Tinjauan Umum Tentang Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana

kebanyakan peraturan perundang-undangan memakai istilahtindak pidana, umpamanya didalam peraturan-peraturan pidana khusus. 12 Mengenai beberapa pengertian tindak pidana strafbaar feit beberapa sarjana memberikan pengertian yang berbeda sebagai berikut: a. Pompe Memberikan pengertian tindak pidana menjadi 2 dua definisi, yaitu: 1 Definisi menurut teori adalah suatu pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan kesejahteraan umum. 2 Definisi menurut hukum positif adalah suatu kejadianfeityang oleh peraturan undang- undang dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum. Dapatlah disimpulkan pengertian tindak pidana menurut Pompe sebagai berikut: a Suatu kelakuan yang bertentangan dengan melawan hukum onrechtmatig atau wederrechtelijk; b Suatu kelakuan yang diadakan karena pelanggar bersalah aan schuld van de overtreder te wijten; c Suatu kelakuan yang dapat dihukum stafbaar. 13 b. Utrecht Menurut Utrecht, pengertian tindak pidana yaitu meliputi perbuatan atau suatu melalaikan maupun akibatnya keadaan yang ditimbulkan oleh karena perbuatan atau melalaikan itu peristiwa pidana adalah akibat yang diatur 12 Sudradjat Bassar, 1999, Tindak-Tindak Pidana Tertentu, Bandung, Ghalian, hlm. 1. 13 Utrecht, 1986, Hukum Pidana, Surabaya, Pustaka Tinta Mas, hlm. 252. oleh hukum. 14 c. Vos Menurut Vos peristiwa pidana, yaitu adalah suatu kelakuan. Dalam definisi Vos dapat dilihat anasir-anasir sebagai berikut: 1 Suatu kelakuan manusia; 2 Akibat anasir ini ialah hal peristiwa dan pembuat tidak dapat dipisahkan satu dengan lain; 3 Suatu kelakuan manusia yang oleh peraturan perundang-undangan Pasal 1 Ayat 1 KUHP dilarang umum dan diancam dengan hukuman. Kelakuan yang bersangkutan harus dilarang dan diancam dengan hukuman, tidak semua kelakuan manusia yang melanggar ketertiban hukum adalah suatu peristiwa pidana. 15 d. Wirjono Prodjodikoro Menurut Wirjono Prodjodikoro, tindak pidana dapat digolongkan 2 dua bagian, yaitu: 16 1 Tindak pidana materiil. Pengertian tindak pidana materil adalah apabila tindak pidana yang dimaksud dirumuskan sebagai perbuatan yang menyebabkan suatu akibat tertentu, tanpa merumuskan ujud dari perbuatan itu. 2 Tindak pidana formil. Pengertian tindak pidana formal yaitu apabila tindak pidana yang 14 Ibid. 15 Ibid. 16 Wiryono Prodjodikoro, tanpa tahun, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Bandung, Erasco, hlm. 55-57. dimaksud, dirumuskan sebagai wujud perbuatan tanpa menyebutkan akibat yang disebabkan oleh perbuatan itu. 3. Unsur-Unsur Tindak Pidana Perbedaan pandangan ini membawa konsekuensi dalam memberikan pengertian tindak pidana. Aliran monistis dalam merumuskan pengertian tindak pidana dilakukan dengan melihat: “keseluruhan syarat adanya pidana itu kesemuanya merupakan sifat dari perbuatan”. Sehingga dalam merumuskan pengertian tindak pidana ia tidak memisahkan unsur-unsur tindak pidana; mana yang merupakan unsur perbuatan pidana dana mana yang unsur pertanggungjawaban pidana. Penganut pandanganaliran monistis adalah Simons, Van Hamel, E.Mezger, J. Baumann, Karni, dan Wirjono Prodjodikoro. Misalnya Simons, seorang penganut aliran monistis dalam merumuskan pengertian tindak pidana, ia memberikan unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut: 17 1. Perbuatan manusia positif atau negatif; berbuat atau tidak berbuatatau membiarkan; 2. Diancam dengan pidana; 3. Melawan hukum; 4. Dilakukan dengan kesalahan; 5. Orang yang mampu bertanggungjawab . Menurut aliran monistis, apabila ada orang yang melakukan tindak pidana, maka sudah dapat dipidana. Sedangkan menurut aliran dualistis, belum tentu karena harus dilihat dan dibuktikan dulu pelakuorangnya itu, dapat dipidana atau tidak. Aliran dualistis dalam memberikan pengertian tindak pidana memisahkan antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana. Sehingga berpengaruh dalam merumuskan unsur-unsur tindak pidana. Penganut pandanganaliran dualistis 17 Sudarto, 1990, Hukum Pidana I, Semarang, Yayasan Sudarto, hlm. 40. adalah H.B vos, WPJ. Pompe, dan Moeljatno. 18 Sudarto merumuskan unsur-unsur perbuatan pidanatindak pidana sebagai berikut: a. Perbuatan manusia; b. Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang ini merupakan syarat formil; c. Bersifat melawan hukum ini merupakan syarat materiil. 19 Orang yang dapat dipidana, maka orang yang melakukan tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur tersebut diatas harus dapat dipertanggungjawaban pidana ini melekat pada orangpelaku tindak pidana, menurut Moeljatno unsur-unsur pertanggungjawaban pidana meliputi : 1 Kesalahan. 2 Kemampuan bertanggungjawaab. 3 Tidak ada alasan pemaaf. 20

D. Tindak Pidana Pelanggaran Hak Cipta

Pasal 72 ayat 1: Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 49 Ayat 1 dan Ayat 2 dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 satu bulan danatau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 satu juta rupiah, atau pidana penjara paling lama 7 tujuh tahun danatau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 lima miliar rupiah. Pasal 72 ayat 2: Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun danatau denda paling banyak 18 Tri Andrisman, op.cit., hlm. 72. 19 Sudarto, op.cit., hlm. 43. 20 Ibid., hlm. 44. Rp500.000.000,00 lima ratus juta rupiah. Unsur-unsur pidananya, yaitu: 1. Setiap Orang, yang dimaksud dengan unsur ini adalah setiap orang atau siapa saja sebagai pendukung hak dan kewajiban yang mampu bertanggungjawab atas perbuatan yang dilakukannya. 2. Dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau memjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait. Yang dimaksud dengan sengaja adalah perbuatan yang dilakukan tersebut sesuai dengan kehendak atau niat dari peaku dan pelaku menyadari akan akibat dari perbuatannya tersebut.

E. Teori Dasar Pertimbangan Hukum Hakim

Menurut Andi Hamzah 21 bahwa Hakim yang bebas dan tidak memihak telah menjadi ketentuan universal. Ia menjadi ciri negara hukum. Sistem yang dianut di Indonesia, pemeriksaan di sidang pengadilan yang dipimpin oleh Hakim, maka hakim itu harus aktif bertanya dan memberi kesempatan kepada pihak terdakwa yang diawali oleh penasihat hukumnya untuk bertanya kepada saksi-saksi, begitu pula kepada penuntut umum. Semua itu dengan maksud menemukan kebenaran materiil. Hakimlah yang bertanggung jawab atas segala yang diputuskannya. Menurut Lilik Mulyadi 22 bahwa perihal putusan hakim atau putusan pengadilan merupakan aspek penting dan diperlukan untuk menyelesaikan perkara pidana. Dengan demikian dapat dikonklusikan lebih jauh bahwasannya putusan hakim di 21 Andi Hamzah, 2001, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 97. 22 Lilik Mulyadi, 2007, Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana: Teori Praktik, Teknik Penyusunan dan Permasalahannya, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 119. satu pihak berguna bagi terdakwa guna memperoleh kepastian hukum tentang statusnya dan sekaligus dapat mempersiapkan langkah berikutnya terhadap putusan tersebut dalam arti dapat berupa menerima putusan, melakukan upaya hukum verzet, banding, atau kasasi, melakukan grasi, dsb. Sedangkan di pihak lain, apabila ditelaah melalui visi hakim yag mengadili perkara, putusan hakim adalah mahkota dan puncak pencerminan nilai-nilai keadilan, kebenaran hakiki, hak asasi manusia, penguasaan hukum atau fakta secara mapan, mumpuni, dan faktual, serta visualisasi etika, mentalitas, dan moralitas dari hakim yang bersangkutan. Teori dasar pertimbangan hukum hakim, yaitu putusan hakim yang baik, mumpuni, dan sempurna hendaknya putusan tersebut dapat diuji dengan empat kriteria dasar pertanyaan the 4 way test berupa: 23 1. Benarkah putusanku ini? 2. Jujurkah aku dalam mengambil putusan? 3. Adilkah bagi pihak-pihak putusan? 4. Bermanfaatkah putusanku ini? Menurut Soerjono Soekanto, 24 walaupun praktiknya telah bertitik tolak dari sifatsikap seseorang Hakim yang baik, kerangka landasan berfikirbertindak dan melalui empat buah titik pertanyaan tersebut di atas, maka hakim ternyata seorang manusia biasa yang tidak luput dari kelalaian, kekeliruankekhilafan rechterlijk dwaling, rasa rutinitas, kekuranghati-hatian, dan kesalahan. Dalam praktik peradilan, ada saja aspek-aspek tertentu yang luput dan kerap tidak diperhatikan 23 Ibid., hlm. 136. 24 Soerjono Soekanto, 1986, op.cit., hlm. 125.