14
Satu faktor penting adalah derajat relatif dari aktivitas dalam serabut A-beta yang besar dan serabut C serta A-delta yang kecil. Aktivitas serabut besar
cenderung menutup gerbang, sedangkan aktivitas serabut kecil cenderung membuka gerbang. Jika gerbang terbuka dan aktivitas pada serabut aferen
yang masuk cukup untuk mengaktifkan sistem transmisi maka selanjutnya akan terjadi pengaktifan, dua jalur utama. Jalur diskriminatif sensoris adalah
jalur yang memungkinkan terdeteksinya lokasi nyeri, yang menyambung ke korteks somatosensoris melalui thalamus ventroposterior. Jalur naik kedua
adalah jalur yang melibatkan informasi retikulum melalui thalamus medial dan sistem limbus untuk masalah aspek emosi, aversi, dan ketidaknyamanan
nyeri. Jalur turun juga bekerjasama dengan dua jalur ini yang salah satu dari jalur turun ini menggunakan peptidlir-opioid yang disekresi secara endogen,
misalnya endorfin, untuk menekan atau mengurangi transmisi dalam jalur nyeri Sumawinata, 1995.
1.5 Pengalaman Nyeri
McCaffery 1980 dalam Prasetyo, 2010 menyatakan bahwa nyeri adalah segala sesuatu yang dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi
kapan saja saat seseorang mengatakan merasakan nyeri. Definisi ini menempatkan seorang pasien sebagai expert ahli di bidang nyeri, karena
hanya pasienlah yang tahu tentang nyeri yang ia rasakan. Mahon 1994 menyatakan ada empat atribut pasti untuk pengalaman
nyeri, yaitu: nyeri bersifat individu, tidak menyenangkan, merupakan suatu kekuatan yang mendominasi, dan bersifat tidak berkesudahan. Pengalaman
Universitas Sumatera Utara
15
nyeri harus dipahami sebagaimana nyeri itu berlangsung dengan menggunakan cara pandang yang holistik oleh perawat Prasetyo, 2010.
1.6 Fase Pengalaman Nyeri
Meinhart dan McCaffery pada tahun 1983 menyatakan bahwa ada tiga fase dalam pengalaman nyeri yaitu, antisipasi, sensasi, dan akibat
aftermath. Penjelasan mengenai fase tersebut dijelaskan dalam Potter dan Perry 2005 sebagai berikut:
a. Fase Antisipasi anticipatory phase
Fase antisipasi terjadi sebelum mempersepsikan nyeri. Fase antisipasi mungkin bukan merupakan fase yang paling penting, karena fase tersebut
dapat mempengaruhi dua fase yang lain. Dalam situasi cedera traumatik atau dalam prosedur nyeri yang tidak terlihat, individu tidak akan dapat
mengantisipasi nyeri. Antisipasi terhadap nyeri memungkinkan individu untuk belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkannya. Dengan
instruksi dan dukungan yang adekuat, klien belajar untuk memahami nyeri dan mengontrol ansietas sebelum nyeri terjadi.
b. Fase Sensasi sensation phase
Fase sensasi nyeri terjadi ketika merasakan nyeri. Individu berekasi terhadap nyeri dengan cara yang berbeda-beda. Toleransi individu terhadap
nyeri merupakan titik yaitu terdapat suatu ketidakinginan untuk menerima nyeri dengan tingkat keparahan yang lebih tinggi dan durasi yang lebih
lama. Toleransi bergantung pada sikap, motivasi, dan nilai yang diyakini seseorang. Klien yang memiliki toleransi yang tinggi terhadap nyeri mampu
Universitas Sumatera Utara
16
menahan nyeri tanpa bantuan. Sebaliknya, klien yang memiliki toleransi nyeri yang rendah dapat mencari upaya untuk menghilangkan nyeri sebelum
nyeri terjadi. c.
Fase Akibat aftermath Fase akibat aftermath nyeri terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti.
Bahkan walaupun sumber nyeri dikontrol, seorang klien mungkin masih memerlukan perhatian perawat. Nyeri merupakan suatu krisis. Setelah
mengalami nyeri, klien mungkin memperlihatkan gejala-gejala fisik, seperti menggigil, mual, muntah, marah, atau depresi. Jika klien mengalami
serangkaian episode nyeri yang berulang, maka respons akibat aftermath dapat menjadi masalah kesehatan yang berat.
1.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengalaman Nyeri