dapat mengganggu perekonomian nasional, karena banyak produk makanan dan minuman yang dijauhi konsumen. Presiden Soeharto almarhum meminta MUI
untuk mengatasi carut marut ini, maka kemudian untuk menjaga sekaligus meningkatkan ketentraman batin umat, maka didirikanlah sebuah lembaga
bernama LPPOM MUI. Melalui Surat Keputusan Nomor : 018MUII1989 tertanggal 6 januari 1989 yang beranggotakan ahli agama dan ilmuawan yang
berkompeten.
2
C. Asas-Asas Dan Tujuan Jaminan Produk Halal
Dalam penjelasan mengenai asas-asas dan tujuan yang terkandung dalam jaminan produk halal, penulis mengutip dari penjelasan Undang-Undang No. 33
Tahun 2014, di antaranya sebagai berikut: a.
Asas “perlindungan” adalah bahwa dalam menyelenggarakan Jaminan Produk Halal bertujuan melindungi masyarakat muslim.
b. Asas “keadilan” adalah bahwa dalam penyelenggaraan Jaminan Produk
Halal harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara.
c. Asas “kepastian hukum” adalah bahwa penyelenggaraan Jaminan Produk
Halal bertujuan memberikan kepastian hukum mengenai kehalalan suatu Produk yang dibuktikan dengan Sertifikat Halal.
d. Asas “akuntabilitas dan transparansi” adalah bahwa setiap kegiatan dan
hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan Jaminan Produk Halal harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sebagai pemegang
2
www.halalmui.org diakses pada tanggal 18 juli 2015.
kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
e. Asas “efektivitas dan efisiensi” adalah bahwa penyelenggaraan Jaminan
Produk Halal dilakukan dengan berorientasi pada tujuan yang tepat guna dan berdaya guna serta meminimalisasi penggunaan sumber daya yang
dilakukan dengan cara cepat, sederhana, dan biaya ringan atau terjangkau. f.
Asas “profesionalitas” adalah bahwa penyelenggaraan Jaminan Produk Halal dilakukan dengan mengutamakan keahlian yang berdasarkan
kompetensi dan kode etik.
D. Pelanggaran Jaminan Produk Halal
Pelanggaran adalah suatu perbuatan yang dilakukan dalam keadaan dan situasi yang tertentu oleh undang-undang dinyatakan terlarang, yang karenanya
telah terjadi dapat mengakibatkan penghukuman badan dan atau moral bahkan perampasan sebagian kekayaan bagi pelakunya.
Bahwa Pelanggaran atas Jaminan produk halal, adalah serangkaian perbuatan terlarang dan tercela oleh undang-undang, dalam kaitan dengan
kegiatan untuk menjamin kehahalan suatu produk, yang mencakup penyediaan bahan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, Penjualan dan
penyajian produk berupa barang atau jasa yang terkait makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimia, produk biologi, produk rekayasa genetika, serta barang
gunaan yang dipakai atau dimanfaatkan oleh masyarakat. Selanjutnya bahwa keHalalan suatu produk adalah ditentukan berdasarkan syariat islam dan sertifikat
halal. Lebih lanjut bahwa Proses Produk Halal adalah rangkaian kegiatan untuk menjamin kahalalan produk. Sedangkan Sertifikat Halal adalah pengakuan
kehalalan suatu produk yang dikeluarkan oleh BPJPH Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal berdasarkan fatwa Halal Tertulis yang dikeluarkan oleh
Majelis Ulama Indonesia MUI. Bahwa salah satu urgensi pembentukan Undang-Undang tentang jaminan
produk halal adalah untuk meningkatkan situasi dan kondisi keamanan dan ketenteramana umum masyarakat serta sebagai sarana pengawasan dan
pengendalian sosial terhadap sikap prilaku konsumen dan produsen atas suatu produk yang jaminan kepastian hukumnya telah terlebih dahulu ditentukan oleh
hukum agama islam syariat islam. Bahwa Ketentuan tentang larangan dalam menjamin kepastian hukum
kehalalan suatu produk , terdapat dalam pasal 56 dan pasal 57, Undang Undang No. 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal, sebagai berikut :
Pertama Pasal 56 yang menyebut bahwa Pelakau Usah yang tidak menjaga kehalalan produk yang telah memperoleh sertifikat halal sebagaimana dimaksud
pasal 25 huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5lima tahun atau denda palinh banyak Rp.2.000.000.000,-dua miliar rupiah. Sedangkan pasal 25
huruf b, menyatakan pelaku usaha yang telah memperoleh sertifikat halal wajib menjaga kehalalan produk yang telah memperoleh sertifikat halal.
Kemudian yang kedua Pasal 57 menyebut bahwa Setiap orang yang terlibat dalam proses jaminan produk halal yang tidak menjaga kerahasiaan
formula yang tercantum dalam informasi yang diserahkan pelaku usaha