Berakhirnya Perjanjian Perjanjian Baku

kebiasaan, sedangkan kewajiban-kewajiban yang diharuskan oleh kepatutan harus juga diindahkan. Berkaitan dengan kebiasaan, pasal 1383 BW lama Belanda pasal 1347 KUH Perdata menyatakan bahwa hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan dianggap secara diam-diam dimasukkan ke dalam kontrak meskipun tidak secara tegas diperjanjikan. Dari ketentuan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa urutan kekuatan mengikatnya kontrak sebagai berikut: 66 1. isi kontrak itu sendiri; 2. kepatutan atau itikad baik; 3. kebiasaan; dan 4. undang-undang Menurut pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata, semua perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik dalam bahasa Belanda tegoeder trouw; dalam bahasa Inggris in good faith; dalam bahasa Perancis de bonne foi. Norma yang ini merupakan salah satu sendi terpenting dalam Hukum Perjanjian. Itikad baik sudah harus ada sejak fase pra kontrak di mana para pihak mulai melakukan negosiasi hingga mencapai kesepakatan, dan selanjutnya pada fase pelaksanaan kontrak. 67

6. Berakhirnya Perjanjian

Suatu perjanjian dikatakan berakhir apabila segala sesuatu yang menjadi isi perjanjian telah dilaksanakan. Semua kesepakatan diantara para pihak menjadi berakhir setelah apa yang menjadi tujuan diadakannya perjanjian telah tercapai 66 Ridwan Khairandy, Op-Cit, Hlm. 192 67 Ibid, hlm. 190 Universitas Sumatera Utara oleh para pihak. Berakhirnya perjanjian harus dibedakan dengan berakhirnya perikatan, karena perjanjian baru berakhir apabila seluruh perikatan yang timbul karenanya telah terlaksana. 68 Suatu perjanjian dapat berakhir karena alasan-alasan sebagai berikut : 1. ditentukan oleh para pihak dalam perjanjian 2. undang-undang menentukan batas berlakunya suatu perjanjian 3. para pihak danatau undang-undang dapat menentukan bahwa dengan terjadinya suatu peristiwa tertentu maka perjanjian akan berakhir 4. adanya pernyataan untuk menghentikan perjanjian 5. adanya putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap 6. tujuan perjanjian telah tercapai 7. adanya persetujuan para pihak

7. Perjanjian Baku

Perjanjian baku dikenal dengan istilah perjanjian standar, dalam bahasa inggris disebut dengan standart contractstandart agreement. Kata baku atau standar artinya tolak ukur yang dipakai sebagai patokan. Dalam hubungan ini perjanjian baku merupakan perjanjian yang menjadi tolak ukur yang dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi para pihak yang mengadakan hubungan hukum. Menurut Mariam Darus Badrulzaman, definisi perjanjian baku adalah ”perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir”. 69 68 Suharnoko, Hukum Perjanjian, Teori dan Analisa Kasus, Kencana, Jakarta, 2004, hlm. 30. 69 Mariam Darus Badrulzaman, Pembentukan Hukum Nasional dan Permasalahannya, Alumni, Bandung, 1981, hlm. 38. Universitas Sumatera Utara Perjanjian baku mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1. Isinya ditetapkan sepihak yang posisinya lebih kuat 2. Masyarakat dalam hal ini debitor tidak ikut bersama-sama menentukan isi perjanjian 3. Terdorong oleh kebutuhan, debitor terpaksa menerima perjanjian itu 4. Dipersiapkan lebih dahulu secara massal dan kolektif 70 Perjanjian baku yang terdapat dalam masyarakat dibedakan dalam beberapa jenis antara lain : 1. perjanjian baku sepihak, yaitu perjanjian yang isinya dibuat oleh pihak yang kuat kedudukannya dalam perjanjian itu, pihak yang kuat disini biasanya pihak kreditor yang pada umumnya mempunyai posisi ekonomi yang lebih kuat dibanding debitor. 2. Perjanjian baku yang ditetapkan oleh pemerintah, yaitu perjanjian yang isinya ditetapkan pemerintah berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku terhadap perbuatan hukum tertentu. 3. Perjanjian baku yang ditentukan dikalangan notaris dan advokat, yaitu perjanjian yang konsepnya sejak semula disiapkan untuk memenuhi permintaan anggota masyarakat yang memakai jasa notaris dan advokat. 70 Ibid, hlm. 69. Universitas Sumatera Utara

B. Tinjauan Umum Mengenai Perjanjian Pemborongan 1. Pengertian Perjanjian Pemborongan

Masalah perjanjian pemborongan bangunan adalah merupakan salah satu sarana atau cara dalam melaksanakan kegiatan pembangunan fisik, yang didalamnya terdapat perjanjian yang bersifat mengikat, sehingga terikat dengan ketentuan-ketentuan hukum perjanjian. Telah dikemukakan diatas bahwa perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana para pihak saling mengikatkan diri dan saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal yang mereka sepakati bersama. Sesuatu hal yang terletak dalam lapangan harta kekayaan yang dapat dinilai dengan uang. Di dalam KUH Perdata perjanjian pemborongan disebut dengan istilah pemborongan pekerjaan. Menurut pasal 1601 b KUH Perdata , pemborongan pekerjaan adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelesaikan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain, pihak yang memborongkan, dengan menerima suatu harga yang telah ditentukan. Dengan memperhatikan rumusan diatas dapat disimpulkan bahwa suatu perjanjian antara seseorang pihak yang memborongkan pekerjaan dengan seorang lain pihak pemborong pekerjaan dimana pihak pertama menghendaki sesuatu hasil pekerjaan yang disanggupi oleh pihak lawan, atas pembayaran sejumlah uang sebagai harga pemborongan. 71 71 Subekti, Op.Cit., hlm 57 Universitas Sumatera Utara Definisi perjanjian pemborongan yang diatur dalam KUH Perdata menurut para sarjana adalah kurang tepat. Karena menganggap bahwa perjanjian pemborongan adalah perjanjian sepihak, sebab si pemborong hanya memiliki kawajiban saja sedangkan yang memborongkan mempunyai hak saja. Sebenarnya perjanjian pemborongan adalah perjanjian timbal balik yaitu antara pemborong dengan mana yang memborongkan yang masing-masing mempunyai hak dan kewajiban. Menurut FX. Djumialdji, definisi perjanjian pemborongan yang terdapat dalam Pasal 1601 b KUH Perdata kurang tepat. Djumialdji memberikan definisi perjanjian pemborongan sebagai suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan, sedangkan pihak yang lain, yang memborongkan mengikatkan diri untuk membayar suatu harga yang telah ditentukan. 72 Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa: 73 a. bahwa yang membuat perjanjian pemborongan atau yang terkait dalam perjanjian pemborongan adalah dua pihak saja, pihak ke satu disebut yang memborongkan bouwheer aanbertender pemberi tugas, pihak kedua disebut pemborong kontraktor rekanan annemer pelaksana. b. bahwa obyek dari perjanjian pemborongan adalah perbuatan suatu karya het maken van werk. Perjanjian pemborongan diatur dalam BAB 7 A Buku III KUH Perdata, pasal 1601 b sampai dengan Pasal 1616 KUH Perdata. Perjanjian pemborongan 72 Djumialdji, Hukum Bangunan, Dasar-Dasar Hukum Dalam Proyek dan Sumber Daya Manusia, hlm. 4. 73 Ibid, hlm. 5 Universitas Sumatera Utara tersebut merupakan salah satu perjanjian melakukan pekerjaaan, yang didalamnya terdapat tiga macam perjanjian yaitu: 74 1. Perjanjian kerja 2. Perjanjian pemborongan 3. Perjanjian menunaikan jasa Ketiga perjanjian tersebut mempunyai persamaan yaitu bahwa pihak yang satu melakukan perkerjaan bagi pihak yang lain dengan menerima upah. Subekti berpendapat bahwa perjanjian pemborongan adalah perjanjian antara seseorang pihak yang memborongkan dengan seorang lain pihak yang memborongkan pekerjaan dimana pihak yang satu menghendaki suatu pekerjan yang disanggupi oleh pihak lainnya untuk diserahkan dalam jangka waktu yang ditentukan, atas pembayaran suatu jumlah uang sebagai harga pemborongan. 75 Ketentuan-ketentuan perjanjian pemborongan didalam KUH Perdata berlaku baik bagi perjanjian pemborongan pada proyek-proyek pemerintah maupun swasta. Perjanjian pemborongan pada KUH Perdata itu bersifat pelengkap, artinya ketentuan-ketentuan perjanjian pemborongan dalam KUH Perdata dapat digunakan oleh para pihak dalam perjanjian pemborongan atau para pihak dalam perjanjian pemborongan dapat membuat sendiri ketentuan-ketentuan perjanjian pemborongan asal tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Apabila para pihak dalam perjanjian pemborongan membuat sendiri ketentuan-ketentuan dalam perjanjian 74 Subekti. R, Op.Cit hlm. 57 75 Ibid, hlm. 58 Universitas Sumatera Utara pemborongan maka ketentuan-ketentuan dalam KUH Perdata dapat melengkapi apabila ada kekurangannya. Selain diatur dalam KUH Perdata perjanjian pemborongan juga diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan BarangJasa Pemerintah yang merupakan penyempurnaan dari Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan BarangJasa Pemerintah dan A.V. 1941 Algemene Voorwarden voorde uitvoering bij aanneming van openbare werken in Indonesia yang terjemahannya adalah syarat-syarat umum untuk pelaksanaan pemborongan pekerjaan umum di Indonesia. A.V. 1941 berisi tentang hal-hal yang menyangkut pelaksanaan perjanjian pemborongan bangunan yang terdiri atas tiga bagian yaitu : 76 1. Bagian pertama memuat tentang syarat-syarat administrasi. 2. Bagian kedua memuat tentang syarat-syarat bahan. 3. Bagian ketiga memuat tentang syarat-syarat teknis. Peraturan standar atau persyaratan umum di Indonesia, sepanjang menyangkut perjanjian pemborongan ditetapkan oleh penguasa cq. Departemen Pekerjaan Umum. Karena hal ini menyangkut pekerjaan yang berhubungan dengan keselamatan umum dan tertib bangunan serta mengandung resiko yang tinggi, maka perlu adanya persyaratan dan ikut campurnya penguasa. Peraturan standar tersebut adalah yang menyangkut segi administrasi segi yuridis dan segi teknisnya bangunan, sedangkan ketentuan yang mengatur mengenai prosedur pelelangan ataupun penunjukan langsung diatur dalam Perpres 76 Djumialji, Op-Cit., hlm 6 Universitas Sumatera Utara 54 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah yang merupakan penyempurnaan dari Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan BarangJasa Pemerintah. Perbedaan dua ketentuan yang berlaku dalam perjanjian pemborongan bangunan tersebut adalah, bahwa ketentuan undang-undang berlakunya dengan jalan diterapkan, sedangkan ketentuan-ketentuan dari peraturan standar berlakunya dengan jalan disertakan dalam perjanjian tersebut, yaitu sebagai berikut : 1. dengan jalan menandatangani, yaitu peraturan standart tersebut dicantumkan dalam rumusan kontrak yang kemudian ditandatanganinya perjanjian, maka para pihak telah terikat pada peraturan standart yang tercantum didalamnya. 2. dengan melalui pemberitahuan, yaitu peraturan standar diberitahukan kepada pihak lainnya supaya dipelajari, dengan jalan pertukaran dokumen atau dipersilahkan untuk membaca terlebih dahulu. Setelah mengerti ketentuan-ketentuan peraturan standartnya, barulah kontrak ditandatangani. 3. dengan jalan penunjukan, yaitu dalam perjanjian dimuat ketentuan bahwa untuk pelaksanaan perjanjian tersebut menunjuk pada berlakunya perjanjian standart. 4. dengan jalan diumumkan, yaitu diumumkan di tempat-tempat tertentu yang mudah terlihat sehingga dapat dibaca oleh umum tentang berlakunya peraturan standart tersebut. Universitas Sumatera Utara Peraturan standart juga mengatur mengenai hak-hak dan kewajiban para peserta dalam perjanjian sepanjang mengenai segi yuridisadministratifnya. Sedangkan mengenai segi tekhnisnya bangunan tunduk pada ketentuan yang diatur dalam Standart Specification yang telah dibentuk oleh Departemen Pekerjaan Umum, sesuai dengan bidangnya masing-masing. Selanjutnya didalam perjanjiannya sendiri akan memuat secara terperinci mengenai luasnya pekerjaan dan syarat-syarat yang disertai bestek gambar, persyaratan bahan material, harga tertentu, jangka waktu penyelesaian, resiko dan lain-lain.

2. Sifat dan Bentuk Perjanjian Pemborongan

Dokumen yang terkait

Tindakan Eksploitasi Sumber Daya Perikanan Di Wilayah Laut Zee Oleh Kapal Asing Menurut Hukum Internasional

7 138 143

Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga Melalui Diversifikasi Pekerjaan ( Studi di: Desa Seunebuk Punti, Kecamatan Manyak Payed, Kabupaten Aceh Tamiang )

3 87 86

Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan/Konstruksi Antara Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Sumber Daya Air Dengan Perusahaan Rekanan ( Studi Di Balai Sumber Daya Air Sumatera II Propinsi Sumatera Utara)

1 67 98

Studi Aktivitas Di Taman Sekitar Gedung Biro Pusat Administrasi Universitas Sumatera Utara

0 31 95

Hubungan Struktur Komunitas Ikan dengan Kualitas Air di Sungai Asahan Kabaupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara

0 68 83

Persepsi anggota DPRD Propinsi Sumatera Utara Terhadap Desentralisasi Kesehatan Daerah propinsi Tahun 2002

0 29 88

Penjernihan Air Sungai Menjadi Air Bersih dengan Elektrokoagulasi di Desa Air Hitam Kabupaten Labuhan Batu Utara.

31 205 83

Komunitas Makrozoobentos Sebagai Bioindikator Kualitas Air di Sungai Batang Serangan-Tangkahan Kabupaten Langkat, Sumatera Utara

3 74 130

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN - Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan/Konstruksi Antara Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Sumber Daya Air Dengan Perusahaan Rekanan ( Studi Di Balai Sumber Daya Air Sumatera II Pr

0 0 26

BAB I PENDAHULUAN - Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan/Konstruksi Antara Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Sumber Daya Air Dengan Perusahaan Rekanan ( Studi Di Balai Sumber Daya Air Sumatera II Propinsi Sumatera Utara)

0 0 13