139,3 ha atau sebesar 21,74 dari luas Kecamatan Ciwidey. Kecamatan Margahayu merupakan
kecamatan yang memiliki luas distribusi kelembaban paling kecil sebesar 84,15 ha atau 8,03.
Kelembaban udara pada selang 80 - 90 terdistribusi di 12 kecamatan dari 13 kecamatan penelitian di Kabupaten Bandung. Kecamatan tersebut yaitu
Baleendah, Banjaran, Bojongsoang, Cimaung, Ciwidey, Dayeuhkolot, Ketapang, Margaasih, Pangalengan, Pameungpeuk, Pasirjambu, dan Soreang. Luas distribusi
kelembaban terbesar pada selang ini terdapat di Kecamatan Ciwidey sebesar 4.440,0 ha ha atau 9,52 dari luas Kecamatan Ciwidey, dan untuk luasan
distribusi terkecil terdapat pada Kecamatan Pameungpeuk dengan luas 1,53 ha atau sebesar 0,02 dari luas Kecamatan Pameungpeuk.
Kelembaban udara untuk selang 90 - 100 terdistribusi di enam kecamatan dari 13 kecamatan penelitian di Kabupaten Bandung. Kecamatan
tersebut yaitu Banjaran, Cimaung Ciwidey, Dayeuhkolot, Pangalengan, dan Soreang. Wilayah kecamatan yang memiliki luas distribusi terbesar adalah
Kecamatan Dayeuhkolot yaitu sebesar 1,89 ha atau 0,10 dari luas Kecamatan Dayeuhkolot. Sedangkan kecamatan yang memiliki luas distribusi kelembaban
terkecil adalah Kecamatan Cimaung sebesar 0,27 ha atau 0,002 dari luas Kecamatan Cimaung.
5.6 Distribusi THI Temperature Humidity Index di Kabupaten Bandung
Berdasarkan hasil interpretasi citra landsat 7 ETM tahun 2001 dan 2009 di Kabupaten Bandung, didapatkan klasifikasi nilai dan luasan THI yang diperoleh
dari estimasi suhu dan kelembaban udara, yang dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Luasan THI Kabupaten Bandung tahun 2001-2009
No THI
2001 2009
Keterangan Luas ha
Luas Luas ha
Luas 1
19 19.077,12
8,77 24.866,19
11,44 Nyaman
2 19 - 20
10.361,52 4,76
8.461,35 3,89
Nyaman 3
20 - 21 8.853,93
4,07 11.152,26
5,13 Nyaman
4 21 - 22
12.146,94 5,58
6.696,54 3,08
Nyaman 5
22 - 23 9.083,43
4,17 7.502,94
3,45 Nyaman
6 23 - 24
5.923,89 2,72
4.935,24 2,27
Nyaman 7
24 - 25 2.499,93
1,15 3.696,57
1,70 Nyaman
8 25 - 26
1.234,08 0,57
2021,4 0,93
Nyaman 9
26 - 27 726,21
0,33 463,32
0,21 Tidak nyaman
10 27 - 28
144,36 0,06
130,77 0,06
Tidak nyaman 11
28 - 29 13,86
0,00 71,91
0,03 Tidak nyaman
12 29 - 30
2,34 0,00
42,66 0,02
Tidak nyaman 13
= 30 0,36
0,00 26,82
0,01 Tidak nyaman
14 No data
147.335,76 67,77
147.335,76 67,77
-
Total 217.403,73
100,00 217.403,73
100,00
Keterangan : Tahun 2001 bulai Mei dan tahun 2009 bulan Agustus
Berdasarkan Tabel 12, dapat diketahui bahwa sebaran THI untuk Kabupaten Bandung tersebar pada selang nilai 19 -
≥30. Pada tahun 2001 luas distribusi THI terbesar adalah pada tidak ada data yaitu sebesar 147.335,76 ha
atau sebesar 67,77 dari luasan Kabupaten Bandung. Hal ini dikarenakan citra yang digunakan stripping, sehingga luasannya paling besar dibandingkan dengan
luas distribusi THI dengan nilai selang tertentu. Nilai THI 19 memiliki luasan terbesar yaitu sebesar 19.077,12 ha dengan persentase 8,77 dari luas Kabupaten
Bandung. Sedangkan luas distribusi THI terkecil terdapat pada selang ≥30 yaitu
sebesar 0,36 ha atau sebesar 0,00017 dari luasan wilayah Kabupaten Bandung. Pada tahun 2009, selang yang memiliki luas distribusi THI paling besar
adalah pada selang nilai 19 sebesar 24.866,19 ha atau sebesar 11,44, sedangkan untuk luasan distribusi THI terkecil pada selang
≥30 sebesar 26,82 ha atau sebesar 0,01 dari seluruh luas Kabupaten Bandung.
Terjadi perubahan luasan distribusi THI periode tahun 2001-2009 yang dapat dilihat pada Gambar 30. Peningkatan luasan distribusi THI terbesar terjadi
pada selang 19 sebesar 5.789,07 ha. Sedangkan penurunan luasan distribusi THI terbesar terjadi pada selang 21 - 22 sebesar 1.900,17 ha. Hasil penelitian Niewolt
1975 menyatakan bahwa THI atau indeks kenyamanan di Indonesia antara 20- 26.
Indeks kenyamanan ini juga digunakan oleh Mulyana et al. 2003. Kabupaten Bandung berada pada kisaran indeks kenyamanan yang relatif nyaman karena
berada pada kisaran THI 19 - 26. Peta distribusi THI di Kabupaten Bandung tahun 2001 dan 2009 dapat dilihat pada Gambar 31, 32, 33, dan 34. Data
mengenai luas distribusi THI per kecamatan terdapat pada Lampiran 7.
Gambar 30 Diagram perubahan luasan distribusi THI di Kabupaten Bandung.
-8000 -6000
-4000 -2000
2000 4000
6000 8000
No data
19 19
- 20
20 -
21 21
- 22
22 -
23 23
- 24
24 -
25 25
- 26
26 -
27 27
- 28
28 -
29 29
- 30
= 30
Luas h
a
THI
Gambar 31 Peta sebaran nilai THI pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun 2001.
73
Gambar 32 Peta sebaran nilai THI pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun 2009.
74
Gambar 33 Peta sebaran tingkat kenyamanan pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung 2001.
75
Gambar 34 Peta sebaran tingkat kenyamanan pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung 2009.
76
5.7 Pengembangan Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Bandung