Alat Pengumpulan Data Analisis Data

h. Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 257KPTSM2004 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi. i. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 43PRTM2007 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi. 2. Bahan Hukum Sekunder Yaitu “semua bahan hukum yang merupakan publikasi dokumen tidak resmi meliputi buku-buku, karya ilmiah.“ 30 3. Bahan Hukum Tertier yaitu berupa petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang berasal dari kamus, ensiklopedia, majalah, surat kabar dan sebagainya. 31

4. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data akan sangat menentukan hasil penelitian sehingga apa yang menjadi tujuan penelitian ini dapat tercapai. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggungjawabkan hasilnya, maka dalam penelitian akan dipergunakan alat pengumpulan data. Dalam penelitian ini untuk memperoleh data yang diperlukan, dipergunakan alat pengumpulan data sebagai berikut : Wawancara secara langsung dengan : 1. Bapak Adner Silaen, Site Manager PT. Mitha Prana Chesea. 30 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, 2005, hlm. 141 31 Zainuddin Ali, H, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009., hlm. 224. Universitas Sumatera Utara 2. Bapak Supron, Pengawas Utama Pejabat Pembuat Komitmen Balai Sumber Daya Air Sumatera II Propinsi Sumatera Utara

5. Analisis Data

“Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data“. 32 Semua data yang telah terkumpul dan diperoleh baik dari data primer dan data sekunder serta semua informasi yang didapatkan akan dianalisa secara kualitatif analisis, artinya analisa dilakukan dengan menggunakan analisa kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis kemudian dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang dibahas. 32 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hlm. 101. Universitas Sumatera Utara

BAB II PROSES PELAKSANAAN PERJANJIAN JASA PEMBORONGAN

PEKERJAAN PENYEDIAAN AIR BAKU ANTARA PT. MITHA PRANA CHASEA DENGAN BALAI SUMBER DAYA AIR SUMATERA II PROPINSI SUMATERA UTARA

A. Tinjauan Umum Mengenai Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian

Hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata yang berjudul tentang Perikatan pada umumnya. Hubungan perikatan dengan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. 33 Suatu perjanjian juga dinamakan suatu persetujuan karena dua pihak setuju untuk melaksanakan suatu hal atau sama-sama berjanji untuk melaksanakan suatu hal tertentu. Istilah perjanjian merupakan istilah yang umum dalam dunia hukum. Mengenai pengertian perjanjian diatur dalam pasal 1313 KUH Perdata yang menyatakan bahwa “suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya pada satu orang atau lebih”. Pengertian perjanjian di atas selain tidak lengkap juga sangat luas. Tidak lengkap karena hanya menyebutkan persetujuan sepihak saja sedangkan sangat luas karena dipergunakannya perkataan perbuatan tercakup juga perwakilan sukarela dan perbuatan melawan hukum. Menurut R. Setiawan sehubungan dengan itu perlu diadakan perbaikan pengertian perjanjian, yaitu 34 : 1. Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum. 33 Subekti, Op-Cit, hlm. 1. 34 R.Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung, 1979, hlm. 49 Universitas Sumatera Utara 2. Menambah perkataan ‘atau saling mengikatkan dirinya’ dalam Pasal 1313 KUHPerdata. Sehingga perumusannya menjadi, persetujuan adalah suatu perbuatan hukum, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Beberapa sarjana juga mengemukakan keberatannya pada batasan perjanjian yang terdapat dalam KUH Perdata dengan mengatakan, rumusan dan batasan perjanjian dalam KUH Perdata kurang lengkap bahkan dikatakan terlalu luas. Adapun kelemahan dalam perumusan perjanjian dalam KUH Perdata adalah hanya menyangkut perjanjian sepihak saja, disini dapat diketahui dari rumusan “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih” kata mengikatkan merupakan kata kerja yang sifatnya datang dari suatu pihak saja tidak dari kedua belah pihak. Adapun maksud dari perjanjian itu mengikatkan diri dari kedua belah pihak, sehingga nampak kekurangannya dimana setidak-tidaknya perlu ada rumusan “saling mengikatkan diri” jadi jelas nampak adanya consensus atau kesepakatan antara kedua belah pihak yang membuat perjanjian. Selain itu kata perbuatan mencakup juga perikatan tanpa consensus atau kesepakatan dalam pengertian perbuatan termasuk juga tindakan mengurus kepentingan orang lain dan perbuatan melawan hukum . Dalam rumusan pasal tersebut juga tidak disebutkan apa tujuan untuk mengadakan perjanjian sehingga pihak-pihak mengikatkankan dirinya itu tidaklah jelas maksudnya. Selanjutnya untuk adanya Universitas Sumatera Utara suatu perjanjian yang dilakukan cukup secara lisan saja. Untuk kedua bentuk tersebut sama kekuatannya untuk dapat dilaksanakan oleh para pihak. 35 M Yahya Harahap berpendapat bahwa perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberikan kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi. 36 Menurut Sudikno Mertokusumo kata overeenkomst diterjemahkan sebagai perjanjian, beliau tidak menggunakan istilah persetujuan sebagai toesteming. Kata toesteming ini dapat diartikan persetujuan, persesuaian kehendak, atau kata sepakat. Pengertian perjanjian menurut beliau adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. 37 Menurut Wirjono Prodjodikoro, perjanjian adalah sebagai suatu perhubungan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, di mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu. 38 Perjanjian menurut system common law dipahami sebagai suatu perjumpaan nalar, yang lebih merupakan perjumpaan pendapat atau ketetapan maksud. Perjanjian adalah perjumpaan dari dua atau lebih nalar tentang suatu hal yang dilakukan atau yang akan dilakukan. 39 35 Rahman Yuliardhi Sukamto, “Penerapan Asas Iktikad Baik Pada Transaksi Bisnis Dalam E-Commerce, Tesis UGM, Yogyakarta, 2005, hlm 13. 36 M. Yahya Harahap, Op-Cit. hlm. 9. 37 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum suatu pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1987, hlm. 97. 38 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-persetujuan Tertentu, Bandung, 1981, hlm. 11. 39 Budiono Kusumohamidjojo, Panduan untuk Merancang Kontrak, Grasindo, Jakarta, 2001, hlm. 6 Universitas Sumatera Utara Perjanjian erat sekali kaitannya dengan perikatan, sebab ketentuan Pasal 1233 KUH Perdata menyebutkan bahwa, perikatan dilahirkan baik dari undang- undang maupun perjanjian. Perikatan yang lahir dari perjanjian, memang dikehendaki oleh dua orang atau dua pihak yang membuat suatu perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang diadakan oleh undang-undang di luar kemauan para pihak yang bersangkutan. Apabila dua orang mengadakan perjanjian, maka mereka bermaksud agar antara mereka berlaku suatu perikatan hukum. Berkaitan dengan ketentuan di atas Subekti berpendapat bahwa perjanjian itu merupakan sumber perikatan yang terpenting karena melihat perikatan sebagai suatu pengertian yang abstrak sedangkan perjanjian diartikan sebagai suatu hal yang kongkrit atau suatu peristiwa. 40 Perjanjian merupakan salah satu dari dua dasar hukum yang ada selain dari undang-undang yang dapat menimbulkan perikatan. Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang mengikat satu atau lebih subyek hukum dengan kewajiban-kewajiban yang berkaitan satu sama lain. Perikatan yang lahir karena undang-undang mencakup misalnya kewajiban seorang ayah untuk menafkahi anak yang dilahirkan oleh istrinya. 41

2. Syarat-syarat sahnya perjanjian

Dokumen yang terkait

Tindakan Eksploitasi Sumber Daya Perikanan Di Wilayah Laut Zee Oleh Kapal Asing Menurut Hukum Internasional

7 138 143

Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga Melalui Diversifikasi Pekerjaan ( Studi di: Desa Seunebuk Punti, Kecamatan Manyak Payed, Kabupaten Aceh Tamiang )

3 87 86

Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan/Konstruksi Antara Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Sumber Daya Air Dengan Perusahaan Rekanan ( Studi Di Balai Sumber Daya Air Sumatera II Propinsi Sumatera Utara)

1 67 98

Studi Aktivitas Di Taman Sekitar Gedung Biro Pusat Administrasi Universitas Sumatera Utara

0 31 95

Hubungan Struktur Komunitas Ikan dengan Kualitas Air di Sungai Asahan Kabaupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara

0 68 83

Persepsi anggota DPRD Propinsi Sumatera Utara Terhadap Desentralisasi Kesehatan Daerah propinsi Tahun 2002

0 29 88

Penjernihan Air Sungai Menjadi Air Bersih dengan Elektrokoagulasi di Desa Air Hitam Kabupaten Labuhan Batu Utara.

31 205 83

Komunitas Makrozoobentos Sebagai Bioindikator Kualitas Air di Sungai Batang Serangan-Tangkahan Kabupaten Langkat, Sumatera Utara

3 74 130

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN - Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan/Konstruksi Antara Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Sumber Daya Air Dengan Perusahaan Rekanan ( Studi Di Balai Sumber Daya Air Sumatera II Pr

0 0 26

BAB I PENDAHULUAN - Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan/Konstruksi Antara Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Sumber Daya Air Dengan Perusahaan Rekanan ( Studi Di Balai Sumber Daya Air Sumatera II Propinsi Sumatera Utara)

0 0 13