Nilai Analisis Korelasi Beberapa Metode Uji Biologis Untuk Menil
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
,. Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa DO berpengaruh terhadap
keanekaragaman fitoplankton sebagai bioindikator. Dimana DO selama penelitian berkisar 0,2-4,4 mgL, nilai ini sebagian stasiun jauh dari
kebutuhan organisme air dan sebagian lagi cukup mendukung kebutuhan fitoplanton Rudiyanti, 2009, Sehingga DO mempunyai hubungan yang
sangat kuat terhadap keanekaragaman fitoplankton. KESIMPULAN
Dari penelitian yang dilakukan tentang Komunitas Fitoplankton sebagai Bio-Indikator Kualitas Perairan Sungai Belawan, dapat
disimpulkan bahwa : 1. Fitoplankton yang didapatkan sebanyak 27 genus terdiri dari 3 kelas,
dan 3 ordo. 2. Kelimpahan fitoplankton tertinggi pada genus Sphaeroplea dengan
nilai Kelimpahan, Kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran tertinggi sebesar 2122,45 indm
2
K, 11,95 KR dan 100 FK pada stasiun V, dan terendah pada genus Volvox , Stauroneis Stasiun
I , Navicula Stasiun II, dan Gyrosigma Stasiun IV sebesar 163,27 K, 0,92 KR dan 66,67 FK.
3. Nilai keanekaragaman H
I
tertinggi pada stasiun IV sebesar 2,58 dan terendah pada stasiun I sebesar 2,15. Keanekaragaman
fitoplankton di 5 stasiun tergolong rendah sampai sedang. 4. Nilai keseragaman E tertinggi pada stasiun III sebesar 0,23 dan
terendah stasiun I sebesar 0,18. Keseragaman tergolong rendah. 5. Tingkat pencemaran berdasarkan nilai keanekaragaman stasiun I- V
tergolong tercemar ringan. 6. Fitoplankton yang mendominasi Sphaeroplea dan Asterionella.
7. Kualitas air yang berpengaruh keanekaragaman fitoplankton sebagai bioindikator adalah oksigen terlarut DO.
Ucapan Terima Kasih
Penelitian ini dapat terlaksana atas bantuan dan konstribusi berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah berkonstribusi pada penelitian ini, terutama pada DIPA USU dengan program Penelitian Strategis Nasional 2010 yang
telah memberikan bantuan dana untuk penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Asdak C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Cetakan ke-2 UGM Press, Yogyakarta. 10-14.
Edmonson, W.T. 1963. Fresh Water Biology. Second Edition. Jhon Willey Sons, inc., New York.pp. 274-285.
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
- Graham L.E. and Wilcox L.W. 2000, Algae. University Of Wisconsin
Prentice –Hall Inc. Upper Saddle River, New Jersey. Isnansetyo Alim dan Kurniastuty 1995, Teknik Kultur Phytoplankton
Zooplankton. Pakan Alam untuk pembenihan organism laut, Kanisius, Yokyakarta.
Lalli,C.M. T.R. Persons. 1993. Biological Oceanographi : An Introduction. Pergamon Press, New York. pp.186-187
Nagel, V. P. 1989. Bildbestimmung-schlussel der Saprobien. Gustav Fisher Verlag Stuttgatr. 15-16.
Naughton, S. J L. Larry. 1990. Ekologi Umum. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 165-166.
Odum, E. P. 1994. Dasar-dasar Ekologi. Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 373,397.
Payne, A.I. 1986. The Ecology of Tropical Lakes and Rivers. John Wilay Sons, New York. pp.75-83.
Rudiyanti, S., 2009. Kualitas Perairan Sungai Banger Pekalongan Berdasarkan Indikator Biologis. Jurnal Saintek Perikanan. Vol.
4, No.2, 2009 : 46-52. Sastrawijaya, A.T. 1991. Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta, Jakarta.
35,83-87. Thoba, H., 2002. Kelimpahan Plankton di Perairan Bangka- Belitung dan
Laut Cina Selatan, Sumatera , Makara, Sains, Vol.8 No. 3, Desember 2004 : 96-102.
Whitten, A. J, N. Hisyam, J. Anwar S. J. Damanik. 1987. The Ecology of Sumatera. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
192,209.
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
-
-,D;+,D,-;E;D-,.; Y--2..2.O,FF-:B:4Z
L;E,+,UDS,+,E,., D,.;,E-,D,E
Pindi Patana
1
, Onrizal
1
, dan Marlin Andika
2
1
Staf Pengajar Departemen Kehutanan USU, Jl. Tri Dharma Ujung No.1 Medan, email: pindipatanagmail.com
2
Mahasiwa Program Studi Budidaya Hutan, Jl. Tri Dharma Ujung No.1 Medan,
Abstrak
Penelitian bertujuan untuk mempelajari perilaku makan lutung dan ketersediaan jenis pakan lutung kelabu jantan dan betina yang
terdapat di hutan mangrove Kecamatan Gebang. Metode pengamatan pada penelitian ini menggunakan metode focal animal sampling. Peubah
yang diamati dalam aktivitas harian makan lutung meliputi pemilihan jenis pakan. Untuk menduga ketersediaan pakan dilakukan analisis
vegetasi dengan menggunakan metode kombinasi antara metode jalur dengan metode garis berpetak. Data yang telah diamati dianalisis secara
kuantitatif dan deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lutung dalam satu hari rata-rata menggunakan waktu untuk untuk aktivitas
makan 14,34, sedangkan aktivitas lain meliputi bergerak berpindah 28,03, hubungan sosial 12,75, beristirahat 33,61, membersihkan
diri 10,82, dan 0,42 untuk kegiatan eliminasi. Lutung menyukai jenis pakan daun yang masih muda atau pucuk. Jenis pakan yang digunakan
adalah daun, kulit kayu, dan bahkan serangga. Jenis-jenis pakan tersebut antara lain buah prepat Soneratia caseolaris, daun dan kulit kayu
gendorusa Morinda citrifolia, daun kimiaseruni Wedelia biflora, daun dan kulit kayu bakau Rhizophora apiculata, ceplukan Passiflora
foetida, pedang-pedangan Derris trifolia, nipah Nypa fructicans. Kata kunci: Perilaku
makan, lutung
kelabu, hutan
mangrove, Kecamatan Gebang
PENDAHULUAN
Hutan mangrove merupakan formasi hutan yang tumbuh dan berkembang pada daerah landai di muara sungai dan pesisir pantai yang
dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Selain ditumbuhi oleh berbagai vegetasi yang khas, hutan mangrove merupakan habitat bagi berbagai
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
- fauna, baik fauna khas mangrove maupun fauna yang berasosiasi dengan
mangrove. Berbagai fauna tersebut menjadikan mangrove sebagai tempat tinggal, mencari makan, bermain atau tempat berkembang biak.
Lutung kelabu adalah salah satu satwa liar yang dilindungi, sesuai dengan SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 733kpts-
II1999. IUCN International Union for Conservation of Nature and Natural Resource menyatakan status konservasi lutung kelabu adalah
near threatened IUCN, 2008 Populasi lutung dialam mengalami penurunan setiap tahun yang disebabkan oleh tingginya tingkat perburuan
untuk diperdagangkan serta berkurangnya habitat akibat perusakan dan bencana alam Wirdateti et al., 2009.
Lutung kelabu memiliki warna rambut yang hampir semuanya didominasi hitam keperakan. Warna kulit muka hitam atau abu-abu tua
serta memiliki panjang tubuh jantan dan betina dewasa berkisar antara 470-550 mm, panjang ekor antara 600-750 mm. Lutung ini memiliki
berat tubuh baik jantan atau betina dewasa berkisar antara 4,5- 15 Kg. Di Sumatera, warna hitam makin berkurang untuk individu-individu yang
terdapat dibagian utara, sehingga warna kelabu tampak semakin jelas Supriatna dan Wahyono, 2000.
Lutung kelabu tersebar di Sumatera Utara, Kalimantan Utara dan Semenanjung Malaysia. Lutung sering dijumpai pada hutan-hutan dataran
rendah, rawa-rawa dan daerah pasang surut, terutama di sepanjang tepian sungai, namun kadang-kadang lutung ini dijumpai di daerah perkebunan
karet, hutan primer pegunungan atau hutan sekunder daerah perbukitan hingga 600 meter diatas permukaan laut Supriatna dan Wahyono, 2000.
Pakan merupakan komponen habitat yang paling nyata. Di daerah penelitian termasuk wilayah tropis dimana di daerah ini terdapat dua
musim hujan atau basah dan musim kering, untuk ketersediaan pakan sendiri tergantung pada jenis pohon yang berbunga dan berbuah pada
waktu tertent. Di hutan tropis pola berbunga dan berbuah pohon tidak mengikuti daur tahunan yang tetap seperti pada spesies pohon di daerah
iklim sedang Galdikas, 1978. Tiap jenis satwa mempunyai kesukaan untuk memilih pakannya, kesukaan pakan ini berhubungan dengan selera.
Hutan mangrove Kecamatan Gebang merupakan salah satu kawasan hutan yang terdapat Wilayah Kabupaten Langkat Sumatera
Utara yang sangat penting fungsinya baik secara ekonomi dan ekologi, termasuk habitat bagi lutung dan satwa lainnya. Kawasan hutan
mangrove Desa Pulau Banyak Kecamatan Gebang yang menjadi objek penelitian terletak antara Lintang Utara : 03
14 00’’ í
13’ 00’’ dan Bujur Timur: 97
52’ 00’’ í
45’ 00’’ dan terletak pada 0 íPHWHU
di atas permukaan laut. Hutan mangrove bagi lutung sendiri memiliki fungsi sebagai tempat tinggal, beraktivitas, berkembang biak dan
tentunya sebagai sumber pakan. Adapun data mengenai sumber pakan
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
- lutung ini baik jenis tumbuhan maupun organisme lain sangat diperlukan
untuk melihat ketersediaan makanan apakah mengalami kekurangan atau masih cukup tersedia mengingat sekitar hutan tersebut mengalami sedikit
kerusakan akibat pembukaan perkebunan, pertanian dan tambak.
Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan pelestarian hutan mangrove agar tidak terjadi kerusakan yang berat sehingga jenis, populasi
satwa dan sumber pakan di hutan tersebut tidak berkurang. Oleh sebab itu ekosistem mangrove tersebut layak dipertahankan sebagai bagian dari
kawasan lindung. Mengingat data perilaku dan ketersediaan pakan lutung kelabu di Sumatera Utara belum tersedia, maka penelitian ini penting
untuk dilakukan sebagai salah satu dasar pengelolaan kawasan mangrove dan arti penting kawasan mangrove bagi kelestarian satwa liar.
CARA KERJA
Penelitian ini dilaksanaan di kawasan hutan mangrove Kwala Gebang Kecamatan Gebang Kabupaten Langkat. Penelitian ini dilakukan
mulai Maret sampai Mei 2010. Pengamatan terhadap fokal selama 15 hari dengan ketentuan masing-masing individu baik jantan dan betina diberi
waktu selama 5 hari. Tahap-tahap penelitian yang dilakukan adalah: 1 perilaku makan meliputi data aktivitas harian lutung yang didalamnya
bergerak pindah M = moving, istirahat R = resting, makan F = feeding, membuat sarang N = nesting, sosial S = Social,
membersihkan diri G = Grooming, eliminasi E = Eliminasi, 2 kecepatan makan lutung jantan dan betina, 3 komposisi makanan
meliputi identifikasi jenis tumbuhan ditemukan dan bagian tumbuhan yang mana yang dimakan, 4 Analisis vegetasi, melihat ketersediaan
pakan.
Metode yang digunakan dalam pengambilan data untuk mengetahui perilaku makan lutung adalah focal animal sampling
Altman, 1974 dalam Basalamah, 2006. Untuk melihat ketersediaan pakan lutung dengan cara menganalisis vegetasi. Analisis vegetasi
dilakukan dengan menggunakan metode jalur dengan metode garis berpetak. Ukuran permudaan yang digunakan dalam kegiatan analisis
vegetasi hutan mangrove adalah sebagai berikut: a. Semai: permudaan mulai dari kecambah sampai anakan setinggi kurang dari 1,5 m, b.
Pancang: permudaan dengan setinggi lebih dari 1,5 m sampai anakan berdiamter kurang dari 10 cm, dan c. Pohon: pohon berdiameter 10 cm
atau lebih. Analisis vegetasi untuk melihat struktur dan komposisi jenis dengan menghitung kerapatan relatif KR, frekuensi relatif FR dan
dominansi relatif DR, sehingga diperoleh indeks nilai penting INP yang merupakan penjumlahan dari ketiganya. Untuk menegetahui
keanekaragaman vegetasi dapat dipergunakan Indeks Shannon-Wienner:
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
- H’ = -
pi ln pi Keterangan: H’ = Indeks keanekaragaman
pi = proporsi nilai penting ke-i ln = Logaritma natural
ni = Jumlah individu jenis ke-i N = Jumlah individu semua jenis
dimana: pi = ni N
Analisis data perilaku makan yang diperoleh akan menggunakan uji statistik non-parametrik. Hal ini untuk melihat perbandingan antara
lutung jantan dan betina dewasa dengan rumus: u1 = n1. n2 + n1n1+1 – R1
2 u2 = n2.n1 + n2n2+1 – R2
2 dimana:
u = Jenis fokal
n1 = Banyak waktu makan jantan n2 = Banyak waktu makan betina
R = Jumlah rangking
Hasil yang diperoleh untuk kecepatan makan merupakan perbandingan kecepatan makan antara lutung jantan dan lutung betina
dewasa. HASIL DAN PEMBAHASAN
Perilaku Makan
Selama penelitian terdapat 10 individu dalam 1 populasi lutung kelabu Trachypithecus cristatus Raffles 1812, dan yang berhasil diamati
sebanyak 3 individu, terdiri dari 2 betina dewasa dan 1 jantan dewasa Table 1. Lama pengamatan tiap masing-masing individu sama yaitu 5
hari atau ± 60 jam. Seluruh individu tersebut dibedakan satu sama lain dengan mengidentifikasi atau memperhatikan karekteristik khusus yang
dimiliki masing-masing individu.
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
-
Tabel 1: Karakteristik lutung jantan dan betina yang diamati
Nama lutung
Jenis kelamin
Estimasi taraf perkembangan
Ciri fisik dan perilaku Avi
Betina Ƃ
Dewasa Tubuh sedikit gemuk dan ekor yang
buntung Becky
Betina Ƃ
Dewasa Tubuh yang sedikit kurus dan bulu
sedikit gelap Janu
Jantan ƃ
Dewasa Tubuh besar, suara yang khas dan
memiliki bulu yang teratur
Sumber: observasi lapangan 2010
Aktivitas harian lutung kelabu terdiri dari makan, bergerak pindah, istirahat, sosial, membersihkan diri dan eliminasi. Lutung
merupakan hewan diurnal yang memiliki pola perilaku harian secara umum sama dengan jenis primata diurnal yang lain, untuk itu selama
pengamatan lutung memulai aktivitas pada pagi hari dilanjutkan dengan bergerak mencari makan, dan pada sore hari mencari tempat untuk tidur.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Prayogo 2006, bahwa lutung memulai aktivitas bergerak berpindah, sosial dan mencari makan setelah bangun
pagi. Lokasi, jenis kelamin, umur, suhu, kelembaban udara serta ketersediaan pakan merupakan faktor yang mempengaruhi aktivitas
lutung.
Persentase rata-rata aktivitas harian lutung paling besar adalah istirahat 33,61, sedangkan aktivitas makan hanya 12, 75.
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh persentase rata-rata aktivitas lutung secara umum dapat dilihat pada Gambar 1.
-D
D, D
D- D+
D .
89 .
6 9.
: 1E139FGHI7F75BJ985K
LEL7789FGH15B59 ?E?3M54GH?3654
CEC33:9FG H17:N76KB598 OEO76=9FGHP6=5K5=
E76=9FGHI76559F
Gambar 1: Persentase aktivitas harian lutung selama pengamatan
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
-+ Pada umumnya aktivitas harian lutung dapat bervariasi setiap
hari dan bahkan setiap bulan, namun perbedaan antar individu pada jenis kelamin yang berbeda tidak terlihat terdapat perbedaan yang cukup besar,
hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.
1E139FG LEL7789FG
?E?3M54G CEC33:9FG
OEO76=9FG E76=9FG
Q EQ4:95=39G
R59;E ƃG
D, D-.
D- .D+
+D D
0E ƂG
,D D-
D- D+
D+ D
I7MBAE ƂG
D. D,
D+ D
D,, D
. 8
9 .
6 9
. :
Gambar 2: Persentase aktivitas harian lutung berdasarkan jenis kelamin
Pada saat musim kering atau disiang hari terjadi peningkatan waktu istirahat serta penurunan makan dan bergerak berpindah dan
kembali mencari makan hingga sore. Aktivitas istirahat tertinggi umumnya terjadi pukul 10.30 – 14.00 WIB. Pada saat lutung melakukan
aktivitas istirahat diasumsikan lutung tersebut tidak bergerak, sedangkan ketika lutung melakukan aktivitas lain makan, eliminasi, sosial, dan
bergerak berpindah lutung melakukan pergerakan. Waktu istirahat penting dilakukan oleh lutung dan primata lainnnya untuk mencerna
dedaunan yang telah dikonsumsinya Alikodra, 1990. Aktivitas istirahat biasa dilakukan lutung setelah selesai melakukan aktivitas makan, ketika
suhu udara tinggi dan pada waktu sore hari.
Berdasarkan pengamatan untuk persentase bagian yang dimakan pada tiap lutung tidak terlalu berbeda. Persentase daun merupakan bagian
yang dimakan lutung sangat berbeda dengan persentase yang sangat tinggi dari yang lainnya. Untuk lebih jelas dapat dilihat persentase
bagian yang dimakan pada tiap lutung pada Gambar 3.
+,-..0123430+,-,.,+012,+5
-,
R59; I7MBA
I;5K D,-+.
D,-+. D--.,
S5;9 D,,
-D., ,D,-+,
;4=B5A; D+.
D.+++-- D+,
?759FF5 D.++-
D.+++- D-..,
. 89
. 6