Usia Lansia Kebijaksanaan Perbedaan Kebijaksanaan (Wisdom) pada Lansia Ditinjau dari Jenis Pekerjaan

2. Usia Lansia

Feldman 2012 menyatakan bahwa masa lansia dimulai dari usia 65 tahun ke atas. Santrock 2011 menyebut masa lansia dimulai dari 60 tahun ke atas sampai sekitar 120 tahun atau 125 tahun yang merupakan perkiraan masa hidup terlama manusia zaman sekarang. Lansia merupakan individu yang telah memasuki usia 65 tahun atau lebih Papalia, Olds, Feldman, 2007. Menurut PBB atau United Nations UN, lansia adalah individu yang berusia 60 tahun ke atas Blackburn Dulmus, 2007. Secara spesifik, Charness dan Bosman membagi usia lansia menjadi beberapa tahap Santrock, 2011, yaitu: a. Tahap young-old usia 65 sampai 74 tahun b. Tahap old-old usia 75 tahun ke atas Seorang ahli lain bernama Dunkle membagi usia lansia menjadi beberapa tahapan Santrock, 2011. Tahapan tersebut meliputi: a. Tahap young old adult usia 65 sampai 74 tahun b. Tahap old-old adult usia 75 sampai 84 tahun c. Tahap oldest-old adult usia 85 tahun ke atas Dari beberapa definisi ahli di atas, seorang individu telah memasuki kategori lansia apabila berusia 60 atau 65 tahun ke atas, terlepas dari bagaimana para ahli membagi usia lansia sendiri menjadi beberapa tahap. Universitas Sumatera Utara

3. Perkembangan Psikososial Lansia

Aspek psikososial pada masa lansia menentukan proses penuaan yang sukses dalam kehidupan lansia yang bersangkutan. Berikut ini adalah paparan beberapa teori tentang proses penuaan yang sukses pada masa lansia, yaitu:

a. Disengagement theory

Cummings dan Henry menyatakan bahwa individu lansia secara perlahan- lahan mulai menarik diri dari dunia secara fisik, psikologis, dan sosial Feldman, 2012. Secara fisik, lansia mengalami penurunan stamina tubuh sehingga aktivitas fisiknya mengalami perlambatan secara bertahap. Secara psikologis, lansia mulai menarik diri dari dunia luar dan lebih berfokus pada dunia psikologisnya sendiri. Secara sosial, Quinnan berpendapat bahwa lansia menarik diri dari pergaulan sosial dan jarang bertemu dengan orang lain lagi Feldman, 2012. Teori ini tidak banyak didukung dengan hasil penelitian. Di samping itu, teori ini menerima penolakan dari masyarakat karena teori ini memberikan gambaran masyarakat yang tidak mampu menyediakan pelayanan bagi lansia. Teori ini juga menyalahkan lansia karena menarik diri dari masyarakat. Menurut Crosnoe Elder, para ahli gerontologi pada zaman sekarang juga menolak disengagement theory ini karena tidak semua lansia menarik diri dari masyarakat Feldman, 2012.

b. Activity theory

Teori ini merupakan kebalikan dari disengagement theory. Teori ini menyatakan bahwa proses penuaan yang sukses terjadi apabila individu lansia tetap berhubungan dengan teman-temannya dan aktif dalam pergaulan sosial. Universitas Sumatera Utara Hutchinson Wexler menyatakan bahwa kebahagiaan individu berasal dari keterlibatannya dalam pergaulan masyarakat Feldman, 2012. Teori ini juga tidak terlalu banyak mendapat dukungan karena tidak semua aktivitas dapat memberikan kepuasan yang sama bagi lansia. Adams menyatakan bahwa yang memberikan kepuasan dalam kehidupan individu adalah sifat dasar aktivitas tersebut, bukan frekuensi mengikuti aktivitas Feldman, 2012.

c. Continuity theory

Pushkar berpendapat bahwa individu yang mengetahui kapan waktunya untuk menarik diri dan kapan bergaul dengan masyarakatlah yang dapat menjalani proses penuaan dengan sukses Feldman, 2012. Menurut Holahan dan Chapman, individu yang senang bergaul dengan masyarakat akan memperoleh lebih banyak kesenangan ketika bergaul dengan teman-temannya, sebaliknya individu yang senang menikmati waktunya sendirian akan menemukan lebih banyak kepuasan dengan aktivitas membaca atau berjalan-jalan sendiri di taman Feldman, 2012.

d. Selective optimization

Paul Baltes dan Margaret Baltes mengemukakan model selective optimization sebagai kunci bagi lansia untuk menjalani proses penuaan yang sukses. Selective optimization adalah sebuah proses yang dilakukan individu dengan berfokus pada kemampuannya yang lain sebagai kompensasi atas kekurangannya pada keterampilan lain Feldman, 2012. Proses ini dilakukan untuk memperkuat sumber daya kognitif, motivasi dan fisik secara umum. Proses ini juga dilakukan untuk mengatasi kekurangan yang ditimbulkan oleh proses penuaan. Sebagai contoh, pianis profesional Arthur Rubinstein tetap Universitas Sumatera Utara menggalang konser pianonya dengan mengurangi jumlah lagu yang dimainkannya sebagai bentuk selektif dan berfokus pada beberapa lagu yang dimainkannya sebagai bentuk optimisasi Feldman, 2012. Aspek psikososial dalam kehidupan individu lansia tidak hanya berupa proses penuaan yang sukses, tetapi juga hubungan sosialnya dengan orang lain. Pertemanan merupakan salah satu hubungan yang sangat penting dan berarti dalam kehidupan lansia. Dalam pertemanan, individu memilih siapa yang mereka sukai dan tidak disukai. Teman juga dapat menjadi pengganti ikatan yang hilang karena ditinggal mati pasangan. Namun, teman sendiri juga dapat meninggal dunia. Persepsi lansia terhadap pertemanan juga menentukan bagaimana lansia berekasi terhadap kematian temannya. Hartshorne menyatakan bahwa lansia yang memandang pertemanan sebagai hubungan yang tidak tergantikan akan mengalami kesulitan yang lebih besar dalam menghadapi kematian temannya dibandingkan dengan lansia yang memandang temannya sebagai satu di antara sejumlah teman lainnya Feldman, 2012. Hubungan pertemanan juga dapat menjadi dukungan sosial social support bagi lansia. Dukungan sosial adalah pemberian bantuan dan rasa nyaman oleh suatu jaringan yang terdiri dari orang-orang yang tertarik dan mengasihi Feldman, 2012. Memiliki dukungan sosial dapat memberikan manfaat bagi lansia, yaitu sebagai tempat menceritakan permasalahan hidup lansia terutama bila orang yang memberikan dukungan sosial juga memiliki pengalaman yang serupa dengan individu yang sedang didukungnya, memberikan bantuan material seperti mengurus rumah tangga, dan memberikan solusi untuk mengatasi permasalahan Universitas Sumatera Utara hidup sehari-hari Feldman, 2012. Memberikan dukungan sosial kepada orang lain ternyata juga dapat meningkatkan rasa percaya diri self-esteem dan merasa berguna pada lansia karena telah berkontribusi dalam kehidupan orang lain Feldman, 2012.

D. PERBEDAAN

KEBIJAKSANAAN WISDOM PADA LANSIA DITINJAU DARI JENIS PEKERJAAN Populasi lansia di Indonesia berjumlah sekitar 24 juta jiwa dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia Wahyuningsih, 2011. Dengan begitu besarnya jumlah lansia di Indonesia, seharusnya kualitas pelayanan masyarakat terhadap lansia tergolong baik. Faktanya, masih banyak fasilitas umum yang tidak mendukung lansia Wahyuningsih, 2011. Hal ini mungkin dikarenakan adanya prasangka stereotype masyarakat terhadap lansia. Kuntjoro 2010 mencantumkan beberapa prasangka negatif yang dimiliki masyarakat Indonesia terhadap lansia. Penelitian Hummert menemukan bahwa masyarakat Amerika memiliki prasangka positif dan negatif terhadap lansia Willis Schaie, 2011. Hasil penemuan tersebut tentunya tidak jauh berbeda dengan kondisi negara kita karena terdapat beberapa persamaan dengan penelitian yang dilakukan Kuntjoro 2010. Salah satu prasangka positif yang dimiliki masyarakat terhadap lansia adalah bahwa lansia dipandang sebagai tokoh masyarakat yang bijaksana. Kebijaksanaan merupakan topik yang telah banyak dibahas dalam ilmu filosofi dan kini berkembang secara empiris dalam berbagai displin ilmu Universitas Sumatera Utara pengetahuan. Baltes menyatakan bahwa kebijaksanaan merupakan keahlian dalam mengatasi permasalahan mendasar yang berkaitan dengan perilaku dan makna hidup Sternberg Jordan, 2005. Baltes mengajukan lima kriteria kebijaksanaan yang wajib dipenuhi semuanya agar seseorang dapat dinyatakan sebagai orang yang memiliki kebijaksanaan. Kelima kriteria kebijaksanaan Baltes adalah rich factual knowledge, rich procedural knowledge, lifespan contextualism, values relativismtolerance, dan awarenessmanagement of uncertainty Sternberg Jordan, 2005. Usia lanjut memang bukanlah merupakan satu-satunya faktor yang menentukan kebijaksanaan dalam diri individu Schaie Willis, 2011, namun masyarakat Indonesia masih memandang lansia sebagai model yang paling identik dengan kebijaksanaan. Hal ini terlihat dari pola hidup sehari-hari masyarakat Indonesia yang mendatangi individu lansia untu keminta nasihat ketika menghadapi permasalahan. Baltes mengasumsikan bahwa kebijaksanaan individu lansia mulai menurun setelah usia 75 tahun seiring dengan menurunnya fungsi kognitifnya yang mereka miliki Snyder Lopez, 2002. Pengalaman hidup juga merupakan satu dari beberapa faktor yang dianggap dapat mempengaruhi tingkat kebijaksanaan individu. Salah satu pengalaman hidup yang dimaksud berupa pendidikan dan jenis pekerjaan yang dipilih individu, yang didukung oleh hasil penelitian Baltes dan Staudinger yang menemukan bahwa individu yang bekerja melayani manusia human services memperoleh nilai yang lebih tinggi untuk kriteria kebijaksanaan dibandingkan individu yang tidak bekerja melayani manusia nonhuman services Sternberg Universitas Sumatera Utara Jordan, 2005. Penjelasan di balik hasil penelitian tersebut diduga bahwa individu yang bekerja melayani manusia mendapatkan kesempatan untuk mengasah ketajaman perspektif mereka dalam memandang masalah dan keterampilan memecahkan masalah kehidupan yang kompleks. Penelitian ini bermaksud untuk membandingkan kebijaksanaan pada lansia yang pernah bekerja di bidang pekerjaan yang melayani manusia human services dan lansia yang pernah bekerja di bidang yang tidak melayani manusia nonhuman services dengan jenis pekerjaan yang lebih beragam dibandingkan penelitian yang telah dilakukan oleh Baltes dan Staudinger. Berikut ini adalah kerangka berpikir penelitian ini: Universitas Sumatera Utara Gambar 3. Kerangka berpikir penelitian

E. HIPOTESA PENELITIAN

H : Tidak ada perbedaan kebijaksanaan pada lansia ditinjau dari jenis pekerjaan. H 1 : Ada perbedaan kebijaksanaan pada lansia ditinjau dari jenis pekerjaan, yaitu lansia yang pernah bekerja di bidang pekerjaan yang melayani manusia human services lebih bijaksana dibandingkan dengan lansia yang pernah bekerja di bidang pekerjaan yang tidak melayani manusia nonhuman services. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang didasarkan pada filosofi positivisme ilmu pengetahuan dan menitikberatkan pada pengukuran, analisis statistik dan pengendalian statistik atau eksperimen. Adapun beberapa karakteristik umum dari penelitian kuantitatif adalah pengukuran atau perbandingan, datanya berupa angka, berusaha memahami sebab dan akibat dari suatu perilaku, berusaha untuk mengeneralisasikan hasil penelitian dan pengukuran yang terstandarisasi Dalton, Elias Wandersman, 2007. Peneltian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif komparatif, yaitu metode penelitian yang bertujuan untuk membandingkan dua kondisi dari variabel bebas IV yang mempengaruhi variabel tergantung DV.

A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Adapun variabel dalam penelitian ini, yaitu: Variabel tergantung : Kebijaksanaan wisdom. Variabel bebas : Jenis pekerjaan, yang dibagi menjadi: 1. Human services 2. Nonhuman services Variabel kontrol : Usia Universitas Sumatera Utara

B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN

1. Kebijaksanaan

Kebijaksanaan adalah keahlian dalam mengatasi permasalahan mendasar yang berkaitan dengan perilaku dan makna hidup. Kebijaksanaan memiliki lima kriteria yang harus dipenuhi semua oleh individu untuk disebut bijaksana, yaitu rich factual knowledge, rich procedural knowledge, lifespan contextualism, values relativismtolerance, dan awarenessmanagement of uncertainty, sebagaimana yang dikemukakan oleh Baltes dan Staudinger Sternberg Jordan, 2005. Variabel ini diukur dengan menggunakan skala yang dikonstruksi oleh peneliti sendiri berdasarkan lima kriteria kebijaksanaan tersebut. Apabila sampel penelitian memperoleh skor yang tinggi, semakin tinggi pula kebijaksanaan yang dimilikinya. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh sampel menunjukkan semakin rendah kebijaksanaan yang dimilikinya.

2. Jenis pekerjaan