WAKTU DAN TEMPAT ALAT DAN BAHAN PENELITIAN PENDAHULUAN PROSES PENCAMPURAN AWAL

16 III. METODE PENELITIAN

A. WAKTU DAN TEMPAT

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2010 hingga Oktober 2010. Penelitian dilaksanakan di PT Indolakto Jl. Raya Siliwangi Cicurug-Sukabumi, Jawa Barat untuk melakukan proses pencampuran awal dan homogenisasi, PT Mane Indonesia Kawasan industri Cikarang, Bekasi untuk melakukan analisis ukuran diameter globula emulsi dengan alat Mastersizer 2000, laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB untuk melakukan analisis produk akhir, serta Seafast Center untuk melakukan fraksinasi olein NDPO menjadi minyak sawit merah.

B. ALAT DAN BAHAN

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah high pressure homogenizer “TwinPanda 600” buatan NIRO SOAVI S.p.A., stirer Ika Werke RW 20, impeller mixer buatan PT Indolakto Sukabumi, sentrifuse, Rotovisco RV20, spectrofotometer, hot plate, tabung reaksi, dan alat-alat pendukung lainnya. Bahan yang digunakan pembuatan produk emulsi adalah Neutralized Deudorized Palm Oil NDPO, emulsifier Tween 80, sirup fruktosa dengan merk “Rose Brand”, dan bahan-bahan untuk analisis

C. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap yakni penelitian pendahuluan dan penelitian utama, dan analisis produk akhir. Penelitian pendahuluan berupa proses pencampuran awal. Penelitian utama berupa proses homogenisasi, sedangkan tahap analisis produk akhir berupa analisis produk akhir yang paling optimal.

1. Penelitian Pendahuluan Proses Pencampuran Awal

Formula yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan modifikasi formula yang telah dikembangkan oleh Surfiana 2002. Formula dalam peneltian ini yakni minyak sawit merah, air, sirup fruktosa, serta pengemulsi yang digunakan adalah tween-80. Diagram alir proses pencampuran awal dapat dilihat pada Gambar 8. Tujuan tahap ini adalah untuk memperoleh produk hasil pencampuran terbaik yang selanjutnya akan digunakan pada tahap homogenisasi. Kecepatan pencampuran yang dipakai yakni 2499.0 rpm, 2646.0 rpm, 2843.0 rpm, dan 3167.0 rpm, sedangkan lama proses pencampuran yang dipakai adalah 1.0 menit, 2.0 menit, dan 3.0 menit. Kecepatan pencampuran yang dipakai adalah 17 hasil kalibrasi dari skala kecepatan pada alat high speed mixer yang menunjukan nilai 6, 7, 8, dan 9. Produk pencampuran ini dikatakan telah optimal apabila memiliki pemisahan fase air yang paling sedikit dari fase campuran produk pencampuran saat pengamatan selama 5 menit, 10 menit, 15 menit, dan 20 menit. Basis total minyak dan air yang digunakan sebesar 400 ml. Data hasil verifikasi kalibrasi nilai kecepatan pada alat dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Data hasil verifikasi kalibrasi kecepatan pada alat high speed mixer Skala Penunjukan kalibrator rpm 1 282.1 2 596.7 3 1360.0 4 1726.0 5 2109.0 6 2499.0 7 2646.0 8 2843.0 9 3167.0 10 3359.0 Sumber: PT Indolakto Gambar 8. Diagram alir proses pencampuran awal Pengamatan 5 menit, 10 menit, 15 menit, 20 menit Pemanasan hot plate, T= 40 o C Campurkan dalam wadah stainless steel Air : Minyak = 3 : 7 Produk Sirup fruktosa 15 Emulsifier 1 Pencampuran dengan Stirrer 2499.0 rpm; 2646.0 rpm; 2843.0 rpm; 3167.0 rpm 1.0 menit; 2.0 menit; dan 3.0 menit 18

2. Penelitian Utama Proses Homogenisasi

Tujuan tahap ini adalah memperoleh kondisi proses homogenisasi yang terbaik pada produk akhir. Produk hasil proses pencampuran yang terbaik selanjutnya digunakan pada proses homogenisasi ini. Tekanan homogenisasi yang dipakai dalam penelitian ini dilakukan sebanyak dua tahap yang disebut homogenisasi tahap pertama dan homogenisasi tahap kedua. Pengamatan dilakukan dalam menentukan produk yang paling stabil dengan menggunakan metode pengamatan stabilisasi terbaik pada penelitian pendahuluan. Diagram alir proses homogenisasi dapat dilihat pada Gambar 9. Pengukuran kestabilan produk emulsi menggunakan dua metode yakni modifikasi metode Yasumatsu et al. 1972 dan metode Malvern dengan alat Mastersizer 2000. Homogenisasi tahap pertama 100 bar, 150 bar, 200 bar, 250 bar Homogenisasi dua tahap dengan tekanan homogenisasi tahap kedua sebesar 40 bar, 60 bar, 80 bar Pengamatan: -Produk emulsi yang paling stabil Produk akhir paling optimal pada tahap homogenisasi Produk paling optimal pada homogenisasi satu tahap Pengamatan: -Produk emulsi yang paling stabil Produk optimal dari pencampuran awal Gambar 9. Diagram alir proses homogenisasi 19 Modifikasi Metode Yasumatsu et al. 1972 Pengukuran stabilisasi emulsi dengan metode ini berdasarkan mengukur kemampuan pembentukan emulsi setelah dilakukan pemanasan dan sentrifugasi. Prosedur penentuannya adalah sampel emulsi dipanaskan dalam penangas air bersuhu 80 o C selama 30 menit, kemudian disentrifuse pada kecepatan 2.700 rpm selama 10 menit. Volume campuran yang masih membentuk emulsi diukur dan stabilitas emulsi ditetapkan dengan persamaannya sebagai berikut: Stabilitas emulsi volume campuran yang teremulsi ml volume total campuran ml x Metode Malvern dengan alat Mastersizer 2000 Pengukuran stabilitas emulsi pada metode ini berdasarkan ukuran distribusi diameter globula. Diameter globula yang semakin kecil menandakan produk emulsi semakin stabil. Distribusi diameter globula diukur dengan integrated light scattering menggunakan alat Mastersizer 2000 Malvern Instruments Ltd., Malvern, UK. Pengukuran pada alat ini menggunakan prinsip difraksi Fraunhofer di mana sebuah pararel, sinar laser sinar merah 633 nm menerangi suspensi. Cahaya yang terdifraksi oleh droplet suspensi memberi pola difraksi yang stasioner terlepas dari pergerakan partikel. Sebagai partikel memasuki dan meninggalkan area yang menyala, peubahan pola difraksi, selalu merefleksikan ukuran distribusi yang instant di dalam area yang menyala. Pengukuran partikel pada temperatur 20°C. Perhitungan distribusi diameter globula berdasarkan nilai rata-rata ukuran droplet yang dihitung dari nilai rata-rata permukaan terbobot surface weighted mean dengan simbol d 32 dan rata-rata volume terbobot volume weighted mean dengan simbol d 43 dengan rumus: d 43 = ∑ i n i d i 4 ∑ i n i d i 3 d 32 = ∑ i n i d i 3 ∑ i n i d i 2 dimana nilai ni adalah jumlah droplet dengan diameter d i . Nilai d 43 dan d 32 digunakan untuk memonitor perubahan distribusi ukuran droplet. Nilai d 43 dan d 32 ini secara otomatis akan terbaca pada hasil pengukuran pada alat ini.

3. Analisis Produk Akhir

Tujuan tahap ini adalah melakukan analisis produk hasil optimasi proses homogenisasi. Analisis yang dilakukan meliputi

a. Total karotenoid PORIM, 2005

Sebanyak 0.5 gram sampel dan 25 heksana p.a. dimasukkan pada labu takar 25 ml. Campuran tersebut dikocok hingga benar-benar homogen. Absorbansi diukur pada panjanga gelombang 446 nm. Kadar karoten mgkg 5 x A x 8 x berat sampel gr x 20

b. Karakterisasi Sifat Aliran Fluida dan Viskositas Produk Metode Haake

Karakterisasi sifat aliran fluida dan viskositas produk diukur dengan alat Haake-Rotovisco RV20, perangkat lunak ROT versi 2.4, NV cup 807-0702 dan rotor 807-0713 pada suhu ruang 25°C. Shear rate yang dipakai sebesar 200-800 1s selama 10 menit. Perhitungan nilai indeks aliran n menggunakan model persamaan Power Law dengan persamaan τ = K n dimana K= konsistensi, τ= shear stress tekanan geser, = shear rate laju geser. Dari data yang diperoleh dapat diketahui sifat aliran fluida viskositas produk dari nilai n indeks sifat aliran dan viskositas produk.

c. Uji Proksimat

1. Kadar Air SNI 01-2891-1992

Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 15 menit dengan suhu 103 o ±2 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Sebanyak 3 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan yang telah ditimbang dan dikeringkan dalam oven pada suhu 103 o ±2 o C selama 3 jam. Cawan yang telah berisi sampel tersebut selanjutnya dipindahkan ke dalam desikator, didinginkan dan ditimbang kembali. Pengeringan diulangi hingga perbedaan hasil antara 2 penimbangan tidak melebihi 5 mg. Kadar air dihitung berdasarkan kehilangan berat, yaitu selisih antara berat awal dan berat akhir sampel, dengan menggunakan rumus : Kadar air bb = x- y-a x 100 x Keterangan : a = Berat cawan kosong kering g x = Berat sampel awal g y = Berat cawan + sampel kering g

2. Kadar Abu SNI 01-2891-1992

Sampel sebanyak 2 gram ditimbang ke dalam cawan porselen yang telah diketahui bobotnya dan dikeringkan. Sampel kemudian diarangkan di atas nyala pembakar, lalu diabukan dalam tanur listrik pada suhu maksimum 550 o C sampai pengabuan selesai dengan sesekali pintu tanur dibuka sedikit agar oksigen dapat memasuki tanur. Cawan porselen yang berisi abu sampel didinginkan dalam desikator lalu ditimbang hingga bobot tetap. Kadar abu dihitung dengan rumus : Kadar abu = x – a x 100 w Keterangan : a = Berat cawan kosong kering g w = Berat sample awal g x = Berat abu + berat cawan g 21

3. Kadar Lemak SNI 01-2891-1992

a. Tahap Hidrolisis Contoh Sampel sebanyak 2 gram ditimbang dalam gelas piala. Sampel ditambahkan dengan 30 ml HCl 25 dan 20 ml air, lalu gelas piala ditutup dengan arloji Didihkan selama 15 menit dalam ruang asam. Sampel disaring dengan kertas saring dalam keadaan panas dan dicuci dengan air panas hingga tidak asam lagi. Kertas saring berikut isinya dikeringkan pada suhu 105°C. Kertas saring yang telah kering dilipat dan dilanjutkan dengan proses ekstrasksi pada tahap analisis kadar lemak tahap b b. Tahap Analisis Kadar Lemak Labu lemak dikeringkan dalam oven bersuhu 105 o C selama 15 menit lalu didinginkan dalam desikator serta ditimbang. Kertas saring kering hasil hidrolisis contoh diambil dan dimasukkan ke dalam selongsong kertas saring yang dialasi dengan kapas. Kertas yang berisi contoh disumbat dengan kapas, lalu dimasukkan ke dalam alat soxhlet yang telah dihubungkan ke labu lemak. Pelarut heksana dimasukkan sebanyak 150ml. Lemak dalam contoh diekstrak selama ± 6 jam. Heksana disuling lalu ekstrak lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C. Sampel didinginkan pada desikator lalu ditimbang. Pengeringan diulang hingga bobot tetap Kadar lemak = berat lemak g x 100 berat sampel g

4. Kadar Protein AOAC, 1984

Sampel sebanyak 0.3 gram ditimbang dalam labu Kjedahl kemudian ditambahkan 1.9 ± 0.1 g K 2 SO 4 , 40 ± 10 mg HgO, 2.0 ± 0.1 ml H 2 SO 4 . Selanjutnya dengan penambahan batu didih, larutan didihkan 1-1.5 jam sampai cairan menjadi jernih. Setelah larutan didinginkan dan diencerkan dengan akuades, sampel didestilasi dengan penambahan 8-10 ml larutan 60 NaOH-5 Na 2 S 2 O 3 . Hasil destilasi ditampung dengan erlenmeyer yang telah berisi 5 ml H 3 BO 3 dan 2-4 tetes indikator metilen red blue. Destilat yang diperoleh kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0.02 N hingga terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu. Hasil yang diperoleh adalah dalam total N, yang kemudian dinyatakan dalam faktor konversi 6.25. Penetapan kadar protein sampel dihitung dengan menggunakan rumus : Kadar protein kasar =Y-Z x Nx 0.014 x 6.25 x100 W Keterangan: Y = ml HCl yang digunakan untuk mentitrasi blanko Z = ml HCl yang digunakan untuk mentitrasi sampel W = bobot sampel mg N = normalitas HCl N

5. Kadar Karbohidrat by difference

Karbohidrat = 100 - kadar air + kadar abu + kadar protein + kadar lemak 22 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN PROSES PENCAMPURAN AWAL

Parameter pengamatan yang digunakan pada proses pencampuran awal ini adalah persentase volume pemisahan air terhadap volume total produk pencampuran. Semakin kecil persentase pemisahan air maka semakin optimal pencampuran yang terjadi sehingga semakin optimal pula hasil produk pencampuran yang didapat. Gambar 10. Kurva pemisahan air setelah proses pencampuran awal pada suhu ruang 25 o C Gambar 10 menunjukkan kurva pemisahan air setelah proses pencampuran awal yanga dilakukan pada suhu ruang 25 o C. Gambar tersebut menunjukkan semakin lama pemisahan air yang diamati menghasilkan persentase pemisahan air yang semakin besar. Hal ini dikarenakan energi yang diberikan oleh alat pencampur kepada emulsifier Tween 80 masih terlalu rendah untuk mempertahankan emulsi kasar coarse emulsion dari koalesen. Droplet-droplet dalam emulsi kasar ini nanti akan dikecilkan ukurannya untuk membentuk sebuah emulsi yang baik menggunakan high pressure homogenizer. Proses destabilisasi emulsi dapat terjadi melalui berbagai macam mekanisme fisik yang meliputi creaming, sedimentasi, flokulasi, koalesen, dan inversi fase McClements 2004. Pengemulsi Tween 80 yang dipakai pada produk ini dapat menstabilkan emulsi dengan cara menurunkan tegangan permukaan dan antarmuka emulsi minyak dengan air, serta serta membentuk coating yang protektif di sekeliling droplet yang akan mencegah dari koalesen dengan lainnya McClements 2004. Proses pencampuran awal ini meliputi lama pencampuran serta kecepatan pencampuran. 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 5 10 15 20 Pemisahan air Waktu Pengamatan menit 2499 rpm; 1 menit 2646 rpm; 1 menit 2843 rpm; 1 menit 3167 rpm; 1 menit 2499 rpm; 2 menit 2646 rpm; 2 menit 2843 rpm; 2 menit 3167 rpm; 2 menit 2499 rpm; 3 menit 2646 rpm; 3 menit 2843 rpm;3 menit 3167 rpm; 3 menit 23 Gambar 10 menunjukkan bahwa waktu proses pencampuran yang menghasilkan persentase pemisahan air yang terkecil hingga terbesar berturut-turut yakni 3 menit, 2 menit, dan 1 menit. Data ini menunjukkan kecenderungan bahwa semakin lama waktu pencampuran pada kecepatan pencampuran yang sama menghasilkan persentase pemisahan air yang lebih kecil. Hal ini terjadi karena dalam waktu pencampuran yang semakin lama akan menghasilkan energi yang semakin lebih besar untuk membuat pengemulsi lebih mampu menstabilkan droplet air dalam produk emulsi ini Peters 1992 dan McClements 2004. Hasil penelitian ini menguatkan penelitian dari Ghannam 2005 yang menjelaskan bahwa pada kecepatan pencampuran yang sama, semakin lama waktu pencampuran akan menghasilkan emulsi yang stabil. Dari optimasi lama pencampuran ini dapat disimpulkan bahwa waktu pencampuran selama 3 menit menghasilkan produk emulsi yang paling optimal daripada selama 2 menit dan 1 menit. Gambar 10 juga menunjukkan bahwa kecepatan proses pencampuran yang menghasilkan persentase pemisahan air terkecil hingga terbesar pada waktu pengamatan yang sama serta lama proses pencampuran yang sama berturut-turut dari terkecil hingga terbesar yakni kecepatan 3167.0 rpm, 2843.0 rpm, 2646.0 rpm, dan 2499.0 rpm. Data ini menunjukkan kecenderungan bahwa semakin besar kecepatan pencampuran menghasilkan persentase pemisahan air yang semakin kecil. Hal ini dikarenakan kecepatan pencampuran yang semakin besar akan menghasilkan energi yang besar untuk membuat pengemulsi lebih mampu menstabilkan droplet air dalam produk emulsi ini Peters 1992 dan McClements 2004. Untuk membuat sebuah emulsi diperlukan suplai energi untuk menghancurkan dan mencampur baurkan fase air dan minyak yang dihasilkan dari agitasi secara mekanik Walstra 1993; Walstra dan Smulder 1998; Schubert et al., 2003. McClements 2004 menjelaskan ukuran droplet di dalam sebuah emulsi dapat berkurang dengan meningkatnya intensitas atau durasi energi penghancuran selama homogenisasi sepanjang ada emulsifier yang cukup untuk menutup permukaan droplet yang dibentuk. Dari proses kecepatan pencampuran ini dapat disimpulkan bahwa kecepatan pencampuran sebesar 3167.0 rpm menghasilkan produk emulsi yang paling optimal daripada kecepatan pencampuran sebesar 2843.0 rpm, 2646.0 rpm, dan 2499.0 rpm. Dari data pada Gambar 10 serta pada pembahasan di atas menunjukkan bahwa kecepatan proses pencampuran 3167.0 rpm selama 3.0 menit menghasilkan produk yang optimal. Jadi diputuskan variabel proses pencampuran 3167.0 rpm selama 3.0 menit digunakan untuk penelitian utama.

B. PENELITIAN UTAMA OPTIMASI PROSES HOMOGENISASI