Konsumen dapat dibentuk.
6
Keberadaan Undang-undang Perlindunga Konsumen merupakan simbol kebangkitan hak-hak sipil masyarakat, sebab hak konsumen
pada dasarnya juga adalah hak-hak sipil masyarakat. Undang-undang Perlindungan Konsumen juga merupakan penjabaran lebih detail dari hak asasi
manusia, khususnya hak ekonomi. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
mulai berlaku sejak tanggal 20 April 2000. Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini, walaupun judulnya mengenai perlindungan konsumen tetapi
materinya lebih banyak membahas mengenai pelaku usaha dengan tujuan melindungi konsumen. Hal ini disebabkan pada umumnya kerugian yang diderita
oleh konsumen merupakan akibat perilaku dari pelaku usaha, sehingga perlu diatur agar tidak merugikan konsumen.
Hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen merupakan dua bidang hukum yang sulit dipisahkan dan ditarik batasannya. Az Nasution
berpendapat bahwa hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah bersifat mengatur,
dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. Sedangkan hukum konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah
hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak atau satu sama lain berkaitan dengan barang danatau jasa di dalam pergaulan hidup.
7
6
Sudaryatmo, Memahami Hak Anda Sebagai Konsumen, PIRAC, Cetakan I, Jakarta, 2001, h 23.
7
Az Nasution, Konsumen dan Hukum: Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum pada Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995, h. 72
C. Jenis – Jenis Perlindungan Konsumen
Dalam ketentuan UUPK, wujud dari upaya penyelenggaraan perlindungan konsumen meliputi tiga tahapan yakni pada masa pra-jual, pada saat transaksi
penjualan dan perlindungan purna jual. Dari beberapa tahapan yang ada tersebut, pada dasarnya bentuk perlindungan yang ideal untuk diberikan kepada konsumen
adalah perlindungan yang bersifat preventif dan bukan yang bersifat represif. Untuk mewujudkan perlindungan konsumen yang bersifat preventif,
pemerintah melalui UUPK telah mengamanatkan pembentukan lembaga yang akan menyelenggarakan perlindungan konsumen di Indonesia yaitu Badan
Perlindungan Konsumen Nasional BPKN terdapat dalam BAB VIII UUPK, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat LPKSM terdapat
dalam BAB IX UUPK, dan Pusat Informasi Produk Industri Makanan dan Minuman PIPIMM
8
. Sementara itu, bentuk perlindungan konsumen yang bersifat represif,
dalam ketentuan UUPK diatur dalam pasal 19 sampai dengan pasal 28 UUPK, di mana di dalamnya mengatur perihal tanggung jawab pelaku usaha untuk
memberikan ganti rugi kepada konsumen atau yang lebih dikenal sebagai tanggung jawab perdata. Selain itu, UUPK juga mengamanatkan perihal adanya
suatu lembaga khusus yang bernama Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen selanjutnya disebut BPSK terdapat dalam XI UUPK.
8
Erna Widjajati dan Yessy Kusumadewi, Pengantar Hukum Dagang, Jakarta : Roda Inti Media, 2010, hal. 107.
D. Asas – Asas Perlindungan Konsumen
Tugas dari hukum itu sendiri khususnya hukum ekonomi adalah menciptakan keseimbangan baru antara kepentingan-kepentingan konsumen, para
produsen, masyarakat dan pemerintah. Dinamika yang reaksioner, khususnya dengan globalisasi ekonomi, membuat kita berpikir proaktif termasuk di dalamnya
dengan melakukan pembaruan hukum.
9
Komitmen konstitusional bangsa dengan jelas menyebutkan, seluruh rakyat Indonesia berhak memperoleh kesejahteraan dan keadilan. Tapi harapan itu
berhadapan dengan kenyataan mengenai perkembangan ekonomi yang semakin terbuka. Pada situasi seperti ini, daya saing kondisi perekonomian Indonesia perlu
terus ditingkatkan. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
menyebutkan, pembangunan ekonomi nasional pada era globalisasi harus mampu menghasilkan aneka barang dan jasa yang memiliki kandungan teknologi yang
dapat menjadi sarana penting kesejahteraan rakyat, dan sekaligus mendapatkan kepastian atas barang dan jasa yang diperoleh dari perdagangan tanpa
mengakibatkan kerugian konsumen. Konsiderans selanjutnya mengatakan, semakin terbukanya pasar nasional
sebagai akibat proses globalisasi ekonomi, harus tetap menjamin peningkatan
9
N. H. T. Siahaan, Hukum Konsumen, Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk, Cetakan ke-1. Jakarta : Panta Re, 2005, h .81.
kesejahteraan masyarakat. Demikian juga kepastian tentang mutu, jumlah dan keamanan barang dan yang diperolehnya dari pasar.
Upaya menjaga harkat dan martabat konsumen, perlu didukung peningkatan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandirian
konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggung jawab.
Berkaitan dengan itu, dalam realitasnya banyak Produk yang beredar di masyarakat belum semua terjamin kehalalannya. Sementara itu, berbagai
peraturan perundang-undangan yang memiliki keterkaitan dengan pengaturan Produk Halal belum memberikan kepastian dan jaminan hukum bagi masyarakat
muslim. Oleh karena itu, pengaturan mengenai JPH perlu diatur dalam satu undang-undang yang secara komprehensif mencakup Produk yang meliputi
barang danatau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, dan produk rekayasa genetik serta barang gunaan
yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat. Penjelasan Umum UUPK pada alinea delapan menyebutkan, undang-undang ini mengacu pada
filosofi pembangunan nasional, termasuk pembangunan hukum di dalamnya yang memberikan perlindungan terhadap konsumen yang berlandaskan kepada
Pancasila dan UUD 1945. Ada lima asas perlindungan konsumen yang ditetapkan UUPK pasal 2. Asas-asas tersebut meliputi, yakni:
1. Asas manfaat, dimana asas ini mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan
manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan dan berimbang.
2. Asas Keadilan, asas ini memberikan ruang partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada
konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. Asas ini menghendaki bahwa melalui
pengaturan dan penegakan hukum perlindungan konsumen ini, konsumen dan produsen dapat berlaku adil melalui perolehan hak dan penuaian
kewajiban secara seimbang. Karena itu Undang-undang Perlindungan Konsumen mengatur sejumlah hak dan kewajiban konsumen dan pelaku
usaha.
3. Asas keseimbangan, asas yang memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materiil
ataupun spiritual. Asas ini menghendaki agar konsumen, pelaku usaha dan pemerintah memperoleh manfaat yang seimbang dari pengaturan dan
penegakan hukum perlindungan konsumen. Kepentingan antara konsumen, pelaku usaha dan pemerintah diatur dan harus diwujudkan secara
seimbang sesuai dengan hak dan kewajiban masing-masing dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak ada salah satu pihak yang
mendapat perlindungan atas kepentingannya yang lebih besar dari pihak lain sebagai komponen bangsa dan Negara.