Hukum Waris Beda Agama menurut KHI

Asas individual sistem pribadi di mana yang menjadi ahli waris adalah perorangan secara pribadi bukan kelompok ahli waris dan bukan kelompok klan, suku, atau keluarga. Hal ini dapat kita lihat dalam pasal 852 jo. 852a yang menentukan bahwa yang berhak menerima warisan adalah suami dan istri yang hidup terlama, anak beserta keturunannya. 2. Asas Bilateral Asas Bilateral artinya bahwa seseorang tidak hanya mewarisi dari bapak saja tetapi juga sebaliknya dari ibu, demikian juga saudara laki- laki mewarisi dari saudara laki-lakinya, maupun saudara perempuannya, asas bilateral ini dapat dilihat dari pasal 850,853,856 yang mengatur bila anak-anak dan keturunannya serta suami atau istri hidup terlama tidak ada lagi maka harta peninggalan dari si meninggal diwarisi oleh Ibu dan Bapak serta saudara laki-laki maupun sudara perempuan. 7 3. Asas Perderajatan Asas Perderajatan artinya ahli waris yang derajatnya dekat dengan si pewaris menutup ahli waris yang jauh derajatnya. Dalam KUHP ditetapkan ada orang-orang yang karena perbuatannya tidak patut onwaardig menerima warisan. Menurut pasal 838, karena putusan hakim telah : 7 Hadikusuma hilman, Hukum Waris Adat, Tanjung karang: Alumni1983Bandung , 1983, hal. 14. 1. Dipersalahkan membunuh atau mencoba membunuh si yang meninggal, 2. Telah memfitnah atau mengajukan pengaduan yang diancam dengan hukuman penjara lima tahun atau lebih berat, 3. Dengan kekerasan telah mencegah si yang meninggal untuk membuat atau mencabut surat gugatan atau menghalang-halangi si meninggal, 4. Mereka yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat si yang meninggal. 8 Dalam KUHP perbedaan agama tidak menjadi suatu alasan seseorang tidak mendapatkan warisan karena selama masih mempunyai nasab dengan pewarisketurunan, meskipun berbeda agama masih mempunyai hak waris tersebut.

C. Hukum Waris Adat

Hukum waris adat adalah sebagian dari ilmu pengetahuan tentang hukum adat yang berhubungan dengan kekeluargaan dan kebendaan. Sebagai ilmu pengetahuan ia memerlukan penguraian yang sistematis, yang tersusun bertautan antara satu dan yang lainnya. 9 Prof. Soepomo merumuskan, hukum waris adat adalah hukum waris yang memuat peraturan-peraturan adat yang mengatur proses meneruskan serta 8 Ramulyo Idris, “Beberapa Masalah Pelaksanaan Hukum Kewarisan Perdata Barat” Jakarta: Sinar Grafika, 1993, hal. 32 9 Hadikusuma hilman, Hukum Waris Adat, Tanjung karang: Alumni1983Bandung , 1983, hal. 14. mengoperkan barang-barang harta benda dan barang-barang tidak berwujud dari angkatan manusia kepada keturunannya. 10 Hilman Hadikusumah dalam bukunya mengemukakan bahwa warisan menunjukkan harta kekayaan dari orang yang telah meninggal, yang kemudian disebut pewaris, baik harta itu telah dibagi-bagi atau masih dalam keadaan tidak terbagi-bagi. 11 Masyarakat Indonesia menganut berbagai macam agama dan kepercayaan yang berbeda-beda, mempunyai sistem kekeluargaan yang berbeda-beda pula. Secara teoritis garis keturunan pada dasarnya dapat digolongkan menjadi tiga sistem kekeluargaan atau kekerabatan, yaitu sebagai berikut : a. Sistem Kekeluargaan Patrilineal Yaitu sistem kekeluargaan yang menarik garis keturunan menurut garis bapak, dimana menurut sistem ini kedudukan laki-laki lebih menonjol dibandingkan dengan kedudukan perempuan terutama dalam hal pewarisan. Contohnya : Masyarakat Batak, Bali, Nias, Sumba, dan lain-lain. b. Sistem Kekeluargaan Matrilineal Yaitu sistem kekeluargaan yang menarik garis keturunan menurut garis ibu, dimana menurut sistem ini kedudukan perempuan lebih menonjol dibandingkan dengan kedudukan laki-laki dalam hal pewarisan. Contoh : Masyarakat Minangkabau 10 Gultom Elfrida, Hukum Waris Adat di Indonesia Jakarta : Literata, 2010, hal. 45 11 Athoilah, Fikih Waris, Metode Pembagian Waris Praktis, Bandung: Yrama Widya, 2013, hlm. 2