Kesuburan Tanah dan Pemupukan. USU Press, Medan.

+,-..0123430+,-,.,+012,+5 -, Muhali, I. 1980. Pengetahuan Pupuk. Acaksana Karya Bhakti. Lembaga Pendidikan Perkebunan LPP, Yogyakarta. Musa, L., Mukhlis, dan A. Rauf. 2006. Dasar Ilmu Tanah. Departemen Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Musa, L., dan Mukhlis. 2006. Kimia Tanah. Departemen Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Purwono, M. S., dan Hartono, R. 2005. Bertanam Jagung Unggul. Penebar Swadaya, Jakarta. Roy, R. N., A. Finck., G. J. Blair., and H. L. S. Tandon. 2006. Plant nutrition for food security A guide for integrated nutrient management. Food and Agriculture Organization of The United Nations, Rome. Tisdale, S. L., W. L. Nelson., and J. D. Beaton. 1985. Soil Fertility and Fertilizers. MacMillan Pub. Co, New York. Tony. 2009. Super Slag Basic. http:mailto.tonynpk.ltd.uk. [Diakses 14042009]. +,-..0123430+,-,.,+012,+5 -- LAMPIRAN Lampiran 1. Data Analisis Awal Tanah Andisol Asal Tongkoh . Penilaian kriteria sifat tanah berdasarkan kriteria BPP Medan. Lampiran 2. Data Analisis Terak Baja Basic Slag dari PT. Purnama Baja Heckett, Cilegon-Banten No Parameter Hasil Analisis Kriteria 1. pH H 2 O 5.11 Masam 2. C-Organik 9.30 Sangat Tinggi 3. Bahan Organik 15.99 4. Tekstur Pasir Berlempung Pasir 84 Debu 6 Liat 10 5. P-Tersedia ppm 14.83 Rendah 6. Retensi P 82.5 No Parameter Satuan Hasil Analisis 1. Iron Fe Total 26.86 2. Iron Trioxide Fe 2 O 3 38.41 3. Aluminium Trioxide Al 2 O 3 5.34 4. Calcium Oxide CaO 30.12 5. Magnesium Oxide MgO 6.52 6. Manganesa Dioxide MnO 2 2.28 7. Chromium Trioxide Cr 2 O 3 0.39 8. Potassium Oxide K 2 O 0.34 9. Silicone Dioxide SiO 2 15.30 +,-..0123430+,-,.,+012,+5 -. D,5,F,+.;,,,V.;D, 6E6BC6=[ Suci Rahayu dan Retno Widhiastuti Departemen Biologi FMIPA, Universitas Sumatera Utara, MEDAN Email :suci_bio85yahoo.co.id : retnows2002yahoo.com Abstrak Penelitian tentang kajian fase pembungaan dan penyerbukan Nepenthes spp telah dilakukan di Taman Wisata Alam TWA Sicikeh- Cikeh. Fase pembungaan diamati pada tiga spesies Nepenthes spp yaitu : N. spectabilis, N. tobaica, dan N. rombicaulis, yang dalam kondisi berbunga. Pengamatan dilakukan ketika awal pembungaan dimulai. Fase pembungaan diklasifikasikan dalam 5 tahap, F0 fase inisiasi, F1 Fase perkembangan kuncup, F2 Fase anthesis bunga mekar, F3 Fase penyerbukan, dan F4 Fase perkembangan buah. Keseluruhan fase berlangsung selama 21-30 hari. Lama waktu masing-masing fase berbeda, fase F0 inisiasi selama 2-3 hari, Fase F1 perkembangan kuncup 1-2 hr, Fase F2 anthesismekar sempurna berlangsung selama 3-5 hari, Fase F3 penyerbukan dan pembuahan 1-3 hari, dan Fase F4 perkembangan buah berlangsung 7-15 hari. Jenis serangga penyerbuk yang mengunjungi kantung atas dan bunga menunjukkan persamaan, antara lain ; Thrips hawaiiensis, Tabanus sp, Catocala sp, Bambus sp, Apis mellifera, Thipid sp. Sedangkan serangga yang mengunjungi kantung bawah adalah Thrips hawaiensis dan Formica sp. Jenis Formica ditemukan dalam kantung atas. Kata kunci: Nepenthes spp , Fase pembungaan , penyerbukan PENDAHULUAN Hutan rawa gambut di Sumatera dan Kalimantan sebagai salah satu habitat alami Nepenthes spp., hampir setiap tahun mengalami kebakaran. Konversi lahan hutan untuk pengembangan pemukiman, pertanian, dan perkebunan menjadi suatu hal yang harus dilakukan seiring dengan semakin bertambahnya populasi penduduk. Hal ini pulalah yang ditengarai sebagai penyebab makin berkurangnya habitat Nepenthes spp. di alam. Oleh sebab itu, diperlukan usaha konservasi, baik in-situ maupun ex-situ dengan cara budidaya dan pemuliaan. Azwar, 2002. Penelitian kajian fase pembungaan dan penyerbukan Nepethes spp bertujuan mengetahui periode fase-fase pembungaan dan cara penyerbukan yang terjadi secara alami pada tumbuhan Nepenthes spp. +,-..0123430+,-,.,+012,+5 - Informasi tentang fase-fase pembungaan dan penyerbukan merupakan informasi yang sangat penting bagi perluasan pengetahuan tentang tanaman itu sendiri maupun untuk kepentingan perkembangan sains. CARA KERJA Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan sampel dilakukan pada bulan Juni sampai dengan November 2010. Penelitian dilakukan Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh yang secara geografis terletak pada 92 o 20” 98 o 30” BT dan 02 o 35” - 02 o 41” LU, secara administratif termasuk Dusun Pancur Nauli, desa Lae Hole, Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi, Propinsi Sumatera Utara. Pelaksanaan Penelitian Tanaman yang dijumpai sedang berbunga diberi tanda ditaging digunakan sebagai sampel. Masing-masing lokasi jumlah tanaman yang diamati adalah 5 tanaman, dengan total sampel sebanyak 15 tanaman. Sampel tanaman yang diamati adalah tanaman yang dipastikan memiliki bakal tunas yang diperkirakan akan berkembang lebih lanjut menjadi bunga. Pada masing-masing sampel diberi tanda dengan memasang label. Pengamatan dimulai sejak adanya tanda-tanda inisiasi bunga berupa menculnya bakal bunga pada tangkai bunga sampai buah masak fisiologis. Stadia perkembangan bunga didasarkan kepada kriteria yang digunakan oleh Dafni 1993 dengan beberapa modifikasi yakni : stadia inisiasi, stadia kuncup kecil, stadia kuncup besar, stadia bunga terbuka, dan stadia perkembangan buah. Untuk memudahkan pengamatan, maka perlu dibuat pembatasan masing-masing stadia bunga yang akan diamati, terutama yang menyangkut karakteristik masing-masing stadia, seperti perubahan warna dan bentuk serta morfologi bunga. Selain pengamatan deskriptif berupa data gambaran perubahan struktur dan morfologi bunga juga dilakukan pengamatan terhadap pengukuran panjang dan jumlah bunga yang membentuk biji. Disamping itu, untuk melengkapi data deskriptif juga dilakukan pendokumentasian struktur dan morfologi bunga dengan menggunakan kamera digital Sony DSC-P8 dengan resolusi 3,2 Mega Pixels yang dirangkai dengan mikroskop binokuler. Pengamatan Serangga Penyerbuk Pengamatan serangga penyerbuk.dilakukan dengan dua katagori metoda penelitian yang digunakan yaitu Metoda Survai Deskriptif dan Metoda Survai Analitis Leedy, 1974. a. Evaluasi umum survey deskriptif Sasaran adalah untuk mengetahui serangga apa yang berperan aktif dalam kegiatan penyerbukan. Kriteria yang digunakan adalah kunjungan kepada suatu bunga. Cara evaluasi dilakukan dengan observasi +,-..0123430+,-,.,+012,+5 - langsung dan pemotretan. Diamati pada tanaman yang sedang berbunga, jenis-jenis serangga yang hadir. Identifikasi serangga dilakukan di LIPI Serpong. b. Evaluasi khusus survey analitis. Pengamatan kehadiran dilakukan dari jam 8.00 sampai 15.00 WIB. Untuk menghitung kelimpahan digunakan metoda Vansell dan Todd 1946 berupa daerah pengamatan selebar 1m dan panjang 50m. Guna pengamatan frekuensi kunjungan, setiap bunga diamati selama lima menit. HASIL PENELITIAN Didapatkan tiga jenis Nepenthes yang sedang berbunga di TWA Sicikeh-Cikeh ketika pengamatan. Ketiga Nepenthes yang menunjukkan berbunga yaitu : N. spectabilis Danser, N. tobaica Danser, dan N. rombicaulis. Posisi pembungaan setiap jenis Nepenthes semua terdapat pada ujung terminal batang. Perbungaan Nepenthes merupakan bunga majemuk dalam tandan. Tandan bunga betina dan bunga jantan terdapat pada individu yang berbeda. Panjang tandan bunga N. spectabilis 6-18cm, N. tobaica 6- 16cm, dan N. rombicaulis 4-12cm. Bunga bentuk bulir tersusun dalam tandan, setiap tandan terdapat 27-66 bulir bunga. Panjang tangkai bunga N. spectabilis, N. tobaica, dan N. rombicaulis berturut-turut 1-2,5 cm, 2- 4,5cm, 1-2 cm. Masing-masing tangkai bulir umumnya mempunyai bunga satu, jarang yang dua Gambar 1. Gambar 1. Tiga macam bunga betina dari tiga jenis Nepenthes spp : a. N. Spectabilis, b. N. tobaica, dan N. rombicaulis Fase-Fase Pembungaan Nepenthes Perubahan morfologi atau perubahan fisik organ generatif Nepenthes spp dijelaskan sebagai berikut: a b c +,-..0123430+,-,.,+012,+5 -

a. Fase tahap inisiasi bunga

Tahap inisiasi bunga merupakan masa transisi perubahan organ vegetatif pada kuncup terminal atau aksial meristem menjadi organ reproduktif Owens, 1991. Pada tahap inisiasi, kuncup bunga atau buds berbentuk bulir berwarna hijau akan tumbuh pada tandan perbungaan. Kuncup-kuncup bunga akan tersusun spiral pada tangkai perbungaan. Kuncup-kuncup bunga tersebut bersifat acropetally atau tumbuh dari bawah ke atas. Tandan mempunyai pelindung seludangspata bunga yang berwarna hijau. Pelindung tandan bunga pada bagian ujung membentuk sulur Gambar 2 a.

b. Fase tahap perkembangan kuncup

Seiring dengan perkembangan kuncup bunga, pelindungseludang tandan yang terletak di axil bunga akan mengering dan berubah warna menjadi coklat akhirnya rontok. Dalam perkembangan lebih lanjut, kuncup bunga akan membengkak sehingga terjadilah perubahan ukuran diameter kuncup. Warna kuncup bunga juga akan berubah dari hijau ke putih kekuningan. Pembengkakan ini menunjukkan bahwa di dalam kuncup bunga sedang berlangsung proses pembentukan dan perkembangan ovary serta alat reproduksi yaitu putik pada bunga betina, atau benang sari pada bunga jantan Gambar 2b. Fase perkembangan kuncup atau fase kuncup kecil merupakan fase yang paling genting bagi perkembangan bunga Nepenthes spp. Dalam fase ini mudah sekali terinfeksi mikroba atau dimakan oleh serangga maupun hewan tingkat tinggi lainnya. Jaringan bunga yang masih muda, seludang yang telah terbuka membuat bunga Nepenthes spp dalam fase ini sangat besar ancaman yang harus dihadapi. Lama fase kuncup kecil yang singkat pada bunga Nepenthes spp diduga merupakan strategi memperkecil resiko ancaman terhadap lingkungannya. Jika dibandingkan dengan fase-fase lainnya fase inisiasi, fase anthesis, fase penyerbukan maka fase kuncup kecil atau perkembangan kuncup ini selama pembungaan Nepenthes merupakan fase yang paling singkat 1-2 hari.

c. Fasetahap anthesis Stadia bunga terbuka dikenal dengan sebutan anthesis. Pada

tahap anthesis ini, mahkota bunga corolla akan membuka terlebih dahulu, setelah itu diikuti oleh keluarnya tangkai putik pada bunga betina atau tangkai kepala sari pada bunga jantan. Bunga menjadi sangat mekar kurang lebih satu hari setelah kelopak bunga membuka. Gambar 2c, menunjukkan kuncup bunga yang sudah mencapai kemekaran maksimal. Ketika dalam tahap pembukaan bunga, organ reproduksi betina atau kepala putik akan terlihat membengkok yang menandakan organ ini +,-..0123430+,-,.,+012,+5 - belum siap diserbuki. Sedangkan organ reproduksi jantan yaitu serbuk sari atau polen yang terdapat dalam kepala sari dalam bunga jantan juga belum membuka atau pecah, sehingga dalam tahap ini organ reproduktif belum siap untuk proses penyerbukan. Bunga Nepenthes spp adalah unisexual, artinya dalam satu bunga terdapat organ reproduktif jantan atau organ reproduktif betina saja. Fase ini pada N. spectabilis memerlukan waktu 2-3 hari, N. tobaica 1-3 hari, dan N.rombicaulis 1-2 hari. d. Fasetahap penyerbukan dan pembuahan Dalam studi ini, tahap penyerbukan atau bertemunya benang sari polen dengan kepala putik stigma Nepenthes spp terjadi dua hari setelah anthesis, dimana stigma pada bunga betina sudah menunjukkan reseptif dan polen dalam bunga jantan sudah terhambur atau keluar dari anther. Fase penyerbukan ditandai dengan mulai gugurnya mahkota bunga jika ada, sebagai tanda telah terjadinya pembuahan polinasi dan awal perkembangan buah. Lama waktu yang digunakan untuk menyelesaikan fase ini, pada N. spectabilis 2-3 hari, N. tobaica dan N. rombicaulis yaitu 1-3 hari. Pada Gambar 2d tampak adanya serangga dari Ordo Hymenoptera yang sedang mengunjungi bunga betina untuk melakukan penyerbukan. Diduga berdasarkan bunga yang sering dikunjungan oleh beberapa jenis serangga ketika bunga mekar, maka sindrom penyerbukan bunga Nepenthes diperantarai oleh serangga. Hasil penelitian pada bunga N. rafflesiana di Kalimantan menunjukkan sindrom penyerbukan Nepenthes oleh serangga. Dua posisi kantong yang berbeda dimorfisme pada Nepenthes ternyata juga memiliki fungsi yang berbeda. Kantong Nepenthes yang di atas, yang terdapat pada batang yang memanjat sangat membantu penarikan serangga untuk mengunjungi bunga yang sedang mekar. Bunga Nepenthes mekar yang dikunjungi serangga sangat membantu sukses fertilisasi Giusto et al., 2010. Bunga betina Nepenthes tidak mempunyai mahkota corolla, tetapi hanya terdapat kelopak calix dan putik stigma. Setiap satu bulir bunga berukuran 1,5-2 cm. Warna bunga orenge menyolok, berukuran kecil, dan tanpa perhiasan bunga. Bunga dengan warna menyolok merupakan ciri bunga yang secara umum diserbuki oleh serangga. Hubungan yang spesifik antara bunga dengan serangga penyerbuknya dinamakan sindrom penyerbukan Kuchmeister et al. , 1997 ; Ervice et al., 1999

e. Fasetahap perkembangan buah menuju kemasakan

Satu minggu setelah penyerbukan, benang sari dan putik umumnya sudah gugur, sehingga hanya struktur buah yang masih +,-..0123430+,-,.,+012,+5 - berwarna hijau saja yang masih melekat pada tangkai perbungaan inflorecence. Pada hari ke tujuh sesudah pembuahan atau kurang lebih 2 minggu dari waktu berbunga struktur buah akan berubah menjadi warna menjadi hijau kemerahan. Pada tahap ini, struktur buah sudah terbentuk dengan lengkap; namun ukuran buah masih masih sama dengan ukuran kuncup bunga semula. Buah Nepenthes spp berbentuk kapsul yang tersusun atas 5 karpel dan biji-biji terdapat dalam karpel. Kapsul Nepenthes spp sudah masak pada hari ke 14 2 minggu setelah putik gugur, yang ditandai dengan warna hitam kecoklatan. Gambar 2: Fase-fase pembungaan Nepenthes : a. Fase inisiasi, b. Fase perkembangan kuncup, c. Fase anthesis, d. Fase Penyerbukan dan Pembuahan, E. Fase pemasakan buah Jumlah dan Jenis Serangga Penyerbuk Nepenthes spp Jenis dan banyaknya serangga yang didapat pada kantung atas, kantung bawah dan bunga yang sedang mekar sempurna pada N. spectabilis, N. tobaica, dan N. rombicaulis terlihat pada Tabel 1. Fenomena kesamaan dan perbedaan jenis serta jumlah serangga, pada kantung atas, kantung bawah, dan bunga dari setiap jenis Nepenthes sangat menarik untuk dicermati. Perbedaan jenis serta banyaknya serangga yang hadir pada kantung bawah, kantung atas, dan bunga tentunya sangat berkaitan dengan fungsi masing-masing organ tersebut. a b c d e +,-..0123430+,-,.,+012,+5 - Tabel 3: Jenis dan Jumlah Serangga Penyerbuk Pada Kantung Atas, Kantung Bawah dan Bunga N. spectabilis, N.tobaica, dan N. rombicaulis Jenis Serangga Kantung Atas Kantung Bawah Bunga N1 N2 N3 N1 N2 N3 N1 N2 N3 Thrips hawaiiensis 2 1 2 3 3 4 1 3 2 Tabanus sp 1 1 3 - - - 1 1 1 Catocala sp 1 2 2 - - - 2 2 1 Bambus sp 1 1 1 - - - 1 1 1 Apis mellifera 1 3 2 - - - 1 1 1 Thipid sp 3 2 2 - - - 2 2 3 Formica sp - - 4 3 3 1 2 2 Keterangan: N1 = N.spectabilis, N2 = N.tobaica, dan N3 = N. rombicaulis Serangga yang didapatkan pada bunga dari ketiga jenis Nepenthes menunjukkan banyak kesamaan, namun banyaknya serangga yang mengunjungi tidaklah sama. Jenis serangga yang terjebak dalam kantung atas Nepenthes cenderung menunjukkan kesamaan dengan jenis serangga yang mengunjungi bunga. Fenomena kesamaan tersebut ditunjukkan baik pada N. spectabilis, N. tobaica maupun N. rombicaulis. Pada kantung bawah, jenis serangga yang terjebak berbeda dengan serangga yang mengunjungi bunga. Penelitian jenis serangga penyerbuk pada Nepenthes rafflesiana di hutan Kalimantan yang telah dilakukan oleh Giesto et al., 2010 menunjukkan bahwa kantung atas dan bunga mempunyai kesamaan jenis serangga yang berkunjung. Sedangkan kantung bawah cenderung berbeda. Jenis serangga yang datang berkunjung ke organ kantung atas dan bunga Nepenthes rafflesia diantaranya dari marga : Lalat kecil, lalat besar, kupu-kupu, kumbang, lebah, tabuhan, dan semut. Jenis serangga yang datang berkenjung ke kantung bawah secara umunya dari adalah dari marga semut dan lalat kecil. DAFTAR PUSTAKA Azwar, F. 2002. Kantong Semar Nepenthes spp. di Hutan Sumatra, Tanaman Unik yang Semakin Langka. http:www.LIPI.go.id . Diakses tanggal 25 Mei 2008. Dafni, A. 1993. Pollination Biology: a Practical Approach. University Press, Oxford. Ervik, F., Tollsten, L. And Knudsen, T 1999. Floral Scent Chemistry and Pollination . Ecology in Phytephantoid Palms Arecaceae. Plant Systematics and Evolution, 217, 279 -2097. +,-..0123430+,-,.,+012,+5 -+ Giusto, B. D, Bessiere, Gueroult, M, Lim, L.B.L, Marshall, D.J, McKey, M.H, and Gaume, L. 2010. Flower-Scent Mimicry Masks a Deadly Trap in The Carnivorous Plant Nephenthes rafflesiana. Journal of Ecology. Vol.98, p 845-856. Kuchemeister, H., Gotsberger, I.S, and Gerhard, 1997 ; Flowering, Pollination, Nectar Standing Crops, and Nectaries of Euterpe precatoria Arecaceae. an Aamazonian Rain Forest Palm. Plant Systematic and Evolution 206, 71-97. Owen, J.N. 1991. Flowering and Seed Set. Departement of Biology, University of Victoria, British Colombia, Canada. +,-..0123430+,-,.,+012,+5 -, ,DEUE,,ED,,S,+;, ..,,5.5X.5,,E,.-,V, ,EDD+DD,;-, Herla Rusmarilin Fakultas Pertanian USU, Jl. Prof. A Sofyan No.3, herla_surabayayahoo.com Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas anti-oksidan dari ekstrak berbagai jenis tempe biji-bijian kedelai, sorghum, millet dan jewawut dengan menggunakan metode tiosianat. Pelarut yang digunakan adalah hexan dan etanol. Perbandingan tepung tempe dengan pelarut adalah 1:5 bv. Setiap perlakuan ditentukan kadar proksimatnya. Identifikasi kadar asam lemak ekstrak heksan biji-bijian dilakukan menggunakan GC dan komponen antioksidan menggunakan metode titrimetri. . Hasil Penelitian menunjukkan bahwa jenis perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata p0.01 terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar serat. Aktivitas antioksidan pada ekstrak heksan Ekstrak H tempe biji-bijian relatif lebih tinggi dibanding perlakuan penyangraian kedelai, jewawut, millet dan sorgum. Setiap jenis tempe memiliki kemampuan diatas tokoferol. Aktifitas antioksidan ekstrak heksan tertinggi diperoleh dari tempe Formulasi III dan VI, masing-masing memiliki faktor protektif sebesar 3.70 dan 3.60 kali, sedangkan Į-tokoferol sebesar 1.98, sedangkan ekstrak etanol tertinggi diperoleh dari tempe FormulasiVI danIV, masing- masing memiliki faktor protektif sebesar 5.14 dan 4,97 kali. Total tokoferol ekstrak heksan tertinggi diperoleh dari kedelai sangrai dan millet sangrai, masing-masing sebesar 168.45 dan 114.90 mg100 g, sedangkan total fenol ekstrak etanol diperoleh dari kedelai dan sorgum sangrai, masing-masing sebesar 593,557 dan 312,989 mg100 g. Asam lemak hasil analisis dengan GC menunjukkankan bahwa asam lemak tidak jenuh dari biji-bijian komposisinya lebih tinggi dibanding asam lemak jenuhnya, kandungan asam lemak trans relatif sangat kecil. Pada Uji TBA, pengamatan 0 hari menunjukkan penghambatan tertinggi ekstrak heksan pada formulasi tempe III, IX dan X, sedangkan pada 7 dan 14 hari penghambatan tertinggi terdapat pada formulasi tempe IV, IX dan X. Penghambatan tertinggi ekstrak aetanol pada formulasi tempe X dan IX pada 0 hari, sedangkan pengamatan 7 dan 14 +,-..0123430+,-,.,+012,+5 -- hari pada formulasi tempe IX dan II. Kadar air mikroenkapsulat adalah 2,4036 dan daya larutnya sebesar 15,303. Kata kunci: Ekstrak heksan, ekstrak etanol, aktivitas antioksidan. PENDAHULUAN Indonesia sebagai Negara tropik memiliki berbagai jenis tanaman yang berpotensi menghasilkan antioksidan, diantaranya adalah biji-bijian yang banyak tumbuh namun belum banyak terungkap secara luas manfaat dari biji-bijian tersebut secara optmal. Pada umumnya tanaman memiliki kandungan antioksidan yang potensial, merupakan komponen bioaktif yang dihasilkan oleh tanaman tersebut bukan merupakan komponen utama yang digunakan untuk kebutuhan hidupnya, akan tetapi berperan sebagai anti oksidatif, anti mikroba dan merupakan metabolit sekunder, sehingga para peneliti mulai memusatkan perhatian untuk menemukan sumber-sumber antioksidan alami dari berbagai tanaman. Penambahan kedelai pada ransum tikus dapat menurunkan kejadian tumor payudara. Genistein, sebagai antioksidan dan komponen yang terkandung pada kedelai ternyata bertanggung jawab mencegah pertumbuhan kanker payudara. Mekanisme kerja senyawa tersebut adalah menghambat pembentukan pembuluh darah baru yang essensil untuk pertumbuhan dan perkembangan tumor angiogenesis. Tokotrienol yang dikandung oleh minyak nabati terutama minyak sawit, minyak jagung merupakan komponen untuk mencegah timbulnya kanker. Perkembangan sel-sel kanker payudara terbukti mampu dihambat hampir 50 dengan dosis pemberian 180µgml tokotrienol dari kelapa sawit. Sedangkan minyak kedelai yang tidak mengandung senyawa tokotrienol tidak mampu menghambat perkembangan dan pertumbuhan kanker. Anti oksidan yang terkandung di dalam biji-bijian dan biji buah markisa asam diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu alternatif dalam menurunkan jumlah radikal bebas yang terbentuk di dalam bahan pangan maupun di dalam tubuh. CARA KERJA Bahan Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis biji-bijian yang tumbuh di Indonesia diantaranya kedelai lokal, sorghum lokal, millet lokal, jewawut lokal, wijen lokal dan biji markisa ungu. Bahan kimia yang digunakan H 2 SO 4 pekat, CuSO 4 , K 2 SO 4 , NaOH 40, H 2 SO 4 0,02N, NaOH 0,02N, Hexan, aquades, H 2 SO 4 +,-..0123430+,-,.,+012,+5 -. 0,255N, NaOH 0,313N, K 2 SO 4 10, alkohol, FeCl 2 , asam lemak linoleat, air bebas ion, larutan buffer Phospat pH 7, etanol, ammonium thiosianat 30, HCl 3,5. Analisis yang dilakukan meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar serat, ekstrak hexan, ekstrak etanol, komponen antioksidan metode titrimetri, GCMS, aktivitas anti oksidan metode Chen et al, 1996. Persiapan Penelitian 1. Pembuatan Tepung Biji-Bijian Masing-masing biji-bijian diberi perlakuan penyanggraian sesuai matang konsumen kemudian dikeringkan dengan oven vakum suhu 40- 50 o C, dihancurkan, diayak dengan ayakan 30 mesh. Selanjutnya tepung biji dikemas dan disimpan dalam desikator dan siap untuk dianalisa. Pengukuran kadar air sampel kering ditentukan dengan metode oven Sudarmadji, et al. 1984. Pengukuran kadar lemak dilakukan terhadap sampel kering dengan menggunakan aparat soxhlet Sudarmadji, et al. 1984, penentuan kadar protein dengan metoda Kjeldhal Sudarmadji, et al. 1984, dan penentuan kadar serat kasar Apriyantono, et al. 1989. Ekstraksi komponen anti oksidan ditentukan berdasarkan penelitian Mulyani, et al. 1998 dengan menggunakan pelarut heksan dan etanol. Pengujian aktivitas anti oksidan dengan metoda thiosianat dari Chen, et al. 1996. Penentuan asam lemak dengan metoda GC-MS dan penentuan komponen aktioksidan dengan metoda titrimetri. Penyanggraian dilakukan dengan alat penyanggrai dari tanah liat dengan menggunakan bahan bakar arang, dijaga pada suhu 85-90 o C. 2. Pengujian Aktivitas Anti Oksidan Aktivitas anti oksidan ekstrak H dan ekstrak E dari sampel tempe diuji dengan metoda thiosianat dari Chen et al. 1996. Metoda ini terdiri dari dua tahap yaitu tahap oksidasi dan tahap analisis. Aktivitas anti oksidan dari sampel dinyatakan sebagai periode induksi yaitu waktu hari yang dibutuhkan oleh sampel untuk mencapai nilai absorbansi 0.3. Selanjutnya aktivitas anti-oksidan juga dinyatakan dalam faktor protektif yaitu perbandingan periode induksi sampel dengan periode induksi kontrol. Pengujian aktivitas antioksidan dengan metode TBA Kikuzaki dan Nakatami, 1993 yang dimodifikasi. 3. Pembuatan mikroenkapsulasi menggunakan teknik koaservasi pemisahan fase dilakukan dengan menggunakan 5 Gelatin:CMC dengan perbandingan 6:1, pH 4,1, surfaktan Tween 20:80 1:3 3 +,-..0123430+,-,.,+012,+5 - dan fixing agent formaldehid 5, diaduk 30 menit, didinginkan sampai suhu 10 o C, lalu dinaikkan pH menjadi 9 dengan penambahan NaOH 20, encerkan dengan air bebas ion sampai 350 ml, disaring, ampas dicuci dengan akuades hingga aromanya normal, dikeringkan dengan vakum Kristiani, 1997. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Analisis Proksimat Komponen Tempe Biji-bijian pada Berbagai Perlakuan Analisa proksimat yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui komposisi kimia tempe biji-bijian, yaitu campuran kedelai, sorgum, jewawut dan millet sangrai pada berbagai perbandingan. Analisis komposisi kimia pada tempe pada berbagai perlakuan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1: Komposisi kimia tempe biji-bijian pada setiap perlakuan Jenis Perlakuan K:M:S:J Parameter Kadar air Kadar abu Kadar protein Kadar Lemak Kadar Serat TI. 12,5:25:25:37,5 5.4995 2.4366 11.1503 8.5908 5.6570 TII. 25:25:25:25 4.6906 2.2868 13.6634 10.6246 5.4361 TIII. 37,5:25:25:12,5 4.5808 2.1715 16.1673 12.3725 4.6194 TIV. 50:25:25:0 5.0685 2.0890 18.1770 14.7281 4.3078 TV. 25:12,5:25:37,5 4.2559 2.2721 14.1589 10.573 4.6306 TVI. 25:37,5:25:12,5 4.4566 2.8940 13.9091 11.1363 4.4991 TVII.25:50:25:0 3.8256 3.0644 13.6250 12.7314 4.2420 TVIII.25:25:12,5:37,5 3.9087 3.5340 14.4718 12.4925 5.2379 TIX. 25:25:37,5:12,5 3.3774 2.6556 13.6751 9.6119 5.4822 TX. 25:25:50:0 3.2805 2.3999 13.3755 7.9437 5.7006 TXI. 100:0:0:0 4.1043 1.9800 20.5992 21.9227 5.6234 Keterangan: masing-masing perlakuan diulang 3 kali. K = kedelai, M=millet, S=sorgum, J=jewawut, F = formulasi Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa jenis perlakuan tempe berpengaruh sangat nyata p0.01 terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein dan kadar serat. Kadar air pada bahan akan mempengaruhi komponen di dalam bahan. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan tempe I yaitu campuran kedelai:millet:sorgum:jewawut 12,5:25:25:37,5 yaitu sebesar 5.4995, hal ini disebabkan perlakuan tempe I banyak mengandung pati perbandingan kedelai hanya 12,5, sehingga mempunyai kemampuan mengikat air yang relatif lebih besar secara fisik, namun mudah dihilangkan Minhajuddin, 2005 dalam Anonimous 1 , 2009. Pada setiap perlakuan formulasi tempe ternyata mengandung nilai gizi yang relatif cukup tinggi terutama protein dan lemak, sehingga +,-..0123430+,-,.,+012,+5 - biji-bijian dalam perlakuan ini dapat digunakan sebagai sumber protein, lemak dan kandungan gizi lainnya. Selain itu biji-bijian yang telah diberi perlakuan pemasakan ternyata tidak atau relatif sangat sedikit mengandung lemak trans, dan banyak mengandung asam lemak tidak jenuh yang penting untuk pemeliharaan kesehatan jantung. Gambar 1. Pengaruh jenis formulasi tempe terhadap kadar air tempe Keterangan: T = tempe Kedelai merupakan komoditi yang memiliki banyak keunggulan, namun bisa menimbulkan gangguan pada metabolisme tubuh bila tidak ditangani dan diolah secara baik, diantaraya timbulnya bau langu, adanya anti-tripsin, maupun hemaglutinin. Kedelai merupakan sumber protein yang mendekati sempurna, karena hanya kekurangan asam amio essensiil metionin dan cystein bila dibandingkan dengan pola FAOWHO yaitu 100 mggN untuk metionin dan systein dan 200 mggN. Kandungan nutrisi kedelai sedikit dibawah protein hewani Kwon dan Song, 1996. Kedelai memiliki senyawa bioaktif yang dapat menurunkan kolesterol, anti-kanker dan penyakit cardiovaskular tekanan darah tinggi, penyakit cerebro-vascular dan penyakit jantung koroner, sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi level kolesterol darah dalam diet adalah protein nabati, ratio asam lemak jenuh dan tidak jenuh, ratio asam lemak omega-3 dan omega-6 dan kadar serat makanan tidak larut. Oleh karena itu kedelai digunakan dalam penelitian ini., kadar protein masih tetap tinggi walaupun telah diberi berbagai perlakuan. Kapang tempe menghasilkan enzim proteolitik dan lipolitik, dan ini menyebabkan degradasi protein dan lemak kedelai menjadi senyawa yang lebih mudah dicerna karena nitrogen terlarut menjadi meningkat dan pH tempe juga meningkat Deliani, 2008. Selain itu tempe mengandung berbagai vitamin penting dan selama fermentasi berlangsung kadarnya semakin meningkat.Vitamin B12 aktivitasnya meningkat hingga 33 kali, vitamin B2 aktivitasnya Hubungan antara jenis formulasi tempe dengan kadar air 1 2 3 4 5 6 T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 Jenis formulasi tempe Ka d a r a ir t e m p e Series1 +,-..0123430+,-,.,+012,+5 - meningkat 8-47 kali, piridoksin 4-14 kali, niacin 2-5 kali, biotin 2-3 kali, asam folat 4-5 kali dan asam pantotenat 2 kali ipat Siswono, 2003. Komponen yang dihasilkan selama proses fermentasi merupakan bentuk yang tersedia bagi tubuh. Tempe kedelai mengandung antioksidan yang bebas yaitu daidzein, glisitein, genestein dan antiokasidan faktor II 6,7,4 tri hidroksi isoflavon yang memiliki sifat antioksidan paling kuat. Antioksidan ini disintesa pada saat terjadinya proses fermentasi kedelai menjadi tempe oleh bakteri Micrococcus luteus dan Coreyne bacterium. Dari hasil-hasil penelitian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kemungkinan munculnya antioksidan dari hasil fermentasi biji- bijian lain adalah cukup relevan dan ini dapat dilihat dari hasil analisis IPB bersertifikasi Gambar 2 dan 3.. Keterangan: KS, WS, MS, SS, MIS, JS dan TS kedelai, wijen, biji markisa, sorgum, millet, jewawut dan teh sangrai. Gambar 2. Hubungan antara jenis biji-bijian sangrai dengan total tokoferol Keterangan: KS, SS, MIS, JS kedelai, sorgum, milet dan jewawut sangrai. Gambar 3. Hubungan antara jenis biji-bijian dengan total fenol Hubungan antara jenis biji-bijian sangrai dengan total tokoferol 50 100 150 200 KS WS MS SS MIS JS TS jenis biji-bijian to ta l to ko fe ro l m g 10 gr Series1 Hubungan antara jenis biji-biijian dengan total fenol 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 KS SS MiS JS Jenis biji-bijian Tot a l fe nol m g 1 g Series1 +,-..0123430+,-,.,+012,+5 - Dari Gambar 3 menunjukkan kedelai dan milet mengandung total tokoferol yang lebih banyak dibanding lainnya, sedangkan Gambar 4 menunjukkan kedelai dan sorgum sangrai mengandung total fenol yang lebih tinggi. Kadar abu dari setiap perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata p0.01. Sorgum dan biji-bijian lain kaya dengan Mg, suatu mineral yang ternyata merupakan co-faktor untuk lebih dari 300 enzim metabolisme, termasuk enzim yang terlibat pada penggunaan gula tubuh dan sekresi insulin. Menurut laporan Anonimus 2009 dengan mengkonsumsi sorgum sebanyak 100 g per hari sudah dapat memenuhi kebutuhan tubuh akan zat besi dan zink, karena masing-masing mengandung 7 mg dan 5 mg per 100 g nya. Gambar 4. Pengaruh jenis formulasi tempe terhadap kadar abu tempe Di negara Inggris telah diteliti bahwa wanita yang sedang mengalami awal menopause secara signifikan terhindar dari kanker payudara setelah diet yang kaya fiber dari biji-bijian utuh seperti sorgum, millet, jewawut Cade et al., 2007. Bila dibandingkan biji sorghum tanpa perlakuan maka diperoleh hasil sebagai berikut: Air Abu Serat Protein Lemak Biji Utuh 10.470 1.49 2.54 9.01 3.66 Biji Rebus 3.428 1.554 6.8380 12.1425 6.2720 Biji Kukus 2.028 2.187 5.7240 13.4503 4.8140 Biji Sangrai 4.249 2.628 6.3100 12.8709 5.4969 Keterangan: Data dari Beti et al, 1990 Hasil Penelitian di Laboratorium Teknologi Pangan, USU, hasil perebusan dan pengukusan dikeringkan dalam oven vakum. Hubungan antara jenis formulasi tempe dengan kadar abu 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 Jenis form ulasi tem pe Ka d a r a b u t e m p e Series1 +,-..0123430+,-,.,+012,+5 - Dari tabel diatas menunjukkan bahwa pada berbagai perlakuan ternyata sorgum masih dapat memberikan kontribusi yang cukup baik terhadap nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh. Sorghum yang digunakan pada penelitian adalah sorghum yang dibudidayakan di Sumatera Barat mempunyai nama ilmiah Sorgum bicolor L Moench. Nama lainnya adalah Holchus sorghum L, Andropogan sorghum L Bot, Sifat biji sorgum, Laimeheriwa 1990 melaporkan bahwa di antara kulit biji sorgum dan daging biji dilapisi oleh lapisan testa termasuk pada bagian kulit biji dan lapisan aleuron termasuk pada bagian dari daging biji, jaringan kulit biji terikat erat oleh daging biji lapisan semen, oleh karena itu pada perlakuan penyangraian kulit biji sulit dipisahkan dari dagingnya. Sorgum merupakan sumber KH yang cukup potensial karena kandungan karbohidratnya cukup tinggi yaitu sekitar 73. Namun masalah utama penggunaan biji sorgum sebagai bahan pangan adalah karena kandungan tanin yang cukup tinggi yaitu mencapai 0.40-3.60 Rooney dan Sullines, 1977. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan proses fermentasi menggunakan kapang laru tempe agar dihasilkan senyawa antioksidan bebas yang memiliki berat molekul rendah, terbukti hasil aktivitas antioksidan pada perlakuan pemasakan biji-bijian relatif lebih rendah dibanding perlakuan fermentasi tempe. Jika dibandingkan dengan bahan makanan lain seperti jagung, beras, terigu, kedelai dan kacang tanah, sorgum megandung leusin, valin, fenillalanin, asam glutamat, alanin dan tirosin yang relatif tinggi Beti, et al. 1990, sorgum juga mengandung amilopektin yang tinggi dalam pati sorgum Sirappa, 2003. Bentuk tempe akan memberikan daya cerna dan penyerapan nutrisi yang relatif tinggi. Jika dilihat dari kandungan nutrisinya, sorghum mengandung protein yang relatif lebih tinggi dari beras, jagung atau gandum. Millet, sorgum dan jewawut mengandung serat tidak larut yang tinggi, sehingga dapat membantu wanita terhindar dari gallstone telah dipublikasikan pada American Journal of Gastroenterology. Para peneliti telah membuktikan bahwa serat tidak larut tidak hanya memberikan waktu transit yang pendek pada usus makanan dengan cepat bergerak melalui usus, tetapi juga mengurangi sekresi asam-asam empedu, meningkatkan sesnsitivitas insulin dan menurunkan trigliserida lemak darah, oleh karena itu sorgum, millet dan jewawut dapat digunakan sebagai sumber serat yang tidak larut The Food Meteljan Foundation, 2009. Lemak biji-bijian ternyata mengandung asam lemak trans yang relatif sangat rendah, mengandung asam lemak jenuh yang lebih rendah, namun mengandung asam-asam lemak tidak jenuh yang relatif tinggi +,-..0123430+,-,.,+012,+5 - Tabel 2, sehingga sangat baik untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan tubuh. Tabel 2: Sifat fisiko-kimia pada minyak biji-bijian sangrai Perlakuan Kedelai Sorgum Millet Jewawut Wijen Biji Markisa Bilangan Yodium 122.29 120.78 136.18 140.47 109.29 141.12 Bilangan penyabunan 192.69 193.33 192.39 192.52 192.35 192.86 SFA 13.54 13.52 9.90 11.19 15.96 11.36 MUFA 36.30 35.67 24.34 17.82 42.93 14.61 PUFA 50.16 50.82 65.76 70.99 42.11 74.03 Keterangan: Hasil analisis di Laboratorium kimia MIPA menggunakan Gas chromatography Dari Tabel diatas menunjukkan bahwa biji markisa dan jewawut mengandung asam lemak tidah jenuh relatif tinggi dibanding biji yang lain. Asam lemak tidak jenuh mempunyai efek penurunan terhadap kandungan kolesterol serum, sehingga dapat menetralkan efek negatif sterol di dalam tubuh Wikipedia, 2009. 2. Analisis Aktivitas Atioksidan Ekstrak Heksan dan Etanol pada Berbagai Jenis Perlakuan Formulasi Tempe dengan Metode Tiosianat Pengujian aktivitas antioksidan dengan metode tiosianat adalah untuk mengukur nilai peroksidanya dengan menggunakan tiosianat sebagai indikator warna. Senyawa peroksida sebagai produk hasil oksidasi lipida akan mengoksida ferro menjadi ferri. Ferri dan tiosinat membentuk warna merah. Pengukuran aktivitas antioksidan berdasarkan seberapa kuat kemampuan antioksidan yang ditambahkan dapat mereduksi atau menghambat hasil-hasil dari oksidasi asam lemak linoleat. Hasil uji aktivitas antioksidan dari ekstrak H dan E tempe biji- bijian yang diuji menunjukkan bahwa nilai absorbansi yang dicapai ekstak H tempe biji-bijian, tokoferol, sebagian berada dibawah 0.3, hanya BHT sampai dengan pengamatan hari ke 14 masih berada dibawah 0.3. Dari persamaan regresi linier diperoleh nilai periode induksi berturut- turut : kontrol tokoferoltempeFXIFIFXFVIIFIIFVFIX FVIII FVI FIII BHT Gb 5. Diantara formulasi tempe pada penelitian ini, tempe F6 memberikan periode induksi selama 27.32 hari. +,-..0123430+,-,.,+012,+5 -+ Sebagai pembanding digunakan tokoferol antioksidan alami dan BHT antioksidan sintetis. Ekstrak heksan tempe biji-bijian pada penelitian ini memberikan pengaruh antioksidasi yang lebih tinggi dari pada tokoferol, tetapi lebih kecil daripada BHT. Sampel dengan nilai absorbansi dibawah 0.3 menunjukkan bahwa jumlah hidroperoksida yang terbentuk selama reaksi oksidasi juga rendah. Pada metode tiosinat dinyatakan bawa nilai absorbansi 0.30 menunjukkan batas tertinggi jumlah hidroperoksida yang terbentuk selama reaksi oksidasi asam linoleat berlangsung. Diatas nilai 0.30 senyawa anti- oksidan tidak mampu lagi menghambat oksidasi asam linoleat. Pada kondisi ini seluruh asam linoleat yang ada dianggap sudah rusak. Gambar 5: Periode Induksi Aktivitas Antioksidan Ekstrak H Tempe Biji- bijian Gambar 6: Faktor protektif aktivitas antioksidan ekstrak H tempe Biji- bijian Periode Induks i 3.98 7.89 36.04 12.84 13.78 14.73 13.76 13.87 14.36 13.13 14.12 14.12 12.99 11.84 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 Kontrol Tokof erol BHT Tempe I Tempe II Tempe III Tempe IV Tempe V Tempe V I Tempe V II Tempe V III Tempe IX Tempe X Tempe XI Pe rla ku an Pe r iode Induk s i har i 1.00 1.98 9.06 3.22 3.46 3.70 3.46 3.48 3.60 3.30 2.92 3.54 3.26 2.97 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 Kontrol Tokof erol BHT Tempe I Tempe II Tempe III Tempe IV Tempe V Tempe V I Tempe V II Tempe V III Tempe IX Tempe X Tempe XI Pe rla ku an Fak tor Pr ote k tif +,-..0123430+,-,.,+012,+5 -, Gambar 7. Periode Induksi aktivitas antioksidan ekstrak E Tempe Biji- bijian Gambar 8. Faktor Protektif Aktivitas Antioksidan Ekstrak E Tempe Biji- bijian Ekstrak heksan dari tempe formulasi III F3: kedelai: millet :sorgum: jewawut =37,5:25:25:12,5 memberikan faktor protektif FP yang relatif tinggi dibanding formulasi lain, yaitu sebesar 3,7 kali lebih kuat dibandingkan tokoferol FP=1,98 atau sekitar 40.8399 dibanding BHT, yang artinya masih lebih lemah dibandingkan BHT. 3.98 7.89 36.04 12.42 19.77 16.15 13.76 16.84 20.49 14.16 16.32 15.59 15.97 14.78 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 Kontrol Tokof erol BHT Tempe I Tempe II Tempe III Tempe IV Tempe V Tempe V I Tempe V II Tempe V III Tempe IX Tempe X Tempe XI Pe rla ku an Pe r ode Induk s i har i 1.00 1.98 9.06 3.12 4.96 4.05 3.85 4.23 5.14 3.55 4.10 3.91 4.01 3.71 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 Kontrol Tokof erol BHT Tempe I Tempe II Tempe III Tempe IV Tempe V Tempe V I Tempe V II Tempe V III Tempe IX Tempe X Tempe XI Pe rla ku an Fak tor Pr ote k tif +,-..0123430+,-,.,+012,+5 -- Ekstrak Etanol, tempe formulasi VI F6: kedelai: millet:sorgum:jewawut =25:37,5:25:12,5 memiliki Periode Induksi Yang paling tinggi dibanding biji lain pada penelitian ini, tetapi masih lebih rendah dari BHT yaitu selama 20,49 hari dan memiliki kemampuan 5,14 kali lebih kuat dibanding antioksidan yang lain. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 7 dan 8. Pada uji total fenol, kedelai sangrai mengandung total fenol yang relatif tinggi dibanding yang lain yaitu sebesar 5935.57 mg1000 g ekstrak E hasil analisis Laboratorium Analisis IPB, sertifikasi, sedangkan tertinggi kedua adalah sorgum sangrai yaitu sebesar 3129.89 mg1000 gram. Total tokoferol ekstrak heksan tertinggi diperoleh dari kedelai sangrai dan millet sangrai, masing-masing sebesar 168.45 dan 114.90 mg100 g. Pada uji aktivitas antioksidan tempe kedelai menempati urutan terakhir paling rendah dibanding formulasi tempe yang lain, hal ini menunjukkan campuran dari berbagai biji-bijian ternyata dapat meningkatkan aktivitas antioksidan pada setiap perlakuan. Kedelai mengandung tiga 3 jenis isoflavon yaitu daizein, glisitein, genistein dan faktor 2 6, 7, 4 trihidroksi isoflavon. Faktor II merupakan antioksidan paling kuat disbanding isoflavon pada kedelai. Antioksidan ini disintesis pada saat terjadinya proses fermentasi kedelai menjadi tempe oleh bakteri Micrococcus luteus dan Coryene bacterium. Penelitian yang dilakukan di Universitas North Carolina Amerika Serikat menemukan bahwa genestein dan fitoestrogen pada tempe ternyata dapat mencegah kanker prostate dan payudara Wikipedia, 2009. Sorgum mengandung senyawa fenol yaitu asam ferulat dan polifenol yang banyak terdapat pada lapisan aleuron yang berguna untuk kesehatan yaitu sebagai anti-kanker dan kemampuannya dalam menurunkan kolesterol darah. Dari penelitian mahasiswa IPB membuktikan bahwa dengan mengkonsumsi sorgum indeks gliscemik pada tikus percobaan memberikan hasil yang rendah yaitu sebesar 44.69 sehingga baik untuk penderita diabetes, sedangkan percobaan dengan tikus membuktikan bahwa tikus yang mengkonsumsi sorgum mempunyai sel-sel imun 3.3 samai 3.4 kali lebih aktif mempebanyak diri, mempunyai kapasitas antioksidan hati 30 lebih tinggi, dan aktivitas enzim-enzim antioksidan hampir 2 kali lebih tinggi Anonimus 2009. Dari hasil penelitian ini juga membuktikan bahwa aktivitas antioksidan tempe formulasi seluruhnya memberikan hasil yang lebih tinggi dibanding bahan bakunya setelah perlakuan pemasakan.

3. Aplikasi Antioksidan dalam Sistem Pangan dengan Uji TBA

Oksidasi lemak yang ditambahkan dalam analisis akan dihambat oleh antioksidan dalam ekstrak tempe. Dengan terjadinya okdidasi akan terbentuk hidroperoksida yang selanjutnya terdekomposisi membentuk +,-..0123430+,-,.,+012,+5 -. senyawa aldehida, terutama malonaldehid. Malonaldehid adalah salah satu TBARS TBA-reactive trikloro asetat yang utama dan akan membentuk warna merah bila bereaksi dengan TBA. Semakin tinggi intens oksidasi maka jumlah TBRAS yang terbentuk semakin tinggi. Adanya ekstrak sampel ternyata dapat menurunkan jumlah TBRAS kontrol. Aktivitas antioksidan ekstrak dinyatakan sebagai persen penghambatan yang nilainya berbanding terbalik dengan jumlah TBRAS yang terbentuk. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9. Ktivitas antioksidan ekstrak heksan tempe dengan Uji TBA Dari Gambar 9 menunjukkan bahwa pada 0 hari tempe formulasi III, IX dan X memiliki persen penghambatan relatif lebih tinggi dibanding tempe yang lainnya, sedangkan pada 7 dan 14 hari tempe formulasi IV, IX dan X memiliki persen penghambatan relatif lebih tinggi dibanding tempe yang lainnya. Terdapat kecenderungan adanya peningkatan aktivitas antioksidan ekstrak H dengan semakin lama penyimpanan. Walaupun pada uji tiosinat tempe IX dan X memberikan aktivitas yang lebih rendah, namun uji TBA menunjukkan penghambatan yang lebih tinggi. Menurut Nawar 1985, sukrosa dan protein dapat menjadi komponen pengganggu dalam uji TBA, sukrosa akan memberikan warna merah bila bereaksi dengan TBA dan malonaldehid dapat bereaksi dengan protein, sehingga malonaldehid yang bereaksi dengan TBA akan berkurang. Diperlukan kajian lebih lanjut untuk menjelaskan fenomena ini. 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Tempe I Tempe II Tempe III Tempe IV Tempe V Tempe VI Tempe VII Tempe VIII Tempe IX Tempe X Tempe XI Pe rl ak u an penghambatan hari ke 14 hari ke 7 hari ke 0