46
Hidayatullah Depok, LIPIA Pasar minggu, An-Nuaimi Kebayoran lama, dan UNINDRA Condet.
Dari beberapa kampus tersebut lebih banyak mahasantri memilih kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai tujuan awal melanjutkan jenjang
studinya, walaupun tidak semua mahasantri diterima menjadi Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah, Namun mereka dapat memilih beberapa kampus yang
lokasinya tidak jauh dari UIN atau area Ciputat. Sampai tahun 2015 ini tercatat hampis sebagian besar anggota FKMSB laki-laki dan perempuan bertempat
tinggal di daerah Ciputat Tangerang selatan. Dimana berdiri beberapa kampus seperti UIN, UMJ, Stie Ahmad Dahlan, dan STT Ganesha.
Disisi lain ada beberapa Mahasantri yang memilih Stie Hidayatullah Depok sebagai tujuan awal, mengingat kampus tersebut menyediakan beasiswa
penuh dan disediakan tempat tinggal yang kemudian menjadi sesuatu yang sangat menarik mahasantri untuk memilih kampus tersebut. Apalagi di kampus tersebut
hanya dikhususkan untuk laki-laki saja, artinya anggota perempuan FKMSB tak satupun yang berasal dari Stie Hidayatullah Depok.
Dan yang terakhir adalah kampus Al-Hikmah dan Lipia. Beberapa kampus yang berada di daerah mampang prapatan ini lebih banyak ditempati anggota
perempuan. Walaupun ada anggota laki-laki yang memilih kampus tersebut, namun masih lebih banyak anggota perempuan yang bertempat di daerah tersebut.
Dari beberapa kampus dan latar belakang pendidikan yang berbeda ini, secara umum akan melahirkan karakter dan mindset yang berbeda juga terhadap
para mahasiswanya. Namun besar harapan, Sebagai organisasi mahasantri yang
47
sudah tercerahkan oleh ilmu pengetahuan dan ilmu keagamaan diharapkan organisasi tersebut mampu menerima dan saling menghargai perbedaan, serta
saling menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
47
BAB III TEMUAN DAN ANALISIS
Pada bab ini penulis ingin menjabarkan hasil temuan terjadinya ketimpangan relasi gender dan berbagai faktor ketimpangan yang telah penulis kategorikan berdasarkan data
yang dikumpulkan selama proses penelitian ini berlangsung. Ketimpangan yang terjadi antara lain akan dilihat dalam bentuk akses, ketimpangan dalam bentuk parsitipasi, serta
ketimpangan dalam bentuk kontrol. Sedangkan konteks yang terahir ketimpangan dalam bentuk pengambilan manfaat dalam proses berorganisasi mahasantri pada Forum Komunikasi
Mahasiswa Santri Banyuanyar FKMSB di Jabodetabek.
A. AKSES MAHASANTRI DALAM BERORGANISASI DI FKMSB
Akses adalah
“The capacity to use the resources necessary to be a fully active
and productive socially, economically and politically participant in society, including access to resources, services, labor and employment, information and benefits
”. Secara sederhana definisi tersebut dapat diartikan sebagai kapasitas untuk menggunakan
sumberdaya untuk sepenuhnya berpartisipasi secara aktif dan produktif secara sosial, ekonomi dan politik dalam masyarakat termasuk akses ke sumberdaya, pelayanan,
tenaga kerja dan pekerjaan, informasi dan manfaat Hery Puspita 2013: 5 Dalam Gender Analysis Pathway GAP Akses adalah kesempatan perempuan
dan laki-laki mendapatkan peluang atau kesempatan yang sama dalam menggunakan sumber daya tertentu, yakni semua anggota mempunyai akses dan kesempatan yang
sama menggunakan sumber daya tertentu. Dalam hal ini penulis fokuskan pada akses mahasantri menduduki posisi struktur kepengurusan organisasi FKMSB Jabodetabek.
Dan yang kedua adalah kesempatan mendapatkan akses dalam pengembangan skill dan knowledge di beberapa perhelatan acara organisasi FKMSB Jabodetabek.
48
1. Akses Mahasantri Dalam Jabatan di Struktur Organisasi FKMSB
Struktur organisasi merupakan posisi dimana seseorang mendapatkan kesempatan menerima tugas dan melakukan pekerjaan sesuai dengan job deskripnya masing-masing
dalam menjalankan roda organisasi secara lebih baik. Dalam hal ini penulis ingin melihat akses keterlibatan semua anggota laki-laki dan perempuan dalam jabatan di
struktur organisasi FKMSB. Dari hasil temuan ini ternyata akses keterlibatan perempuan untuk mendapatkan posisi dalam struktur kepengurusan di FKMSB masih sangat minim.
Hal ini sebagaimana disampaikan oleh beberapa informan perempuan: Kalau akses ke struktural bisa dibilang gak ada ya... kalaupun ada di sruktural
posisinya gak jauh-jauh dari bendahara, itupun seringkali adanya penunjukan secara langsung, mungkin karena perempuannya lebih sedikit jadi mau-mau aja
gitu...Wawancara pribadi dengan BS, Mampang, 28 maret 2015
Emang masih kurang. Sekarang kan laki-lakinya juga lebih banyak, mungkin juga pengurusnya lebih banyak laki-laki, jadinya kepedulian kepada akhwat kurang
kalau menurut saya Wawancara pribadi dengan JU, Condet,
24 April 2015
. Hal senada juga disampaikan oleh informan yang lain, bahwa dalam konteks
struktural anggota perempuan merasa kurang dihargai. Tidak pernah, perempuannya lebih sedikit, bahkan kadang pas ngadain acara
pakek main nunjuk-nunjuk aja, perempuan yang jadi ininya,,, gitu.. bahkan lebih parahnya lagi walaupun gag ada orangnya kadang langsung ditentuin aja, yah...
jadi perempuannya kayak kurang dihargai gitu.. Wawancara pribadi dengan IM, Ciputat, 21 MARET 2015 19:00
Dari beberapa data tersebut dapat disimpulkan bahwa akses perempuan dalam struktur organisasi memang tidak ada, dan ini dirasakan oleh sebagian besar perempuan
yang mengaku kurang merasa dilibatkan dan kurang mendapatkan kesempatan dalam jabatan struktural. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penunjukan secara langsung
kepada perempuan dalam mendapatkan posisi tertentu. Untuk lebih jelasnya dalam konteks akses ini penulis sertakan informasi tersebut ke dalam bentuk grafik dibawah ini:
49
Tabel.III.A.I. Akses Mahasantri Dalam Struktur Organisasi
No Nama
Jenis Kelamin
Latar Belakang
Pendidikan Akses ke Jabatan Struktural
Kesempatan Menjabat Dalam Struktur
Ada Tidak ada
Tidak tau 1.
IM
P er
emp u
an
UIN
√ 2.
HL
Lipia
√ 3.
MZ
UMJ
√ 4.
HZ
Al-hikmah
√ 5.
JU
Al-hikmah
√ 6.
BS
Al-hikmah
√
7. EV
Lipia
√ 8.
AH La
k i-
la k
i
Hidayatullah
√ 9.
KR
Ganesha
√ 10.
AB
UIN
√ 11.
ME
UIN
√ 12.
AK
Unindra
√
Jumlah 3
7 2
12
Dari data diatas menunjukkan bahwa semua informan perempuan menyatakan tidak mendapatkan akses dalam jabatan struktural. Dalam konteks akses ini menurut
informan perempuan disebabkan tidak adanya kesempatan terhadap perempuan serta adanya penunjukan langsung terhadap perempuan pada posisi-posisi yang mengarah
pada posisi yang bias gender, sehingga anggota perempuan hanya menduduki posisi- posisi seperti seksi konsumsi, perlengkapan dan beberapa posisi yang kurang
menguntungkan perempuan. Berbeda dengan informan laki-laki yang menuturkan bahwa akses dalam
struktural disebabkan karena kurangnya kemampuan atau kapasitas dari perempuannya sendiri, dan salah satu informan menyatakan bahwa laki-laki memang lebih baik
daripada perempuan, seperti yang dituturkan dua informan berikut ini: Sebenarnya ada... Cuma saya rasa perempuan memang kurang mempunyai
kapasitas berada dalam struktur, apalagi menjadi leader, ini kan organisasi pesantren,,, yang kita tau perempuan masih menjadi the second class. Dan
perempuan harus perjuangkan itu karena saya rasa disitulah problemnya. Wawancara pribadi dengan ME, Ciputat,25 Maret 2015 13:00.