100
PKn SMPMTs Jilid 1
e. Hak beragama, hak atas kepercayaan, hak atas kebebasan
berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat Pasal 28 E.
f. Hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi Pasal
28 F. g.
Hak atas perlindungan pribadi dan keluarga Pasal 28 G. h.
Hak atas kesejahteraan lahir batin Pasal 28 H.
i. –
Hak pemenuhantidak dapat dikurangi hak asasi manusia dalam keadaan apapun yaitu hak hidup, hak
untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak diakui sebagai pribadi di depan hukum, dan
hak tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut.
– Hak bebas dari perlakuan diskriminatif.
– Hak atas identitas budaya.
– Hak atas masyarakat tradisional.
– Kewajiban pemerintah untuk melakukan perlindungan,
pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia Pasal 28 I.
j. Kewajiban bagi setiap orang untuk menghormati hak asasi
orang lain Pasal 28 J.
Gambar 3.2: Bebas memilih pendidik-
an Sumber: Dokumen Pri-
badi
Pasal 15
1 Setiap orang berhak atas
suatu ke- w a r g a - n e -
garaan.
2 Tiada se- orang jua-
pun dengan s e m e n a -
mena dapat dikeluarkan
dari kewar- ganegaraan-
nya atau di- tolak haknya
untuk meng- ganti kewar-
ganegaraan- nya.
101
PKn SMPMTs Jilid 1
Meskipun jaminan hak asasi manusia dalam UUD 1945 pasca amandemen hanya terdapat dalam beberapa pasal,
tetapi sesungguhnya secara substansial sudah mencakup berbagai macam jaminan hak asasi manusia seperti yang
termuat dalam Universal Declaration of Human Rights.
3. Latar belakang lahirnya perundang-undangan HAM
nasional Menurut Mr. Muhammad Yamin dalam bukunya “Naskah
Persiapan UUD 1945“ jilid I ditegaskan bahwa masuknya pasal- pasal tentang hak asasi manusia dalam UUD 1945 di atas,
tidak lepas dari perdebatan yang mendahuluinya antara kelompok yang keberatan terutama Soekarno dan Soepomo
dan kelompok yang menghendaki dimasukkan terutama Moh. Hatta. Alasan kedua pendapat antara lain sebagai berikut.
Bung Karno menjelaskan “bahwa telah ditentukan sidang pertama Perancang UUD bahwa kita menyetujui keadilan
sosial. Keadilan sosial inilah protes kita yang maha hebat terhadap dasar individualisme .... Kita menghendaki keadilan
sosial. Buat apa grondwet undang-undang dasar menuliskan bahwa manusia bukan saja mempunyai hak kemerdekaan
memberi suara, mengadakan persidangan dan berapat, jikalau misalnya tidak ada sociale rechvaardigheid keadilan sosial yang
demikian itu? Buat apa kita membikin grondwet, apa guna grondwet itu kalau ia tidak dapat mengisi perut orang yang
hendak mati kelaparan. Maka oleh karena itu, jikalau kita betul- betul hendak mendasarkan negara kita kepada paham
kekeluargaan, paham tolong-menolong, paham gotong-royong dan keadilan sosial, enyahkanlah tipe-tipe pikiran, tiap-tiap
paham individualisme dan liberalisme dari padanya. Kita rancangkan UUD dengan kedaulatan rakyat, dan bukan
kedaulatan individu. Inilah menurut paham Panitia Perancang UUD satu-satunya jaminan, bahwa bangsa Indonesia seluruhnya
akan selamat di kemudian hari.” Demikianlah pendapat Bung Karno, yang kemudian didukung oleh Soepomo.
Pasal 16
1 O r a n g - orang dewa-
sa baik laki- laki maupun
perempuan, dengan tidak
dibatasi oleh kebangsaan,
kewargane- garaan atau
agama, ber- hak untuk
mencari jo- doh dan un-
tuk mem- bentuk ke-
luarga. Me- reka mem-
punyai hak yang sama
dalam soal perkawinan,
didalam per- kawinan dan
di kala per- ceraian.
2 Perkawinan harus dila-
kukan hanya dengan cara
suka sama suka dari
kedua mem- pelai.
102
PKn SMPMTs Jilid 1
Sedangkan Bung Hatta, antara lain menyatakan pen- dapatnya sebagai berikut: “... Mendirikan negara yang baru,
hendaknya kita memperhatikan syarat-syarat supaya negara yang kita bikin jangan sampai menjadi negara kekuasaan. Kita
menghendaki negara pengurus, kita membangun masyarakat baru yang berdasarkan gotong-royong, usaha bersama, tujuan
kita adalah membaharui masyarakat. Tetapi, di sebelah itu janganlah kita memberikan kekuasaan yang tidak terbatas
kepada negara untuk menjadikan di atas negara baru itu suatu negara kekuasaan. Sebab itu ada baiknya dalam salah satu
pasal yang mengenai warga negara disebutkan juga sebelah hak yang sudah diberikan kepada misalnya tiap-tiap warga
negara rakyat Indonesia, supaya tiap-tiap warga negara jangan takut mengeluarkan suara”. Demikianlah pendapat Bung Hatta,
yang pendapatnya kemudian didukung Muhammad Yamin.
Pendapat Bung Hatta tersebutlah yang dijadikan dasar pemikiran masuknya hak asasi manusia dalam UUD 1945 sebab
pendapat Bung Hatta, yang esensinya untuk mencegah berkembangnya negara kekuasaan. Bung Hatta tampak melihat
dalam kenyataan bahwa pelanggaran hak asasi manusia terutama dilakukan oleh penguasa. Sedangkan pemikiran Bung
Karno yang memandang hak asasi manusia bersifat individualisme dan dipertentangkan dengan kedaulatan rakyat
dan keadilan sosial sampai saat ini masih tampak dianut terutama oleh penguasa, kiranya bukan rujukan yang akurat
dalam rangka memahami jaminan hak asasi manusia dalam UUD 1945.
Sampai abad XX perjuangan hak asasi manusia yang dilakukan masyarakat terhadap pemerintahan yang otoriter
belum berakhir. Hal ini terbukti apa yang dikhawatirkan Bung Hatta. Bahkan, memasuki abad XXI perjuangan hak asasi
manusia juga belum berakhir.
Hanya saja persoalan hak asasi manusia, demokrasi, dan lingkungan telah menjadi isu global, sehingga negara-negara
yang otoriter semakin terdesak untuk merealisasikan hak asasi manusia tidak hanya dari tuntutan masyarakatnya tetapi juga
dari dunia internasional.
3 K e l u a r g a adalah ke-
satuan yang sewajarnya
serta bersi- fat pokok
dari masya- rakat dan
berhak men- dapat per-
l i n d u n g a n dari masya-
rakat dan negara.
Pasal 17
1 S e t i a p orang ber-
hak mem- punyai mi-
lik baik s e n d i r i
m a u p u n b e r s a m a -
sama de- ngan orang
lain.
2 S e o r a n g - pun tidak
boleh di- rampas mi-
liknya de- ngan seme-
na-mena.