Kewarisan Menurut Yusuf Qardhawi

baru lahir atau anak yang belum dewasa, beragama menurut ayahnya atau lingkungannya” Secara umum dapat dikatakan bahwa ketentuan mengenai masalah hukum kewarisan yang diatur dalam KHI secara garis besar tetap berpedoman pada garis- garis hukum faraid. Warna alam pikiran asas qath’i masih agak dominan dalam perumusan. Sehingga hampir seluruhnya berpedoman pada garis rumusan nash yang terdapat dalam al- Qur’an. Buku II tentang hukum kewarisan yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam hanyalah penjelasan yang berupa pokok-pokoknya saja. Ini disebabkan karena garis-garis hukum yang dihimpun dalam Kompilasi Hukum Islam hanyalah sebagai pedoman dalam menyelesaikan perkara-perkara hukum perkawinan, kewarisan dan perwakafan. Adapun untuk pengembangannya diserahkan kepada para hakim dengan memperhatikan nilai-nilai hukum dalam kehidupan masyarakat, sehingga putusannya sesuai dengan rasa keadilan. Dengan demikian, dalam Kompilasi Hukum Islam tidak ada peraturan secara khusus tentang kewarisan beda agama. Kompilasi Hukum Islam KHI hanya saja menjelaskan secara garis besar tentang kewarisan. Penjelasan tentang kewarisan beda agama sudah tercakup dalam pasal 171 ayat c, yaitu bahwasanya perbedaan agama tidak bisa saling mewarisi dan agama Islam merupakan syarat utama dalam memperoleh warisan. 2 2 Habiburrahman, Rekontruksi Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, Jakarta: Prenada Media Group, 2011, hal. 99-101.

B. Waris menurut KUHP

Kitab Undang-undang Hukum Perdata KUHP yang berlaku di Indonesia adalah berasal dari BURGELIJK WETBOEK yang terdiri dari 4 buku, yakni : 1. Buku kesatu tentang orang, 2. Buku kedua tentang kebendaan, 3. Buku ketiga tentang perikatan, dan 4. Buku keempat tentang pembuktian dan daluarsa. 3 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Burgelijk Wetboek mengandung lima 5 asas sebagai berikut : 1. Asas Hak Eigendon hak milik yang bersifat individualistis tetapi berdasarkan undang-undang Pokok Agraria. Undang-undang No. 5 Tahun 1960 dalam pasal 6 dikatakan bahwa hak milik adalah mempunyai fungsi sosial, 2. Asas kebebasan berkontrak sesuai dengan pasal 1320 jo. Pasal 1338 KUH. Per, 3. Asas Netral dan tidak memihak, 4. Asas dalam lapangan Hukum Kekeluargaan yang bertindak dari wanita yang sudah bersuami, Suami dan istri mempunyai hak yang sama diatur dalam pasal 31 UU no. 1 Tahun 1974. 5. Asas Perkawinan Monogami sesuai undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, 4 3 Sudarsono, “Hukum Waris dan Sistem Bilateral”, Jakarta: PT. Rineka Cipta,1990, Hal. 11 Adapun waris menurut KUHP diatur dalam buku kedua yang pertama- tama disebut dalam pasal 830 yakni: “Pewarisan hanya berlangsung karena kematian”. Jelasnya menurut pasal ini rumusandefinisi hukum waris, mencakup masalah yang begitu luas. Pengertian yang dapat dipahami dari kalimat singkat tersebut ialah bahwa jika seseorang meninggal dunia, maka seluruh hak dan kewajibannya berpindah kepada ahli warisnya. 5 Pada dasarnya pewarisan merupakan proses berpindahnya harta peninggalan dari seseorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya. Akan tetapi proses perpindahan tersebut tidak dapat terlaksana apabila unsur-unsurnya tidak lengkap. Menurut hukum perdata barat terdapat 3 unsur warisan, yakni: 1. Orang yang meninggalkan harta warisan, disebut: Erflater, 2. Harta warisan, disebut: Erfenis, 3. Ahli Waris, disebut: Erfgenaam. 6 Asas Pewarisan dalam Hukum Perdata BW ialah asas kematian artinya pewarisan hanya karena kematian pasal 830 KUH.Per, akan tetapi hukum perdata masih memiliki asas lain yaitu : 1. Asas Individual 4 Ramulyo Idris, “Beberapa Masalah Pelaksanaan Hukum Kewarisan Perdata Barat” Jakarta: Sinar Grafika, 1993, hal. 26 5 Sudarsono, “Hukum Waris dan Sistem Bilateral”, Jakarta: PT. Rineka Cipta,1990, Hal. 11 6 Sudarsono, “Hukum Waris dan Sistem Bilateral”, Jakarta: PT. Rineka Cipta,1990, Hal. 15 Asas individual sistem pribadi di mana yang menjadi ahli waris adalah perorangan secara pribadi bukan kelompok ahli waris dan bukan kelompok klan, suku, atau keluarga. Hal ini dapat kita lihat dalam pasal 852 jo. 852a yang menentukan bahwa yang berhak menerima warisan adalah suami dan istri yang hidup terlama, anak beserta keturunannya. 2. Asas Bilateral Asas Bilateral artinya bahwa seseorang tidak hanya mewarisi dari bapak saja tetapi juga sebaliknya dari ibu, demikian juga saudara laki- laki mewarisi dari saudara laki-lakinya, maupun saudara perempuannya, asas bilateral ini dapat dilihat dari pasal 850,853,856 yang mengatur bila anak-anak dan keturunannya serta suami atau istri hidup terlama tidak ada lagi maka harta peninggalan dari si meninggal diwarisi oleh Ibu dan Bapak serta saudara laki-laki maupun sudara perempuan. 7 3. Asas Perderajatan Asas Perderajatan artinya ahli waris yang derajatnya dekat dengan si pewaris menutup ahli waris yang jauh derajatnya. Dalam KUHP ditetapkan ada orang-orang yang karena perbuatannya tidak patut onwaardig menerima warisan. Menurut pasal 838, karena putusan hakim telah : 7 Hadikusuma hilman, Hukum Waris Adat, Tanjung karang: Alumni1983Bandung , 1983, hal. 14.