+,-..0123430+,-,.,+012,+5
-, Muhali,  I. 1980. Pengetahuan Pupuk. Acaksana Karya Bhakti.  Lembaga
Pendidikan Perkebunan LPP, Yogyakarta. Musa,  L.,  Mukhlis,  dan  A.  Rauf.  2006.  Dasar  Ilmu  Tanah.  Departemen
Ilmu  Tanah.  Fakultas  Pertanian  Universitas  Sumatera  Utara, Medan.
Musa,  L.,  dan  Mukhlis.  2006.  Kimia  Tanah.  Departemen  Ilmu  Tanah. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Purwono,  M.  S.,  dan  Hartono,  R.  2005.  Bertanam  Jagung  Unggul. Penebar Swadaya, Jakarta.
Roy,  R.  N.,  A.  Finck.,  G.  J.  Blair.,  and  H.  L.  S.  Tandon.  2006.  Plant nutrition  for  food  security  A  guide  for  integrated  nutrient
management. Food and Agriculture Organization of The United Nations, Rome.
Tisdale,  S.  L.,  W.  L.  Nelson.,  and  J.  D. Beaton.  1985. Soil  Fertility  and Fertilizers. MacMillan Pub. Co, New York.
Tony.  2009.  Super  Slag  Basic.  http:mailto.tonynpk.ltd.uk.  [Diakses 14042009].
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
--
LAMPIRAN Lampiran 1. Data Analisis Awal Tanah Andisol Asal Tongkoh
. Penilaian kriteria sifat tanah berdasarkan kriteria BPP Medan.
Lampiran 2.  Data  Analisis  Terak  Baja  Basic  Slag  dari  PT.  Purnama Baja Heckett, Cilegon-Banten
No  Parameter Hasil Analisis
Kriteria 1.
pH H
2
O 5.11
Masam 2.
C-Organik 9.30
Sangat Tinggi 3.
Bahan Organik 15.99
4. Tekstur
Pasir Berlempung Pasir
84 Debu
6 Liat
10 5.
P-Tersedia ppm 14.83
Rendah 6.
Retensi P 82.5
No  Parameter Satuan
Hasil Analisis 1.
Iron Fe Total 26.86
2. Iron Trioxide Fe
2
O
3
38.41 3.
Aluminium Trioxide Al
2
O
3
5.34 4.
Calcium Oxide CaO 30.12
5. Magnesium Oxide MgO
6.52 6.
Manganesa Dioxide MnO
2
2.28 7.
Chromium Trioxide Cr
2
O
3
0.39 8.
Potassium Oxide K
2
O 0.34
9. Silicone Dioxide SiO
2
15.30
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
-.
D,5,F,+.;,,,V.;D, 6E6BC6=[
Suci Rahayu dan Retno Widhiastuti
Departemen Biologi FMIPA, Universitas Sumatera Utara,  MEDAN Email :suci_bio85yahoo.co.id : retnows2002yahoo.com
Abstrak
Penelitian  tentang  kajian  fase  pembungaan  dan  penyerbukan Nepenthes  spp  telah  dilakukan  di  Taman  Wisata  Alam  TWA  Sicikeh-
Cikeh.  Fase pembungaan diamati pada tiga spesies Nepenthes spp yaitu : N.  spectabilis,  N.  tobaica,  dan  N.  rombicaulis,  yang  dalam  kondisi
berbunga.  Pengamatan dilakukan ketika awal pembungaan dimulai. Fase pembungaan  diklasifikasikan  dalam  5  tahap,  F0  fase  inisiasi,  F1  Fase
perkembangan  kuncup,  F2  Fase  anthesis  bunga  mekar,  F3  Fase penyerbukan,  dan  F4  Fase  perkembangan  buah.  Keseluruhan  fase
berlangsung  selama  21-30  hari.  Lama  waktu  masing-masing  fase berbeda,  fase  F0  inisiasi  selama  2-3  hari,  Fase  F1  perkembangan
kuncup  1-2  hr,  Fase    F2  anthesismekar  sempurna  berlangsung  selama 3-5 hari, Fase  F3 penyerbukan dan pembuahan 1-3 hari, dan  Fase F4
perkembangan  buah  berlangsung  7-15  hari.  Jenis  serangga  penyerbuk yang  mengunjungi  kantung  atas  dan  bunga  menunjukkan  persamaan,
antara  lain  ;  Thrips  hawaiiensis,  Tabanus  sp,  Catocala  sp,  Bambus  sp, Apis  mellifera,  Thipid  sp.  Sedangkan  serangga  yang  mengunjungi
kantung bawah adalah Thrips hawaiensis dan Formica sp. Jenis Formica ditemukan dalam kantung atas.
Kata kunci: Nepenthes spp , Fase pembungaan , penyerbukan PENDAHULUAN
Hutan  rawa  gambut  di  Sumatera  dan  Kalimantan  sebagai  salah satu  habitat  alami  Nepenthes  spp.,  hampir  setiap  tahun  mengalami
kebakaran.  Konversi  lahan  hutan  untuk  pengembangan  pemukiman, pertanian,  dan  perkebunan  menjadi  suatu  hal  yang  harus  dilakukan
seiring dengan semakin bertambahnya populasi penduduk. Hal ini pulalah yang ditengarai sebagai penyebab makin berkurangnya habitat Nepenthes
spp.  di  alam.  Oleh  sebab  itu,  diperlukan  usaha  konservasi,  baik  in-situ maupun ex-situ dengan cara budidaya dan pemuliaan. Azwar, 2002.
Penelitian  kajian  fase  pembungaan  dan  penyerbukan  Nepethes spp  bertujuan  mengetahui  periode  fase-fase  pembungaan  dan  cara
penyerbukan  yang  terjadi  secara  alami  pada  tumbuhan  Nepenthes  spp.
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
- Informasi  tentang  fase-fase  pembungaan  dan  penyerbukan  merupakan
informasi  yang  sangat  penting  bagi  perluasan  pengetahuan  tentang tanaman itu sendiri maupun untuk kepentingan perkembangan sains.
CARA KERJA Waktu dan Tempat Penelitian
Pengambilan  sampel  dilakukan  pada  bulan  Juni  sampai  dengan November 2010. Penelitian dilakukan Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh
yang secara geografis  terletak pada 92
o
20”  98
o
30” BT dan 02
o
35” - 02
o
41”    LU,  secara  administratif  termasuk  Dusun  Pancur  Nauli,  desa  Lae Hole, Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi, Propinsi Sumatera Utara.
Pelaksanaan Penelitian
Tanaman  yang dijumpai sedang berbunga diberi tanda ditaging digunakan  sebagai sampel.  Masing-masing lokasi  jumlah tanaman  yang
diamati  adalah  5  tanaman,  dengan  total  sampel  sebanyak  15  tanaman. Sampel tanaman yang diamati adalah tanaman yang dipastikan memiliki
bakal  tunas  yang  diperkirakan  akan  berkembang  lebih  lanjut  menjadi bunga. Pada masing-masing sampel diberi tanda dengan memasang label.
Pengamatan  dimulai  sejak  adanya  tanda-tanda  inisiasi    bunga  berupa menculnya  bakal  bunga  pada  tangkai  bunga  sampai  buah  masak
fisiologis.
Stadia  perkembangan  bunga  didasarkan  kepada  kriteria  yang digunakan  oleh  Dafni  1993  dengan  beberapa  modifikasi  yakni  :  stadia
inisiasi,  stadia  kuncup  kecil,  stadia  kuncup  besar,  stadia  bunga  terbuka, dan stadia perkembangan buah.  Untuk memudahkan pengamatan, maka
perlu dibuat pembatasan masing-masing stadia bunga yang akan diamati, terutama  yang  menyangkut  karakteristik  masing-masing  stadia,  seperti
perubahan  warna  dan  bentuk  serta  morfologi  bunga.  Selain  pengamatan deskriptif berupa data gambaran perubahan struktur dan morfologi bunga
juga  dilakukan  pengamatan  terhadap  pengukuran  panjang  dan  jumlah bunga  yang  membentuk  biji.    Disamping  itu,  untuk  melengkapi  data
deskriptif  juga  dilakukan  pendokumentasian  struktur  dan  morfologi bunga  dengan  menggunakan  kamera  digital  Sony  DSC-P8  dengan
resolusi 3,2 Mega Pixels yang dirangkai dengan mikroskop binokuler.
Pengamatan Serangga Penyerbuk
Pengamatan  serangga  penyerbuk.dilakukan  dengan  dua  katagori metoda  penelitian  yang  digunakan  yaitu  Metoda  Survai  Deskriptif  dan
Metoda Survai Analitis  Leedy, 1974. a. Evaluasi umum survey deskriptif
Sasaran  adalah  untuk  mengetahui  serangga  apa  yang  berperan aktif  dalam  kegiatan  penyerbukan.  Kriteria  yang  digunakan  adalah
kunjungan kepada suatu bunga. Cara evaluasi dilakukan dengan observasi
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
- langsung dan pemotretan.  Diamati pada tanaman yang sedang berbunga,
jenis-jenis  serangga  yang  hadir.  Identifikasi  serangga  dilakukan  di  LIPI Serpong.
b.  Evaluasi khusus survey analitis.
Pengamatan  kehadiran  dilakukan  dari  jam  8.00  sampai  15.00 WIB.  Untuk  menghitung  kelimpahan  digunakan    metoda    Vansell  dan
Todd  1946  berupa  daerah  pengamatan  selebar  1m  dan  panjang  50m. Guna pengamatan frekuensi kunjungan, setiap bunga diamati selama lima
menit. HASIL PENELITIAN
Didapatkan  tiga  jenis  Nepenthes  yang  sedang  berbunga  di  TWA Sicikeh-Cikeh  ketika  pengamatan.  Ketiga  Nepenthes  yang  menunjukkan
berbunga  yaitu  :  N.  spectabilis  Danser,  N.  tobaica  Danser,  dan  N. rombicaulis.  Posisi  pembungaan  setiap  jenis  Nepenthes  semua  terdapat
pada ujung terminal batang.
Perbungaan Nepenthes merupakan bunga majemuk dalam tandan. Tandan  bunga  betina  dan  bunga  jantan  terdapat  pada    individu  yang
berbeda.  Panjang  tandan  bunga  N.  spectabilis  6-18cm,    N.  tobaica  6- 16cm,  dan  N.  rombicaulis  4-12cm.    Bunga  bentuk  bulir  tersusun  dalam
tandan, setiap tandan terdapat 27-66 bulir bunga. Panjang tangkai bunga N. spectabilis, N. tobaica, dan N. rombicaulis berturut-turut 1-2,5 cm, 2-
4,5cm,  1-2  cm.  Masing-masing  tangkai  bulir  umumnya  mempunyai bunga satu, jarang yang dua Gambar 1.
Gambar 1.  Tiga  macam  bunga  betina  dari  tiga  jenis  Nepenthes  spp  :  a.  N. Spectabilis, b. N. tobaica, dan N. rombicaulis
Fase-Fase Pembungaan Nepenthes
Perubahan  morfologi  atau  perubahan  fisik  organ  generatif Nepenthes spp dijelaskan sebagai berikut:
a b
c
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
-
a. Fase tahap inisiasi bunga
Tahap  inisiasi  bunga  merupakan  masa  transisi  perubahan  organ vegetatif  pada  kuncup  terminal  atau  aksial  meristem  menjadi  organ
reproduktif  Owens,  1991.  Pada  tahap  inisiasi,  kuncup  bunga  atau  buds berbentuk  bulir  berwarna  hijau  akan  tumbuh  pada  tandan  perbungaan.
Kuncup-kuncup  bunga  akan  tersusun  spiral  pada  tangkai  perbungaan. Kuncup-kuncup  bunga  tersebut  bersifat  acropetally  atau  tumbuh  dari
bawah  ke  atas.  Tandan  mempunyai  pelindung  seludangspata  bunga yang  berwarna  hijau.  Pelindung  tandan  bunga  pada  bagian  ujung
membentuk sulur Gambar 2 a.
b.  Fase tahap perkembangan kuncup
Seiring dengan perkembangan kuncup bunga, pelindungseludang tandan  yang  terletak  di  axil  bunga  akan  mengering  dan  berubah  warna
menjadi  coklat    akhirnya  rontok.  Dalam  perkembangan  lebih  lanjut, kuncup  bunga  akan  membengkak  sehingga  terjadilah  perubahan  ukuran
diameter  kuncup.  Warna kuncup bunga juga akan berubah dari hijau ke putih  kekuningan.    Pembengkakan  ini  menunjukkan  bahwa  di  dalam
kuncup
bunga sedang
berlangsung proses
pembentukan dan
perkembangan ovary serta alat reproduksi yaitu putik pada bunga betina, atau benang sari pada bunga jantan Gambar 2b.
Fase  perkembangan  kuncup  atau  fase  kuncup  kecil  merupakan fase  yang  paling  genting  bagi  perkembangan  bunga    Nepenthes  spp.
Dalam  fase  ini  mudah  sekali  terinfeksi  mikroba  atau  dimakan  oleh serangga  maupun  hewan  tingkat  tinggi  lainnya.  Jaringan  bunga  yang
masih muda, seludang yang telah terbuka membuat bunga Nepenthes spp dalam  fase  ini  sangat  besar  ancaman  yang  harus  dihadapi.  Lama  fase
kuncup kecil yang singkat pada bunga Nepenthes spp diduga merupakan strategi  memperkecil  resiko  ancaman  terhadap  lingkungannya.  Jika
dibandingkan  dengan  fase-fase  lainnya  fase  inisiasi,  fase  anthesis,  fase penyerbukan  maka  fase  kuncup  kecil  atau  perkembangan  kuncup  ini
selama  pembungaan Nepenthes merupakan fase yang paling singkat 1-2 hari.
c.  Fasetahap anthesis Stadia  bunga  terbuka  dikenal  dengan  sebutan  anthesis.  Pada
tahap  anthesis  ini,  mahkota  bunga  corolla  akan  membuka  terlebih dahulu, setelah itu diikuti oleh keluarnya tangkai putik pada bunga betina
atau tangkai kepala sari pada bunga jantan. Bunga menjadi sangat mekar kurang  lebih  satu  hari  setelah  kelopak  bunga  membuka.    Gambar  2c,
menunjukkan kuncup bunga yang sudah mencapai kemekaran maksimal. Ketika  dalam  tahap  pembukaan  bunga,  organ  reproduksi  betina  atau
kepala  putik  akan  terlihat  membengkok  yang  menandakan  organ  ini
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
- belum  siap  diserbuki.    Sedangkan  organ  reproduksi  jantan  yaitu  serbuk
sari atau polen yang terdapat dalam kepala sari dalam bunga jantan juga belum membuka  atau pecah,  sehingga dalam tahap ini organ reproduktif
belum  siap  untuk  proses  penyerbukan.  Bunga  Nepenthes  spp  adalah unisexual,  artinya  dalam  satu  bunga  terdapat  organ  reproduktif    jantan
atau  organ  reproduktif  betina  saja.  Fase  ini  pada  N.  spectabilis memerlukan  waktu  2-3  hari,  N.  tobaica  1-3  hari,  dan  N.rombicaulis  1-2
hari. d.  Fasetahap penyerbukan dan pembuahan
Dalam studi ini, tahap penyerbukan atau bertemunya benang sari polen  dengan  kepala  putik  stigma  Nepenthes  spp  terjadi  dua  hari
setelah  anthesis,  dimana  stigma  pada  bunga  betina  sudah  menunjukkan reseptif  dan  polen  dalam  bunga  jantan  sudah  terhambur  atau  keluar  dari
anther.
Fase  penyerbukan  ditandai  dengan  mulai  gugurnya  mahkota bunga jika ada, sebagai tanda telah terjadinya pembuahan polinasi dan
awal  perkembangan  buah.  Lama  waktu  yang  digunakan  untuk menyelesaikan  fase  ini,  pada  N.  spectabilis  2-3  hari,  N.  tobaica  dan  N.
rombicaulis yaitu 1-3 hari. Pada Gambar 2d tampak adanya serangga dari Ordo  Hymenoptera  yang  sedang  mengunjungi  bunga  betina  untuk
melakukan  penyerbukan.  Diduga  berdasarkan  bunga  yang  sering dikunjungan  oleh  beberapa  jenis  serangga  ketika  bunga  mekar,  maka
sindrom penyerbukan bunga Nepenthes diperantarai oleh serangga.
Hasil  penelitian  pada  bunga  N.  rafflesiana  di  Kalimantan menunjukkan sindrom penyerbukan Nepenthes oleh serangga.  Dua posisi
kantong  yang  berbeda  dimorfisme  pada  Nepenthes  ternyata  juga memiliki  fungsi  yang  berbeda.    Kantong  Nepenthes  yang  di  atas,  yang
terdapat  pada  batang  yang  memanjat  sangat  membantu  penarikan serangga  untuk  mengunjungi  bunga  yang  sedang  mekar.  Bunga
Nepenthes  mekar  yang  dikunjungi  serangga  sangat  membantu  sukses fertilisasi Giusto et al., 2010.
Bunga  betina  Nepenthes  tidak  mempunyai  mahkota  corolla, tetapi hanya terdapat kelopak calix dan putik stigma. Setiap satu bulir
bunga  berukuran  1,5-2  cm.  Warna  bunga  orenge  menyolok,  berukuran kecil,  dan  tanpa  perhiasan  bunga.    Bunga  dengan  warna  menyolok
merupakan  ciri  bunga  yang  secara  umum  diserbuki  oleh  serangga. Hubungan  yang  spesifik  antara  bunga  dengan  serangga  penyerbuknya
dinamakan  sindrom  penyerbukan  Kuchmeister  et  al.  ,  1997  ;  Ervice  et al., 1999
e.  Fasetahap perkembangan buah menuju kemasakan
Satu  minggu  setelah  penyerbukan,  benang  sari  dan  putik umumnya  sudah  gugur,  sehingga  hanya  struktur  buah  yang  masih
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
- berwarna  hijau  saja  yang  masih  melekat  pada  tangkai  perbungaan
inflorecence. Pada hari ke tujuh sesudah pembuahan atau kurang lebih 2  minggu  dari  waktu  berbunga  struktur  buah  akan  berubah  menjadi
warna  menjadi  hijau    kemerahan.    Pada  tahap  ini,  struktur  buah  sudah terbentuk dengan lengkap; namun ukuran buah masih masih sama dengan
ukuran  kuncup  bunga  semula.    Buah  Nepenthes  spp  berbentuk  kapsul yang  tersusun  atas  5  karpel  dan  biji-biji  terdapat  dalam  karpel.  Kapsul
Nepenthes  spp  sudah  masak  pada  hari  ke  14  2  minggu  setelah  putik gugur, yang ditandai dengan warna hitam kecoklatan.
Gambar 2:  Fase-fase  pembungaan  Nepenthes  :  a.  Fase  inisiasi,  b. Fase  perkembangan  kuncup,  c.  Fase  anthesis,  d.  Fase
Penyerbukan dan Pembuahan, E. Fase pemasakan buah
Jumlah dan Jenis Serangga Penyerbuk Nepenthes spp Jenis  dan  banyaknya  serangga  yang  didapat  pada  kantung  atas,
kantung  bawah  dan  bunga  yang  sedang  mekar  sempurna  pada  N. spectabilis,  N.  tobaica,  dan  N.  rombicaulis  terlihat  pada  Tabel  1.
Fenomena  kesamaan  dan  perbedaan  jenis  serta  jumlah  serangga,  pada kantung  atas,  kantung  bawah,  dan  bunga  dari  setiap  jenis  Nepenthes
sangat  menarik  untuk  dicermati.    Perbedaan  jenis  serta  banyaknya serangga  yang  hadir  pada  kantung  bawah,  kantung  atas,  dan  bunga
tentunya sangat berkaitan dengan fungsi masing-masing organ tersebut.
a b
c
d e
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
-
Tabel 3: Jenis dan Jumlah Serangga Penyerbuk Pada Kantung Atas, Kantung
Bawah dan Bunga N. spectabilis, N.tobaica, dan N. rombicaulis
Jenis Serangga Kantung Atas
Kantung Bawah Bunga
N1 N2
N3 N1
N2 N3
N1 N2
N3 Thrips hawaiiensis
2 1
2 3
3 4
1 3
2 Tabanus sp
1 1
3 -
- -
1 1
1 Catocala sp
1 2
2 -
- -
2 2
1 Bambus sp
1 1
1 -
- -
1 1
1 Apis mellifera
1 3
2 -
- -
1 1
1 Thipid sp
3 2
2 -
- -
2 2
3 Formica sp
- -
4 3
3 1
2 2
Keterangan: N1 = N.spectabilis, N2 = N.tobaica, dan N3 = N. rombicaulis
Serangga  yang  didapatkan  pada  bunga  dari  ketiga  jenis Nepenthes  menunjukkan banyak kesamaan,  namun banyaknya serangga
yang  mengunjungi  tidaklah    sama.  Jenis  serangga  yang  terjebak  dalam kantung  atas  Nepenthes  cenderung  menunjukkan  kesamaan  dengan  jenis
serangga  yang  mengunjungi  bunga.  Fenomena  kesamaan  tersebut ditunjukkan baik pada N. spectabilis,  N. tobaica maupun N. rombicaulis.
Pada  kantung  bawah,  jenis  serangga  yang  terjebak  berbeda  dengan serangga yang mengunjungi bunga.
Penelitian  jenis  serangga  penyerbuk  pada  Nepenthes  rafflesiana di  hutan  Kalimantan  yang  telah  dilakukan  oleh  Giesto  et  al.,  2010
menunjukkan bahwa kantung atas dan bunga mempunyai kesamaan jenis serangga  yang  berkunjung.  Sedangkan  kantung  bawah  cenderung
berbeda.  Jenis  serangga  yang  datang  berkunjung  ke  organ  kantung  atas dan bunga Nepenthes  rafflesia diantaranya dari marga :  Lalat  kecil, lalat
besar,  kupu-kupu,  kumbang,  lebah,  tabuhan,  dan  semut.    Jenis  serangga yang  datang  berkenjung  ke  kantung  bawah  secara  umunya  dari  adalah
dari marga semut dan lalat kecil.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, F. 2002.  Kantong   Semar   Nepenthes spp.  di  Hutan  Sumatra, Tanaman  Unik  yang  Semakin  Langka.
http:www.LIPI.go.id .
Diakses  tanggal  25 Mei 2008. Dafni,  A.  1993.  Pollination  Biology:  a  Practical  Approach.  University
Press, Oxford. Ervik,  F.,  Tollsten,  L.  And  Knudsen,  T  1999.    Floral  Scent  Chemistry
and  Pollination  .  Ecology  in  Phytephantoid  Palms  Arecaceae. Plant  Systematics and Evolution, 217, 279 -2097.
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
-+ Giusto, B. D, Bessiere, Gueroult, M, Lim, L.B.L, Marshall, D.J, McKey,
M.H,  and  Gaume,  L.  2010.  Flower-Scent  Mimicry  Masks  a Deadly  Trap  in  The  Carnivorous  Plant  Nephenthes  rafflesiana.
Journal of Ecology. Vol.98, p 845-856.
Kuchemeister,  H.,  Gotsberger,  I.S,  and  Gerhard,  1997  ;  Flowering, Pollination,  Nectar  Standing  Crops,  and  Nectaries  of  Euterpe
precatoria  Arecaceae.  an  Aamazonian  Rain  Forest  Palm.  Plant Systematic and Evolution 206, 71-97.
Owen,  J.N.  1991.    Flowering  and  Seed  Set.  Departement  of  Biology, University of Victoria, British Colombia, Canada.
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
-,
,DEUE,,ED,,S,+;, ..,,5.5X.5,,E,.-,V,
,EDD+DD,;-,
Herla Rusmarilin
Fakultas Pertanian USU, Jl. Prof. A Sofyan No.3, herla_surabayayahoo.com
Abstrak
Penelitian  ini  dilakukan  untuk  mengetahui  aktivitas  anti-oksidan dari  ekstrak  berbagai  jenis  tempe  biji-bijian    kedelai,  sorghum,  millet
dan  jewawut    dengan  menggunakan  metode  tiosianat.  Pelarut  yang digunakan  adalah  hexan  dan  etanol.  Perbandingan  tepung  tempe  dengan
pelarut adalah 1:5 bv. Setiap perlakuan ditentukan kadar proksimatnya. Identifikasi  kadar  asam  lemak  ekstrak  heksan  biji-bijian  dilakukan
menggunakan  GC  dan  komponen  antioksidan  menggunakan  metode titrimetri.     .
Hasil Penelitian
menunjukkan bahwa
jenis perlakuan
memberikan  pengaruh  yang  berbeda  sangat  nyata  p0.01  terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar serat. Aktivitas
antioksidan    pada  ekstrak  heksan  Ekstrak  H  tempe  biji-bijian    relatif lebih  tinggi  dibanding  perlakuan  penyangraian  kedelai,  jewawut,  millet
dan  sorgum.  Setiap  jenis  tempe  memiliki  kemampuan  diatas  tokoferol. Aktifitas  antioksidan  ekstrak  heksan  tertinggi  diperoleh  dari  tempe
Formulasi  III  dan  VI,  masing-masing  memiliki  faktor  protektif  sebesar 3.70  dan  3.60  kali,  sedangkan
Į-tokoferol  sebesar  1.98,  sedangkan ekstrak etanol tertinggi diperoleh dari tempe FormulasiVI danIV, masing-
masing memiliki faktor protektif sebesar 5.14 dan 4,97 kali. Total  tokoferol  ekstrak  heksan    tertinggi  diperoleh  dari  kedelai
sangrai  dan  millet  sangrai,  masing-masing  sebesar  168.45  dan  114.90 mg100 g, sedangkan total fenol ekstrak etanol diperoleh dari kedelai dan
sorgum  sangrai,  masing-masing  sebesar  593,557  dan 312,989  mg100  g. Asam  lemak  hasil  analisis  dengan  GC  menunjukkankan  bahwa  asam
lemak  tidak  jenuh  dari  biji-bijian  komposisinya  lebih  tinggi  dibanding asam lemak jenuhnya, kandungan asam lemak trans relatif sangat kecil.
Pada  Uji  TBA,  pengamatan  0  hari  menunjukkan  penghambatan tertinggi  ekstrak heksan pada formulasi tempe III, IX dan X, sedangkan
pada  7  dan  14  hari  penghambatan  tertinggi    terdapat  pada    formulasi tempe  IV,  IX  dan  X.  Penghambatan  tertinggi  ekstrak  aetanol  pada
formulasi tempe X dan  IX pada 0 hari, sedangkan pengamatan 7 dan 14
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
-- hari  pada  formulasi  tempe  IX  dan  II.  Kadar  air  mikroenkapsulat  adalah
2,4036 dan daya larutnya sebesar 15,303.
Kata kunci: Ekstrak heksan, ekstrak etanol, aktivitas antioksidan. PENDAHULUAN
Indonesia sebagai Negara tropik memiliki berbagai jenis tanaman yang berpotensi menghasilkan antioksidan, diantaranya adalah biji-bijian
yang banyak tumbuh namun belum banyak terungkap secara luas manfaat dari biji-bijian tersebut secara optmal.
Pada  umumnya  tanaman    memiliki  kandungan  antioksidan  yang potensial,  merupakan  komponen  bioaktif  yang  dihasilkan  oleh  tanaman
tersebut  bukan  merupakan  komponen  utama  yang  digunakan  untuk kebutuhan  hidupnya,  akan  tetapi  berperan  sebagai  anti  oksidatif,  anti
mikroba dan merupakan metabolit sekunder, sehingga para peneliti mulai memusatkan  perhatian  untuk  menemukan  sumber-sumber  antioksidan
alami dari berbagai tanaman.
Penambahan  kedelai  pada  ransum  tikus  dapat  menurunkan kejadian  tumor  payudara.  Genistein,  sebagai  antioksidan  dan  komponen
yang  terkandung  pada  kedelai  ternyata  bertanggung  jawab  mencegah pertumbuhan kanker payudara. Mekanisme kerja senyawa tersebut adalah
menghambat  pembentukan  pembuluh  darah  baru  yang  essensil  untuk pertumbuhan dan perkembangan tumor angiogenesis.
Tokotrienol yang dikandung oleh minyak nabati terutama minyak sawit,  minyak  jagung  merupakan  komponen  untuk  mencegah  timbulnya
kanker. Perkembangan sel-sel kanker payudara terbukti mampu dihambat hampir  50  dengan  dosis  pemberian  180µgml  tokotrienol  dari  kelapa
sawit.  Sedangkan  minyak  kedelai  yang  tidak  mengandung  senyawa tokotrienol  tidak  mampu  menghambat  perkembangan  dan  pertumbuhan
kanker.
Anti  oksidan  yang  terkandung  di  dalam  biji-bijian  dan  biji  buah markisa  asam  diharapkan  dapat  digunakan  sebagai  salah  satu  alternatif
dalam  menurunkan  jumlah  radikal  bebas  yang  terbentuk  di  dalam  bahan pangan maupun di dalam tubuh.
CARA KERJA Bahan
Bahan  baku  yang  digunakan  dalam  penelitian  ini  adalah  jenis biji-bijian  yang  tumbuh  di  Indonesia  diantaranya  kedelai  lokal,  sorghum
lokal, millet lokal, jewawut lokal, wijen lokal dan biji markisa ungu. Bahan  kimia  yang  digunakan  H
2
SO
4
pekat,  CuSO
4
,  K
2
SO
4
, NaOH  40,  H
2
SO
4
0,02N,  NaOH  0,02N,  Hexan,  aquades,  H
2
SO
4
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
-. 0,255N, NaOH 0,313N, K
2
SO
4
10, alkohol, FeCl
2
, asam lemak linoleat, air bebas ion, larutan buffer  Phospat pH 7, etanol, ammonium thiosianat
30, HCl 3,5. Analisis  yang  dilakukan  meliputi  kadar  air,  kadar  abu,  kadar
lemak,  kadar  protein,  kadar  serat,  ekstrak  hexan,  ekstrak  etanol, komponen  antioksidan  metode  titrimetri,  GCMS,  aktivitas  anti  oksidan
metode Chen et al, 1996. Persiapan Penelitian
1.  Pembuatan  Tepung Biji-Bijian
Masing-masing biji-bijian diberi perlakuan penyanggraian  sesuai matang  konsumen  kemudian  dikeringkan  dengan  oven  vakum  suhu  40-
50
o
C,  dihancurkan,  diayak  dengan  ayakan  30  mesh.  Selanjutnya  tepung biji dikemas dan disimpan dalam desikator dan siap untuk dianalisa.
Pengukuran  kadar  air  sampel  kering  ditentukan  dengan  metode oven  Sudarmadji,  et  al.  1984.  Pengukuran  kadar  lemak  dilakukan
terhadap sampel kering dengan menggunakan aparat soxhlet Sudarmadji, et  al.  1984,  penentuan  kadar  protein  dengan  metoda  Kjeldhal
Sudarmadji, et al. 1984, dan penentuan kadar serat kasar Apriyantono, et al. 1989.
Ekstraksi  komponen  anti  oksidan  ditentukan  berdasarkan penelitian  Mulyani,  et  al.  1998  dengan  menggunakan  pelarut  heksan
dan  etanol.  Pengujian  aktivitas  anti  oksidan  dengan  metoda  thiosianat dari  Chen,  et  al.  1996.  Penentuan  asam  lemak  dengan  metoda  GC-MS
dan penentuan komponen aktioksidan dengan metoda titrimetri.
Penyanggraian dilakukan dengan alat penyanggrai dari tanah liat dengan menggunakan bahan bakar arang, dijaga pada suhu 85-90
o
C. 2.  Pengujian Aktivitas Anti Oksidan
Aktivitas anti oksidan ekstrak H dan ekstrak E dari sampel tempe diuji dengan metoda thiosianat dari Chen et al. 1996. Metoda ini terdiri
dari  dua  tahap  yaitu  tahap  oksidasi  dan  tahap  analisis.  Aktivitas  anti oksidan  dari  sampel  dinyatakan  sebagai  periode  induksi  yaitu  waktu
hari yang dibutuhkan oleh sampel untuk mencapai nilai absorbansi 0.3. Selanjutnya aktivitas anti-oksidan juga dinyatakan dalam faktor protektif
yaitu  perbandingan  periode  induksi  sampel  dengan  periode  induksi kontrol.
Pengujian  aktivitas  antioksidan  dengan  metode  TBA  Kikuzaki dan Nakatami, 1993 yang dimodifikasi.
3.  Pembuatan  mikroenkapsulasi  menggunakan  teknik  koaservasi pemisahan  fase  dilakukan  dengan  menggunakan  5  Gelatin:CMC
dengan  perbandingan  6:1,  pH  4,1,    surfaktan  Tween  20:80  1:3  3
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
- dan  fixing  agent  formaldehid  5,  diaduk  30  menit,  didinginkan
sampai  suhu  10
o
C,  lalu  dinaikkan  pH  menjadi  9  dengan  penambahan NaOH  20,  encerkan  dengan  air  bebas  ion  sampai  350 ml,  disaring,
ampas  dicuci  dengan  akuades  hingga  aromanya  normal,  dikeringkan dengan vakum Kristiani, 1997.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1.  Analisis  Proksimat  Komponen  Tempe  Biji-bijian  pada  Berbagai
Perlakuan Analisa  proksimat  yang  dilakukan  bertujuan  untuk  mengetahui
komposisi  kimia  tempe  biji-bijian,  yaitu  campuran  kedelai,  sorgum, jewawut  dan  millet  sangrai  pada  berbagai  perbandingan.  Analisis
komposisi  kimia  pada  tempe  pada  berbagai  perlakuan    disajikan  pada Tabel 1.
Tabel 1: Komposisi kimia tempe biji-bijian pada setiap perlakuan
Jenis Perlakuan K:M:S:J
Parameter Kadar air
Kadar abu
Kadar protein
Kadar Lemak
Kadar Serat
TI.   12,5:25:25:37,5 5.4995
2.4366 11.1503
8.5908 5.6570
TII.  25:25:25:25 4.6906
2.2868 13.6634
10.6246 5.4361
TIII. 37,5:25:25:12,5 4.5808
2.1715 16.1673
12.3725 4.6194
TIV. 50:25:25:0 5.0685
2.0890 18.1770
14.7281 4.3078
TV.  25:12,5:25:37,5 4.2559
2.2721 14.1589
10.573 4.6306
TVI. 25:37,5:25:12,5 4.4566
2.8940 13.9091
11.1363 4.4991
TVII.25:50:25:0 3.8256
3.0644 13.6250
12.7314 4.2420
TVIII.25:25:12,5:37,5 3.9087
3.5340 14.4718
12.4925 5.2379
TIX. 25:25:37,5:12,5 3.3774
2.6556 13.6751
9.6119 5.4822
TX.  25:25:50:0 3.2805
2.3999 13.3755
7.9437 5.7006
TXI. 100:0:0:0 4.1043
1.9800 20.5992
21.9227 5.6234
Keterangan: masing-masing perlakuan diulang 3 kali. K = kedelai, M=millet, S=sorgum, J=jewawut, F = formulasi
Hasil  analisis  sidik  ragam  menunjukkan  bahwa  jenis  perlakuan tempe  berpengaruh  sangat  nyata  p0.01  terhadap  kadar  air,  kadar  abu,
kadar  lemak,  kadar  protein  dan  kadar  serat.  Kadar  air  pada  bahan  akan mempengaruhi  komponen  di  dalam  bahan.  Kadar  air  tertinggi  terdapat
pada  perlakuan  tempe  I    yaitu  campuran  kedelai:millet:sorgum:jewawut 12,5:25:25:37,5  yaitu  sebesar  5.4995,  hal  ini  disebabkan  perlakuan
tempe  I  banyak  mengandung  pati  perbandingan  kedelai  hanya  12,5, sehingga  mempunyai  kemampuan  mengikat  air  yang  relatif  lebih  besar
secara  fisik,  namun  mudah  dihilangkan  Minhajuddin,  2005  dalam Anonimous
1
, 2009. Pada  setiap  perlakuan  formulasi  tempe  ternyata  mengandung
nilai gizi yang relatif cukup tinggi terutama  protein dan lemak, sehingga
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
- biji-bijian  dalam  perlakuan  ini  dapat  digunakan  sebagai  sumber  protein,
lemak dan kandungan gizi lainnya. Selain itu biji-bijian yang telah diberi perlakuan  pemasakan  ternyata  tidak  atau  relatif  sangat  sedikit
mengandung  lemak  trans,  dan  banyak  mengandung  asam  lemak  tidak jenuh yang penting untuk pemeliharaan kesehatan jantung.
Gambar 1. Pengaruh jenis formulasi tempe terhadap kadar air tempe
Keterangan: T = tempe
Kedelai merupakan komoditi yang memiliki banyak keunggulan, namun  bisa  menimbulkan  gangguan  pada  metabolisme  tubuh  bila  tidak
ditangani dan diolah secara baik, diantaraya timbulnya bau langu, adanya anti-tripsin,  maupun  hemaglutinin.  Kedelai  merupakan  sumber  protein
yang mendekati sempurna, karena hanya kekurangan asam amio essensiil metionin  dan  cystein  bila  dibandingkan  dengan  pola  FAOWHO  yaitu
100 mggN untuk metionin dan systein dan 200 mggN.
Kandungan nutrisi kedelai sedikit dibawah protein hewani Kwon dan  Song,  1996.  Kedelai  memiliki  senyawa  bioaktif  yang  dapat
menurunkan kolesterol, anti-kanker dan penyakit cardiovaskular tekanan darah  tinggi,  penyakit  cerebro-vascular  dan  penyakit  jantung  koroner,
sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi level kolesterol darah dalam diet  adalah  protein  nabati,  ratio  asam  lemak  jenuh  dan  tidak  jenuh,  ratio
asam  lemak  omega-3  dan  omega-6  dan  kadar  serat  makanan  tidak  larut. Oleh  karena  itu  kedelai  digunakan  dalam  penelitian  ini.,  kadar  protein
masih tetap tinggi walaupun telah diberi berbagai perlakuan.
Kapang  tempe  menghasilkan  enzim  proteolitik  dan  lipolitik,  dan ini  menyebabkan  degradasi  protein  dan  lemak  kedelai  menjadi  senyawa
yang lebih mudah dicerna karena nitrogen terlarut menjadi meningkat dan pH tempe juga meningkat Deliani, 2008.
Selain  itu  tempe  mengandung  berbagai  vitamin  penting  dan selama  fermentasi  berlangsung  kadarnya  semakin  meningkat.Vitamin
B12  aktivitasnya  meningkat  hingga  33  kali,  vitamin  B2  aktivitasnya
Hubungan antara jenis formulasi tempe dengan kadar air
1 2
3 4
5 6
T1 T2
T3 T4
T5 T6
T7 T8
T9 T10
T11
Jenis formulasi tempe Ka
d a
r a
ir t
e m
p e
Series1
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
- meningkat 8-47 kali, piridoksin 4-14 kali, niacin 2-5 kali, biotin 2-3 kali,
asam  folat  4-5  kali  dan  asam  pantotenat  2  kali  ipat  Siswono,  2003. Komponen  yang  dihasilkan  selama  proses  fermentasi  merupakan  bentuk
yang  tersedia  bagi  tubuh.  Tempe  kedelai  mengandung  antioksidan  yang bebas yaitu daidzein, glisitein, genestein  dan antiokasidan faktor II 6,7,4
tri  hidroksi  isoflavon  yang  memiliki  sifat  antioksidan  paling  kuat. Antioksidan  ini  disintesa  pada  saat  terjadinya  proses  fermentasi  kedelai
menjadi tempe oleh bakteri Micrococcus luteus dan Coreyne bacterium.
Dari  hasil-hasil  penelitian  tersebut,    maka  dapat  disimpulkan bahwa  kemungkinan  munculnya  antioksidan  dari  hasil  fermentasi    biji-
bijian  lain  adalah  cukup  relevan  dan  ini  dapat  dilihat  dari  hasil  analisis IPB bersertifikasi Gambar 2 dan 3..
Keterangan: KS, WS, MS, SS, MIS, JS dan TS kedelai, wijen, biji markisa, sorgum, millet, jewawut dan teh sangrai.
Gambar 2.  Hubungan antara jenis biji-bijian sangrai dengan total tokoferol
Keterangan: KS, SS, MIS, JS kedelai, sorgum, milet dan jewawut sangrai.
Gambar 3. Hubungan antara jenis biji-bijian dengan total fenol
Hubungan antara jenis biji-bijian sangrai dengan total tokoferol
50 100
150 200
KS WS
MS SS
MIS JS
TS
jenis biji-bijian
to ta
l to ko
fe ro
l m g
10 gr
Series1
Hubungan antara jenis biji-biijian dengan total fenol
1000 2000
3000 4000
5000 6000
7000
KS SS
MiS JS
Jenis biji-bijian
Tot a
l fe
nol m
g 1
g
Series1
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
- Dari Gambar 3 menunjukkan kedelai dan milet mengandung total
tokoferol  yang  lebih  banyak  dibanding  lainnya,  sedangkan  Gambar  4 menunjukkan  kedelai  dan  sorgum  sangrai  mengandung  total  fenol  yang
lebih tinggi. Kadar  abu  dari  setiap  perlakuan  memberikan  pengaruh  yang
berbeda sangat nyata p0.01. Sorgum dan biji-bijian lain  kaya dengan Mg,  suatu  mineral  yang  ternyata  merupakan  co-faktor  untuk  lebih  dari
300  enzim  metabolisme,  termasuk  enzim  yang  terlibat  pada  penggunaan gula tubuh dan sekresi insulin. Menurut laporan Anonimus 2009 dengan
mengkonsumsi  sorgum  sebanyak  100  g  per  hari  sudah  dapat  memenuhi kebutuhan  tubuh  akan  zat  besi  dan  zink,  karena  masing-masing
mengandung 7 mg dan  5 mg per 100 g nya.
Gambar 4. Pengaruh jenis formulasi tempe terhadap kadar abu tempe
Di  negara  Inggris  telah  diteliti  bahwa  wanita  yang  sedang mengalami  awal  menopause  secara  signifikan  terhindar  dari  kanker
payudara setelah diet yang kaya fiber dari biji-bijian utuh seperti sorgum, millet, jewawut Cade et al., 2007.
Bila dibandingkan  biji sorghum tanpa perlakuan maka diperoleh hasil sebagai berikut:
Air Abu
Serat Protein
Lemak Biji Utuh
10.470 1.49
2.54 9.01
3.66 Biji Rebus
3.428 1.554
6.8380 12.1425
6.2720 Biji Kukus
2.028 2.187
5.7240 13.4503
4.8140 Biji Sangrai
4.249 2.628
6.3100 12.8709
5.4969
Keterangan:   Data dari Beti et al, 1990 Hasil Penelitian di Laboratorium Teknologi Pangan, USU, hasil
perebusan dan pengukusan dikeringkan dalam oven vakum.
Hubungan antara jenis formulasi tempe dengan kadar abu
0.5 1
1.5 2
2.5 3
3.5 4
T1 T2
T3 T4
T5 T6
T7 T8
T9 T10
T11
Jenis form ulasi tem pe Ka
d a
r a
b u
t e
m p
e
Series1
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
- Dari    tabel  diatas  menunjukkan  bahwa  pada  berbagai  perlakuan
ternyata  sorgum  masih  dapat  memberikan  kontribusi  yang  cukup  baik terhadap nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh.
Sorghum  yang  digunakan  pada  penelitian  adalah  sorghum  yang dibudidayakan  di  Sumatera  Barat  mempunyai  nama  ilmiah  Sorgum
bicolor  L  Moench.  Nama  lainnya  adalah  Holchus  sorghum  L, Andropogan  sorghum  L  Bot,  Sifat  biji  sorgum,  Laimeheriwa  1990
melaporkan bahwa di antara kulit biji sorgum dan daging biji dilapisi oleh lapisan testa termasuk pada bagian kulit biji dan lapisan aleuron termasuk
pada  bagian  dari  daging  biji,  jaringan  kulit  biji  terikat  erat  oleh  daging biji  lapisan  semen,  oleh  karena  itu  pada  perlakuan  penyangraian  kulit
biji sulit dipisahkan dari dagingnya.
Sorgum  merupakan  sumber  KH  yang  cukup  potensial  karena kandungan  karbohidratnya  cukup  tinggi  yaitu  sekitar  73.  Namun
masalah  utama  penggunaan  biji  sorgum  sebagai  bahan  pangan  adalah karena  kandungan  tanin  yang  cukup  tinggi  yaitu  mencapai  0.40-3.60
Rooney  dan  Sullines,  1977.  Oleh  karena  itu  pada  penelitian  ini dilakukan  proses  fermentasi  menggunakan  kapang  laru  tempe  agar
dihasilkan  senyawa  antioksidan  bebas  yang  memiliki  berat  molekul rendah,  terbukti  hasil  aktivitas  antioksidan  pada  perlakuan  pemasakan
biji-bijian relatif lebih rendah dibanding perlakuan fermentasi tempe.
Jika  dibandingkan  dengan  bahan  makanan  lain  seperti  jagung, beras, terigu, kedelai dan kacang tanah, sorgum megandung leusin, valin,
fenillalanin, asam glutamat, alanin dan tirosin yang relatif tinggi Beti, et al. 1990,  sorgum  juga mengandung amilopektin yang tinggi dalam pati
sorgum Sirappa, 2003. Bentuk tempe akan memberikan daya cerna dan penyerapan  nutrisi  yang  relatif  tinggi.  Jika  dilihat  dari  kandungan
nutrisinya,  sorghum  mengandung  protein  yang    relatif  lebih  tinggi  dari beras, jagung atau gandum.
Millet,  sorgum  dan  jewawut  mengandung  serat  tidak  larut  yang tinggi,  sehingga  dapat  membantu  wanita  terhindar  dari  gallstone  telah
dipublikasikan pada American Journal of Gastroenterology. Para peneliti telah  membuktikan  bahwa  serat  tidak  larut  tidak  hanya  memberikan
waktu  transit  yang  pendek  pada  usus  makanan  dengan  cepat  bergerak melalui  usus,  tetapi  juga  mengurangi  sekresi  asam-asam  empedu,
meningkatkan  sesnsitivitas  insulin  dan  menurunkan  trigliserida  lemak darah,  oleh  karena  itu  sorgum,  millet  dan  jewawut  dapat  digunakan
sebagai  sumber  serat  yang  tidak  larut  The  Food  Meteljan  Foundation, 2009.
Lemak  biji-bijian  ternyata  mengandung  asam  lemak  trans  yang relatif sangat rendah, mengandung asam lemak jenuh yang lebih rendah,
namun  mengandung  asam-asam  lemak  tidak  jenuh  yang  relatif  tinggi
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
- Tabel  2,  sehingga  sangat  baik  untuk  mempertahankan  dan
meningkatkan  kesehatan tubuh.
Tabel 2: Sifat fisiko-kimia  pada minyak  biji-bijian sangrai
Perlakuan Kedelai
Sorgum Millet
Jewawut Wijen
Biji Markisa
Bilangan Yodium
122.29 120.78
136.18 140.47
109.29 141.12
Bilangan penyabunan
192.69 193.33
192.39 192.52
192.35 192.86
SFA 13.54
13.52 9.90
11.19 15.96
11.36 MUFA
36.30 35.67
24.34 17.82
42.93 14.61
PUFA 50.16
50.82 65.76
70.99 42.11
74.03 Keterangan: Hasil  analisis  di  Laboratorium  kimia  MIPA  menggunakan  Gas
chromatography
Dari Tabel diatas menunjukkan bahwa biji markisa dan  jewawut mengandung  asam  lemak  tidah  jenuh  relatif  tinggi  dibanding  biji  yang
lain.  Asam  lemak  tidak  jenuh  mempunyai  efek  penurunan  terhadap kandungan  kolesterol  serum,  sehingga  dapat  menetralkan  efek  negatif
sterol di dalam tubuh Wikipedia, 2009. 2.   Analisis  Aktivitas  Atioksidan  Ekstrak  Heksan  dan  Etanol  pada
Berbagai  Jenis  Perlakuan  Formulasi  Tempe  dengan  Metode Tiosianat
Pengujian  aktivitas  antioksidan  dengan  metode  tiosianat  adalah untuk  mengukur  nilai  peroksidanya  dengan  menggunakan  tiosianat
sebagai  indikator  warna.  Senyawa  peroksida  sebagai  produk  hasil oksidasi  lipida  akan  mengoksida  ferro  menjadi  ferri.  Ferri  dan  tiosinat
membentuk warna merah.
Pengukuran  aktivitas  antioksidan  berdasarkan  seberapa  kuat kemampuan  antioksidan  yang  ditambahkan  dapat  mereduksi  atau
menghambat hasil-hasil dari oksidasi asam lemak linoleat. Hasil  uji  aktivitas  antioksidan  dari  ekstrak  H  dan  E  tempe  biji-
bijian  yang  diuji  menunjukkan  bahwa  nilai  absorbansi  yang  dicapai ekstak H tempe biji-bijian, tokoferol, sebagian berada dibawah 0.3, hanya
BHT  sampai  dengan  pengamatan  hari  ke  14  masih  berada  dibawah  0.3. Dari  persamaan  regresi  linier  diperoleh  nilai  periode  induksi  berturut-
turut
: kontrol
tokoferoltempeFXIFIFXFVIIFIIFVFIX FVIII  FVI  FIII  BHT  Gb  5.  Diantara  formulasi  tempe  pada
penelitian  ini,  tempe  F6  memberikan  periode  induksi  selama  27.32  hari.
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
-+ Sebagai  pembanding  digunakan  tokoferol  antioksidan  alami  dan  BHT
antioksidan sintetis. Ekstrak heksan tempe biji-bijian pada penelitian ini memberikan pengaruh antioksidasi yang lebih tinggi dari pada tokoferol,
tetapi lebih kecil daripada BHT.
Sampel dengan nilai absorbansi dibawah 0.3 menunjukkan bahwa jumlah hidroperoksida yang terbentuk selama reaksi oksidasi juga rendah.
Pada metode tiosinat dinyatakan bawa nilai absorbansi 0.30 menunjukkan batas  tertinggi  jumlah  hidroperoksida  yang  terbentuk  selama  reaksi
oksidasi  asam  linoleat  berlangsung.  Diatas  nilai  0.30  senyawa  anti- oksidan  tidak  mampu  lagi  menghambat  oksidasi  asam  linoleat.  Pada
kondisi ini seluruh asam linoleat yang ada dianggap sudah rusak.
Gambar 5:  Periode  Induksi  Aktivitas  Antioksidan  Ekstrak  H  Tempe  Biji- bijian
Gambar 6:  Faktor  protektif  aktivitas  antioksidan  ekstrak  H  tempe  Biji- bijian
Periode Induks i
3.98 7.89
36.04 12.84
13.78 14.73
13.76 13.87
14.36 13.13
14.12 14.12
12.99 11.84
0.00 10.00
20.00 30.00
40.00 Kontrol
Tokof erol BHT
Tempe I Tempe II
Tempe III Tempe IV
Tempe V Tempe V I
Tempe V II Tempe V III
Tempe IX Tempe X
Tempe XI
Pe rla
ku an
Pe r iode  Induk s i har i
1.00 1.98
9.06 3.22
3.46 3.70
3.46 3.48
3.60 3.30
2.92 3.54
3.26 2.97
0.00 2.00
4.00 6.00
8.00 10.00
Kontrol Tokof erol
BHT Tempe I
Tempe II Tempe III
Tempe IV Tempe V
Tempe V I Tempe V II
Tempe V III Tempe IX
Tempe X Tempe XI
Pe rla
ku an
Fak tor  Pr ote k tif
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
-,
Gambar 7.   Periode  Induksi  aktivitas  antioksidan  ekstrak  E  Tempe  Biji- bijian
Gambar 8.   Faktor Protektif Aktivitas Antioksidan Ekstrak E Tempe Biji- bijian
Ekstrak  heksan  dari  tempe  formulasi  III  F3:  kedelai:  millet :sorgum:  jewawut  =37,5:25:25:12,5  memberikan  faktor  protektif  FP
yang  relatif  tinggi  dibanding  formulasi  lain,  yaitu  sebesar  3,7  kali  lebih kuat dibandingkan tokoferol FP=1,98  atau sekitar 40.8399 dibanding
BHT, yang artinya masih lebih lemah dibandingkan BHT.
3.98 7.89
36.04 12.42
19.77 16.15
13.76 16.84
20.49 14.16
16.32 15.59
15.97 14.78
0.00 10.00
20.00 30.00
40.00 Kontrol
Tokof erol BHT
Tempe I Tempe II
Tempe III Tempe IV
Tempe V Tempe V I
Tempe V II Tempe V III
Tempe IX Tempe X
Tempe XI
Pe rla
ku an
Pe r ode  Induk s i har i
1.00 1.98
9.06 3.12
4.96 4.05
3.85 4.23
5.14 3.55
4.10 3.91
4.01 3.71
0.00 2.00
4.00 6.00
8.00 10.00
Kontrol Tokof erol
BHT Tempe I
Tempe II Tempe III
Tempe IV Tempe V
Tempe V I Tempe V II
Tempe V III Tempe IX
Tempe X Tempe XI
Pe rla
ku an
Fak tor  Pr ote k tif
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
-- Ekstrak
Etanol, tempe
formulasi VI
F6: kedelai:
millet:sorgum:jewawut =25:37,5:25:12,5 memiliki Periode Induksi Yang paling  tinggi  dibanding  biji  lain  pada  penelitian  ini,  tetapi  masih  lebih
rendah  dari    BHT  yaitu  selama  20,49    hari  dan  memiliki    kemampuan 5,14 kali lebih kuat dibanding antioksidan yang lain. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada Gambar 7 dan 8.
Pada uji total fenol, kedelai sangrai  mengandung total fenol yang relatif  tinggi  dibanding  yang  lain  yaitu  sebesar  5935.57  mg1000  g
ekstrak  E  hasil  analisis  Laboratorium  Analisis  IPB,  sertifikasi, sedangkan  tertinggi  kedua  adalah  sorgum  sangrai  yaitu  sebesar  3129.89
mg1000  gram.  Total  tokoferol  ekstrak  heksan    tertinggi  diperoleh  dari kedelai  sangrai  dan  millet  sangrai,  masing-masing  sebesar  168.45  dan
114.90 mg100 g. Pada uji aktivitas antioksidan tempe kedelai menempati urutan terakhir paling rendah dibanding formulasi tempe yang lain, hal
ini  menunjukkan  campuran  dari  berbagai  biji-bijian  ternyata  dapat meningkatkan aktivitas antioksidan pada setiap perlakuan.
Kedelai  mengandung    tiga  3  jenis  isoflavon  yaitu  daizein, glisitein,  genistein  dan  faktor  2  6,  7,  4  trihidroksi  isoflavon.  Faktor  II
merupakan  antioksidan  paling  kuat  disbanding  isoflavon  pada  kedelai. Antioksidan  ini  disintesis  pada  saat  terjadinya  proses  fermentasi  kedelai
menjadi  tempe  oleh  bakteri  Micrococcus  luteus  dan  Coryene  bacterium. Penelitian yang dilakukan di Universitas North Carolina Amerika Serikat
menemukan bahwa genestein dan fitoestrogen pada tempe ternyata dapat mencegah kanker prostate dan payudara Wikipedia, 2009.
Sorgum  mengandung  senyawa  fenol  yaitu  asam  ferulat  dan polifenol yang banyak terdapat pada lapisan aleuron yang berguna untuk
kesehatan  yaitu  sebagai  anti-kanker  dan  kemampuannya  dalam menurunkan  kolesterol  darah.  Dari  penelitian    mahasiswa    IPB
membuktikan    bahwa    dengan  mengkonsumsi  sorgum  indeks  gliscemik pada tikus percobaan memberikan hasil yang rendah  yaitu sebesar 44.69
sehingga  baik  untuk  penderita  diabetes,  sedangkan  percobaan  dengan tikus membuktikan bahwa tikus yang mengkonsumsi sorgum mempunyai
sel-sel imun 3.3 samai 3.4 kali lebih aktif mempebanyak diri, mempunyai kapasitas  antioksidan  hati  30  lebih  tinggi,  dan  aktivitas  enzim-enzim
antioksidan hampir 2 kali lebih tinggi Anonimus 2009.
Dari  hasil  penelitian  ini  juga  membuktikan  bahwa  aktivitas antioksidan  tempe  formulasi  seluruhnya  memberikan  hasil  yang  lebih
tinggi dibanding bahan bakunya setelah perlakuan pemasakan.
3.  Aplikasi Antioksidan dalam Sistem Pangan  dengan Uji TBA
Oksidasi lemak yang ditambahkan dalam analisis akan dihambat oleh  antioksidan  dalam  ekstrak  tempe.  Dengan  terjadinya  okdidasi  akan
terbentuk  hidroperoksida  yang  selanjutnya  terdekomposisi  membentuk
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
-. senyawa  aldehida,  terutama  malonaldehid.  Malonaldehid  adalah  salah
satu  TBARS  TBA-reactive  trikloro  asetat  yang  utama  dan  akan membentuk  warna  merah  bila  bereaksi  dengan  TBA.  Semakin  tinggi
intens  oksidasi  maka  jumlah  TBRAS  yang  terbentuk  semakin  tinggi. Adanya  ekstrak  sampel  ternyata  dapat  menurunkan  jumlah  TBRAS
kontrol.  Aktivitas  antioksidan  ekstrak  dinyatakan  sebagai  persen penghambatan yang nilainya berbanding terbalik dengan jumlah TBRAS
yang terbentuk. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Ktivitas antioksidan ekstrak heksan tempe dengan Uji TBA
Dari Gambar 9 menunjukkan bahwa pada 0 hari tempe formulasi III,  IX  dan  X  memiliki  persen  penghambatan  relatif  lebih  tinggi
dibanding  tempe  yang  lainnya,  sedangkan  pada  7  dan  14  hari  tempe formulasi IV, IX dan X memiliki persen penghambatan relatif lebih tinggi
dibanding  tempe  yang  lainnya.  Terdapat  kecenderungan  adanya peningkatan  aktivitas  antioksidan  ekstrak  H  dengan  semakin  lama
penyimpanan.  Walaupun  pada  uji  tiosinat  tempe  IX  dan  X  memberikan aktivitas yang lebih rendah, namun uji TBA menunjukkan penghambatan
yang  lebih  tinggi.  Menurut  Nawar  1985,  sukrosa  dan  protein  dapat menjadi  komponen  pengganggu  dalam  uji  TBA,  sukrosa  akan
memberikan  warna  merah  bila  bereaksi  dengan  TBA  dan  malonaldehid dapat  bereaksi  dengan  protein,  sehingga  malonaldehid  yang  bereaksi
dengan  TBA  akan  berkurang.  Diperlukan  kajian  lebih  lanjut  untuk menjelaskan fenomena ini.
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100 Tempe I
Tempe II Tempe III
Tempe IV Tempe V
Tempe VI Tempe VII
Tempe VIII Tempe IX
Tempe X Tempe XI
Pe rl
ak u
an
penghambatan
hari ke 14 hari ke 7
hari ke 0