Waris menurut KUHP WARIS BEDA AGAMA DI INDONESIA
mengoperkan barang-barang harta benda dan barang-barang tidak berwujud dari angkatan manusia kepada keturunannya.
10
Hilman Hadikusumah dalam bukunya mengemukakan bahwa warisan menunjukkan harta kekayaan dari orang yang telah meninggal, yang kemudian
disebut pewaris, baik harta itu telah dibagi-bagi atau masih dalam keadaan tidak terbagi-bagi.
11
Masyarakat Indonesia menganut berbagai macam agama dan kepercayaan yang berbeda-beda, mempunyai sistem kekeluargaan yang berbeda-beda pula.
Secara teoritis garis keturunan pada dasarnya dapat digolongkan menjadi tiga sistem kekeluargaan atau kekerabatan, yaitu sebagai berikut :
a. Sistem Kekeluargaan Patrilineal
Yaitu sistem kekeluargaan yang menarik garis keturunan menurut garis bapak, dimana menurut sistem ini kedudukan laki-laki
lebih menonjol dibandingkan dengan kedudukan perempuan terutama dalam hal pewarisan. Contohnya : Masyarakat Batak, Bali, Nias,
Sumba, dan lain-lain. b.
Sistem Kekeluargaan Matrilineal
Yaitu sistem kekeluargaan yang menarik garis keturunan menurut garis ibu, dimana menurut sistem ini kedudukan perempuan
lebih menonjol dibandingkan dengan kedudukan laki-laki dalam hal
pewarisan. Contoh : Masyarakat Minangkabau
10
Gultom Elfrida, Hukum Waris Adat di Indonesia Jakarta : Literata, 2010, hal. 45
11
Athoilah, Fikih Waris, Metode Pembagian Waris Praktis, Bandung: Yrama Widya, 2013, hlm. 2
c. Sistem kekeluargaan Parental atau Bilateral
Yaitu sistem kekeluargaan yang menarik garis keturunan berdasarkan garis bapak dan ibu, di mana menurut sistem ini
kedudukan antara laki-laki dan perempuan dalam hal pewarisan adalah seimbang atau sama. Contoh : Masyarakat Jawa, Sunda, Aceh,
Kalimantan, dan lain-lain.
12
Menurut hukum Adat Bali yang berhak mewaris hanyalah keturunan pria dan pihak keluarga pria dan anak angkat lelaki. Hal ini berdasarkan Putusan
Mahkamah Agung pada tanggal 3 Desember 1958 No. 200 KSip1958. Menurut hukum adat Bali dalam membagi harta peninggalan itu lebih mengutamakan anak
laki-laki, dalam agama Islam juga bagian laki-laki lebih besar daripada bagian perempuan yakni 2:1. Di Bali anak laki-laki yang tertua sering diwarisi harta
warisan, tetapi dengan kewajiban wajib menghidupi adik-adiknya sampai mereka pada menikah.
13
Namun dengan perkembangan zaman yang pesat dan banyaknya masyarakat yang menuntut ilmu di pesantren sedikit demi sedikit mulailah ajaran-
ajaran Islam mulai berkembang contohnya dalam praktek pembagian warisan, mulai ada pergeseran dari mulai harta peninggalan yang seutuhnya di berikan
kepada anak laki-laki mulai bergeser dengan adanya tata cara sistem kewarisan Islam yang membagi semua harta peninggalan dengan cara seadil-adilnya.
12
Gultom Elfrida, Hukum Waris Adat di Indonesia Jakarta : Literata, 2010, hal. 35-36.
13
Oemarsalim. Dasar-dasar Hukum Waris di Indonesia. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006, hal. 97
Walaupun terdapat banyak juga yang dalam pembagian harta waris tetap menggunakan pembagian waris adat patrilinial.
14
Berikut ini yang menjadi dasar-dasar pembagian hukum adat: 1.
Adanya persamaan hak para ahli waris. 2.
Harta warisan tidak dapat dipaksakan untuk dibagi para ahli waris. 3.
Pembagian warisan dapat ditunda ataupun dibagikan hanya sebagian saja.
4. Harta warisan tidak merupakan satu kesatuan, tetapi harus dilihat dari
sifat, macam asal dan kedudukan hukum dari barang-barang warisan tersebut.
15
14
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi V. Jakarta : Rineka Cipta, 2002, Hal. 58
15
Gultom Elfrida, Hukum Waris Adat di Indonesia Jakarta : Literata, 2010, hal. 45-46
39