Mendorong Iklim Usaha yang Kondusif Konsep Cold Chain System CCS

Dalam rangka pemanfaatan potensi dan kendala menjadi peluang sebagai penguatan dan pengembangan pemasaran dalam negeri, diperlukan penyusunan program yang dilakukan secara strategi, terintegrasi, dan operasional.

2.2.2. Mendorong Iklim Usaha yang Kondusif

Pengondisian iklim yang kondusif bagi usaha perikanan diperlukan untuk mendorong keberlangsungan usaha dan kontinyuitas pasokan dengan harga yang terjangkau konsumen. Upaya untuk mendorong iklim usaha yang kondusif dapat dilakukan, antara lain melalui penyederhanaan prosedur dalam perizinan usaha di bidang pemasaran perikanan, peningkatan efisiensi dan efektivitas pelayanan, penyediaan fasilitas bagi pelaku usaha dalam akses permodalan, dan pelibatan pelaku usaha dalam pembahasan kebijakan terkait pengembangan pemasaran dalam negeri.

2.2.3. Konsep Cold Chain System CCS

Sebagaimana sudah disinggung sebelumnya bahwa ikan dikenal sebagai bahan pangan yang sangat mudah rusak jika dibandingkan dengan produk hewani lainnya. Ketika ikan mati, metabolismenya menjadi tidak terkendali. Enzim di dalam perut yang semula berfungsi mencerna makanan mulai menyerang bagian tubuh ikan, terutama berawal dari dinding perut. Proses itu disebut otolisis dan akan mengakibatkan daging mulai menurun kesegarannya dan dapat menghasilkan senyawa-senyawa sederhana yang dimanfaatkan mikroorganisme, terutama bakteri pembusuk. Universitas Sumatera Utara Demikian juga pada ikan yang sehat sekali pun banyak terkandung mikroorganisme, terutama di kulit permukaan lendir, insang, dan sebagian di perut. Pada saat ikan mati, sistem pertahanan tubuh menjadi tidak bekerja sehingga mikroorganisme yang semula tidak berbahaya mulai menyerang tubuh ikan. Terlebih lagi ketika otolisis telah mencapai tahap lanjut, pertumbuhan mikroorganisme akan semakin cepat dan menghasilkan senyawa yang membuat ikan menjadi busuk menjadi lembek atau berair, berbau amis, dan berbau busuk. Jika ada bakteri penyebab penyalit, daging ikan dapat menjadi penyebab penyakit bagi manusia yang mengonsumsinya akibat bakterinya infeksi atau racun yang dihasilkannya intoksikasi. Jika tidak ditangani dengan benar dan cepat Ikan akan terus menurun kesegarannya sejak mati dan akan mengarahkan pada kebusukan. Oleh karena itu, sebenarnya penurunan kesegaran atau kebusukan tidak dapat dihentikan total, kecuali memperlambat penurunan kesegaran sehingga kebusukan dapat ditunda. Reaksi ensimatis atau aktivitas mikroorganisme itu sangat dipengaruhi suhu. Sampai pada batas tertentu, semakin tinggi suhu, semakin cepat laju reaksi enzimatis dan aktivitas mikroorganisme. Berdasrkan hasil penelitian para ahli diketahui pula, setiap kenaikan suhu sebesar 5ºC, laju pembusukan akan meningkat sebesar dua kali. Sebaliknya apabila terjadi penurunan suhu 5ºC maka laju penurunan mutu menurun juga dua kali lipat. Oleh karena itu, satu-satunya cara untuk memprtahankan kesegaran ikan adalah dengan menekan laju reaksi enzimatis dan aktivitas mikroorganisme, yaitu dengan menurunkan suhu serendah mungkin, biasanya mendekati suhu cair es, yaitu sekitar 0ºC. Universitas Sumatera Utara Gambar 3. Proses Pembekuan Udang Untuk menghentikan aktivitas mikroorganisme sama sekali, ikan dapat pula dibekukan dan disimpan pada suhu sampai dengan -45ºC. Pada suhu itu, reaksi enzimatis dan aktivitas mikroorganisme praktis berhenti, bahkan hampir semua mikroorganisme mati. Dengan demikian, daya simpannya akan lebih panjang lagi, tetapi beberapa sifat dagingnya akan terpengaruhi. Kegiatan proses penangan ini lazim disebut dengan pembekuan. Di dalam proses pengolahan ikan, kesegaran ikan adalah mutlak. Jika ikan sebagai bahan baku sudah tidak segar lagi, sebaik apa pun proses pengolahannya tidak akan menghasilkan produk yang baik sehingga nilai tambah yang diperoleh pun tidak optimal. Di samping itu, kesegaran ika pun sangat berpengaruh terhadap keamanan konsumsinya. Salah satu contoh yang sering digunakan untuk menggambarkan hubungan antara kesegaran ikan dan keamanan konsumsi adalah keracunan karena mengkonsumsi ikan jenis scombroid tuna, tongkol, kembung, lemurusarden, dan sejenisnya. Universitas Sumatera Utara Teknologi yang sudah banyak diterapkan untuk mendinginkan ikan adalah pembekuan dengan es icing, yaitu mencampur ikan dan es dengan proporsi 1: 2. Untuk perikanan tangkap, cara itu harus dilakukan sejak ditangkap dan dimasukkan ke kapal. Artinya, es mutlak harus dibawa saat nelayan berangkat melaut. Kapal besar dan modern biasanya punya unit pendinginan bahkan unit pembekuan sehingga tidak harus membawa es dari darat. Agar sistem rantai dingin dapat berjalan dengan baik, sarana untuk mempertahankan suhu ikan agar tetap di bawah 4ºC mutlak adanya. Sarana itu meliputi palka berinsulasi, kotak pendingin cool box, pemecah es, sarana distribusi berpendingin, sarana pengeceran, dan sebagianya. Kebutuhan itu sulit dihitung secara detil, tetapi pasti memerlukan investasi yang tidak sedikit. Susut hasil dalam penanganan ikan tidak selalu akibat tidak tersedianya es, tetapi akibat lain yang kadang tidak bersifak teknis. Berdasarkan defenisi sistem rantai dingin sebelumnya, penyediaan sarana dan prasarana pendinginan tidak serta merta menjamin berjalannya sistem. Ada prasyarat lain yang harus dipenuhi, yaitu adanya prosedur baku yang harus ditaati berupa Praktek Penanganan Ikan yang Baik GHP, Good Handling Practices. Beberapa prinsip utama GHP, antara lain cepat, cermat dan bersih. Hal ini sesuai dengan konsep CCS yang disarankan oleh pemerintah dimana jenis sarana dan prasarana CCS yang sebaiknya tersedia di setiap tahap penanganan ikan antara lain: 1. Di atas kapal: cool box kapal 5-10 GT, palkanisasi kapal 10-20 GT, refrigrasi kapal 20-30 GT dan sarana sanitasi dan higiene. Universitas Sumatera Utara 2. Di TambakKolam Ikan: tempatruang penanganan ikan handling space, trays keranjang, cool box, air bersih, ice storage, ice crusher dan sarana sanitasi dan higiene. 3. Di TPIPPI: trayskeranjang, kereta dorong, pabrik es skala kecil mini ice plant, ice crusher, ice storage, kereta dorong, air bersih, sarana sanitasi dan hygiene, cool box dan cold storage. 4. Di UPI SKM: freezer, cold storage, cool room, ice crusher, ice storage, trayskeranjang dan sarana sanitasi dan higiene 5. Distribusi dan Transportasi CCS: truk berrefrigerasi refrigerated truck, Truk berinsulasi insulated truck, mobil angkut pick up, sepeda motor dilengkapi box berinsulasi, becak dilengkapi box berinsulasi, cool box, trayskeranjang dan sarana sanitasi dan higiene. 6. Di Pasar Hygienis dan Tradisional: showcase, cool box, trayskeranjang, ice tubeice flake, air bersih serta sarana sanitasi dan hygiene. Selain itu, faktor ketidakpastian mengakibatkan tidak semua nelayan membawa es dalam jumlah besar karena, selain memakan tempat di palka, hal itu perlu biaya tinggi. Praktek yang sering dilakukan adalah mengawetkan ikan hasil tangkapan awal dengan garam dan hanya menggunakan es untuk tangkapan akhir menjelang pendaratan. Penanganan seperti itu membuat ikan tangkapan awal keadaan fisiknya sudah tidak bagus karena tergencet tangkapan berikutnya dan pada akhirnya harus dilelang sebagai bahan baku ikan asin dengan harga yang tidak tinggi. Penggunaan es untuk mengawetkan tangkapan akhir menunjukkan, sebenarnya nelayan sadar bahwa es dapat mempertahankan kesegaran ikan dan Universitas Sumatera Utara pada saat lelang akan mendapatkan harga tinggi. Beberapa nelayan demersal dengan hasil tangkapan ikan kakap ternyata melakukan pembekuan dengan es terhadap hasil tangkapannya dengan benar karena mereka mengetahui ikan kakap tangkapan mereka akan dihargai sangat tinggi dalam keadaan segar. Di pelelangan, GHP belum diterapkan dengan benar meskipun sarana dan prasaranannya telah dilengkapi. Itu kembali menunjukkan betapa sikap atau attitude pelaku perikanan kita, termasuk pengelola pelelangan, belum tepat dalam menangani ikan hasil tangkapannya. Kedua contoh itu memperlihatkan berapa ketersediaan es saja tidak cukup untuk mempertahankan kesegaran ikan yang didaratkan. Ada faktor lain yang harus dicermati, yaitu kedisiplinan para pelaku dalam menerapkan GHP yang ternyata masih sangat kurang walaupun sejumlah Petunjuk Teknis atau Praturan Menteri terkait dengan itu sudah banyak diterbitkan dan disosialisasikan. Selain itu, pngakan aturan masih merupakan salah satu titik lemah. Itu menjadi tantangan bagi pemerintah atau para pemangku kepentingan untuk mengatasinya. Hasil investigasi tim Uni Eropa berdasarkan pada dua kali peninjauan lapangan April 2004 dan September 2005 untuk mendukung kenyataan itu. Salah satu temuan mereka adalah tidak bagusnya praktem penanganan ikan selama di atas kapal, saat pelelangan, atau di unit pengolahan, serta kurangnya kendali aparat. Tidak heran jika kemudian Uni Eropa melalui CD Council Directive No. 236 tahun 2006 baru-baru ini memberlakukan Systematic Border Control terhadap produk perikanan Indonesia. Salah satunya terhadap kandungan histamin sebagai indikator kesegaran ikan scombroid. Universitas Sumatera Utara Melihat kenyataan di lapangan dan pemberlakuan Systematic Border Control, harus segera diambil langkah untuk memperbaiki penerapan sistem rantai dingin di lapangan. Langkah yang harus diambil merupakan komitmen bersama dan serentak cencerted efforts antara pemerintah dan pelaku usaha, termasuk kelompok nelayan dan asosiasi. Oleh karena tingginya investasi yang dibutuhkan untuk penerapan sistem rantai dingin, pemerintah dan dunia usaha harus bahu- membahu mengadakannya. Aturan yang telah dibuat harus segera dikuatkan penerapannya di lapangan. Selain itu, fasilitas dari pemerintah seperti pelatihan, sosialisasi petunjuk teknis, dan sejenisnya harus sesering mungkin dilaksanakan. Penyediaan es murah merupakan salah satu alternatif yang dapat diambil pemerintah untuk merangsang penggunaan es lebih baik lagi.

2.2.4. Proses Cold Chain Sistem CCS

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Pendapatan Petani Sistem Tanam SRI (System of Rice Intensification) Dengan Petani Sistem Tanaman Legowo (Studi Kasus: Desa Pematang Setrak, Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai)

2 84 123

Analisis Pendapatan Nelayan Tradisional Dibandingkan Dengan Upah Minimum Regional di Kecamatan Meulaboh Kabupaten Aceh Barat

3 77 76

Analisis Pendapatan dan Pola Konsumsi Nelayan Buruh ditinjau dari Garis Kemiskinan di Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang (Studi Kasus: Desa Paluh Sibaji, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang )

2 45 92

Analisis Pendapatan Warga Transmigrasi Ditinjau Dari Garis Kemiskinan Di Kabupaten Tapanuli Tengah (studi Kasus : Desa U PT Rawa Kolang 10, Kecamatan Kolang, Kabupaten Tapanuli Tengah Propinsi Sumatera Utara)

0 42 102

Analisis Pendapatan Petani Nilam Ditinjau Dari Garis Kemiskinan (Studi Kasus : Desa Sumbari dan Bakkal Gajah, Kecamatan Silima Pungga-Pungga, Kabupaten Dairi)

4 73 83

Peranan Pelelangan Ikan Terhadap Peningkatan Pendapatan Nelayan Dan Kaitannya Dengan Pengembangan Wilayah (Studi Perbandingan Aktivitas TPI Percut Dan TPI Pekalongan)

22 266 107

Analisis Masalah Kemiskinan Nelayan Tradisional Di Desa Padang Panjang Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam

4 53 173

Analisis Masalah Kemiskinan Dan Tingkat Pendapatan Nelayan Tradisional Di Kelurahan Nelayan Indah...

0 60 4

Evaluasi Rancangan Bendung Daerah Irigasi Belutu Kabupaten Serdang Berdagai

29 164 148

Pemetaan Konflik Nelayan Tradisional Dengan Nelayan Pukat Tarik Menggunakan Model SIPABIO (Kajian pada konflik masyarakat nelayan di desa Bagan Asahan, Kec. Tanjung Balai, Kab. Asahan Tahun 2011-2013)

17 213 111