58
33.3, dan kategori tidak sanggup 7-10 sebesar 13.3. Kuesioner harapan terhadap nyeri kanker menunjukkan hasil yang positif M=1.13, SD=1.008
dengan persentase harapan nyeri akan berkurang 0-4 sebesar 100. Data pengalaman dengan nyeri kanker dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel Distribusi Frekuensi, Persentase, Mean Score dan Standard Deviasi Pengalaman dengan Nyeri Kanker pada Pasien Kanker di RSUP H. Adam
Malik Medan N=30
Sub Variabel Kategori f Mean SD
1-3ringan 16 53.3 4.27 3.194
Intensitas nyeri membuat anggota 4-6sedang 6 20.0 keluarga ikut menderita
7-10berat 8 26.7 Min-Max 1-9
1-3sanggup 16 53.3 3.87 2.788
Kesanggup dalam 4-6cukup 10 33.3
mengontrol nyeri 7-10tidak 4 13.3
sanggup Min-Max 1-10
Harapan terhadap nyeri 0-4berkurang 30 100.0 1.13 1.008
Min-Max 0-3
2. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian tentang pengalaman nyeri kronis pada pasien kanker di ruang rawat inap Rindu B2A RSUP H. Adam Malik Medan dengan
menggunakan 2 kuesioner, yaitu BPI untuk mengukur tingkat keparahan intensitas nyeri dan gangguan terhadap fungsi aktivitas sehari-hari serta PPQ
untuk mengukur pengetahuan penggunaan obat nyeri dan pengalaman dengan nyeri kanker, dapat diuraikan pembahasan sebagai berikut.
2.1 Keparahan severity nyeri
Keparahan severity nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu. Nyeri yang dirasakan bervariasi dalam intensitas dan
Universitas Sumatera Utara
59
tingkat keparahan pada masing-masing individu Prasetyo, 2010. Keparahan nyeri yang dialami oleh responden terdiri dari nyeri paling buruk dalam 24 jam
terakhir, nyeri paling ringan dalam 24 jam terakhir, nyeri sedang rata-rata, dan nyeri saat ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, intensitas nyeri paling buruk dalam 24 jam terakhir adalah sedang M=5.93, SD=2.900, nyeri paling ringan dalam 24
jam terakhir intensitasnya ringan M=2.10, SD=1.242, nyeri sedang rata-rata intensitasnya sedang M=5.43, SD=1.050, dan nyeri saat ini intensitasnya ringan
M=2.20, SD=2.313. Intensitas nyeri yang dirasakan oleh responden dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, sumber dukungan, diagnosa, dan pengobatan Potter
Perry, 2005. Selain itu Thomas Weiss 2000 menjelaskan bahwa selain faktor fisik, faktor emosional seperti depresi, kecemasan dan keyakinan tentang nyeri
juga mempengaruhi intensitas nyeri. Mayoritas responden 70 berada pada rentang usia 41-60 tahun
M=49.65. Depkes 2013 menyatakan bahwa, pada rentang usia tersebut termasuk ke dalam masa dewasa madya. Santrock 2011 mengatakan bahwa usia
dewasa madya adalah masa terjadinya peningkatan penyakit kronis dan mengalami penurunan toleransi nyeri. Hal yang sama juga dikemukakan oleh
Brunner Suddarth 2001 bahwa semakin tinggi usia maka respon terhadap nyeri semakin menurun.
Hasil penelitian menunjukkan lebih dari setengah responden berjenis kelamin perempuan 63.3 dengan diagnosa terbanyak adalah Ca.Mammae
43.3 dan rata-rata lamanya menderita penyakit 0-6 tahun 93.3. Data dari
Universitas Sumatera Utara
60
WHO 2010 menunjukkan bahwa jenis kanker terbanyak di Indonesia pada perempuan adalah kanker payudara. Hal ini didukung oleh data rawat inap rumah
sakit dari Sistem Informasi Rumah Sakit Indonesia 2008 bahwa insidensi kanker tertinggi di Indonesia adalah kanker payudara sebanyak 8.082 kasus 18.4.
Keluarga menjadi pemberi asuhan dan dapat menjadi pendukung yang penting untuk orang yang sedang merasakan nyeri. Orang yang kesepian yang
tidak mempunyai individu pendukung dapat merasakan nyeri hebat, sebaliknya orang yang memiliki individu pendukung disekitarnya merasakan sedikit nyeri
Kozier, 2009. Berdasarkan penelitian, mayoritas responden 93.3 sudah menikah. Hal ini menunjukkan keluarga dapat menjadi sumber dukungan bagi
responden untuk mengatasi nyeri mereka. Beberapa alternatif tambahan dalam pengelolaan nyeri kanker meliputi
pembedahan, radiasi, kemoterapi, hormonal, rehabilitas medik, dan anestesi. Pengobatan yang dijalani oleh penderita kanker dapat menjadi salah satu
penyebab nyeri kanker Saleh et al., 2006. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, responden menjalani pengobatan kemoterapi 36.7, operasi 33.3,
dan kombinasi keduanya 30. 2.2
Gangguan interference terhadap fungsi aktivitas sehari-hari Gangguan nyeri adalah dampak dari nyeri terhadap gangguan fungsi
aktivitas sehari-hari Cohen, 2005. Gangguan interference yang dialami responden pada penelitian ini meliputi gangguan aktivitas sehari-hari, suasana
hati, kemampuan berjalan, pekerjaan biasa, hubungan dengan orang lain, tidur, dan menikmati hidup. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan nilai mean total
Universitas Sumatera Utara
61
untuk gangguan interference nyeri adalah 39.13, SD=17.540. Nilai mean ini menunjukkan bahwa responden mengalami gangguan terhadap fungsi aktivitas
sehari-hari pada kategori sedang karena nyeri yang dialaminya. Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan Urch dan Dickenson 2008 bahwa nyeri kanker
mengakibatkan peningkatan respon fisikperilaku seperti kecemasan, ketakutan, cepat marah agresi, depresi, menarik diri, kurang tidur, mengurangi mobilitas,
perubahan peran keluarga atau sosial, dan efek pada pekerjaan Briggs, 2010. Nyeri kronis yang berlangsung secara konstan atau intermitten dan
menetap sepanjang suatu periode waktu mengakibatkan ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas. Brunner Suddarth 2001 menjelaskan bahwa
ketidakmampuan ini dapat berkisar dari membatasi keikutsertaan dalam aktivitas fisik sampai tidak mampu memenuhi kebutuhan pribadi, seperti berpakaian atau
makan. Pernyataan Brunner Suddarth 2001 tersebut didukung oleh hasil penelitian bahwa respoden mengalami gangguan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari dan mendapatkan nilai mean tertinggi M=6.63, SD=3.296. Aktivitas lain seperti kemampuan berjalan dan pekerjaan biasa di dalam
rumah dan di luar rumah juga mengalami gangguan dengan masing-masing nilai mean 5.03, SD=3.253 dan 5.70, SD=2.667. Aktivitas sederhana seperti
kemampuan untuk berjalan menjadi berkurang karena nyeri sangat melelahkan dan menuntut energi yang banyak Quek, 2008.
Prasetyo 2010 mengatakan bahwa respon psikologis juga tampak pada nyeri kronis meliputi depresi, keputusasaan, mudah tersinggungmarah, dan
menarik diri. Hal ini dapat mempengaruhi suasana hati terhadap nyeri yang
Universitas Sumatera Utara
62
dialami dan hasil analisa data menunjukkan suasana hati responden mengalami gangguan terhadap nyeri yang dialaminya dengan nilai M=6.30, SD=3.120.
Efek lain dari nyeri adalah dapat mempengaruhi pola tidur seseorang Otto, 2003. Hasil analisa data menunjukkan bahwa responden mengalami
gangguan tidur terhadap nyeri yang dialaminya M=6.23, SD=3.360. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian lain yang telah dilakukan oleh Sharma
2012 bahwa 30.2 pasien kanker melaporkan adanya gangguan tidur. Gangguan tidur ini sangat erat kaitannya dengan nyeri dan tekanan emosional.
Individu yang mengalami nyeri kronis sering kali tidak memperlihatkan gejala yang berlebihan dan tidak beradaptasi terhadap nyeri tetapi tampaknya
lebih menderita seiring dengan perjalanan waktu karena kelelahan mental dan fisik Muttaqin, 2008. Kondisi tersebut dapat membuat individu yang mengalami
nyeri kronis tidak dapat menikmati hidupnya. Hasil analisa data menunjukkan bahwa responden mengalami gangguan dalam menikmati hidupnya karena nyeri
yang dialami M=5.10, SD=2.820. Otto 2003 menjelaskan bahwa nyeri dapat mempengaruhi hubungan
sosial yang akan berpengaruh pada kualitas hidup dan harapan hidup seseorang. Nyeri dapat sangat melemahkan sehingga klien menjadi terlalu lelah untuk
bersosialisasi dan dapat menyebabkan isolasi sosial Potter Perry, 2005. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa hubungan responden dengan orang lain
mengalami gangguan M=3.50, SD=2.688.
Universitas Sumatera Utara
63
2.3 Pengetahuan knowledge Komponen penting lain dalam pengalaman nyeri adalah pengetahuan.
Pengetahuan yang baik mendorong tercapainya manajemen nyeri yang optimal. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan nilai mean total untuk pengetahuan
knowledgeadalah 39.80, SD=10.870. Nilai mean ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden yang cukup terhadap penggunaan obat nyeri dalam
mengatasi nyeri. Pasien kanker yang minum obat nyeri tidak menjadi ketagihan minum obat
nyeri karena dalam mengelola nyeri penderita kanker obat analgesik dipilih sesuai dengan pedoman yang dianjurkan Analgesic Ladder WHO dan dosis ditentukan
secara individual Ripamonti, 2011. Berdasarkan hasil analisa data, didapatkan nilai mean tertinggi untuk kuesioner nomor 3 Hampir semua pasien kanker yang
minum obat nyeri menjadi ketagihan minum obat tersebut yaitu 7.63, SD=3.189. Pendekatan preventif untuk memberikan analgesik dianggap sebagai
strategi yang paling efektif untuk meredakan nyeri karena pendekatan tersebut mempertahankan kadar terepeutik medikasi dalam serum pasien. Dengan
pendekatan preventif, analgesik diberikan pada serangkaian interval sehingga medikasi diberikan sebelum nyeri menjadi sangat hebat; ketika nyeri menjadi
hebat, kadar serum telah turun ke tingkat sub-terapeutik. Makin rendah turunnya kadar opioid serum, makin sulit jadinya untuk mencapai kadar terapeutik dengan
dosis berikutnya Brunner Suddarth, 2001. Saleh 2006 menjelaskan bahwa dasar pengobatan analgesik adalah dengan mencegah timbulnya nyeri dan bukan
menghilangkan nyeri yang telah ada sebab rasa takut akan nyeri dapat menaikkan
Universitas Sumatera Utara
64
dosis analgesik dan pemberian analgesik harus teratur, tepat waktu by the clock sesuai dengan prosedur pemberian analgesik yang dianjurkan oleh WHO.
Berdasarkan hasil analisa data, didapatkan nilai mean kuesioner nomor 2 Obat- obat yang meringankan rasa nyeri seharusnya diberikan hanya ketika rasa
nyerinya parah yaitu 7.23, SD=3.461 dan nilai meankuesioner nomor 5 Sebaiknya memberikan obat nyeri perjam terjadwal daripada hanya pada saat
diperlukan saja yaitu 6.03, SD=4.140. Medikasi akan lebih efektif apabila dosis dan interval antar dosis dibuat
secara individual untuk memenuhi kebutuhan pasien. Dosis dan interval antar dosis tidak didasarkan pada standar yang tidak fleksibel atau rutinitas karena
kemampuan dalam memetabolisme dan mengabsorpsi setiap individu pada kecepatan yang berbeda dan mengalami tingkat nyeri yang berbeda Brunner
Suddarth, 2001. Berdasarkan hasil analisa data didapatkan nilai mean kuesioner nomor 4 Penting memberikan obat sesedikit mungkin supaya dosisnya jangan
semakin tinggi nantinya manakala rasa nyerinya semakin parah yaitu 4.03, SD=3.873 dan nilai mean untuk kuesioner nomor 8 Pasien sering sekali terlalu
banyak diberikan obat nyeri yaitu 1.90, SD=1.954. Tingkat keparahan intensitas nyeri yang dirasakan oleh responden pada
penelitian ini berada pada rentang nyeri ringan sampai sedang. Menurut Analgesic Ladder WHO, intensitas nyeri ringan sampai sedang menggunakan analgesik
nonnarkotik dan ajuvannya. Penggunaan analgesik tersebut tidak berbahaya dan tidak mengganggu pernapasan Saleh et al., 2006. Berdasarkan hasil analisa data,
Universitas Sumatera Utara
65
didapatkan nilai mean untuk kuesioner nomor 7 Obat nyeri dapat berbahaya dan sering sekali dapat mengganggu pernapasan yaitu 2.33, SD=2.670.
Selain penggunaan analgesik untuk mengontrol nyeri, responden pada penelitian ini juga melakukan tindakan nonfarmakologis seperti pijat, pemanasan,
dan relaksasi. Tindakan nonfarmakologis digunakan untuk mendukung terapi farmakologis yang sudah diberikan Prasetyo, 2010. Berdasarkan hasil analisa
data, didapatkan nilai mean untuk kuesioner nomor 6 Perawatan selain pengobatan seperti pijat, pemanasan, relaksasi dapat efektif untuk meringankan
nyeri yaitu 3.70, SD=4.036. Individu yang pertumbuhan kankernya semakin progresif maka semakin
hebat nyeri yang dapat ditimbulkan. Pendekatan terapi pada penderita nyeri kanker secara rasional merupakan pendekatan yang memenuhi kriteria WHO,
yaitu tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, tepat cara pemberian, dan tepat pemantauan efek samping sehingga nyeri kanker dapat ditanggulangi dan secara
efektif diringankan Saleh et al., 2006. Berdasarkan hasil analisa data, didapatkan nilai mean untuk kuesioner nomor 9 Jika rasa sakit semakin parah, kanker pasti
semakin parah juga yaitu 4.77, SD=4.040 dan kuesioner nomor 1 Rasa nyeri karena kanker dapat secara efektif diringankan mendapatkan nilai mean terendah
yaitu 2.17, SD=2.479. 2.4 Pengalaman
Komponen penting lainnya selain pengetahuan adalah pengalaman dengan nyeri kanker. Indikator penting yang dapat mempengaruhi pengalaman terhadap
nyeri yang dialami adalah self-efficacy untuk manajemen nyeri, gangguan nyeri,
Universitas Sumatera Utara
66
dan keparahan nyeri Baker, 2014. Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh
dukungan, bantuan, atau perlindungan. Walaupun nyeri tetap dirasakan, kehadiran orang yang dicintai akan meminimalkan kesepian dan ketakutan Niven, 2000.
Berdasarkan hasil analisa data, didapatkan nilai mean untuk kuesioner nomor 10 Nyeri yang dialami membuat anggota keluarga ikut menderita yaitu 4.27 dengan
SD=3.194 dan mayoritas responden sudah menikah 93.3. Selain dengan penggunaan analgesik, responden merasa sanggup untuk
mengontrol nyeri yang dialami. Hal ini menunjukkan bahwa responden memiliki koping yang baik serta sumber koping yang sangat berperan terhadap nyeri yang
dialami yaitu keluarga. Berdasarkan hasil analisa data, didapatkan nilai mean untuk kuesioner nomor 11 Merasa sanggup dalam mengontrol nyeri yaitu 3.87
dengan SD=2.788.. Responden yang mengalami nyeri kronis akibat penyakit kanker masih memiliki harapan bahwa nyeri yang dirasakan akan berkurang.
Berdasarkan hasil analisa data, didapatkan nilai mean untuk kuesioner nomor 12 Harapan terhadap nyeri di masa yang akan datang yaitu 1.13 dengan SD=1.008.
Universitas Sumatera Utara
67
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN