Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut perundang-undangan yang berlaku. Pada dasarnya, hak cipta merupakan “hak untuk menyalin suatu ciptaan”. Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas. Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau ciptaan. Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis tari, balet, dan sebagainya, komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan dalam yurisdiksi tertentu desain industri. Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi, karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukan pembajakan hak cipta. Pelanggaran hak cipta yang sering terjadi dan canggih dapat dilihat melalui penegakan hukum pidana terhadap kasus pelanggaran hak cipta yang disidangkan di Pengadilan Tinggi Tanjung Karang terkait tindak pidana pengedaran dan penjualan barang hasil pelanggaran hak cipta Putusan Pengadilan Nomor 128Pid.2013PT.TK.. Kasus itu bermula dari Terdakwa membeli VCD, DVD dan MP3 bajakan di Pasar Glodok Jakarta. Barang-barang itu terdiri dari VCD lagu-lagu, film anak-anak dari berbagai judul, DVD lagu, film barat dan film Indonesia dari berbagai judul MP3 lagu-lagu. VCD seharga Rp1.700,00 seribu tujuh ratus rupiah, DVD seharga Rp2.700,00 dua ribu tujuh ratus rupiah, MP3 seharga Rp2.500,00 dua ribu lima ratus rupiah. Selanjutnya, Terdakwa menjual produk bajakan itu dengan harga eceran VCD seharga Rp10.000,00 sepuluh ribu rupiah per 3 tiga keping; MP3 seharga Rp5.000,00 lima ribu rupiah, DVD seharga Rp4.500,00 empat ribu lima ratus rupiah. Sedangkan untuk grosir VCD seharga Rp1.800 seribu delapan ratus rupiah, DVD seharga Rp4.500,00 empat ribu lima ratus rupiah dan MP3 seharga Rp3.000,00 tiga ribu rupiah. Di toko yang dimiliki Terdakwa telah menjual 400 empat ratus keping VCD. Terdakwa memesan dari Pasar Glodok sebanyak 3.000-4.000 keping VCD per minggu. 2 Atas perbuatan yang dilakukan Terdakwa Metty alias Acen, Majelis Hakim menyatakan bahwa Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana mengedarkan atau menjual barang hasil pelanggaran hak cipta, menjatuhkan pidana penjara selama 6 enam bulan, pidana tersebut tidak akan dijalankan kecuali kalau kemudian hari ada perintah lain dalam keputusan hakim oleh karena terdakwa sebelum masa percobaan selama 1 satu tahun berakhir melakukan perbuatan yang dapat dipidana di tingkat pertama, dan pada tingkat banding di Pengadilan Tinggi Tanjung Karang dijatuhkan pidana penjara selama 4 bulan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 72 Ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak cipta. Mengingat dari akibat perbuatan si pelaku yang telah menjual dan mengedarkan VCD bajakan menjadi sangat merugikan karya cipta, baik secara materil maupun immateril. Selain itu, penerimaan negara dari sektor pajak industri hiburan pun ikut merugi 2 Putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang 128Pid.2013PT.TK. dan pertumbuhan ekonomi menjadi turun sebagai akibat kegiatan pembajakan VCD. Di samping itu, pembajakan hak cipta memicu penurunan kreativitas berkesenian dari para generasi muda yang memiliki jiwa kesenian. Berdasarakan putusan pengadilan di atas terlihat dalam dakwaan dan tuntutan pidana tidak memberlakukan ketentuan terkait perbarengan melakukan tindak pidana consursus yang diatur dalam Pasal 63, Pasal 64, Pasal 65, Pasal 66, Pasal 67, Pasal 68, dan Pasal 69 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP. Penerapan perbarengan tindak pidana sangat dimungkinkan adanya pemberatan pidananya karena ancaman sanksi pidananya bisa ditambah dengan sepertiga. Serta melihat akibat yang ditimbulkan dari perbuatan pelaku yang melakukan penjualan dan peredaran karya cipta bajakan begitu sangat merugikan banyak pihak. Berdasar paparan latar belakang masalah di atas, penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh dalam bentuk skripsi dengan judul “Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Pengedaran dan Penjualan Barang Hasil Pelanggaran Hak Cipta Studi Putusan No.128Pid.2013PT.TK

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dipandang perlu untuk dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: a. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana pelaku pengedaran dan penjualan barang hasil pelanggaran hak cipta? b. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku pengedaran dan penjualan barang hasil pelanggaran hak cipta?

2. Ruang Lingkup

Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, maka ruang lingkup penelitian ini meliputi substansi ilmu Hukum Pidana; yang membahas objek penelitian terkait pertanggungjawaban pidana pelaku pengedaran dan penjualan barang hasil pelanggaran hak cipta Studi Putusan No.128Pid.2013PT.TK, dengan lokasi penelitian dipilih di wilayah hukum Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang dan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang. Sedangkan data tahun penelitian ditentukan tahun 2015.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan permasalahan di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana pelaku pengedaran dan penjualan barang hasil pelanggaran hak cipta. b. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku pengedaran dan penjualan barang hasil pelanggaran hak cipta.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis:

a. Kegunaan Teoritis

Kegunaan secara teoritis adalah hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan Hukum Pidana, khususnya terkait pertanggungjawaban pidana pelaku pengedaran dan penjualan barang hasil pelanggaran hak cipta dan dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku pengedaran dan penjualan barang hasil pelanggaran hak cipta.

b. Kegunaan Praktis

Kegunaan secara praktis adalah hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat kepada rekan-rekan mahasiswa, para aparat penegak hukum kepolisian, kejaksaan, hakim dan advokat serta masyarakat umum yang mengkaji terkait pertanggungjawaban pidana pelaku pengedaran dan penjualan barang hasil pelanggaran hak cipta.

D. Kerangka Teoritis dan Koseptual

1. Kerangka Teoritis Menurut Soerjono Soekanto bahwa setiap penelitian akan ada kerangka teoritis yang menjadi kerangka acuan dan bertujuan untuk mengidentifikasikan terhadap dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti. 3 Kerangka teoritis merupakan susunan dari beberapa anggapan, pendapat, cara, aturan, asas, keterangan sebagai satu kesatuan yang logis yang menjadi acuan, landasan, dan pedoman untuk mencapai tujuan dalam penelitian atau penulisan. 4 Kerangka teoritisnya meliputi:

a. Teori Pertanggungjawaban Pidana

Menurut Barda Nawawi Arief 5 bahwa pertanggungjawaban pidana atau kesalahan schuldguiltmens rea, yaitu diteruskannya celaan yang objektif yang ada pada tindak pidana dan secara subjektif kepada seseorang yang memenuhi syarat untuk dapat dijatuhi pidana karena perbuatannya itu. Pentingnya pertanggungjawaban pidana atau kesalahan, yaitu tidak seorang pun yang melakukan tindak pidana dipidana tanpa kesalahan. Kesalahan terdiri dari unsur-unsur kemampuan bertanggung jawab, kesengajaan, kealpaan, dan tidak ada alasan pemaaf. Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan asas culpabilitas, yang didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang didasarkan pada nilai keadilan harus disejajarkan berpasangkan dengan asas legalitas yang didasarkan pada nilai kepastian. Walaupun Konsep berprinsip bahwa pertanggungjawaban pidana berdasarkan kesalahan, namun dalam beberapa hal tidak menuntup kemungkinan adanya pertanggungjawaban pengganti vicarious liability dan pertanggungjawaban yang ketat strict liability. Masalah kesesatan error, baik kesesatan mengenai hukumnya sesuai dengan konsep merupakan salah satu alasan pemaaf, sehingga pelaku tidak 3 Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, hlm. 125. 4 Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitan Hukum, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, hlm. 73. 5 Barda Nawawi Arief, 2009, Perkembangan Sistem Pemidanaan di Indonesia, Universitas Diponegoro, Semarang, hlm. 49.