oxysporum P. citrinum Cyanogenik Glikosida. Sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
,
19. MD01
Medan -
- -
20. PS01
Padang Sidempuan -
- -
21. PS02
PadangSidempuan -
- -
22. TS01
Toba Samosir -
- -
23. TU01
Tapanuli Utara +
? +
Keterangan: + = menunjukkan daya hambat - = tidak menunjukkan daya hambat ? = tidak jelas
Aktivitas Kitinolitik Semi-kuantitatif
Uji aktivitas kitinolitik semi-kuantitatif dilakukan menggunakan agar MGMC. Hasil pengujian menunjukkan bahwa isolate KR04 dan
KR07 memiliki
aktivitas tertinggi
Tabel 2..
Pertumbuhan mikroorganisme kitinolitik dalam medium agar yang mengandung kitin
seringkali dikarakterisasi dengan zona bening di sekitar koloni, tetapi besarnya aktivitas kitinase yang berperan merombak kitin dalam medium
agar tidak dapat diketahui dan diukur secara kuantitatif. Zona bening terbentuk karena penghancuran substrat kitin yang tidak larut menjadi
larut dalam media. Pleban et al 1997 menjelaskan bahwa zona bening yang terbentuk di sekitar koloni pertumbuhan bakteri menandakan
adanya aktivitas kitinolitik yang mensekresikan enzim ke dalam medium pertumbuhan.
Tabel 2: Hasil Uji Aktivitas Kitinolitik Semi-kuantitatif
Isolat Diameter koloni mm Diameter zona bening mm Aktivitas kitinolitik
KR04 1.90
5.60 2.947
KR05 0.90
2.00 2.222
KR07 1.90
5.60 2.947
LK08 0.90
1.20 1.333
TU01 1.20
2.00 1.667
Pengaturan biosintesis kitinase melalui sistem represor-induser. Kitin dan produk hasil degradasinya oligomermonomer berperan
sebagai induser. Substrat seperti selulosa, xilan, pektin, lignin dan sebagainya tidak dapat menginduksi kitinase Sahai Manocha 1993.
Pengaturan sintesis kitinase dipengaruhi juga oleh produk akhir katabolit berupa GlcNAc dan glukosa Ulhoa Peberdy 1993.
Koloidal kitin merupakan salah satu substrat yang dapat digunakan untuk menginduksi produksi enzim hidrolitik pada jamur, bakteri, dan
aktinomisetes. Jenis enzim hidrolitik yang diinduksi seperti N- asetilglukosaminidase, endokitinase dan kitobiosidase pada Aeromonas
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
,+ caviae Inbar Chet, 1991, Enterobacter agglomerans Chernin et a.,
1998 dan Bacillus cereus Pleban et al., 1997.
Aktivitas Keriap Bakteri Kitinolitik
Uji keriap dibutuhkan untuk mengetahui kemampuan isolat bakteri bergerak pada medium Suryanto 2001. Uji dilakukan dengan
menginokulasi isolat bakteri pada medium agar MGMC dan NA. Hasil uji keriap menunjukkan, kemampuan keriap berbeda utuk setiap jenis dan
setiap medium tumbuh Tabel 3.. Secara umum bakteri berkeriap lebih cepat di medium yang lebih lengkap seperti NA dibandingkan dengan
agar MGMC. Uji kemampuan gerak ini berguna dalam memperkirakan kecepatan kolonisasi bakteri di lingkungan. Fenomena aktif ini dapat
memberikan peran penting dalam pengendalian hayati karena sifat berkeriap dari beberapa bakteri digunakan untuk menguasai relung
ekologi tertentu.
Tabel 3: Aktivitas Keriap Bakteri Kitinolitik dalam Medium Agar MGMC dan NA
Isolat Medium
Perluasan koloni mm hari ke- 4
5 6
7 KR04
MSMC 8.37
8.57 8.77
11.80 NA
20.83 21.50
21.87 22.07
KR05 MSMC
6.63 7.85
8.90 9.60
NA 9.18
12.15 13.07
14.13 KR07
MSMC 31.67
32.85 33.13
34.20 NA
27.38 27.82
28.53 29.07
LK08 MSMC
8.60 9.60
10.65 11.58
NA 4.00
5.00 5.00
6.00 TU01
MSMC 10.18
11.75 13.60
16.30 NA
15.60 16.20
17.78 20.25
Antagonisme Bakteri Kitinolitik-Jamur Hasil uji antagonisme 5 isolat bakteri kitinolitik lokal terhadap
jamur G. boninense, F. oxysporum, P. citrinum menunjukkan bahwa kelima isolat kitinolitik lokal mampu menghambat pertumbuhan G.
boninense, F. oxysporum, P. citrinum dengan kemampuan yang berbeda- beda Tabel 4.. Zona hambat umumnya mulai teramati pada hari ke-
empat dan jaraknya terus bertambah, dan setelah hari ke-tujuh umumnya tidak terjadi lagi pertambahan jarak zona hambatan. Bentuk zona
hambatan tersebut berupa cerukan penipisan elevasi.
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
,,
Tabel 4: Asai Antagonisme antara Bakteri Kitinolitik dengan Jamur
Isolat Jamur
Zona hambatan mm hari ke- 4
5 6
7 KR04
G. boninense 4.17
4.17 F. oxysporum
2.50 3.83
P. citrinum 0.67
KR05 G. boninense
15.14 15.14
17.22 12.61
F. oxysporum 1.98
1.93 P. citrinum
1.34 KR07
G. boninense 3
3 5
F. oxysporum 3.67
3.67 4.84
P. citrinum 0.19
0.19 0.85
0.85 LK08
G. boninense 13.60
18.87 25.34
F. oxysporum 6.96
14.98 21.96
P. citrinum 0.30
2.43 2.45
0.70 TU01
G. boninense 2.48
2.68 4.54
6.40 F. oxysporum
0.12 0.32
P. citrinum 1.08
0.68
Variasi besarnya zona hambat pada masing-masing isolat menunjukkan tingkat kemampuan yang berbeda-beda dari masing-masing
isolat dalam menghasilkan kitinase. Kitinase diketahui ikut berperan dalam mekanisme ketahanan terhadap infeksi jamur karena dapat
PHQJKLGUROLVLV LNDWDQ ȕ-1,4 di antara subunit N-asetilglukosamina NAcGlc pada polimer kitin. Hidrolisis polimer kitin sebagai salah satu
komponen dinding sel hifa jamur dapat menghambat pertumbuhan hifa. Oleh sebab itu, kitinase dikenal sebagai salah satu protein anti jamur
Wang et al 2005.
Ukuran zona hambat dipengaruhi oleh sensitivitas organisme yang diuji, suspensi biakan, jumlah dan jenis kitinase yang dihasilkan,
pH, suhu, dan lama waktu kontak serta sumber C. Disamping itu kemampuan masing-masing isolat dalam menghambat pertumbuhan
jamur juga dipengaruhi metabolit lain yang dihasilkan seperti antibiotika dan protein pengikat kitin chitin-binding protein. Protein pengikat kitin
dihasilkan selama proses perombakan kitin Bormann et al 1999. Komposisi
dinding sel
juga ikut
mempengaruhi kemampuan
menghambat. Dinding sel Fusarium sp. misalnya tersusun atas 39 kitin, 29 glukan, 7 protein, dan 6 lemak. Kitin pada jamur berbentuk
mikrofibril dengan panjang yang berbeda tergantung pada spesies dan
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
,- lokasi selnya Rajarathnam et al 1998. Fusarium sukar didegradasi
karena dinding selnya dilapisi oleh protein dan lipid, yang menghalangi aktivitas enzim hidrolitik Sivan Chet 1989.
Ucapan Terima Kasih
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian yang dibiayai melalui Hibah Bersaing, DP2M, DIKTI.
DAFTAR PUSTAKA
Bormann C, Baier D, Horr I, Raps C, Berger J, Jung G, Schwarz H. 1999. Characterization of a Novel, Antifungal, Chitin-binding Protein
from Streptomyces tendae TU 901 that Interferes with Growth Polarity. J Bacteriol 181: 7421 – 7429.
Chernin LS, Winson MK, Thompson JM, Haran S, Bycroft BW, Chet I, Williams P, Stewart GSAB. 1998. Chitinolytic activity in
Chromobacterium violaceum: Substrate analysis and regulation by quorum sensing. J Bacteriol 180: 4435-4441.
Fravel DR, Connick Jr, WJ, Lewis JA. 1998. Formulation of microorganisms to control plant diseases. In Formulation of
microbial biopesticides. Ed. HD Burges. Dordrecht: Kluwerts Academic Press. pp.187-202.
Gao J, Bauer MW, Shockley KR, Pysz MA, Kelly RM. 2003. Growth of hyperthermophilic archaeon Pyrococcus furiosus on chitin
involves two family 18 chitinases. Appl Environ Microbiol 69: 3119-3128.
Inbar J, Chet I. 1991. Evidence that chitinase produced by Aeromonas caviae is involved in the biological control of soil-borne plant
pathogens by this bacterium. Soil Biol Biochem 23: 973-978. Pleban S, Chernin L, Chet I. 1997. Chitinolytic activity of an endophytic
strain of Bacillus cereus. Lett Appl Microbiol 25: 284-288. Rajarathanam S, Shashriekha MNJ, Bano Z. 1998. Biodegradative and
biosinthetic capacities of mushrooms: Present and future strategies. Crit Rev Biotech 18: 91-236.
Sahai AS, Manocha MS. 1993. Chitinases of fungi and plants: Their involvement in morphogenesis and host-parasite interaction.
FEMS Micribiol Rev 11: 317-338.
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
,. Sivan A, Chet I. 1989. Degradation of Fungal Cell Walls by Lytic
Enzymes of Trichoderma harzianum. J Gen Microbiol 135: 675 – 682
Sudharto, Susanto A, Purba RY, Dradjat B. 2007. Teknologi Pengendalian Hama dan Penyakit pada Kelapa Sawit: Siap
Pakai dan Ramah Lingkungan. Medan: Pusat Penelitian Kelapa Sawit.
Suryanto D, Ginting D, Yurnaliza. 2006. Isolation of chitinolytic bacteria from North Sumatra and Bangka and assay of their
crude chitinase. Proceedings of The Fifth Regional IMT-GT Uninet Conference International Seminar. USU Press. Medan.
p. 6-11.
_________. 2001. Selection and Characterization of Bacterial isolates for Monocyclic Aromatic Degradation. Disertasi. IPB. Bogor.
Tsujibo H, Kubota T, Yamamoto M, Miyamoto K, Inamori Y. 2003. Characterization of chitinase genes fom an alkaliphilic
actinomycete, Nocardia prasina OPC-131. Appl Environ Microbiol 69: 894-900.
Ulhoa CJ, Peberdy JF. 1993. Effect of Carbon Sources on Chitobiase Production by Trichoderma harzianum. Mycol Res 97: 45-48.
Wang S, Wu J, Rao P, Ng TB, Ye X. 2005. A chitinase with antifungal activity from the mung bean. Protein Expr Pufif 40: 230-236.
Wen CM, Tseng CS, Cheng CY, Li YK. 2002. Purification, characterization and cloning of a chitinase from Bacillus sp.
NCTU2. Biotech Appl Biochem 35: 213-219. Widyastuti N, Dewi RM. 2001. Isolasi Bakteri Proteolitik dan
Optimalisasi Produksi Protease. Bogor: Puslit Biologi-LIPI. p. 373-384.
Wu ML, Chuang YC, Chen JP, Chen CS, Chang MC. 2001. Identification and characterization of the three chitin-binding
domains within the multidomain chitinase Chi92 from Aeromonas hydrophila JP101. Appl Environ Microbiol 67: 5100-
5106.
Yusriadi. 2006. Pengendalian Biologi Biokontrol Penyakit Tular Tanah Kacang Tanah Dengan Pseudomonas Ralstonia flourescens
BSK8. Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru.
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
-
..,,+E;5.-;E;D +-,,+,D.,L,D+,E,,
,-,+E,,L
Ferisman Tindaon
1
; Benckiser, G.
2
, and J.C.G. Ottow
2
1
Agroecotechnology Department, Faculty of Agriculture, Nommensen University Jl. Sutomo No. 4A Medan 20234 Indonesia, Tel. +62614522922
Fax: +62614571426 E-mail: Ferisman_Tindaonyahoo.com
2.
Institute for Applied Microbiology, Justus Leibig University Heinrich-Buff- Ring 26-32, 35392 Gießen, Germany
Tel. +49-64199-37351,37352 Fax +49-64199-37359
Abstrak
Penelitian metode biologis berkaitan dengan aktivitas mikroba tanah berupa aktivitas dehydrogenase, DHA reduktase dimetilsulfoksida
DRA, dan kapasitas potensi denitrifikasi PDC telah dilakukan di laboratorium untuk menilai dampak penggunaan bahan kimia pertanian
pada tiga jenis tanah percobaan. Bahan kimia pertanian yang digunakan berupa inhibitor nitrifikasi 3,4-dimethylpyrazolephosphate DMPP, dan
dicyandiamide DCD dengan aras 1 hingga 1000 kali dosis rekomendasi. DHA diukur menggunakan spektrofotometer sedangkan DRA, dan PDC
menggunakan gaschromatographi. Dampak berupa toksisitas bahan inhibitor ditentukan dengan bantuan kurva dosis respons dan melalui
perhitungan nilai no observable effect level =NOEL serta dosis effektif ED yaitu ED
10
dan ED
50
10 dan 50 aktivitas mikroba terhambat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai NOEL untuk DHA, DRA dan
PDC berada pada aras 10–70 kali diatas dosis rekomendasi pada ketiga jenis tanah percobaan. Oleh karenanya bahan inhibitor ini dapat dianggap
aman dan ramah terhadap lingkungan. DMPP terlihat memberi dampak yang lebih kuat dibandingkan dengan DCD. Nilai NOEL,ED
10
dan ED
50
lebih tinggi pada tanah liat dibanding tanah lempung atau tanah pasiran. Bahan inhibitor ini lebih efektif menghambat aktivitas mikroorganisma
pada tanah pasiran. Ketiga metode biologis ini dapat diandalkan dan cocok untuk digunakan menguji efek samping dari bahan kimia pertanian
di dalam tanah karena reproduksibilitas dan sensitivitasnya. Kata kunci: Metode biologis, aktivitas mikroba, dosis efektif
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
- PENDAHULUAN
Penggunaan bahan-bahan kimia dalam kegiatan pertanian akan memberikan potensi peningkatan produksi tanaman namun memerlukan
perhatian khusus tentang kemungkinan dampak yang ditimbulkannya terutama terhadap kehidupan biologis tanah Tabatabai, 1978. Ada
berbagai metoda biologis yang umum dilakukan untuk mengukur aktivitas mikroba, kualitas dan kuantitas biomassa dalam tanah Cadwell,
2005. Misalnya dengan hitungan langsung, di mana mikroba yang diekstrak dari tanah dan dilakukan pengenceran, pewarnaan untuk
membedakan kelompok tertentu dan kemudian dihitung pada gelas objek di bawah mikroskop. Metode lain untuk menentukan jumlah mikroba dan
pertumbuhan mikroba berdasarkan koloni visual yang terukur. Akan tetapi metode perhitungang langsung ini memiliki kekurangan karena
hanya 1 - 10 dari jenis organisme tanah dapat tumbuh pada media buatan, dan dengan demikian banyak mikroorganisma yang tidak dapat
dideteksi Debus and Hund,1998.
Pengaruh pemberian bahan kimia terhadap lingkungan tanah dapat diteliti dengan mengamati perubahan populasi mikroorganisma
tanah atau dengan mengukur aktivitas mikroba tersebut Egamberdiyeva et al, 2001; Engelen, et al, 1998; 2001; Gianfreda et al, 2005; Griebler,
1997. Pengukuran terhadap aktivitas mikroorganisma dapat diteliti dengan mengukur ktivitas mikroorganisma yang umum seperti
dehydrogenase
aktivitas dehidrogenase,
DHA dan
reduksi dimethylsulfoksida aktivitas reduksi dimethylsulfoksida, DRA dan
aktifitas yang lebih spesifik seperti denitrifikasi kapasitas potensi denitrifikasi, PDK Alef, 1995, Alef and Kleiner, 1989; Pell et al, 1998;
Stepheniewska and Wolinska, 2005, Stephaniewska et al, 2007, Von Mersi and Schinner 1991. Berbagai metode standar telah dikenal untuk
mengetahui efek samping dampak penggunaan bahan kimia terhadap lingkungan yang dapat diteliti baik di laboratorium maupun di lapang
Cadwell, 2005: Debus and Hund, 1998; Mueller, 2002; Quilchano and Maranon, 2002; Rasool and Reshi, 2010. Bertitik tolak dari penilaian
risiko penggunaaan berbagai bahan kimia pada lingkungan tanah dan air yang direkomendasikan oleh Badan Perlindungan Lingkungan Amerika
UESPA, 1984 maka “nilai ambang batas risiko” tersebut di laboratorium dan di lapangan dapat ditentukan.
Secara ekologis pemakaian bahan kimia dalam bentuk pupuk atau bahan lainnya ke dalam tanah dapat berpengaruh terhadap keragaman
hayati dan aktivitas mikroba yang ada di dalam tanah. Pemberian pupuk nitrogen N yang disertai dengan inhibitor nitrifikasi diharapkan akan
mampu meningkatkan effisiensi penggunaan N oleh tanaman dan meminimalkan pencucian nitrat di dalam tanah dan mengurangi
pembentukan gas N
2
O serta mengurangi kehilangan N dalam bentuk
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
- ammonia ke udara Fillery, 2007; Mc Carty, 1999; Moir et al, 2007.
Penggunaan bahan inhibitor nitrifikasi diharapkan akan mampu mengatur oksidasi mikrobiologis ammonium menjadi nitrat, mengurangi pencucian
N, meningkatkan efisiensi penggunaan N dan mengurangi kehilangan N dalam bentuk gas. Dengan demikian penggunaan N secara ekologis akan
lebih effisien Di, et al, 2004; 2005; 2006; 2007; 2010; Sahrawat, 2004; Sing and Verma, 2007. Inhibitor tersebut bersifat bakteriostatis dan
bukan bakteriosida yang mematikan mikroorganisma tertentu dalam tanah seperti bakteri nitrifikan. Akhirnya bahan inhibitor nitrifikasi
tersebut tidak berpengaruh negatif terhadap aktivitas mikroorganisma yang bukan sasaran “non-target” di dalam tanah Sahrawat, 2004; Sing
and Verma, 2007.
Enzim tanah dapat dianggap sebagai indikator yang sensitif terhadap terganggunya kualitas tanah, dan bersifat merespon dengan
cepat perubahan dalam pengelolaan tanah. Aktivitas mikroba tanah didalam tanah akan menentukan transformasi dan siklus hara [Engelen,
et al, 1998, Tabatabai, 1978; Mueller, 2002, Pell et al, 1998; Quilchano and Maranon, 2002, Rasool and Reshi,2010, Stepheniewska and
Wolinska, 2005, Stephaniewska et al, 2007. Untuk menilai peran mikroorganisme dalam sistem ekologi, terutama dalam hal mengevaluasi
pencemaran lingkungan tanah dan air, penambahan bahan kimia pertanian dan teknik budidaya, maka diperlukan metode yang handal
untuk mengestimasi biomassa, aktivitas mikroba di dalam tanah. Beberapa metode yang umum dan penting telah digunakan saat ini yaitu
pengukuran kandungan ATP, pengukuran respirasi dengan penambahan substrat SIR, aktivitas dehydrogenase DHA dan aktivitas reduksi
dimethilsulfoksida
DRA serta
potensi kapasitas
denitrifikasi Egamberdiyeva et al, 2001; Engelen, et al, 1998; 2001; Gianfreda et al,
2005; Griebler, 1997; Maranon, 2002; Pell, et al, 1998; Rasool and Reshi,2010. DHA dan DRA dapat dianggap sebagai indikator aktivitas
mikroba umum, terutama untuk metabolisme oksidatif dalam tanah Stepheniewska and Wolinska, 2005, Stephaniewska et al, 2007. DHA
terlibat dalam aliran elektron ke oksigen akibat aktivitas enzim di dalam atau diluar sel dalam mengkatalisasi transfer hidrogen dan elektron dari
satu senyawa ke senyawa yang lain. Hal ini sangat berperan penting dalam tahap awal proses dekomposisi bahan atau oksidasi bahan organik
dalam tanah, [Cadwel, 2005. Disamping oksigen mikroorganisme pro- dan eukariotik bakteri, jamur, khamir mendapatkan energi baik aerobik
atau anerobik juga dapat menggunakan dimetilsulfoksida DMSO sebagai akseptor elektron terminal yang akan direduksi menjadik
dimethylsulfide DMS 2, 6, 23-24; 33.
Penelitian ini menguraikan pengujian metode biologis dampak yang ditimbulkan oleh bahan kimia inhibitor nitrifikasi seperti 3-4
dimethylpyrazolphosphat DMPP dan Dyciandimid DCD terhadap
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
- aktivitas dehydrogenase, reduksi dimethylsulfoksida dan kapasitas
denitrifikasi mikroba di dalam tanah. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah penamabahan bahan kimia pertanian
seperti inhibitor nitrifikasi DMPP dan DCD memiliki efek samping secara pengujian biologis terhadap aktivitas mikroba tanah sehingga akan
memberikan informasi dalam rekomendasi dalam penggunaan pupuk yang mengandung bahan inhibitor tersebut kelak.
BAHAN DAN METODA
Penelitian pengujian aktivitas mikroorganisma seperti DHA, DRA dan PDC didalam tanah akibat penggunaan bahan kimia pertanaian
berupa inhibitor nitrifikasi berupa DMPP dan DCD dilakukan dengan menggunakan 3 tiga method uji biologis standar pada 3tiga jenis
tanah yang berbeda sifat kimia dan fisikanya Tabel 1. Percobaan ini dilakukan di laboratorium Institut Mikrobiologi Terapan Fakultas Ilmu
Ilmu Pertanian dan Manajemen Lingkungan Hidup Universitas Justus Leibig Jerman.
Persiapan Contoh Tanah. Tanah bertekstur liat dan lempung diperoleh dari Stasiun Percobaan Department Agronomy and Plant Protection,
Justus Liebig University JLU, Giessen, Germany, dan tanah bertekstur pasir dari Kebun percobaan, Badische Anilin and Soda Factory BASF,
Limburgerhof, Germany. Tanah yang digunakan berdasarkan klasifikasi Tanah Amerika Soil Survey Staff,1999] termasuk Typic Udorthent
tanah liat Typic Kandiudult tanah lempung, and Typic Paleudult Tanah pasir. Ketiga jenis tanah tersebut berbeda tekstur, pH kandungan
C dan N seperti disajikan pada Tabel 1
Tabel 1: Sifat Kimia dan Fisika Tanah Percobaan
Parameter Jenis Tanah
Tanah Liat Tanah
Lempung Tanah Pasir
C
t
1,35 1,30
0,70 C
H2O
0,40 0,55
0,27 N
t
0,15 0,15
0,08 CN
10 9
9 pH
H2O
pH
KCl
6,30 6,00
7,00 5,50
7,00 6,40
CEC Ba in cmolckg 20,1
12,0 8,4
mWHC
1
45,5 40
26,5 NH
4 +
-N µg g
-1
dwt.s NO
3 -
-N µg g
-1
dwt.s NO
2 -
-N µg g
-1
dwt.s 1,0
10,6 0,06
4,3 7,9
0,1 1,0
17,4 0,1
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
-
Parameter Jenis Tanah
Tanah Liat Tanah
Lempung Tanah Pasir
Fraction clay
loam sand
51 41
8 24
46 30
6 19
75
1
maximal water holding capacity
Inhibitor Nitrifikasi. Inhibitor nitrifikasi yang digunakan yaitu DMPP kemurnian 99.9 , diperoleh dari BASF, Ludwigshafen, Germany, dan
DCD kemurnian 96 dari SKW Trostberg Ag., Trostberg Germany. Sebagai acuan digunakan dosis dasar masing-masing untuk DMPP,
ClMPP dan DCD masing-masing 0,36 µg, 0,25 µdan 10µg g
-1
tanah kering setara dengan dosis rekomendasi pupuk N 90 kg per Ha. Pada
penelitian ini diuji pada taraf kontrol, 5, 10, 25, 50, 100, 500 dan 1000 kali dosis rekomendasi yang dimaksudkan untuk dapat memprediksi efek
samping atau dampak dari bahan kimia ini. Penilaian efek samping ekotoksikologis bahan kimia ini disajikan dalam bentuk kurva respon
sehingga dapat dievaluasi nilai “no observable effect level = NOEL”, ED
10
dosis dimana 10 aktivitas mikroorganisma non target terhambat.
Pengukuran Aktivitas Enzym. Aktivitas dehydrogenase activity DHA diukur menggunakan metode yang dikemukakan Alef 1995 dimana 2-
p-iodophenyl-3-p-nitrophenyl-5-phenyltetrazolium chloride
INT digunakan sebagai akseptor elektron dan dihasilkan iodonitrotetrazolium-
formazan INF yang diukur menggunakan spectrophotometer pada panjang gelombang 436 nm Zeiss PM2-DL. Methanol digunakan
sebagai larutan blank. Aktivitas reduktase dimethylsulfoxide reductase activity DRA diukur
dengan menggunakan metode yang dikemukakan oleh Alef dan Kleiner 1989 dan diukur menggunakan gaschromatopgraph.
Potensi kapasitas denitrifikasi PDC diukur dengan methode blokade acetylen yang dikemukakan Pell, et al 1998, dimana acetylene
digunakan untuk menghambat konversi oksida nitrogen menjadi gas N2 dimana nitrogen yang didenitrifikasi berupa gas N2O nitrous oxide
yang terbentu diukur menggunakan gaschromatograph. Analisis Statistik dan Hubungan Dosis dan Respon. Analisis statistik
yang digunakan berupa analisa regressi non linier Stephenson et al,1999, analysis of variance ANOVA dan Uji Fisher
untuk menguji nilai-nilai NOEL, ED
10
and ED
50
. Analisa ini dapat dilakukan dengan
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
- bantuan Program SigmaPlot dan SigmaStat Software SPSS Inc. Nilai
NOEL, ED
10
and ED
50
dapat dihitung dengan persamaan 1 dimana nilai respon Y adalah nilai repon maksimum a dibagi oleh 1 + exp [- X
t
- X
b]. Xo dan Xt adalah nilai log dosis Inhibitor Nitrifikasi NIs pada awal dan pada akhir percobaan sedangkan b adalah konstanta yang
menjelaskan pengaruh inhibitor Richter, et al, 1996. Y = a {1 + exp [- X
t
- X b]} ……………………………………..1
HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan Dosis Respon dan Nilai NOEL, ED
10
dan ED
50
Model matematis nilai NOEL, ED
10
dan ED
50
untuk bahan inhibitor DMPP, ClMPP dan DCD dari data pengukuran dapat dikaji
dengan bantuan sigmaplot dan sigmastat sehingga metode pendekatan ambang batas risiko ekotoksikologis bahan tersebut dapat ditentukan
Tabel 2. Jika menggunakan persamaan regresi linier biasa maka penentuan nilai NOEL dari data pengukuran sama sekali tidak
dimungkinkan. Hubungan respons bahan inhibitor dengan parameter DHA dalam bentuk kurva semilogaritmik seperti disajikan Gambar 1.
Bentuk kurva yang hampir relatif sama dihasilkan dari hubungan matematik antara respon dosis ketiga inhibitor DMPP, ClMPP dan
DCD dan berbagai aktivitas mikroorganisma non target DHA, DRA, PDC dan NA pada tanah liat, lempung dan tanah pasiran seperti
disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Pengaruh Peningkatan Konsentrasi Inhibitor Nitrifikasi DMPP dan DCD terhadap Aktivitas Dehydrogenase kontrol pada
tanah liat semilogaritmik. Dosis rekomendasi DMPP
ȝJ DMPP dan
ȝJSHUgram berat kering tanah
.
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
-+ Penggunaan ketiga inhibitor DMPP dan DCD tidak berpengaruh
terhadap aktivitas nitrogenase pada ketiga jenis tanah percobaan sehingga tidak dapat ditentukan nilai NOEL, ED
10
dan ED
50
lebih lanjut. Hal ini dipandang positif sehingga tidak mengurangi aktifitas mikroorganisma
pemfiksasi nitrogen baik simbiotik maupun non simbiotik yang bermanfaat bagi etersediaan N tanaman. Oleh karenanya dalam kajian
NOEL, ED
10
dan ED
50
untuk parameter aktivitas nitrogenase NA tidak lagi disajikan pada Tabel 2 berikut.
Berdasarkan nilai NOEL, ED
10
dan ED
50
secara umum tidak terlihat perbedaan toksisitas yang jelas untuk masing-masing inhibitor.
Berdasarkan nilai rata-rata respons maka dapat disimpulkan bahwa DMPP lebih berpotensi mempunyai efek samping terhadap aktivitas
mikroba non target di dalam tanah. Berdasarkan nilai NOEL, maka penggunaan inhibitor tersebut pada taraf 100 kali dosis rekomendasi
secara umum tidak berdampak negatif terhadap lingkungan tanah. Ketiga inhibitor tersebut ternyata lebih efektif berpengaruh pada tanah pasiran
dibandingkan tanah lempung atau tanah liat. Hal ini akibat adanya pengaruh kandungan fraksi liat tanah yang berperan dalam mekanisme
jerapan terhadap bahan inhibitor pada permukaan liat Azam, et al, 2001: 2003; Barth et al., 2001; 2006; 2008. Tingkat kerentanan sensitif
berbagai aktivitas mikroorganisma non target di dalam tanah dapat diurutkan bahwa denitrifikasi lebih sensitif dibandingkan dehydrogenase
dan reduksi dimethylsulfoksida PDKDRADHA, Tabel 2. Nilai ambang batas risiko terhadap lingkungan yang diteliti berdasarkan
perhitungan USEPA 1984 bahwa untuk percobaan laboratorium dihitung nilai rata-rata NOEL dibagi 10 dan percobaan lapngan nilai
NOEL dibagi 100 Tabel 2. Ternyata nilai ambang batas risiko lingkungan tersebut masih sangat jauh diatas 1-50 kali dosis rekomendasi
pupuk N bersama inhibitor. Artinya penggunaaan bahan inhibitor ini dapat dinyatakan aman dan tidak bermasalah dari aspek lingkungan.
Tabel 2: Penilaian NOEL, ED
10
dan ED
50
untuk kedua inhibitor dalam kaitannya dengan aktivitas mikroorganisma non target pada tiga jenis tanah liat,
lempung dan pasiran berdasarkan persamaan model matematik
.
Parameter Jenis tanah
Nilai Parameter Ekotoksikologis
mg kg
-1
Berat kering tanah DMPP
NOEL ED
10
ED
50
DCD NOEL ED
10
ED
50
DHA Liat
Lempung Pasir
91 133 371
30 72 844 1754
6940 550 1126
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
-,
Parameter Jenis tanah
Nilai Parameter Ekotoksikologis
mg kg
-1
Berat kering tanah DMPP
NOEL ED
10
ED
50
DCD NOEL ED
10
ED
50
rerata 312
25 56 230
49 87 304
5558 167 809
4450 520 1230
5649
DRA Liat
Lempung Pasir
rerata 47 101
365 11 53
287 5 44
266 24 66
306 395 1083
4965 296 1102
4533 112 402
2597 268 862
4032
PDK Liat
Lempung Pasir
rerata 30 62
241 17 35
193 5 17
150 17 38
195 366 761
2438 299 646 2049
159 487 1724 275 631 2070
Rerata Liat
Lempung Pasir
rerata 59 99
326 19 53
264 12 39
215 30 64
268 535 1199 4781
382 598 4047 146 566
2924 354 908 3917
Pengaruh Jenis Tanah Nilai NOEL dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui
pada konsentrasi dimana aktivitas mikroorganisma non target mulai terhambat. Parameter ini digunakan untuk menghitung batas dosis yang
diprediksi dimana tidak terdapat pengaruh ketiga inhibitor terhadap berbagai aktivitas mikroba non target di dalam tanah. Hal ini sesuai
dengan yang dilaporkan oleh Egamberdiyeva et al, 2001 dan Callaghan et al 2010 bahwa pemberian inhibitor nitrifikasi tidak berpengaruh
terhadap mikroorganisma non target di dalam tanah. Nilai NOEL untuk parameter DHA,DRA dan PDC untuk ketiga jenis tanah percobaan
diringkas pada Tabel 3. Seperti terlihat pada Tabel 3, nilai NOEL terendah untuk DMPP untuk DHA dan PDC pada tanah pasir relatif
sama. Nilai NOEL meningkat dalam urutan PDCDRADHA dan
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
-- umumnya lebih tinggi pada tanah liat dibandingkan lempung dan tanah
pasir. Hal ini secara ekologis sangat penting karena DHA dan DRA adalah parameter aktivitas mikroba yang umum sedangkan PDC adalah
aktivitas mikroba spesifik. KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan yang dapat disajikan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan kurva respons dosis untuk DHA, DRA dan PDK yang diteliti ternyata secara umum hanya berpengaruh terhadap aktivitas
mikroorganisma non target untuk ketiga jenis tanah jika digunakan hingga pada taraf 50 kali dosis rekomendasi.
2. Denitrifikasi PDK bersifat lebih sensitif terhadap pemberian inhibitor ini dibandingkan aktivitas mikroorganisma non target
lainnya. 3. DMPP berpengaruh lebih efektif terhadap parameter yang diteliti
dibandingkan DCD. 4. Ketiga inhibitor yang digunakan berpengaruh lebih efektif pada tanah
pasir dibandingkan pada tanah lempung atau liat. 5. Berdasarkan NOEL untuk masing masing parameter, maka nilai
ambang batas risiko terhadap lingkungan tanah untuk kedua inhibitor dapat dipertanggungjawabkan secara ekotoksikologis layak dan
aman. 6. Ketiga metode biologis ini dapat diandalkan dan cocok untuk
digunakan menguji efek samping dari bahan kimia pertanian di dalam tanah karena reproduksibilitas dan sensitivitasnya.
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada BASF Jerman yang telah menyediakan bahan kimia inhibitor nitrifikasi dan Deutscher
Akademischer Austauschdienst DAAD di Bonn atas dukungan finansial dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Alef, K. 1995. Dehydrogenase activity, In: Alef and Nanniperi, P eds Methods in Applied soil microbiology and biochemistry. Acad.
Press. London pp. 228-231 Alef, K and Kleiner, D. 1989.Rapid and sensitive determination of
microbial activity ini soils and in soil aggregates by dimethylsulfoxide reduction. Biol. Fertil. Soils. 8:349-355
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
-. Azam, F. Benckiser, G, Muller, C and Ottow, J.C.G 2001. Release,
movement and recovery of 3-4 dimethylpyrazole phosphate DMPP, ammonium and nitrate from stabilized fertilizer
granules in a silty clay soil under laboratory conditions. Biol. Fertil. Soils 34: 118-125
Azam, F and S. Farooq 2003. Nitrification Inhibition in Soil and Ecosystem Functioning- An Overview. Pak. Journ, of. Biol. Sci.
6: 6:528-535 Barth, G, Tucher, S von und Schmidhalter, U. 2001. Influence of soil
parameter on the effects of 3-4 dimethylpyrazole phosphate DMPP as nitrification inhibitor. Biol. Fertil, Soil. 34: 98-102:.
Barth, G. 2006. Influence of soil properties on the effect of 3, 4 - dimethylpyrazole - phosphates as nitrification inhibitor.
Technischen Universität München Barth, G 2008 Effectiveness of 3, 4-Dimethylpyrazole Phosphate as
Nitrification Inhibitor in Soil as Influenced by Inhibitor Concentration, Application Form, and Soil Matrix Potential.
Pedosphere
Di, H.J, Cameron KC 2006. Nitrous oxide emissions from two dairy pastures soils as affected by different rate of fine particle
suspension nitrification inhibitor- a lysimeter study. Nutr. Cycling Agroecosys. 79: 281-290
:18: 378-385 Callaghan, M.O., Nelson, T, Lardner, R, Carter, P, Gerard.E, and
Brownbridge, M 2010. Non-Target impact of The Nitrification Inhibitor Dicyandiamide on Soil Biota. World Congress of Soil
Science. Brisbane, Australia, 1-6 August
Caldwell, B.A. 2005. Enzyme activities as a component of soil biodiversity: A review. Pedobiologia 49: 637- 644
Debus, R and K. Hund, 1998. Development of analytical methods for assessment of ecotoxicological relevant soil contamination: Part
B – Ecotoxicological Analysis in Soil and Soil Extracts. Chemosp: Vol 35: pp. 239 – 26
Di, H.J, Cameron KC 2004.Effects of temperature and application rate of a nitrification inhibitor, dicyandiamide DCD on nitrification
rate and microbial biomass in a grazed pasture soil. Aust. J Soil Res 42: 927-932
Di, H.J, Cameron KC. 2005. Reducing environmental impacts of agriculture by using a fine particle suspension nitrification
inhibitor to decrease nitrate leaching from grazed pastures. Agric Ecosyst. Environ 109: 202-212.
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
. Di, H.J, Cameron KC, R.R Sherlock 2007. Comparison of the
effectiveness of a nitrification inhibitor, dicyandiamide DCD, in reducing nitrous oxide emissions in four different soils under
different climatic and management conditions. Soil Use Manag. 23: 1-9
Di, H. J., Cameron, K. C., Shen, J.-P., Winefield, C. S., OCallaghan, M., Bowatte, S. and He, J.-Z. 2010. Ammonia-oxidizing bacteria
and archaea grow under contrasting soil nitrogen conditions. FEMS Microbiology Ecology, 72: 386–394
Egamberdiyeva D, Mamiev M, and Poberejskaya S.2001. The influence of mineral fertilizer combined with a nitrification
inhibitor on microbial populations and activities in calcareous Uzbekistanian soil under cotton cultivation. The Sci. World
Journ. 1, 108-113
Engelen, B; Meinken, K; von Winzingerode, F; Heuer, H, Malkomes.H.P and H. Backhaus,: Monitoring impact of pesticide treatment on
bacterial soil communities by metabolic and genetic fingerprint in addition to conventional testing procedures. Appl. And Envir.
Microbiology : 64, pp: 2814-282: 1998
Fillery, I. 2007. Plant-recommendedd manipulation of nitrification in soil: a new approach to managing N loss? Plant and Soil 294: 1-4
Gianfreda L., Rao M.A., Piotrowska A., Palumbo G., and Colombo C. 2005. Soil enzyme activities as affected by anthropogenic
alterations: intensive agricultural practices and organic pollution. Sci. Total Environ., 341, 265-279
Griebler Christian 1997. Dimethylsulfoxide DMSO reduction: a new approach to determine microbial activity in freshwater sediments.
Journ. Of. Mirobiol. Methods: 20: pp. 31-40: 1997 Griebler, C and D. Slezak 2001. Microbial Activity in Aquatic
Environments Measured by Dimethyl Sulfoxide Reduction and Intercomparison with Commonly Used Methods. Appl. And
Environ. Microbiology: 67 :pp 100-109
Mc Carty, G.W 1999. Modes of action nitrification inhibitors.Biol. Fertil, Soils. 29: 1-9
Moir J, Cameron KC, and Di HJ 2007. Effects of the nitrification inhibitor dicyandiamide on soil mineral N, pasture yield, nutrient
uptake and pasture quality in a grazed pasture system. Soil Use Manag. 23: 111-120
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
. Muller. C, Stevens R.J, Laughlin, R.J, Azam F, Ottow J.C.G. 2002. The
nitrification inhibitor DMPP had no effect on denitrifying enzyme activity. Soil Biology and Biochemistry 34, 1825-1827
Pell. M., Stenberg, B and Torstensson, L.,1998. Potential denitrification and nitrification tests for evaluation of pesticide effects in soil.
Ambiop. 37: 24-28 Quilchano C. and Maranon T 2002 Dehydrogenase activity in
Mediterranean forest soils. Biol. Fert. Soils, 35, 102-107 Rasool, N and Reshi Z.A 2010. Effect of the fungicide Mancozeb at
different application rates on enzyme activities in a silt loam soil of the Kashmir Himalaya, India Tropical Ecology 512: 199-205
Rahmatullah, M., Gill, A., Wissemeier A.H., and Steffens D 2006. Phosphate availability from rock phosphate as related to nitrogen
form and the nitrification inhibitor DMPP. J. Plant Nutr. Soil Sci. 169: 675-678
Richter, O., Diekkrueger, B and Noertersheuser, P 2004. Environmental fate and modeling of pesticides from laboratory to field scale.
VCH Weinheim, New York. Pp; 89-93:1996 Sahrawat, K.L.: Nitrification inhibitors for controlling methane emission
from submerged rice soils. Current Science. 87:1084-1087 Singh. S. N. and Amitosh Verma, 2007. The Potential of Nitrification
Inhibitors to Manage the Pollution Effect of Nitrogen Fertilizers in Agricultural and Other Soils: A Review Environmental
Practice 9:266–279
Soil Survey Staff, 1999. Keys to Soil Taxonomy. 8th edit.The United State Department of Agriculture USDA. Washington DC. 332p
Stephenson, G.L., Koper, N., Atkinson, G.F, Solomon.K.R and Scroggins.R.P 2000. Use of non linear regression techniques
for describing concentration response-relationships of plants species exposed to contaminated site soils. Environ. Toxicol.
Chem., 19:2968-2981
Stêpniewska Z. and Woliñska A. 2005 Soil dehydrogenase activity in the presence of chromium III and VI. Int. Agrophysics, 19,
79-83 Stêpniewska,Z: A. Woliñska, and R. Lipiñska 2007. Effect of fonofos
on soil dehydrogenase activity Int. Agrophysics,, 21, 101-105
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
. Tabatabai, M.A, 1978.Soil enzymes.. Methods of Soil Analysis. Part 2.
2nd ed., Page et.al. Eds..Agronomy 9, American Society of Agronomy, Madison, Wis.903-947: 1982 Ladd, J.N. Origin and
range of enzymes in soil, Soil Enzymes, Burn, R. G.,Ed.. Marcel Dekker, New York, 51-96
United States Environmental Protection Agency USEPA, 1984. Technical guidance manual for performing waste load
allocations. Book II: Stream and Rivers. Chapter 3: Toxic Substances: EPA 4404-84-022. Office of Water Washington DC
Von Mersi, W and F. Schinner 1991. An improved and accurate method for determining the dehydrogenase activity in soils with
iodonitrotetrazolium chloride. Bio. Fertil. Soils 11: 216-220.
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
.
E+,;D.;F,DE,-L 6=HFDFB::65=?8BF:,U,,
;+.D,.,E+;+
Nunuk Priyani, Erman Munir, dan Nikmah Ridha B.
Departemen Biologi FMIPA USU
Abstrak
Biosurfaktan merupakan senyawa mikrobial yang bersifat ampipilik dengan tegangan permukaan yang efektif dapat diaplikasikan
dalam berbagai industri dan proses. Biosurfaktan dapat diproduksi dari berbagai macam substrat, sebagian besar bersumber dari limbah.
Produksi biosurfaktan oleh dua strain P.aeruginosa dengan menggunakan sumber karbon molase, minyak kedelai dan glukosa dan
sumber nitrogen NH
4
NO
3
dan NaNO
3
telah diujikan dalam penelitian ini. Minyak kedelai dan NaNO
3
merupakan sumber karbon dan nitrogen yang paling baik untuk pertumbuhan dengan pertumbuhan rata rata oleh
P.aeruginosa 1 adalah 174,5 CFUml dan P.aeruginosa 2 136,5 CFUml masing-masing pada jam ke-48. Molase dan NaNO
3
merupakan sumber karbon dan nitrogen yang paling baik untuk produksi
biosurfaktan dengan produksi tertinggi 86,912 ppm oleh P.aeruginosa 1 pada jam ke-24 dan 68,331 ppm oleh P.aeruginosa 2 pada jam ke-96.
Dan dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa pertumbuhan yang tinggi tidak selalu diiringi dengan roduksi biosurfaktan yang banyak.
Kata kunci: Biosurfaktan, Pseudomonas aeruginosa, Molase, Minyak
Kedelai, Glukosa, Sumber Karbon, Sumber Nitrogen, Optimasi.
PENDAHULUAN
Pertumbuhan sel dan akumulasi produk metabolit dipengaruhi oleh komposisi media seperti sumber karbon, sumber nitrogen, faktor
pertumbuhan dan garam-garam inorganik. Jadi, sebenarnya sulit dicari faktor yang paling berpengaruh dan bagaimana mengoptimalkannya
sebagai parameter yang digunakan dalam proses bioteknologi. Faktor lingkungan dan kondisi pertumbuhan seperti pH, temperatur, agitasi dan
oksigen dapat juga mempengaruhi produksi biosurfaktan selama efek tersebut pada masa pertumbuhan sel atau aktivitas seluler Rodrigues et
al, 2006.
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
. Biosurfaktan yang dihasilkan mikroba berbeda bergantung pada
jenis mikroba dan nutrien yang dikonsumsinya. Demikian pula untuk jenis mikroba yang sama, jumlah surfaktan yang dihasilkan berbeda
berdasarkan nutrien yang dikonsumsinya Duvnjak et al, 1983. Nutrien merupakan hal yang sangat penting artinya bagi pertumbuhan mikroba
termasuk bakteri penghasil biosurfaktan. Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa elemen makro yang memegang peranan
penting dalam menunjang pertumbuhan bakteri penghasil biosurfaktan adalah elemen karbon dan nitrogen Horowitz et al, 2005, seperti
glukosa Kosaric et al, 1983 dan Cooper, 1984, karena sel-sel mikroba dan berbagai produk fermentasi sebagian besar terdiri dari unsur karbon
dan nitrogen Indriani, et al, 2001. Selain itu jumlah biosurfaktan yang dihasilkan dipengaruhi pula oleh jenis sumber karbon, temperatur, pH
dan aerasi Kosaric, 1983. Oleh karena itu optimasi nutrien menjadi penting dalam produksi biosurfaktan Nugroho, 2006.
Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengetahui sumber karbon dan sumber nitrogen yang paling baik untuk produksi
biosurfaktan. Misalnya dengan menggunakan glukosa Guerra-Santos et al, 1984, minyak zaitun, hexadekana Yataghene et al, 2008;
Stoimenova et al, 2008;, minyak sayuran, mineral oils, gliserol Stoimenova et al, 2008; Rashedi et al, 2005, minyak kedelai Andriani,
2007, gasolin, paraffin oil, whey Rashedi et al, 2005 dan molase Rashedi et al, 2006 sebagai sumber karbon dan menggunakan NaNO
3
, NH
4 2
SO
4
, CH
4
N
2
O Rashedi et al, 2005 urea, NH
4
NO
3
, KNO
3
dan NH
4
Cl Yataghene et al, 2008 sebagai sumber nitrogen.
Pada penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa Pseudomonas aeruginosa yang diperoleh dari Laut Tanjung Balai
merupakan bakteri yang memiliki potensi untuk menghasilkan biosurfaktan Warsito, 2009. Telah diketahui pula bahwa potensi bakteri
untuk menggunakan berbagai senyawa hidrokarbon sebagai substratnya telah banyak diteliti, diantaranya dari genus Pseudomonas. Genus
Pseudomonas mempunyai habitat normal di tanah dan air yang berperan dalam dekomposisi bahan-bahan organik dan mempunyai kemampuan
metabolisme luas yang sangat bermanfaat tidak hanya di bidang pertanian dan kesehatan tetapi juga di bidang lingkungan Priyani dan Nurtjahja,
2001. Pseudomonas sp. merupakan bakteri yang mampu menghasilkan biosurfaktan tipe rhamnolipid Kosaric, 1992.
Biosurfaktan memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan surfaktan sintetik. Menurut Kosaric 1992 ada banyak
keuntungan-keuntungan dari biosurfaktan dibandingkan dengan surfaktan sintetik, antara lain : mudah didegradasi, ketoksikan rendah, sehingga
dapat digunakan di dalam kosmetika, farmasi dan bahan tambahan makanan. Biosurfaktan dapat diproduksi dari bahan baku murah yang
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
. tersedia di dalam jumlah besar, sumber karbonnya dapat berupa
hidrokarbon, lipid atau karbohidrat, yang bisa digunakan secara terpisah atau dikombinasi satu sama lain. Bernilai ekonomi tinggi walaupun
diproduksi dari limbah industri dan sering digunakan dalam kontrol lingkungan. Biosurfaktan dapat secara efisien digunakan di dalam
menangani industri emulsi-emulsi, partikelnya dapat digunakan dalam bioremediasi Sadowski et al, 2005. Namun, untuk mendapatkan
biosurfaktan membutuhkan waktu yang lebih lama dan mikroorganisme yang digunakan haruslah yang memiliki kemampuan yag besar dalam
memproduksi biosurfaktan. Untuk itu dapat dilakukan dengan rekayasa genetika dan mengoptimalkan proses fermentasi Ruzniza, 2005.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka penelitian ini dititikberatkan pada optimasi produksi biosurfaktan dengan variasi
sumber karbon dan nitrogen medium oleh Pseudomonas aeruginosa yang diperoleh dari Laut Tanjung Balai, Sumatera Utara.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sumber karbon dan sumber nitrogen yang paling baik untuk produksi
biosurfaktan oleh Pseudomonas aeruginosa. Bahan dan Metoda
Penelitian optimasi produksi biosurfaktan dengan variasi sumber karbon dan nitrogen medium dilakukan pada bulan Mei sampai Oktober
2010 di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Laboratorium Biokimia, Fakultas Kedokteran,
Universitas Sumatera Utara, Medan. Isolat Bakteri
Isolat bakteri yang digunakan adalah dua strain P. aeruginosa yang diisolasi dari laut Tanjung Balai, Sumatera Utara dan telah diketahui
berpotensi menghasilkan biosurfaktan. Bahan
Adapun bahan yang digunakan adalah molase dari tetes tebu, minyak kedelai, glukosa, amonium nitrat NH
4
NO
3
, sodium nitrat NaNO
3
, media PCA Plate Count Agar, media TSA Tripton Soya Agar, KH
2
PO
4
, K
2
HPO
4
, MgSO
4
.7H
2
O, CaCl
2
.2H
2
O, diethyleter, rhamnosa, H
2
SO
4
53, orsinol, aquadest, dan air laut. Sumber karbon yang digunakan :
1. Molase dari tetes tebu 2. Minyak Kedelai
3. Glukosa
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
.+ Sumber karbon yang digunakan :
1. Amonium Nitrat NH
4
NO
3
2. Sodium Nitrat NaNO
3
Variasi sumber karbon dan nitrogen : 1.
Molase dan Amonium Nitrat AM
2. Molase dan Sodium Nitrat
SM 3.
M. Kedelai dan Amonium Nitrat AK
4. M. Kedelai dan Sodium Nitrat
SK 5.
Glukosa dan Amonium Nitrat AG
6. Glukosa dan Sodium Nitrat
SG
Pengukuran Pertumbuhan Sel
Untuk mengetahui laju pertumbuhan dan kepadatan sel, maka bakteri ditumbuhkan pada masing-masing media dengan sumber karbon
dan sumber nitrogen yang bervariasi, dengan pH 6,8. Sebanyak 10 inokulum cair isolat bakteri yang setara dengan kekeruhan larutan Mc-
Farland = 10
8
selml, diinokulasikan ke dalam media secara aseptis. Kemudian diinkubasi pada shaker dengan kecepatan goncangan 150 rpm
pada suhu kamar selama 96 jam. Pertumbuhan sel pada media biakan diamati pada jam ke 24, 48, 72 dan 96. Pengukuran jumlah sel dilakukan
dengan metode Standart Plate Count SPC.
Penentuan Kurva Standar Rhamnosa
Kurva standar
rhamnosa dibuat
dengan menggunakan
biosurfaktan murni dari jenis rhamnosa Sigma Aldrich Company, Amerika Serikat. Rhamnosa dibuat dengan konsentrasi berbeda-beda
yang dilarutkan dengan larutan sodium bikarbonat NaHCO
3
0,05 M. Rhamnosa dibuat dengan konsentrasi 0 blanko, 10 ppm, 50 ppm, 80
ppm dan 400 ppm, kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 2 ml. Masing-masing larutan tersebut ditambah
3,6 ml larutan orsinol dan dipanaskan hingga mendidih, didinginkan pada temperatur kamar selama 15 menit dan dianalisa dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 421 nm Chandrasekaran and Be-Miller, 1980; Koch et al, 1991 dalam Warsito, 2009. Persamaan garis
regresi kurva standar rhamnosa ditentukan dengan metode Least Square Glover and Mitchell. 2002 dalam Warsito, 2009 dengan rumus :
Y = a + bX Dimana : a = intersep
b = slope koefisien regresi Y = Absorbansi
X = Konsentrasi
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
.,
Produksi Biosurfaktan
Untuk mengetahui konsentrasi biosurfaktan yang dihasilkan, maka bakteri ditumbuhkan pada masing-masing media dengan sumber
karbon dan sumber nitrogen yang bervariasi dengan pH 6,8. Sebanyak 10 inokulum cair isolat bakteri yang setara dengan kekeruhan larutan
Mc-Farland = 10
8
diinokulasikan ke dalam media secara aseptis. Kemudian diinkubasi pada shaker dengan kecepatan goncangan 150 rpm
pada suhu kamar. Konsentrasi biosurfaktan yang dihasilkan diamati setiap 24 jam selama 96 jam
Konsentrasi biosurfaktan yang terbentuk dianalisis dengan metode orisinol yang dimodifikasi Chandrasekaran dan Be-Miller, 1980;
Koch et al, 1991 dalam Warsito, 2009. Media cair hasil inkubasi disentrifugasi dengan kecepatan 6000 rpm selama 10 menit untuk
memisahkan media biakan dengan bakterinya dan diambil supernatannya. Sebanyak 4 ml supernatan diekstrak dengan 2 ml diethyleter selama 5
menit, ekstraksi diulangi 3 kali. Lapisan ether diambil, dikeringkan dan dilarutkan kembali dalam 2 ml larutan sodium bikarbonat 0,05 M.
Kemudian larutan sampel tersebut dihomogenkan dan ditambah 3,6 ml larutan orisinol, dipanaskan hingga mendidih, didinginkan pada
temperatur kamar selama 15 menit dan dianalisa dengan spektrofotometer UV-Visibel Shimadzu 1240 pada panjang gelombang 421 nm.
Konsentrasi biosurfaktan dihitung dengan menggunakan kurva standar rhamnosa dan diekspresikan dalam satuan ppm.
HASIL DAN PEMBAHASAN Laju Pertumbuhan Sel
Pertumbuhan P.aeruginosa pada beberapa jenis media yang digunakan menunjukkan laju yang bervariasi, seperti terlihat pada Tabel
berikut.
Tabel 1: Laju pertumbuhan Rata-rata Pseudomonas aeruginosa pada media dengan
variasi sumber karbon dan nitrogen
Jenis Media
Isolat
Pertumbuhan Sel CFUml
Jam ke-0
Jam ke-24
Jam ke-48
Jam ke-72
Jam ke-96
AM P. aeruginosa1
1 X 10
8
12 X 10
8
23 X 10
8
29.5 X 10
8
8 X 10
8
P.aeruginosa 2 1 X 10
8
74.5 X 10
8
24.5 X 10
8
8.5 X 10
8
19 X 10
8
SM P. aeruginosa 1
1 X 10
8
9 X 10
8
13 X 10
8
75 X 10
8
49 X 10
8
P. aeruginosa 2 1 X 10
8
7.5 X 10
8
12 X 10
8
16.5 X 10
8
2.5 X 10
8
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
.-
Jenis Media
Isolat
Pertumbuhan Sel CFUml
Jam ke-0
Jam ke-24
Jam ke-48
Jam ke-72
Jam ke-96
AG P. aeruginosa 1
1 X 10
8
6 X 10
8
8.5 X 10
8
20 X 10
8
19.5 X 10
8
P. aeruginosa 2 1 X 10
8
83.5 X 10
8
34 X 10
8
10.5 X 10
8
13.5 X 10
8
SG P. aeruginosa 1
1 X 10
8
106 X 10
8
60 X 10
8
42.5 X 10
8
11 X 10
8
P. aeruginosa 2 1 X 10
8
6.5 X 10
8
5.5 X 10
8
6.5 X 10
8
2 X 10
8
AK P. aeruginosa 1
1 X 10
8
13 X 10
8
118.5 X 10
8
77.5 X 10
8
41.5 X 10
8
P. aeruginosa 2 1 X 10
8
15.5 X 10
8
22.5 X 10
8
13 X 10
8
10.5 X 10
8
SK P. aeruginosa 1
1 X 10
8
131 X 10
8
174.5 X 10
8
25 X 10
8
19 X 10
8
P. aeruginosa 2 1 X 10
8
7.5 X 10
8
136.5 X 10
8
25.5 X 10
8
10 X 10
8
Dari data yang diperoleh diketahui bahwa pertumbuhan dari
kedua jenis bakteri tersebut menunjukkan fluktuatif dari jam ke-0 sampai dengan jam 96. Pada media dengan sumber karbon minyak kedelai dan
sumber nitrogen sodium nitrat media SK pertumbuhan kedua bakteri lebih baik dibandingkan dengan jenis media lainnya, dan yang paling
rendah laju pertumbuhannya adalah pada media dengan sumber karbon molase dan sumber nitrogen sodium nitrat media SM.
Tabel 1 menunjukkan bahwa pertumbuhan sel P.areuginosa 1 pada media SK lebih tinggi daripada media lainnya yaitu sebesar 174,5 x
10
8
CFUml dengan waktu kultivasi 48 jam. Dan pertumbuhan sel terendah pada media AG yaitu 6 x 10
8
CFUml dengan waktu kultivasi 24 jam.
Pertumbuhan sel P.aeuginosa 2 pada media SK lebih tinggi daripada media lainnya yaitu sebesar 136,5 x 10
8
CFUml dengan waktu kultivasi 48 jam. Dan pertumbuhan sel terendah pada media SG yaitu 2 x
10
8
CFUml pada waktu kultivasi 96 jam.
01 21345678590:39;:=5=
?1 2134567859?38;:=5=
219A5B787458590:39;:=5= ?
219A5B78745859?38;:=5= 0C
2C4;B3658590:39;:=5= ?C
2C4;B365859?38;:=5=
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
..
Gambar 1. Histogram pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa selama 96 jam pada media dengan variasi sumber karbon dan nitrogen
Perbedaan laju pertumbuhan pada tiap media ini dimungkinkan karena adanya perbedaan kemampuan masing-masing jenis bakteri dalam
mengunakan nutrisi yang tersedia dalam media untuk proses metabolismenya. Menurut Lay 1994, perbedaan laju pertumbuhan
disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya adalah tipe dan jenis bakteri itu sendiri maupun kemampuan bakteri tersebut dalam menggunakan
nutrisi yang tersedia dalam media untuk proses metabolismenya. Selain itu perbedaan nutrisi yang ada dalam media juga mempengaruhi
pertumbuhan bakteri, Rodrigues et al, 2006 menyatakan bahwa pertumbuhan sel dan akumulasi produk metabolit dipengaruhi oleh
komposisi media seperti sumber karbon, sumber nitrogen, faktor pertumbuhan dan garam-garam inorganik. Meskipun molase mengandung
50 glukosa dan zat nutrisi lainnya, molase juga mengandung logam- logam berat yang merupakan salah satu faktor penghambat bagi
pertumbuhan mikroorganisme.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Desniar 2004, yang menggunakan molase sebagai sumber karbon untuk pertumbuhan
P.aeruginosa, bahwa peningkatan biomassa kering bakteri disebabkan oleh kemampuan bakteri tersebut untuk menkonversi substrat yang
digunakan menjadi massa sel. Akan tetapi konsentrasi yang berlebihan juga dapat menghambat pertumbuhan biomassa dan polisakarida.
Pertumbuhan juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan, salah satunya adalah pH. Kebanyakan genus Pseudomonas tidak dapat tumbuh
dengan baik pada pH rendah 4,5 sehingga pertumbuhannya akan terhambat Jhon et.al., 1994. Dan pada media dengan sumber karbon
glukosa, dimungkinkan terjadi penurunan pH yang mengakibatkan rendahnya pertumbuhan P.aeruginosa. Sebagaimana penelitian yang
telah dilakukan oleh Abouseoud 2007 bahwa media dengan sumber karbon glukosa menhalami penurunan pH yang paling rendah yaitu 3,53.
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
Selain itu, konsentrasi sumber karbon yang terdapat dalam media juga mempengaruhi pertumbuhan. Penghambatan pertumbuhan mikroba
dapat disebabkan oleh rendahnya konsentrasi dan represi nutrisi karbon dalam media. Sumber karbon digunakan oleh mikroba sebagai sumber
energi untuk pertumbhuan. Jika sumber karbon kurang pada media, maka pertumbuhan mikroba tersebut menjadi terhambat. Glukosa pada media
juga mempunyai efek represi terhadap enzim pensintesis nutrien lain Britz dan Demain, 1985.