52
berhasil dan kini Pemohon tetap bersikeras untuk bercerai dengan Termohon Menimbang bahwa berdasarkan fakta tersebut, maka dapat dinilai Pemohon dan
Termohon sudah tidak mempunyai rasa saling mencintai, hormat menghormati, setia dan member bantuan lahir batin, dimana rasa cinta, hormat dan saling
memberi bantuan lahir batin adalah merupakan sendi dasar dan menjadi kewajiban suami istri dalam hidup berumah tangga vide: pasal 33 Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan jo. Pasal 77 ayat 2 Kompilasi Hukum Islam.
Menurut penulis dalam pertimbangan hakim ini, hakim tidak menilai aborsi sebagai salah satu sebab perceraian, walaupun dalam fakta hukum-posita
telah jelas bahwa termohon melakukan tindakan aborsi. Dalam hal ini hakim hanya menjadikan aborsi sebagai salah satu alasan penguat perceraian pemohon
yang tidak masuk dalam syarat-syarat perceraian, karena hakim berpedoman pada pasal-pasal tentang syarat perceraian yang sebagaimana kita ketahui dalam pasal
116 Kompilasi Hukum Islam KHI putusnya perkawinan disebabkan karena: a Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi,
dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 dua tahun berturut-turut tanpa izin
pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.
b Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
c Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
53
membahayakan pihak lain. d Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak
dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri. e Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran
dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. f Suami melanggar taklik talak.
g Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga.
Dalam Undang-Undang No 1 pasal 38 Tahun 1974 yang mengatur putusnya hubungan perkawinan sebagaimana berikut :
1 Pasal 113 KHI, menyatakan perkawinan dapat putus karena: a Kematian
b Perceraian dan c Putusam pengadilan
2 Pasal 115 KHI dan pasal 39 ayat 1 UU No. 1 1974 menyatakan, bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama,
setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
3 Pasal 114 KHI menegaskan, bahwa putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan
cerai.
54
Jika ditinjau dari pasal-pasal diatas, baik dalam UU No 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam KHI, aborsi tidaklah termasuk sebagai suatu alasan
dalam perceraian . Akan tetapi dalam perkara ini hakim hanya menjadikan aborsi sebagai alasan penguat dalam perceraian, dan lebih menggarisbesarkan
pertengkaian sebagai alasan aborsi. Sedangkan menurut penulis seharusnya hakim menjadikan aborsi sebagai
alasan utama perceraian dan tidak hanya menjadikan sebagai alasan penguat. Karena aborsi menurut penulis sama halnya dengan murtad, termasuk dari kaba-ir
atau termasuk dari dosa-dosa besar.
C. Interpretasi Hakim Terhadap Cerai Talak Akibat Istri Aborsi
Alasan untuk mengajukan perceraian ke Pengadilan Agama adalah yang tertera dalam Undang-undang. Yang tertulis di Nomor 1 tahun 1974 dan Undang-
undang Kompilasi Hukum Islam KHI atau Pasal 19 PP. No 9 tahun 1975.
11
Sebagaimana yang kita ketahui baik dalam KHI Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang perkawinan no 1 tahun 74, aborsi tidak termasuk sebagai alasan
putusnya perkawinan perceraian. Akan tetapi dalam perkara mengajukan perceraian ke Pengadilan Agama diperbolehkan dengan alasan-alasan lainnya
seperti perselingkuhan, dan juga termasuk aborsi. Karena sudah tentu pasti masih banyak hal-hal lain yang tidak tertulis baik dalam KHI Kompilasi Hukum Islam
dan UU no 1 tahun 1974 tentang perkawinan yang dapat mengancam hubungan
11
Wawancara dengan Bapak Drs. Mahfudl S. Hakim Pengadilan Agama Metro, Lampung, pada tanggal 22 Desember 2014 di ruang tamu PA Metro Lampung. Waktu 10.00 WIB
55
rumah tangga dan berujung pada perceraian. Asalkan alasan tersebut kuat dan dapat dibuktikan di depan Hakim di persidangan Pengadilan Agama, tentunya
dengan dukungan dan keterangan dari para ahli dalam bidang medis, contah dalam kasus perceraian yang diakibat perselisihan yang berujung pada
penganiayaan, luka lebam atau bahkan cacat ringan. Maka harus mendatangkan ahlinya di bidang visum untuk membuktikan apakah benar sudah terjadi
penganiayaan. Begitu pula dengan aborsi, maka harus memanggil dokter kandungan atau bidan untuk membuktikan tindakan aborsi tersebut. Aborsi dapat
memungkinkan menjadi pemicu pertengkaran dalam bahtera rumah tangga, sehingga pertengkaran yang dipicu disebabkan oleh perbuatan aborsi tersebut
berujung kepada perceraian, jika memang alasan dalam melakukan aborsi bukan dari rekomendasi dokter kandungan atau bidan dan lebih berindikasi kepada
aborsi yang dilakukan secara disengaja.
Meskipun seorang istri melakukan aborsi dan sang suami tidak terima, kemudian ingin mentalak sang istri dan membawa perkara tersebut ke Pengadilan
Agama, Hakim Agama tetap memutuskan perkara perceraian tersebut dengan alasan pertengkaran sebagai sebab putusnya perkawinan tersebut. Sebagaimana
yang kita ketahui bahwa di dalam UU Nomor 1 tahun 1974 dan Undang Undang Kompilasi Hukum Islam KHI atau Pasal 19 PP. No 9 tahun 1975, aborsi
bukanlah termasuk sebab-sebab putusnya perkawinan. Karena aborsi pada umumnya sama halnya dengan perceraian yang diakibatkan oleh perselingkuhan
yang mana sama-sama mencakup dan sudah termasuk dalam perkara
56
pertengkaran.
12
Bahkan perkara aborsi dalam perceraian bisa berujung ke ranah pidana, jika memang benar sang istri melakukan aborsi tersebut dengan sengaja
dan bukan atas rekomendasi dokter. Karena pada dasarnya perbuatan aborsi bertentangan dengan norma-norma Agama dan norma-norma hukum. Bilamana
ada permohonan perceraian di pengadilan agama dengan alasan istri melakukan aborsi. Maka hakim memutuskan putusnya perkawinan tersebut bukan karena
alasan aborsi, akan tetapi hakim agama tetap memutuskan perkara perceraian tersebut disebabkan adanya pertengkaran antara suami dan istri. Sebagaimana
dalam pembahasan yang sudah penulis jelaskan di pembasahan sebelumnya dalam bab II tentang sebab-sebab putusnya perkawinan. Baik dalam KHI
Kompilasi Hukum Islam dan undang-undang no 1 tahun 1974 tentang beberapa hal yang bisa dijadikan alasan putusnya perkawinan adalah sebagaimana berikut :
a. Kematian b. Perceraian dan
c. Putusam pengadilan Dalam pasal 39 ayat 1 UU No. 1 1974 menyatakan, bahwa:
a. Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama, setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil
mendamaikan kedua belah pihak. b. Untuk Melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami
istri itu tidak akan dapat rukun sebagaimana suami istri.
12
Wawancara dengan Bapak Drs. Mahfudl S. Hakim Pengadilan Agama Metro, Lampung, pada tanggal 22 Desember 2014 di ruang tamu PA Metro Lampung. Waktu 10.00 WIB