Isi Perjanjian Pemborongan Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Pemborongan

4. Isi Perjanjian Pemborongan

Isi perjanjian pemborongan pada umumnya adalah sebagai berikut 83 : 1. Luasnya pekerjaan yang harus dilaksanakan dan memuat uraian tentang pekerjaan dan syarat-syarat pekerjaan yang disertai dengan gambar bestek dilengkapi dengan uraian tentang bahan material, alat-alat, dan tenaga kerja yang dibutuhkan. 2. Penentuan tentang harga pemborongan. 3. Mengenai jangka waktu penyelesaian sengketa 4. Mengenai sanksi dalam hal terjadinya wanprestasi 5. Tentang resiko dalam hal terjadi overmacht 6. Penyelesaian jika terjadi perselisihan 7. Hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian pemborongan.

5. Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Pemborongan

Dengan adanya perjanjian pemborongan selalu ada pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian pemborongan. Adapun pihak-pihak yang terlibat adalah: 1. Pemberi Tugas Bouwheer Pemberi tugas dapat berupa perorangan, badan hukum, instansi pemerintah ataupun swasta. Si pemberi tugaslah yang mempunyai prakarsa memborongkan bangunan sesuai dengan kontrak dan apa yang tercantum dalam bestek dan syarat- syarat. Dalam pemborongan pekerjaan umum dilakukan oleh instansi pemerintah, 83 Ibid, hlm. 9-10 Universitas Sumatera Utara direksi lazim ditunjuk dari instansi yang berwenang, biasanya dari instansi pekerjaan umum atas dasar penugasan ataupun perjanjian kerja. 84 Adapun hubungan antara pemberi tugas dengan perencana jika pemberi tugas adalah pemerintah dan perencana juga dari pemerintah maka terdapat hubungan kedinasan. Jika pemberi tugas dari pemerintah dan atau swasta, perencana adalah pihak swasta yang bertindak sebagai penasihat pemberi tugas, maka hubungannya dituangkan dalam perjanjian melakukan jasa-jasa tunggal. Sedangkan apabila pemberi tugas dari pemerintah atau swasta dengan perencana dari pihak swasta yang bertindak sebagai wakil pemberi tugas sebagai direksi maka hubungannya dituangkan dalam perjanjian pemberian kuasa Pasal 1792-1819 KUH Perdata. 2. Pemborong kontraktor Pemborong adalah perseorangan atau badan hukum, swasta maupun pemerintah yang ditunjuk untuk melaksanakan pekerjaan pemborongan bangunan sesuai dengan bestek. 85 Penunjukan sebagai pelaksana bangunan oleh pemberi tugas dapat terjadi karena pemborong menang dalam pelelangan atau memang ditetapkan sebagai pelaksana oleh pemberi tugas. Dalam perjanjian pemborongan, pemborong dimungkinkan menyerahkan sebagian pekerjaan tersebut kepada pemborong lain yang merupakan subkontraktor berdasarkan perjanjian khusus. 3. Perencana arsitek Arsitek adalah perseorangan atau badan hukum yang berdasarkan keahliannya mengerjakan perencanaan, pengawasan, penaksiran harga bangunan, memberi 84 Ibid, hlm. 24 85 FX. Djumialdji, Hukum Bangunan Dasar-dasar Hukum Dalam Proyek dan Sumber Daya Manusia, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, hlm. 8. Universitas Sumatera Utara nasehat, persiapan dan melaksanakan proyek dibidang teknik pembangunan untuk pemberi tugas. 4. Pengawas Direksi Direksi bertugas untuk mengawasi pelaksanaan pekerjaan pemborong. Disini pengawas memberi petunjuk-petunjuk memborongkan pekerjaan, memeriksa bahan-bahan, waktu pembangunan berlangsung dan akhirnya membuat penilaian opname dari pekerjaan. Selain itu, pada waktu pelelangan, yaitu mengadakan pengumuman pelelangan yang akan dilaksanakan, memberikan penjelasan mengenai Rencana Kerja dan Syarat-syarat RKS yaitu apabila apa yang telah dikerjakan oleh pemborong tidak sesuai dengan isi perjanjian meskipun telah diperingati beberapa kali. Maka dalam hal ini pemberi tugas bouwheer dapat meminta pengadilan supaya hubungan kerja diputuskan meskipun pekerjaan memberikan ganti kerugian sepenuhnya kepada pemborong guna pelaksanaan pekerjaan. 86

C. Tinjauan Umum terhadap Undang-undang Jasa Konstruksi 1. Sejarah dan Pengertian Jasa Konstruksi

Amat sangat mengagumkan bahwa dalam code hamurabi yang merupakan kitab undang-undang yang tertua yang pernah dicatat oleh sejarah, yakni yang dibuat kurang lebih 4000 tahun yang lalu, sudah ada diatur tentang kontrak pemborongan dan konstruksi. Disana antara lain ditulis bahwa jika pihak pemborong membuat suatu bangunan tetapi kemudian bangunannya itu roboh dan 86 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994, hlm. 65. Universitas Sumatera Utara menimpa anak pemilik bangunan hingga tewas, maka anak dari pemborong tersebut juga harus dihukum mati. Jadi yang berlaku disini adalah nyawa dibayar dengan nyawa, darah dibayar dengan darah, anak dibayar dengan anak. Dengan demikian sejarah hukum konstruksi ini sebenarnya sudah sangat tua setua peradaban manusia 87 . Di Indonesia sendiri sejarah hukum konstruksi dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu kategori hukum tradisional dan kategori hukum barat. Kategori hukum tradisional adalah ketika dimasa lampau bangsa-bangsa ataupun kerajaan di nusantara mampu membangun maha karya yang luar bisa menakjubkannya seperti halnya Candi Borobudur, Candi Prambanan, Candi Dieng dan candi-candi yang lainnya beserta bangunan-bangunan lain di kepulauan nusantara. Sepintas memang tidak terlihat bagaimana hukum konstruksi ada ataupun berperan akan tetapi ketika pembangunan candi-candi itu dilakukan telah terjadi interaksi antar sesama manusia, interaksi inilah yang kemudian menimbulkan hukum. Sejarah hukum konstruksi kategori hukum barat yang dimaksud adalah bahwa kaidah-kaidah hukum konstruksi yang berlaku di Indonesia tetapi yang berasal dari hukum yang berlaku di Eropa Kontinental. Tonggak sejarahnya adalah ketika Burgerlijk Wetboek diberlakukan di Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1848. Dalam Burgerlijk Wetboek tersebut memang dibahas tentang hukum pemborongan kerja pada Pasal 1604 sampai 1617. Disamping itu, berlaku juga ketentuan perjanjian pada umumnya yakni yang terdapat dalam Pasal 1233 sampai dengan Pasal 1456 Burgerlijk Wetboek. Bahkan 87 Munir Fuadi, Kontrak Pemborongan Mega Proyek, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, hlm. 1. Universitas Sumatera Utara dapat dikatakan bahwa kaidah-kaidah hukum dalam Burgerlijk Wetboek tersebut tentang pemborongan kerja dan perjanjian pada umumnya tanpa perubahan yang berarti masih berlaku hingga saat ini. Namun pada tanggal 7 Mei 1999 Indonesia telah mempunyai undang-undang tersendiri yang mengatur tentang jasa konstruksi, yakni Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Dengan pertimbangan bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, bahwa jasa konstruksi merupakan salah satu kegiatan dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya, yang mempunyai peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran guna menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional, berbagai peraturan perundang- undangan yang berlaku belum berorientasi baik kepada kepentingan pengembangan jasa konstruksi sesuai dengan karakteristiknya, yang mengakibatkan kurang berkembangnya iklim usaha yang mendukung peningkatan daya saing secara optimal, maupun bagi kepentingan masyarakat. Maka setelah berlakunya undang-undang tersebut ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur kegiatan jasa konstruksi yang telah ada sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini, dinyatakan tetap berlaku sampai diadakan peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan undang-undang tersebut. 88 Berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Kontruksi menyebutkan dalam Pasal 1 butir 1 pengertian jasa konstruksi adalah jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan 88 Pasal 44 ayat 1 Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa konstruksi Universitas Sumatera Utara pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi. 89 Dalam pembangunan nasional, jasa konstruksi mempunyai peranan penting dan strategis mengingat jasa konstruksi menghasilkan produk akhir berupa bangunan atau bentuk fisik lainnya, baik yang berupa prasarana maupun sarana yang berfungsi mendukung pertumbuhan dan perkembangan berbagai bidang, terutama bidang ekonomi, sosial, dan budaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang−Undang Dasar 1945. Selain berperan mendukung berbagai bidang pembangunan, jasa konstruksi berperan pula untuk mendukung tumbuh dan berkembangnya berbagai industri barang dan jasa yang diperlukan dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 pula, diatur mengenai kontrak kerja konstruksi, sebagai landasan adanya hubungan antar subyek hukum pelaku jasa konstruksi atau pengadaan barangjasa. Letak keterhubungan tersebut ada pada konsep perjanjian antar subyek hukum dalam proyek jasa konstruksi, pelaksanaan, dan pengawasan. Kontrak kerja konstruksi diartikan sebagai keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi Pasal 1 angka 5. Sementara di dalam Pasal 1 angka 22, Perpres 54 Tahun 2010, kontrak adalah perjanjian tertulis antara Pejabat Pembuat Komitmen dengan Penyedia BarangJasa. 89 Pasal 1 butir 1 Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa konstruksi Universitas Sumatera Utara Di dalam kontrak kerja konstruksi terdapat beberapa substansi kontrak menurut Pasal 22 ayat 2, UU No. 18 Tahun 1999, yakni: a. Para pihak, yang memuat secara jelas identitas para pihak b. Rumusan pekerjaan, yang memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja, nilai pekerjaan, dan batasan waktu pelaksanaan c. Masa pertanggungan danatau pemeliharaan, yang memuat tentang jangka waktu pertanggungan danatau pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa d. Tenaga ahli, yang memuat ketentuan tentang jumlah, klasifikasi dan kualifikasi tenaga ahli untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi e. Hak dan kewajiban, yang memuat hak pengguna jasa untuk memperoleh hasil pekerjaan konstruksi serta kewajibannya untuk memenuhi ketentuan yang diperjanjikan serta hak penyedia jasa untuk memperoleh informasi dan imbalan jasa serta kewajibannya melaksanakan pekerjaan konstruksi f. Cara pembayaran, yang memuat ketentuan tentang kewajiban pengguna jasa dalam melakukan pembayaran hasil pekerjaan konstruksi g. Cidera janji, yang memuat ketentuan tentang tanggungjawab dalam hal salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan h. Penyelesaian perselisihan, yang memuat ketentuan tentang tata cara penyelesaian perselisihan akibat ketidaksepakatan Universitas Sumatera Utara i. Pemutusan kontrak kerja konstruksi, yang memuat ketentuan tentang pemutusan kontrak kerja konstruksi yang timbul akibat tidak dapat dipenuhinya kewajiban salah satu pihak j. Keadaan memaksa force majeure, yang memuat ketentuan tentang kejadian yang timbul di luar kemauan dan kemampuan para pihak, yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak k. Kegagalan bangunan, yang memuat ketentuan tentang kewajiban penyedia jasa danatau pengguna jasa atas kegagalan bangunan l. Perlindungan pekerja, yang memuat ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial m. Aspek lingkungan, yang memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan ketentuan tentang lingkungan. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999, berikut peraturan- peraturan pelaksanaannya, kontrak kerja jasa konstruksi harus dibuat secara tertulis dan biasanya dalam bentuk perjanjian standar, yaitu mendasarkan pada berlakunya peraturan standar dalam hal ini peraturan dibuat oleh pemerintah yang menyangkut segi yuridis dan segi tekhnis dan ke semua itu dimuat dalam rumusan kontrak. Dengan demikian, pada pelaksanaan perjanjian selain mengindahkan ketentuan-ketentuan dasar mengenai perjanjian sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, kontrak kerja jasa konstruksi mutlak harus memuat ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam Undang- Undang Jasa Konstruksi tersebut. Universitas Sumatera Utara

2. Asas dan Prinsip Jasa Konstruksi

Dokumen yang terkait

Tindakan Eksploitasi Sumber Daya Perikanan Di Wilayah Laut Zee Oleh Kapal Asing Menurut Hukum Internasional

7 138 143

Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga Melalui Diversifikasi Pekerjaan ( Studi di: Desa Seunebuk Punti, Kecamatan Manyak Payed, Kabupaten Aceh Tamiang )

3 87 86

Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan/Konstruksi Antara Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Sumber Daya Air Dengan Perusahaan Rekanan ( Studi Di Balai Sumber Daya Air Sumatera II Propinsi Sumatera Utara)

1 67 98

Studi Aktivitas Di Taman Sekitar Gedung Biro Pusat Administrasi Universitas Sumatera Utara

0 31 95

Hubungan Struktur Komunitas Ikan dengan Kualitas Air di Sungai Asahan Kabaupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara

0 68 83

Persepsi anggota DPRD Propinsi Sumatera Utara Terhadap Desentralisasi Kesehatan Daerah propinsi Tahun 2002

0 29 88

Penjernihan Air Sungai Menjadi Air Bersih dengan Elektrokoagulasi di Desa Air Hitam Kabupaten Labuhan Batu Utara.

31 205 83

Komunitas Makrozoobentos Sebagai Bioindikator Kualitas Air di Sungai Batang Serangan-Tangkahan Kabupaten Langkat, Sumatera Utara

3 74 130

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN - Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan/Konstruksi Antara Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Sumber Daya Air Dengan Perusahaan Rekanan ( Studi Di Balai Sumber Daya Air Sumatera II Pr

0 0 26

BAB I PENDAHULUAN - Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan/Konstruksi Antara Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Sumber Daya Air Dengan Perusahaan Rekanan ( Studi Di Balai Sumber Daya Air Sumatera II Propinsi Sumatera Utara)

0 0 13