Pertimbangan Hakim PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BADUNG

Menimbang, bahwa dari keterangan saksi-saksi dan bukti P 6 diperoleh fakta hukum, ternyata Ni Made Rai Ningsih yang kemudian menjadi non muslim telah meninggal dunia dalam keadaan non muslim pada tanggal 29 September 2004 dengan meninggalkan seorang suami bernama R. Soewarkoesno yang beragama Islam, dan 4 empat orang anak yakni Ni Luh Eksi Sundari beragama Hindu, R. Agus Prabowo beragama Islam, R. Endro Prakoso beragama Hindu, dan R. Mikro Sundoro beragama Islam, oleh karena itu dengan menunjuk uraian pertimbangan hukum yang dikemukakan di atas, Majelis Hakim menyimpulkan bahwa ahli waris dari Ni Made Rai Ningsih adalah R. Soewarkoesno, R. Agus Prabowo dan R. Mikro Sundoro. Menimbang, bahwa dalam kasus R. Soewarkoesno ini, Majelis Hakim menilai sebagai kasus yang ideal sehingga kembali merujuk kepada aturan umum yang terdapat dalam Pasal 171 huruf b dan c Kompilasi Hukum Islam. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan hukum tersebut di atas, maka Majelis Hakim menyimpulkan bahwa ahli waris dari R. Soewarkoesno adalah, R. Agus Prabowo dan R. Mikro Sundoro. Menimbang, bahwa berdasarkan seluruh uraian pertimbangan tersebut di atas, maka diperoleh fakta hukum bahwa ahli waris dari Ni Made Rai Ningsih dan R. Soewarkoesno adalah R. Agus Prabowo dan R. Mikro Sundoro. Menimbang, bahwa meskipun demikian, karena hukum kewarisan Islam di Indonesia mengandung asas egaliter, maka kerabat yang beragama selain Islam yang mempunyai hubungan darah dengan pewaris, dalam perkara a quo adalah Ni Luh Eksi Sundari dan R. Endro Prakoso, tetap berhak mendapat bagian waris dengan jalan wasiat wajibah dengan tidak melebihi bagian ahli waris yang sederajat dengannya Menimbang, bahwa dengan dikabulkannya permohonan para Pemohon, maka penetapan ahli waris ini dapat digunakan untuk mengurus harta peninggalan dari Ni Made Rai Ningsih dan R. Soewarkoesno. Menimbang, bahwa karena yang mengajukan permohonan ini adalah para Pemohon secara voluntair, maka seluruh biaya yang timbul dalam perkara ini dibebankan kepada pihak yang mengajukan perkara yaitu para Pemohon yang besarnya sebagaimana tersebut dalam amar penetapan ini.

C. Penetapan Majlis Hakim

Menetapkan: 1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya. 2. Menetapkan ahli waris dari Ni Made Rai Ningsih dan R. Soewarkoesno adalah R. Agus Prabowo dan R. Mikro Sundoro. 3. Membebankan biaya perkara ini kepada para Pemohon sebesar Rp 186.000,- seratus delapan puluh enam ribu rupiah.

D. Analisis Penulis

Kasus ini adalah permohonan Penetapan Ahli Waris dari R. Soewarkoesno almarhum dan Ni Made Rai Ningsih Almarhum yang telah meninggal pada tanggal 29 Mei 2004 dan R. Sowarkoesno meninggal pada tanggal 10 Februari 2010. Perlu diketahui Pewaris selain meninggalkan ahli waris juga meninggalkan harta berupa sebidang tanah seluas 250 m2 terletak di Desa Kuta, Kecamatan Kuta, Badung sertifikat hak milik Ni Made Rai Ningsih dan tanah seluas 350m2 terletak di Desa Kuta, Kecamatan Kuta, Badung sertifikat hak milik R. Soewarkoesno. Para pemohon memohon kepada majlis hakim untuk menetapkanmemutuskan bahwa R. Agus Prabowo bin R. Sowarkoesno umur 44 tahun, agama Islam, tempat tinggal di Kuta, Kabupaten Badung dan R. Mikro Sundoro bin R. Sowarkoesno umur 40 tahun, agama Islam, tempat tinggal di Sukoharjo, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah adalah ahli waris yang sah dari almarhum R. Sowarkoesno dan Ni Made Rai Ningsih. Setelah mengikuti duduk perkara dan pertimbangan-pertimbangan hukum hakim berdasarkan penetapan No.4pdt.P2013PA.Bdg. di Pengadilan Agama Badung Provinsi Bali maka penulis akan memaparkan pandangan penulis terhadap kasus tersebut. Pada penetapan perkara ini diketahui bahwa sang pewarisibu pemohon bernama Ni Made Rai Ningsih adalah bukan beragama Islam, pewaris beragama Hindu yang dapat dibuktikan dengan Keterangan Kematian Nomor 221LTSKKIX12 pada tanggal 17 September 2012 dan keterangan saksi-saksi. Menurut pendapat majelis hakim, sistem kewarisan Islam menganut sistem kekerabatan, baik secara nasabiyah maupun secara hukmiyah. Sistem kekerabatan ini lebih utama bila dibandingkan dengan perbedaan agama sebagai penghalang mewarisi, karena hukum kewarisan selain mengandung unsur ibadah, lebih banyak juga mengandung unsur muamalah. Kekerabatan antara seorang dengan seseorang tidak akan pernah terputus sekalipun agama mereka itu berbeda. Seorang anak tetap mengakui ibu kandungnya sekalipun ibu kandungnya itu tidak satu agama dengannya. Islam tidak mengajarkan permusuhan dengan memutuskan hubungan horizontal dengan non muslim, terlebih-lebih mereka itu ada pertalian darah. Sedangkan menurut penulis sendiri mengenai perkara waris menurut hukum Islam faktor perbedaan agama, adalah sesuatu yang menjadi penghalang kewarisansaling waris mewarisi dan bisa mendapatkan harta peninggalan dari ahli waris dengan jalan wasiat wajibah, bukan dengan jalan waris. Sesuai dengan Hadis Nabi SAW: ْݐاع ۹ااݖش ݐْبا ْݐاع جْيارج ݐْبا ْݐاع مصااع ݘباأ ااݒاثَداح ݐْݞاسح ݐْب ِݜلاع َݜبَݒلا َݏاأ اامݖْݒاع ََ اݜضار دْياܙ ݐْب اةامااسأ ْݐاع اݏاامْثع ݐْب ورْماع ْݐاع املْسمْلا رفااكْلا اَاو ارفااكْلا ملْسمْلا ثراي اَ ا݇ااق امَلاساو ݔْݞالاع ََ ݚَلاص ݛراخبلا ݓاور 1 Telah menceritakan kepada kami Abu Ashim dari Ibnu Juraih dari Ali Ibnu Shihab dari Ali bin Husain dari Amru bin Utsman dari Usamah bin Zaid radiallahu „anhuma, Nabi Shallallahu „alaihi wasalam bersabda: “Orang muslim tidak mewarisi dari orang kafir, dan orang kafir tidak mewarisi dari orang muslim” 1 M. Nashiruddin Al-albani, Ringkasan Shahih Bukhori, Jakarta: Gema Insani, 2003, hal 784. Menurut pendapat Majlis Hakim, dalam perkara a quo, pewaris yang bernama Ni Made Rai Ningsih sebelumnya beragama Islam, lalu keluar dari Islam dan kemudian meninggal dunia dalam keadaan non muslim sementara kerabat terdekatnya tetap memeluk agama Islam, maka kerabat muslim tersebut tetap menjadi ahli waris, dalam hal ini Majelis Hakim sejalan dan mengambil alih pendapat Muadz bin Jabal, Mu’awiyah, Al Hasan, Ibnul Hanafiyah, Muhammad bin Ali dan Al Masruq Wahbah Al Zuhaili, A- Fiqhul Islamy wa adillatuhu Juz 8 hal.263, dan lebih spesifik Majelis Hakim mengambil alih pendapat Imam Abu Hanifah yang menyatakan semua peninggalan wanita yang keluar dari Islam murtadah diwarisi oleh ahli warisnya yang Islam Wahbah Al Zuhaili, A- Fiqhul Islamy wa adillatuhu Juz 8 hal.265. Ada beberapa pendapat ulama fiqh tentang warisan orang murtad, yang di wariskan kepada : 1. Hartanya otomatis menjadi fa’i bagi baitul mal dan menjadi milik kaum muslimin. Ini pendapat Malik, Syafi’i, Ahmad dalam riwayat Ibnu Abbas RA, Rabiah, Abu Tsaur, dan Ibnu Mundzir. 2 Mereka beralasan dengan dalil: ݐْب ِݜلاع ْݐاع ۹ااݖش ݐْبا ْݐاع جْيارج ݐْبا ْݐاع مصااع ݘباأ ااݒاثَداح ََ اݜضار دْياܙ ݐْب اةامااسأ ْݐاع اݏاامْثع ݐْب ورْماع ْݐاع ݐْݞاسح 2 Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Shahih Fiqih Sunnah Lengkap terjemah jilid 4, Jakarta: Pustaka Azzam, 2007, Hal. 288-290. اكْلا ملْسمْلا ثراي اَ ا݇ااق امَلاساو ݔْݞالاع ََ ݚَلاص َݜبَݒلا َݏاأ اامݖْݒاع ارفا ݛراخبلا ݓاور املْسمْلا رفااكْلا اَاو 3 Telah menceritakan kepada kami Abu Ashim dari Ibnu Juraih dari Ali Ibnu Shihab dari Ali bin Husain dari Amru bin Utsman dari Usamah bin Zaid radiallahu „anhuma, Nabi Shallallahu „alaihi wasalam bersabda: “Orang muslim tidak mewarisi dari orang kafir, dan orang kafir tidak mewarisi dari orang muslim” 2. Semua hartanya diberikan kepada para ahli warisnya yang muslim, baik harta yang dihasilkan sebelum murtad semasa masih muslim atau setelah murtad. Ini pendapat Abu Yusuf dan Muhammad, dua orang murid Abu Hanifah, riwayat kedua Ahmad, riwayat dari Abu Bakar, Ali, Ibnu Mas’ud RA, pendapat sekelompok orang salaf antara lain Al-Hasan, Umar Bin Abdul Aziz, Al- Auza’i, Ats-Tsauri. Mereka berpegang pada dalil : 4 a. Riwayat dari Zaid bin Tsabit, dia mengatakan: Abu Bakar mengutusku setelah sekembalinya dari kalangan murtad agar aku membagikan harta-harta mereka pada para pewaris mereka yang masih muslim. Demikian disebutkan oleh Ibnu Qudamah. b. Mereka mengatakan: jika memang karena kemurtadannya seluruh harta bendanya berpindah tangan, maka ia hanya berpindah tangan 3 M. Nashiruddin Al-albani, Ringkasan Shahih Bukhori, Jakarta: Gema Insani, 2003, hal 784. 4 Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Shahih Fiqih Sunnah Lengkap terjemah jilid 4, Jakarta: Pustaka Azzam, 2007, Hal. 288-290.