Analisis interpretasi hakim terhadap cerai thalaq akibat istri aborsi ( studi putusan Nomor 0749 /Pdt .G/ 2011 /PA.Mt)
SKRIPSI
Analisis Interpretasi Hakim Terhadap Cerai Thalaq Akibat Istri Aborsi ( Studi Putusan Nomor 0749 /Pdt .G/ 2011 /PA.Mt)
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh :
ADE TAUFIK NIM : 108044100059
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGAFAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
(2)
(3)
(4)
iii Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi merupakan hasil karya asli yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 (satu) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 07 April 2015
(5)
iv
ABSTRAKSI
ADE TAUFIK,108044100049, Analisis Interpretasi Hakim Terhadap Cerai Thalaq Akibat Istri Aborsi ( Studi Putusan Nomor 0749 /Pdt .G/ 2011 /PA.Mt)
Perceraian di Pengadilan Agama tidak mudah untuk dilakukan, karena harus ada alasan-alasan kuat yang mendasarinya, baik Penggugat ataupun Pemohon. Dalam Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan beberapa hal yang bisa dijadikan alsasan perceraian. Pasal 113 KHI, menyatakan perkawinan dapat putus karena: Kematian;Perceraian, dan putusan pengadilan, sementara itu alasan-alasan perceraian termuat dalam pasal 116 KHI dan pasal 39 ayat 1 UU No. 1 / 1974.
Alasan Aborsi dalam putusan ini yang diajukan oleh Pemohon tidak masuk dalam alasan-alasan perceraian yang termaktub dalam pasal 116 KHI, sebagaimana
legal opinon/legal interpretation hakim dalam putusan ini. Melihat jauh dewasa ini banyakya kasus yang beragam dalam rumah tangga seharusnya menjadi kunci dibukanya alasan-alasan perceraian di pengadilan agama, sehingga legal justice bisa ditetapkan.
Penulis menggunakan metode yuridis normative, pendekatan yang dilakukan dalam penyusunan skripsi ini menggunakan: Tipe Pendekatan Kasus (Case Approach)
Kata kunci: Aborsi, perceraian, KHI,
Dosen Pembimbing : Dr. Ali Wafa, MA. Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(6)
v
Alhamdulillah, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan izin dan karunia Dzat yang selalu memberikan kekuatan kepada penulis; Allah SWT. Shalawat teriring salam kepada Baginda Nabi Muhammad SAW, semoga syafaatnya senantiasa tercurah kepada pengikutnya kaum muslimin.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam meraih gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Konsentrasi Peradilan Agama Program Studi Hukum Keluarga (Akhwal Syakhsiyah), Universitas Islam Negeri Jakarta. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis memperoleh banyak dukungan dan saran dari berbagai pihak, sehingga ucapan terima kasih penulis sampaikan dengan tulus dan sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr Asep Saepudin Jahar, MA, selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak H. Kamarusdiana, S.Ag, M.H, Dan Ibu Sri Hidayati, M.Ag, selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Ahwal Syahshiyyah Fakultas Syariah dan Hukum.
3. Bapak JM. Muslimin, Ph.D selaku Dosen Pembimbing Akademik Penulis yang telah banyak memberikan saran dan nasehat dalam perkuliahan.
(7)
vi
4. Bapak Dr. Ali Wafa, MA selaku pembimbing skripsi yang telah sabar memBerikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini
5. Ayahanda tercinta Firdaus Ismail dan Ibunda tersayang Lismiati sujud baktiku kepada ayah dan ibunda atas segala do’a dan pengorbanan kalian selama ini, “Robbighfirlii Waliwaalidayya Warhamhumaa Kamaa
Robbayaanii Shoghiiroo”. Saudara-saudariku tercinta Dr. H. Linda Firdawati, S. Ag, MA, Deddy Suhenra, ST, Irma Yanti, AMd, Laili Ramadhani, S.HI, Ferdian, SE, Novi Lidya, S.Tp, Zulvia Hidayani, S. Pd. Terima kasih yang tak terhingga atas curahan dukungan dan kasih sayang telah kalian berikan.
6. Sahabat-sahabatku: Moh. Rusdiana Noer Ridha, S.Sy. SH, IBM Andika, S.Sy, H. Utsman, S.Sy, Muhammad Akbar Alfathtaa, S.Sy, Mukhammad Ali Seto, S. Sy, Udi Wahyudi, S.Sy. Dhiyaul Akifin, S.Sy, Fachrur Rozy, S.Sy Mawardi, S.Sy, Muhammad Daerobie, S.Sy, Muhammad Athoillah, S.Sy. SH. Canda tawa kalian akan menjadi kenangan terindah dan tak terlupakan sampai akhir hayat. Semoga Persahabatan ini akan tetap kekal terjalin selama-lamanya.
7. Teman-teman Mahasiswa PA.B Angkatan 2008.
8. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagai rujukan penyusunan skripsi lainnya di masa mendatang. Penulis pun menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Karena itu
(8)
vii
Jakarta, 07 April 2015
(9)
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
LEMBAR PERNYATAAN ... iii
ABSTRAK ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 8
E. Tinjauan Pustaka ... 9
F. Metode Penelitian ... 9
G. Sistematika Penulisan ... . 13
BAB II TINJAUAN TENTANG ABORSI ... 15
A. Pengertian Aborsi (Abortus) ... 15
B. Macam-Macam Aborsi ... 18
C. Aborsi Dalam Pandangan Hukum ... 19
D. Sebab-Sebab Putusnya Perkawinan………... 27
BAB III PROFIL PENGADILAN AGAMA METRO ... 33
(10)
ix
BAB IV ABORSI, CERAI TALAK DALAM PANDANGAN HUKUM
ISLAM DAN HUKUM POSITIF ... 42
A. Aborsi Dalam Pandangan Hukum Islam Dan Hukum Positif . 42 B. Aborsi Sebagai Alasan Putusnya Perkawinan ... ... . 50
C. Interpretasi Hakim Terhadap Cerai Talak Akibat Istri Aborsi 54
BAB V PENUTUP ... 59
A. Kesimpulan ... 59
B. Saran-saran ... 60
DAFTAR PUSTAKA ... 62 LAMPIRAN
(11)
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Pernikahan dalam Islam merupakan anjuran bagi manusia, agar seorang muslim dapat memikul amanat tanggung jawabnya yang paling besar dalam dirinya. Pernikahan memiliki manfaat yang paling besar terhadap kepentingan-kepentingan sosial lainnya. Kepentingan sosial itu adalah memelihara kelangsungan jenis manusia, memelihara keturunan, menjaga keselamatan masyarakat dari segala macam penyakit yang dapat membahayakan kehidupan manusia serta menjaga ketenteraman jiwa.
Pernikahan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Ia adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT sebagai jalan bagi makhluknya untuk berkembang biak, dan melestarikan hidupnya.1
Pernikahan memiliki tujuan yang sangat mulia yaitu membentuk suatu keluarga yang bahagia, abadi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini sesuai dengan rumusan yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 pasal 1 bahwa:2 "Perkawinan merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang wanita dengan seorang pria sebagai suami istri dengan tujuan
1
Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqh Munakahat I, (Bandung: Pustaka Setia), h. 9.
2
Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 1 Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1.
(12)
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa."
Sesuai dengan rumusan itu, pernikahan tidak cukup dengan ikatan lahir atau batin saja tetapi harus kedua-duanya. Dengan adanya ikatan lahir dan batin inilah perkawinan merupakan satu perbuatan hukum di samping perbuatan keagamaan. Sebagai perbuatan hukum karena perbuatan itu menimbulkan akibat-akibat hukum baik berupa hak atau kewajiban bagi keduanya, sedangkan sebagai akibat perbuatan keagamaan karena dalam pelaksanaannya selalu dikaitkan dengan ajaran-ajaran dari masing-masing agama dan kepercayaan yang sejak dahulu sudah memberi aturan-aturan bagaimana perkawinan itu harus dilaksanakan.
Perkawinan merupakan tujuan syariah yang dibawa Rasulullah Saw, yaitu penataan hal ihwal manusia dalam kehidupan duniawi dan ukhrowi. Dengan pengamatan sepintas lalu, pada batang tubuh ajarah fikih, dapat dilihat adanya empat garis dari penataan itu yakni: a). Rub‟al-ibadat, yang menata hubungan manusia selaku makhluk dengan khaliknya b). Rub‟al-muamalat, yang menata hubungan manusia dalam lalu lintas pergaulannya dengan sesamanya untuk memenuhi hajat hidupnya sehari-hari, c). Rub‟ al-munakahat, yaitu yang menata hubungan manusia dalam lingkungan keluarga dan d). Rub‟ al-jinayat, yang menata pengamanannya dalam suatu tertib pergaulan yang menjamin ketentramannya.3
3
Ali Yafie, Pandangan Islam terhadap Kependudukan dan Keluarga Berencana (Jakarta: Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdhatul Ulama dan BKKBN, 1982), h. 1.
(13)
3
Zakiah Daradjat mengemukakan lima tujuan dalam perkawinan, yaitu: 1. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan;
2. Memenuhi hajat manusia menyalurkan syahtwatnya dan menumpahkan kasih sayangnya;
3. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan; 4. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak serta
kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta kekayaan yang halal serta
5. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tenteram atas dasar cinta dan kasing sayang.4
Terkadang perencanaan terhadap pernikahan melalui banyak hambatan sehingga konflik-konflik kecil terjadi dalam rumah tangga, kadang konflik itu bisa diredam dengan saling perhatian antara suami dan istri, tetapi kadang juga pertengkaran itu tidak bisa diredam dan berakhir pada perceraian..
Putusnya hubungan pernikahan pada dasarnya diakibatkan oleh adanya perceraian, baik cerai kerena kematian maupun karena cerai hidup melalui 2 cara yakni; cerai talak dan cerai gugat.5 Perceraian tidak mudah untuk dilakukan, karena harus ada alasan-alasan kuat yang mendasarinya. Cerai adalah terputusnya hubungan perkawinan antara suami dan isteri.6
4
Zakiah Daradjat, Ilmu Fikih, (Jakarta, DEPAG RI, 1985) Jilid 3, h. 64. 5
Ibrahim Hosen, Fiqh Perbandingan Masalah Perkawinan, (Jakarta, Pustaka Firdaus, 2003), h. 299.
6
H.M.A. Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqh Munakahat Kajia fikih nilai lengkap, (Jakarta, Rajawali Press, 2010), h. 307.
(14)
Dalam KHI dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan beberapa hal yang bisa dijadikan alasan perceraian Dalam Kompilasi Hukum Islam dan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 mengatur putusnya hubungan perkawinan sebagaimana berikut :
1. Pasal 113 KHI, menyatakan perkawinan dapat putus karena: a. Kematian;
b. Perceraian, dan c. putusan pengadilan.
2. Pasal 115 KHI dan Pasal 39 ayat 1 UU No. 1 / 1974 menyatakan, bahwa Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama, setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
3. Pasal 114 KHI menegaskan, bahwa Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan cerai.
Sementara itu alasan-alasan perceraian termuat dalam pasal 116 KHI dan pasal 39 ayat 1 UU No. 1 / 1974, antara lain:
1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
(15)
5
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain.
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri.
6. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
7. Suami melanggar taklik talak.
8. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga.
Dalam penelitian skripsi ini penulis ingin mengkaji tentang pertimbangan hakim terhadap alasan yang diungkapkan Pemohon pada perkara Nomor 0749 /Pdt .G/ 2011 /PA.Mt yang mana dalam perkara ini Pemohon memberikan alasan perceraian bahwa istri telah melakukan aborsi7 sehingga dengan alasan ini Pemohon mengajukan cerai thalaq di Pengadilan Agama Metro. Jika dilihat dari
7 Menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah “abortus”.
Berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh.
Dalam dunia kedokteran dikenal 3 macam aborsi, yaitu: 1. Aborsi Spontan / Alamiah
2. Aborsi Buatan / Sengaja 3. Aborsi Terapeutik / Medis
Aborsi spontan / alamiah berlangsung tanpa tindakan apapun. Kebanyakan disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma, sedangkan Aborsi buatan / sengaja adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 28 minggu sebagai suatu akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi (dalam hal ini dokter, bidan atau dukun beranak). Aborsi terapeutik / medis adalah pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medik. Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang dan tidak tergesa-gesa. Lihat K. Bertens, Aborsi Sebagai Masalah Etika, (Jakarta, Grasindo, 2002), h. 5.
(16)
Pasal 116 KHI dan pasal 39 ayat 1 UU No. 1 / 1974, aborsi tidak termasuk dalam alasan diajukannya perceraian.
Aborsi menurut Abdurrahman Al Baghdadi menyebutkan bahwa aborsi dapat dilakukan sebelum atau sesudah ruh (nyawa) ditiupkan. Jika dilakukan setelah setelah ditiupkannya ruh, yaitu setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan, maka semua ulama ahli fiqih (fuqoha) sepakat akan keharamannya. Tetapi para ulama fiqih berbeda pendapat jika aborsi dilakukan sebelum ditiupkannya ruh. Sebagian memperbolehkan dan sebagiannya mengharamkannya.8
Yang memperbolehkan aborsi sebelum peniupan ruh, antara lain Muhammad Ramli (w. 1596 M) dalam kitabnya An Nihayah dengan alasan karena belum ada makhluk yang bernyawa. Ada pula yang memandangnya makruh, dengan alasan karena janin sedang mengalami pertumbuhan.9
Yang mengharamkan aborsi sebelum peniupan ruh antara lain Ibnu Hajar (w. 1567 M) dalam kitabnya At Tuhfah dan Al Ghazali dalam kitabnya Ihya` Ulumiddin. Bahkan Mahmud Syaltut, mantan Rektor Universitas Al Azhar Mesir berpendapat bahwa sejak bertemunya sel sperma dengan ovum (sel telur) maka aborsi adalah haram, sebab sudah ada kehidupan pada kandungan yang sedang mengalami pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi makhluk baru yang bernyawa yang bernama manusia yang harus dihormati dan dilindungi
8
Abdurrahman Al-Bagdadi, Emansipasi Adakah Dalam Islam, (Jakarta, Gema Insani Press, 1998), h. 127-128.
9
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, (Jakarta, Hajimasagung, 1993), h. 81.
(17)
7
eksistensinya. Akan makin jahat dan besar dosanya, jika aborsi dilakukan setelah janin bernyawa, dan akan lebih besar lagi dosanya kalau bayi yang baru lahir dari kandungan sampai dibuang atau dibunuh.10
Dari pengertian diatas dan melihat fakta yang terjadi, maka Penulis ingin mengkaji secara dalam mengenai pertimbangan hakim yang membolehkan terjadinya suatu perceraian akibat istri melakukan aborsi. Berangkat dari keingintahuan penulis inilah, penulis ingin mencoba meneliti dan menguraikan bentuk penulisan skripsi dengan judul: Analisis Interpretasi Hakim Terhadap Cerai Thalaq Akibat Istri Aborsi ( Studi Putusan Nomor 0749 /Pdt .G/ 2011 /PA.Mt)
B. Pembatasaan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah
Pembahasan mengenai cerai thalaq akibat istri melakukan aborsi merupakan sebuah perkara baru, maka dari permasalahan ini penulis memberikan batasan pada Putusan Hakim Pengadilan Agama Metro Kelas 1a mengenai Perkara cerai thalaq akibat istri aborsi Nomor 0749 /Pdt .G/ 2011 /PA.Mt
2. Perumusan Masalah
Alasan-alasan mengenai perceraian termuat dalam pasal 116 KHI dan pasal 39 ayat 1 UU No. 1 / 1974, dalam alasan ini tidak termuat alasan aborsi yang
10
M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah Al Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam, (Jakarta, RajaGrafindo Persada,1995), h. 57.
(18)
dilakukan oleh istri menjadi sebab terjadinya perceraian, Berdasarkan uraian pokok permasalahan di atas, maka penulis mencoba memformulasikan dalam rumusan penelitian ini dengan mengajukan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:
a. Bagaimana hukum Aborsi dalam Pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia?
b. Apakah Aborsi bisa menjadi alasan Putusnya suatu Perkawinan?
c. Bagaimana Interpretasi hakim terhadap cerai Thalaq akibat istri aborsi pada putusan Nomor 0749 /Pdt .G/ 2011 /PA.Mt?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilakukan penulis bertujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana hukum Aborsi dalam Pandangan hukum Islam dan hukum Positif di Indonesia.
2. Untuk mengetahui apakah alasan aborsi bisa djadikan sebagai sebab terjadinya putusnya perkawinan.
3. Untuk mengetahui Bagaimana Interpretasi hakim terhadap cerai Thalaq akibat istri aborsi pada putusan Nomor 0749 /Pdt .G/ 2011 /PA.Mt
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis
a. Diharapkan memberikan manfaat bagi pihak terkait, yang dalam hal ini para pihak khususnya yang konsen mengkaji hukum perkawinan.
(19)
9
b. Untuk menambah serta memperdalam ilmu pengetahuan penulis akan hal hukum perkawinan.
c. Sebagai bahan pertimbangan untuk dijadikan acuan terhadap pembuatan penelitian yang serupa di masa mendatang
2. Manfaat Praktis
a. Dapat memberikan wawasan dan pengetahuan bagi masyarakat luas mengenai aborsi.
b. Dapat memberikan wawasan dan pengetahuan bagi masayrakat implikasi aborsi pada perkawinan.
c. Untuk meningkatkan penalaran dan membentuk pola pikir dinamis serta mengaplikasikan ilmu yang diperoleh penulis selama studi di Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
E. Tinjauan Pustaka
Sebelum melakukan penelitian ini penulis melakukan tinjauan pustaka terdahulu atau penelusuran terhadap apakah pembahasan ini telah di bahas dalam skripsi-skripsi terdahulu, dengan demikian, setelah penulis melakukan tinjauan pustaka, maka penulis belum menemukan skripsi yang membahas tentang “Analisis Interpretasi Hakim Terhadap Cerai Thalaq Akibat Istri Aborsi ( Studi Putusan Nomor 0749 /Pdt .G/ 2011 /PA.Mt)
F. Metode Penelitian
Untuk memperoleh data yang akan dibutuhkan untuk menyusun skripsi ini, maka Penulis menggunakan metode:
(20)
1. Jenis Penelitian dan Pendekatan
Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah:
a. Penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif.11
b. Penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji, menganalisa serta merumuskan buku-buku, literatur dan yang lainnya yang ada relevansinya dengan judul skripsi ini. Sedangkan pendekatan yang dilakukan dalam penyusunan skripsi inI menggunakan tipe pendekatan kasus (Case Approach)12 dalam hal ini adalah pendekatan terhadap kasus aborsi yang dilakukan oleh termohon sehingga menjadi dasar alasan Pemohon dalam mengahukan cerai thalaq Studi Putusan Nomor 0749 /Pdt .G/ 2011 /PA.Mt)
2. Sumber Bahan Hukum
Dalam penyusunan skripsi ini Penulis menggunakan dua jenis sumber data yaitu:
a. Bahan hukum primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang terdiri atas peraturan peruang-undangan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam, dan BW.
11
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia Publishing, 2008), h. 294.
12
Dalam menggunakan pendekatan kasus, yang perlu dipahami oleh penelti adalah ratio decidendi, yaitu alasan-alasan hukum yang digunakan hakim untuk sampai kepada putusannya. Ratio decidendi dapat diketemukakan dengan memperhatikan fakta materiil, fakta-fakta materiil tersebut berupa orang, tempat dan waktu. Lihat Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta, Kencana, 2011), cet. 7, h. 119.
(21)
11
b. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder merupakan data yang diperoleh dari bahan kepustakaan.13 Bahan hukum yang terdiri dari atas buku-buku (textbooks)
yang ditulis para ahli hukum yang berpengaruh (de herseende leer), jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum, yurisprudensi, dan hasil-hasil simposium mutakhir yang berkaitan dengan topik penelitian skripsi ini
c. Bahan hukum Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, encyclopedia, dan lain-lain.14
3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Berisi uraian logis prosedur pengumpulan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, serta bagaimana bahan hukum tersebut diinvetarisasi dan diklasifikasi dengan menyesuaikan masalah yang dibahas.
Dalam upaya mengumpulkan data yang diperlukan, digunakan metode sebagai berikut:
a. Metode Dokumentasi
Metode Dokumentasi adalah mencari hal-hal atau variabel berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, media online, majalah, prasasti, notulen,
13
Soejono Sokanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 1992), h. 51. 14
(22)
rapat, agenda, dan sebagainya.15
b. Metode Interview wawancara atau interview merupakan Tanya jawab
secara lisan dimana dua orang atau lebih berhadapan secara lansung. Dalam proses interview ada dua pihak yang menempati kedudukan yang
berbeda. Satu pihak sebagai berfungsi sebagai pencari informasi atau interviewer sedangkan pihak lain baerfungsi sebagai pemberi informasi
atau informan (responden)16 Proses wawancara ini diajukan kepada beberapa nara sumber diantaranya Hakim Pengadilan Agama Metro.
4. Teknik Analisis Bahan Hukum
Analisis bahan hukum merupakan langkah-langkah yang berkaitan
dengan pengelolahan terhadap bahan-bahan hukum yang telah dikumpulkan untuk menjawab isu hukum yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah.
Pada penelitian hukum normatif, pengelolahan bahan hukum hakikatnya merupakan kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap
bahan-bahan hukum tertulis. Sistematisasi berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.
Dalam analisis Bahan Hukum ini kegiatan yang dilakukan antara lain:
15
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, h. 201.
16 Soemitro Romy H. Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990), h. 71.
(23)
13
a. Memilih pasal-pasal yang berisi kaidah-kaidah hukum yang mengatur tentang hukum aborsi dan sebab-sebab putusnya perkawinan dalam peraturan perundang-undangan.
b. Membuat sistematik dari pasal-pasal atau kaidah-kaidah hukum tersebut sehingga menghasilkan klasifikasi tertentu
5. Teknik Penulisan
Dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, penulis berpedoman pada prinsip-prinsip yang telah diatur dan dibukukan dalam buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012.
G. Sistematika Penulisan
Pendahuluan dalam sub bab ini berisikan tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, Studi review terdahulu, metode penelitian, teknik dan sistematika penulisan.
Kedua dalam Bab ini tinjauan tentang aborsi menjelaskan tentang pengertian Aborsi (abortus) macam-macam aborsi, kemudian tentang Hukum Aborsi dalam pandangan hukum Islam dan hukum positif di Indonesia dan Sebab-sebab putusnya Perkawinan dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Ketiga dalam bab ini penulis menjelaskan tentang Profil Pengadilan Agama Metro kemudian tentang Histori pembentukan Pengadilan Agama Metro dan yang
(24)
terakhir tentang Struktur organisasi Pengadilan Agama Metro.
Keempat dalam bab ini menjelaskan Analisis Aborsi bisa menjadi alasan Putusnya suatu Perkawinan, kemudian tentang Analisis Interpretasi Hakim Terhadap Cerai Thalaq Akibat Istri Aborsi (Studi Putusan Nomor 0749 /Pdt .G/ 2011 /PA.Mt) dan yang terakhir Analisis Penulis.
Kelima dalam bab terakhir ini adalah penutup berisikan tentang kesimpulan dari penulis beserta saran-saran penulis dan penutup.
(25)
15
BAB II
TINJAUAN TENTANG ABORSI A. Pengertian Aborsi (abortus)
1. Menurut Fiqih
Aborsi dalam literatur fiqih berasal dari bahasa Arab al-Ijhadh,
merupakan mashdar dari ajhadha atau juga dalam istilah lain bisa disebut
isqath al-haml, keduanya mempunyai arti perempuan yang melahirkan secara paksa dalam keadaan belum sempurna penciptaannya. Secara bahasa disebut juga lahirnya janin karena dipaksa atau dengan sendirinya karena belum waktunya. Sedangkan makna gugurnya kandungan, menurut ahli fikih tidak keluar dari makna bahasa, diungkapkan dengan istilah menjatuhkan (isqath),
membuang (tharh), melempar (ilqaa‟), dan melahirkan dalam keadaan mati
(imlaash).1
Aborsi dalam agama Islam jelas dan terang-terangan dilarang serta diharamkan. Dikatakan bahwa membunuh sesama manusia itu sama saja dengan membunuh seluruh manusia di muka bumi ini. Menurut Mazhab Syafi’i aborsi dalam Islam seorang wanita yang membuang janin pada saat masa kehamilannya belum sempurna, sehingga janin tidak dapat merasakan kehidupan di dunia ini. Di dalam kitab “Qodhayu fiqhiyyah al-Mu‟aassarah”.
Para pakar undang-undang fiqih kriminal menetapkan bahwa aborsi dalam
1 Maria Ulfa, “Fikih Aborsi, Wacana penguatan hak reproduksi perempuan”, (Jakarta:
(26)
Islam adalah menyingkirkan kehamilan secara sengaja tanpa sebab yang pasti, dan berbahaya bagi wanita yang ingin menggugurkan janinnya.2
2. Menurut Medis
Dari segi medis sendiri, pengertian aborsi adalah keluarnya hasil konsepsi (pembuahan) sebelum usia kehamilan 20 minggu (lima bulan) dengan berat mudigah kurang dari 500 gram. Mudigah yang dikeluarkan dari kandungan sebelum usia kandungan 20 minggu dapat dikatakan tidak punya harapan hidup. Sedangkan keluarnya hasil konsepsi (pembuahan) setelah usia kehamilan 20 minggu dapat dikatakan sebagai persalinan mengingat janin yang dikeluarkan sudah mempunyai harapan hidup walaupun amat tipis. Hanya saja, disini juga tetap dibedakan antara abortus yang terjadi karena adanya campur tangan (provokasi) oleh manusia.3 Oleh karena itu dalam buku ini digunakan istilah abortus provocatus (dalam bahasa latin) untuk menyebut pengguguran kandungan yang disengaja oleh manusia. Penggunaan istilah ini bertujuan untuk menunjukkan makna sebenarnya yang dimaksud penulis agar tidak terjadi kerancuan makna dalam bahasa permasalahan yang ada, mengingat bermacam-macamnya jenis abortus.
3. Menurut Undang-Undang
Menurut hukum positif di Indonesia mengenai aborsi, baik menurut kitab undang-undang hukum pidana Indonesia, tindakan aborsi tidak selalu
2
http://www.anneahira.com/aborsi-dalam-islam.htm diakses tanggal 21-11-2013
3
Suryono Ekotama dll, “ABORTUS PROVOCATUS”. Bagi korban perkosaan. Persvektif Viktimilogi, kriminalogi dan hukum pidana”, (Yogyakarta: Atmajaya, 2000), h. 90.
(27)
17
merupakan perbuatan jahat atau merupakan tindakan pidana, hanya aborsi provocatus criminalis saja yang dikategorikan sebagai suatu perbuatan tindak pidana, adapun aborsi yang lainnya terutama yang bersifat spontan dan medicalis bukan merupakan suatu tindak pidana.4
Abortus provocatus berasal dari bahasa latin yang berarti keguguran karena kesengajaan.5 Abortus Provocatus merupakan salah satu dari berbagai jenis macam abortus. Dalam kamus latin Indonesia sendiri, abortus diartikan
sebagai wiladah sebelum waktunya atau keguguran.6 Pada dasarnya kata abortus dalam bahasa latin sama artinya dengan kata aborsi dalam bahasa
Indonesia yang merupakan terjemahan dari kata abortion dalam bahasa Inggris. Jika ditelusri dalam kamus Inggris – Indonesia, kata abortion
memang mengandung arti keguguran anak.7
Kata Abortus atau aborsi diatas masih mengandung arti yang amat luas sekali. Hal ini dengan jelas ditegaskan dalam Black „s Law Dictionary. Kata
Abortion (Inggris) yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi aborsi mengandung dua arti sekaligus:
4
Mien Rukmini, “Penelitian Tentang Aspek Hukum Pelaksanaan Aborsi Akibat Perkosaan”, (Badan Pembinaan Hukum Nasional Kehakiman dan HAM RI), h. 31
5
Suryono Ekotama dll, “ABORTUS PROVOCATUS”. Bagi korban perkosaan. Persvektif Viktimilogi, kriminalogi dan hukum pidana”, (Yogyakarta: Atmajaya, 2000), h. 31
6 K. Prent Cm dan Adisubarta, “Kamus Latin
- Indonesia”, (Yogyakarta:Kanisius,1969), h. 4
7
S Wojowasito dan WJS Purwadarmaminta, “ Kamus Lengkap Inggris-Indonesia-Inggris”, (Hasta, Bandung),h.1
(28)
B. Macam-Macam Aborsi
Secara umum, Soerjano Soekanto mengemukakan beberapa istilah untuk menyebut keluarnya hasil konsepsi/pembuahan sebelum usia 20 minggu yang biasa disebut aborsi/abortion diantaranya :
1. Abortion Criminalis, yaitu hukum pengguguran kandungan bertentangan dengan hukum;
2. Abortion Eugenic, yaitu pengguguran kandungan untuk mendapatkan keturunan baik; Abortion induced / abortion provoked
3. Abortus provocatus, yaitu pengguguran kandungan disengaja; 4. Abortion Natural, yaitu pengguguran kandungan secara alamiah;
5. Abortus Spontaneus, yaitu pengguguran kandungan secara tidak disengaja; 6. Abortus Therapeutic; yaitu pengguguran kandungan dengan tujuan untuk
menjaga kesehatan sang ibu.8
7. Sementara itu Djoko Prakoso mengelompokkan macam-macam aborsi lebih spesifik lagi. Menurtunya, dikenal dua macam aborsi:
Aborsi spontan yang terjadi tanpa usaha dari luar, dan aborsi buatan
(abortus provocatus) yang dilakukan karena kehamilan tidak diinginkan. Golongan kehamilan yang tidak diinginkan dirinci lebih lanjut :
1. Tidak diinginkan oleh dokter, karena kehamilan tersebut akan membahayakan jiwa si ibu. Anak yang dilahirkan kemungkinan cacat berat. Abortus buatan ini dapat dilakukan karena alasan medis dan biasa disebut sebagai abortus provocatus medicanilis.
(29)
19
2. Tidak diinginkan oleh wanita yang bersangkutan, suaminya, atau keluarganya, karena :
a. Perkosaan
b. Hubungan kelamin di luar perkawinan c. Alasan-alasan lainnya :
1) Sosio Ekonomis
2) Anak sudah cukup banyak 3) Belum mampu punya anak
Untuk Abortus jenis ke-2 ini, yang meminta untuk dilakukan abortus bukan dokter, melainkan wanitanya sendiri, suaminya, atau keluarganya. Abortus ini di negara kita dilarang dan dipandang sebagai perbuatan pidana atau abortus provocatus criminalis.9
C. Aborsi Dalam Pandangan Hukum
1. Aborsi Dalam Pandangan Hukum Positif
Di Indonesia aborsi diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang terpisah, misalnya dalam KUHPidana yang menjelaskan bahwa segala macam aborsi dilarang, dengan tanpa pengecualian, sebagaimana diatur dalam pasal-pasal sebagai berikut:
Pasal 29 KUHPidana
(1) Barangsiapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh seorang wanita supaya diobati dengan memberitahu atau menerbitkan
9 Djoko Prakoso, “Perkembangan delik
-Delik Khusus di Indonesia”, (Jakarta:Aksara Persada Indonesia.1998), h. 289 – 290.
(30)
pengharapan bahwa oleh karena pengobatan itu dapat gugur kandungannya, dipidana dengan pidana penjara selama –lamanya empat tahun atau denda sebnyak-banyaknya empat puluh lima ribu rupiah.
(2) Kalau yang salah berbuat karena mencari keuntungan, atau melakukan kejahatan itu sebagai mata pencaharian atau kebiasaan atau kalau ia seorang dokter, bidan atau juru obat, pidana dapat ditambah sepertiganya.
(3) Kalau yang bersalah melakukan kejahatan itu dalam pekerjaannya, maka dapat dicabut haknya melakukan pekerjaan itu.
Pasal 346 KUHPidana
Wanita yang dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya, atau menyuruh orang lain menyebabkan itu dipidana penjara selama-lamanya empat tahun.
Pasal 347 KUHPidana
(1) Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungan seorang wanita tidak dengan izin wanita itu, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu berakibat wanita itu mati, ia dapat dipidana dengan pidana selama-lamanya loma belas tahun.
Pasal 349 KUHPidana
(1) Bila seorang dokter, bidan atau juru obat membantu kejahatan tersebut dalam pasal 346, atau bersalah melakukan dan membantu salah satu
(31)
21
kejahatan diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah sepertiganya dan dapat dicabut haknya melakukan pekerjaannya yang dipergunakan untuk melakukan kejahatan itu.
Secara singkat dapat dijelas kan bahwa yang dapat dihukum, menurut KUHPidana dalam kasus aborsi adalah:
a. Pelaksana aborsi, yakni tenaga medis atau dukun atau orang lain dengan hukuman maksimal 4 tahun ditambah sepertiganya dan bisa dicabut hak hak untuk berpraktek.
b. Wanita yang menggugurkan kandungannya, dengan hukuman maksimal 4 tahun.
c. Orang-orang yang terlibat secara langsung dan menjadi penyebab terjadinya aborsi dihukum dengan hukuman bervariasi.
Sedangkan aborsi juga diatur dalam undang-undang kesehatan (UU No. 23 Tahun 1992) adalah sebagai berikut:
Aborsi yang secara substansial berbeda dengan KUHPidana. Dalam undang-undang tersebut aborsi diatur dalam pasal 15. Menurut undang-undang-undang-undang ini aborsi dapat dilakukan apabila ada indikasi medis.
Pasal 15 UU No. 23 Tahun 1992
(1) Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
(2) Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan:
(32)
a. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggungjawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli.
b. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya.
c. Pada Sarana tertentu
Dalam penjelasan resmi ayat 1 itu dikatakan:
Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan dan norma kesopanan, Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu dan atau janin yang dikandungnya, dapat diambil tindakan medis tertentu.
Adapun dalam Undang-undang no 36 tahun 2009 tentang reproduksi kesehatan diantaranya dalam pasal 75 adalah:
(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
(33)
23
b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Dan Dalam pasal 76 undang-undang reproduksi kesehatan
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan; d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.
Dalam pasal 77 undang-undang reproduksi kehamilan
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman,
(34)
dan tidak bertanggungjawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundangundangan.
Adapun Dalam PP (Peraturan Pemerintah) nomor 61 tahun 2014 kesehatan reproduksi dalam pasal 31 yaitu:
(1) Tindakan aborsi hanya dapat dilakukan berdasarkan: a. Indikasi kedaruratan medis; atau
b. kehamilan akibat perkosaan.
(2) Tindakan aborsi akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 (empat puluh) hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir.
Dalam pasal 32 PP (Peraturan Pemerintah) no 61 tahun 2014 disebutkan:
(1) Indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf a meliputi:
a. kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu; dan/atau
b. kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan janin, termasuk yang
menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan.
(2) Penanganan indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan standar.
(35)
25
2. Aborsi Dalam pandangan Hukum Islam
Islam menganut pandangan bahwa setiap bayi yang lahir ke dunia adalah suci dari segala noda dan dosa. Pengguguran berarti merusak dan menghancurkan janin, calon manusia yang dimuliakan oleh Allah, karena ia berhak survive dan lahir dalam keadaan hidup, sekalipun melalui hubungan yang tidak sah. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:
سّ ي
ّ ي
ي
بأف
ط ل
ى ع
ل ي
ل
“Setiap anak dilahirkan berdasarkan fitrah. Kedua orang tuanyalah yang menyebabkan anak menjadi Yahudi, Nashrani, atau Majusi.10
Maka jelas dari perspektif moral keislaman tindakan pengguguran kandungan itu seperti praktek kaum jahiliyah yang menguburkan setiap balita yang lahir karena takut miskin dan takut lapar, atau mereka sudah putus harapan atas bencana kemiskinan parah yang melanda. Setelah Islam datang, Islam mengharamkan adat keji nan buruk seperti ini, melalui turunnya Firman
Allah Ta’ala
ً ي ك ًطخ ك تق إۚ ك يإ ق ح ۖ
إ يشخ ك ل أ تقت ل
“Dan Janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut
kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga
kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.”
(Q.s. Al-Isra’ : 31)
Ulama sepakat untuk mengharamkan pengguguran kandungan yang dilakukan pada waktu janin sudah diberi nyawa (nafkh al-ruh) perbuatan itu dipandang sebagai tindak pidana dalam Islam, karena pengguguran seperti itu
10 Hadist Riwayat Muslim dari Abu Hurairah, Imam Muslim, “Shalih Muslim juz
(36)
sama dengan pembunuhan terhadap manusia yang telah sempurna wujudnya. Sedangkan terhadap pengguguran kandungan di mana bayi telah diberi nyawa, para ulama berbeda pendapat. Pada prinsipnya pengguguran kandungan dalam Islam dilarang, namun demikian para jumhur ulama mazhab dan ulama kontemporer diantaranya Mahmoud Syaltoun, dan Yusuf al-Qadrhawi. Memperbolehkan pengguguran dalam keadaan terpaksa guna menyelamatkan jiwa si ibu. Namun hal demikian itu hanya diperkenankan apabila kehamilan terjadi secara sah, artinya kehamilan yang terjadi karena hubungan seksual suamim istri yang sah. Namun bagaimana hubungan tidak sah?
Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthni mengatakan, haram menggugurkan kandungan yang terjadi karena hubungan seksual diluar nikah. Keharaman ini berlaku dalam keadaan apapun (termasuk aborsi akibat perkosaan.11 Aborsi menurut Abdurrahaman Al Baghdadi menyebutkan aborsi dalam sebelum atau sesudah ruh (nyawa) ditiupkan. Jika dilakukan setelah ditiupkannya ruh, yaitu setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan, maka semua ulama fiqih (fuqoha) sepakat akan keharamannya. Tetapi para ulama fiqih berbeda pendapat jika aborsi dilakukan sebelum ditiupkannya ruh. Sebagian memperbolehkan dan sebagiannya mengharamkannya.12
Yang memperbolehkan aborsi sebelum peniupan ruh, antara lain
11 Saifullah, ”Aborsi dan Persoalannya”, ibid 134 12
Abdurrahman Al-Baghdadi, Emansipasi Adakah Dalam Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), h. 127-128
(37)
27
Muhammad Ramli (w. 1596 M) dalam kitabnya An Nihayah dengan alas an karena belum ada makhluk yang bernyawa. Ada pula yang memandangnya makruh, dengan alasan karena janin sedang mengalami pertumbuhan.13
Yang mengharamkan aborsi sebelum peniupan ruh antara lain Ibnu Hajar (w. 1567 M) dalam kitabnya At Tuhfah dan Al Ghazali dalam kitabnya
Ihya’ Ulumuddin. Bahkan Mahmud Syaltut, mantan Rektor Universitas Al -Azhar Mesir berpendapat bahwa sejak bertemunya sel sperma dengan ovum (sel telur) maka aborsi adalah haram, sebab sudah ada kehidupan pada kandungan yang sedang mengalami pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi makhluk baru yang bernyawa yang bernama manusia yang harus dihormati dan dilindungi eksistensinya. Akan makin jahat dan besar dosanya, jika aborsi dilakukan setelah janin bernyawa, dan akan lebih besar lagi dosanya kalau bayi yang baru lahir dari kandungan sampai dibuang atau dibunuh.14
D. Sebab – Sebab Putusnya Perkawinan
1. Putusnya Perkawinan Menurut Undang-Undang
Dalam pasal 38 UU No. 1 / 1974 tentang perkawinan disebutkan beberapa hal yang bisa dijadikan alasan putusnya hubungan perkawinan sebagaimana berikut :
a. Kematian
13
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, (Jakarta: Hajimasagung, 1993), h. 81
14
M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah Al Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), h. 57
(38)
b. Perceraian dan c. Putusan pengadilan
Dalam pasal 39 ayat 1 UU No. 1 / 1974 menyatakan, bahwa:
a. perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama, setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
b. Untuk Melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat rukun sebagaimana suami istri.
c. Tata cara sidang di depan sidang pengadilan diatur dalam perundang-undangan tersebut.
2. Putusnya Perkawinan Menurut KHI
Dalam pasal 116 Kompilasi Hukum Islam (KHI), sebab-sebab putusnya perkawinan adalah sebagai berikut:
a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.
(39)
29
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri.
f. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
g. Suami melanggar taklik talak.
h. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.
3. Putusnya Perkawinan dalam Pandangan Ulama’ Fiqih
Menurut hukum Islam putusnya hubungan perkawinan melalui perceraian dapat terjadi karena talak, khulu’, syiqaq, faskh, ta’liq talak, dzihar,
ila’, dan li’an. Namun secara umum yang paling sering terjadi adalah cerai
talak dan cerai gugat, berikut ini akan coba penulis jelaskan mengenai dua jenis perceraian tersebut, yaitu:
a. Cerai Talak
Cerai talak ini adalah cerai yang datang atas inisiatif dari pihak suami. Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 117 diterangkan bahwa
“Talak” adalah ikrar suami dihadapan sidang Pengadilan Agama yang
menjadi salah satu sebab putusnya hubungan perkawinan dengan cara
sebagaimana pasal 129, 130, 131”.15
Cerai talak ini hanya dapat dilakukan oleh suami, karena suamilah yang berhak untuk mentalak istrinya sedangkan istri tidak berhak mentalak suaminya.
15
(40)
Talak jika dari boleh tidaknya suami rujuk kembali pada istrinya setelah istri ditalak adalah:
1) Talak raj”i, adalah talak kesatu atau kedua dimana suami berhak ruju’ selama istri dalam masa iddah. (pasal 118 KHI)
2) Talak ba‟in, talak ba’in ini terbagi menjadi dua macam:
a) Talak ba‟in shughra yaitu talak yang tidak boleh diruju’ tetapi boleh melakukan akad nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam masa iddah (pasal 119 KHI)
b) Talak ba‟in kubra yaitu talak yang menghilangkan hak suami untuk menikah kembali kepada istrinya, kecuali kalau bekas istrinya itu telah menikah lagi dengan orang lain dan telah berkumpul lag sebagai suami istri secara nyata dan sah (pasal 120 KHI).
Sedangkan talak jika ditinjau dari waktu menjatuhkannya dibagi menjadi dua macam:
a) Talak Sunni, yaitu talak yang diperbolehkan dalam artian talak yang dijatuhkan kepada istri yang sedang suci dan tidak dicampuri dalam waktu sucinya tersebut (pasal 121 KHI).
b) Talak bid‟i, yaitu talak yang dilarang dalam artian talak yang dijatuhkan kepada istri dalam keadaan haid atau istri dalam keadaan suci namun sudah dicampuri pada waktu suci tersebut (pasal 122 KHI)
(41)
31
b. Cerai gugat
Cerai gugat adalah cerai yang inisiatifnya datag dari pihak istri. Dalam Islam cerai seperti ini dikenal dengan istilah khulu‟. Khulu‟ adalah perceraian yang terjadi atas permintaan istri dengan memberikan tebusan atau iwadh kepada dan atas persetujuan suaminya.16 Hukum Islam memberi jalan kepada istri yang menghendaki perceraian dengan mengajukan khulu‟, sebagaimana hukum Islam memberi jalan kepada suami untuk menceraikan istrinya dengan talak.17 Hukum Acara di Indonesia, khulu‟ ini biasa disebut dengan cerai gugat atau talak tebus.
Menurut istilah syari’at, khulu‟ adalah perpisahan wanita dengan ganti rugi dengan kata-kata khusus.18 Dalam khulu‟ ganti rugi dari pihak istri merupakan unsur penting, unsur inilah yang membedakannya dengan cerai biasa19. Dasar hukum disyaria’atkannya khulu‟ adalah firman Allah SWT dalam surat Al-baqarah (2): 229 yang berbunyi:
إف ل ح يقي اأ ف ي أ اإ ً يش
تيتآ ذخأت أ كل ّحي ا
اف ل ح ك ت ب تف يف ي ع ح ج اف ل ح يقي اأ ت خ
تعت
ل ّحت اف ق ط إف ,
ل ّل ك ـل أف ل ح عتي
أ ظ إ عج تي أ ي ع ح ج اف ق ط إف يغ ًج حك ت ىتح عب
16
A. Mukri Arto , Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2003), Cet. 5, h. 234.
17
Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2008), h. 220
18
Syaikh Muhammad Al-Usaimin, Shahih Fiqh Wanita, (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2009), Cet.-2 h. 340.
19
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedia Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994) cet. Ke-3, jilid5, h. 57.
(42)
ح ك ت ل ح يقي
عي قل ي ي ل
Arinya: “Tidak halal bagi kamu mengambil sesuatu dari yang telah kamu
berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang dzalim”.
Akibat dari khulu‟ ini sama dengan akibat hukum dari talak ba‟in
shughra, yaitu suami tidak punya hak untuk merujuk kembali bekas istrinya kecuali dengan perkawinan yang baru dan akad yang baru berdasarkan persetujuan dari masing-masing pihak.
(43)
33
BAB III
PROFIL PENGADILAN AGAMA METRO A. Histori Pembentukan Pengadilan Agama Metro
Sebelum bangsa penjajah Portugis, Inggris dan Belanda datang di bumi Nusantara Indonesia, Agama Islam sudah lebih dulu masuk melalui Samudra Pasai, yang menurut sebagian besar ahli sejarah bahwa Islam itu sudah masuk ke Indonesia sejak abad ke 12 yang dibawa oleh para pedagang bangsa Gujarat.
Di zaman kolonial Belanda, daerah keresidenan Lampung tidak mempunyai Pengadilan Agama. Yang ada adalah Pengadilan Negeri atau Landraad, yang mengurusi sengketa / perselisihan masyarakat. Persoalan atau urusan masyarakat dibidang Agama Islam seperti masalah perkawinan, perceraian dan warisan ditangani oleh Pemuka Agama, Penghulu Kampung, Kepala Marga atau Pasirah. Permusyawaratan Ulama atau orang yang mengerti Agama Islam menjadi tumpuan Umat Islam dalam menyelesaikan masalah agama. Sehingga dalam kehidupan beragama, dimasyarakat Islam ada lembaga tak resmi yang berjalan / hidup.
Kehidupan menjalankan ajaran Agama Islam termasuk menyelesaikan persoalan agama ditengah masyarakat Islam yang dinamis melalui Pemuka Agama atau Ulama baik di masjid, di surau ataupun di rumah pemuka adat nampaknya tidak dapat dibendung apalagi dihentikan oleh Pemerintah Kolonial Belanda, karena hal itu merupakan kebutuhan bagi mayarakat Islam.
(44)
B. Dasar Yuridis Pembentukan Pengadilan Agama Metro
Menyadari bahwa menjalankan ajaran agama itu adalah hak azasi bagi setiap orang, apalagi bagi pribumi yang dijajah, maka Pemerintah Kolonial Belanda akhirnya mengeluarkan.1
1. Peraturan tentang Peradilan Agama di Jawa dan Madura (Staatsblad Tahun 1882 Nomor 152 dan Staatsblad Tahun 1937 Nomor 116 dan Nomor 610) 2. Peraturan tentang Kerapatan Qodi dan Kerapatan Qodi Besar untuk sebagian
Residen Kalimantan Selatan dan Timur (Staatsblad Tahun 1937 Nomor 638 dan Nomor 639)
Mahkamah Syariáh Keresidenan Lampung Secara Yuridis Formal Mahkamah Syariáh Keresidenan Lampung dibentuk lewat kawat Gubernur Sumatera tanggal 13 Januari 1947 No. 168/1947, yang menginstruksikan kepada Jawatan Agama Propinsi Sumatera di Pematang Siantar dengan kawatnya tanggal 13 Januari 1947 No. 1/DJA PS/1947 menginstruksikan Jawatan Agama Keresidenan Lampung di Tanjung Karang untuk menyusun formasi Mahkamah Syariáh berkedudukan di Teluk Betung dengan susunan : Ketua, Wakil Ketua, dua orang anggota, seorang panitera dan seorang pesuruh kantor.
Kemudian dengan persetujuan BP Dewan Perwakilan Rakyat Keresidenan Lampung, keluarlah Besluit P.T. Resident Lampung tanggal 13 Januari 1947 Nomor 13 tentang berdirinya Mahkamah Syariáh Keresidenan Lampung. Dalam Besluit tersebut dimuat tentang Dasar Hukum, Daerah Hukum dan Tugas serta wewenangnya.
1
(45)
35
Kewenangan Mahkamah Syariáh Keresidenan Lampung dalam Pasal 3 dari Besluit 13 Januari 1947 itu meliputi :
1. Memeriksa perselisihan suami istri yang beragama Islam, tentang nikah, thalak, rujuk, fasakh, kiswah dan perceraian karena melanggar taklik talak. 2. Memutuskan masalah nasab, pembagian harta pusaka (waris) yang
dilaksanakan secara Islam.
3. Mendaftarkan kelahiran dan kematian.
4. Mendaftarkan orang-orang yang masuk islam. 5. Mengurus soal-soal peribadatan.
6. Memberi fatwa dalam berbagai soal.
Dengan dasar hukum hanya Besluit P.T. Resident Lampung tanggal 13 Januari 1947 yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Keresidenan Lampung, maka timbul sementara pihak beranggapan bahwa kedudukan Badan Peradilan Agama (Mahkamah Syariáh Keresidenan Lampung) tidak mempunyai dasar hukum yang kuat, tidak sah dan sebagainya. Konon sejarahnya hal ini pulalah yang menjadi dasar Ketua Pengadilan Negeri Keresidenan Lampung pada Tahun 1951, bernama A. Razak Gelar Sutan Malalo menolak memberikan eksekusi bagi putusan Mahkamah Syariáh, karena dianggap tidak mempunyai status hukum.
Keadaan seperti ini sampai berlarut dan saling adukan ke pusat, sehingga melibatkan Kementerian Agama dan Kementerian Kehakiman serta Kementerian Dalam Negeri. Kementerian Agama C.q Biro Peradilan Agama telah menyurati
(46)
Mahkamah Syariáh Keresidenan Lampung dengan Surat tanggal 6 Oktober 1952 dan telah dibalas oleh Mahkamah Syariáh Keresidenan Lampung dengan Suratnya tertanggal 26 Nopember 1952. Hal yang mengejutkan adalah munculnya Surat dari Kepala Bagian Hukum Sipil Kementerian Kehakiman RI (Prof. Mr. Hazairin) Nomor : Y.A.7/i/10 tanggal 11 April 1953 yang menyebutkan
“Kedudukan dan Kompetensi Pengadilan Agama / Mahkamah Syariáh Keresidenan Lampung adalah terletak di luar hukum yang berlaku dalam Negara
RI”.
Surat Kementerian Kehakiman itu ditujukan kepada Kementerian Dalam Negeri. Kemudian Kementerian Dalam Negeri Melalui Suratnya tanggal 24 Agustus Tahun 1953 menyampaikan kepada Pengadilan Negeri atau Landraad Keresidenan Lampung di Tanjung Karang. Atas dasar itu Ketua Pengadilan Negeri Keresidenan Lampung dengan Suratnya tanggal 1 Oktober 1953 menyatakan kepada Jawatan Agama Keresidenan Lampung bahwa “Status hukum Mahkamah Syariáh Keresidenan Lampung di Teluk Betung tidaksah”. Ketua Mahkamah Syariáh Keresidenan Lampung melaporkan peristiwa tersebut kepada Kementerian Agama di Jakarta melalui Surat tertanggal 27 Oktober 1953 kemudian Kementerian Agama C.q Biro Peradilan Agama (K. H. Junaidi) dalam Suratnya tanggal 29 Oktober 1953 yang ditujukan kepada Mahkamah Syariáh
Keresidenan Lampung menyatakan bahwa “Pengadilan Agama Lampung boleh
berjalan terus seperti sediakala sementara waktu sambil menunggu hasil musyawarah antara Kementerian Agama dan Kementerian Kehakiman di
(47)
37
Ketua Mahkamah Syariáh Lampung dengan Suratnya Nomor : 1147/B/PA, tanggal 7 Nopember 1953 ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri langsung yang isinya menyampaikan isi Surat Kementerian Agama C.q Biro Peradilan Agama yang menyangkut status Pengadilan Agama Lampung.
Di tengah perjuangan tersebut K. H. Umar Murod menyerahkan jabatan Ketua kepada Wakil Ketua K. H. Nawawi. Kemudian dengan Surat Keputusan Menteri Agama tanggal 10 Mei 1957 mengangkat K. H. Syarkawi sebagai Ketua Mahkamah Syariáh Lampung. Sedangkan K. H. Umar Murod dipindahkan ke Kementerian Luar Negeri di Jakarta.
Walaupun untuk sementara Mahkamah Syariáh Lampung merasa aman dengan Surat dari Kementerian Agama itu, akan tetapi di sana sini masih banyak tanggapan yang kurang baik dan sebenarnya juga di dalam tubuh Mahkamah Syariáh sendiri belum merasa puas bila belum ada Dasar Hukum yang Kompeten. Diyakini keadaan ini terjadi juga di daerah lain sehingga perjuangan-perjuangan melalui lembaga-lembaga resmi pemerintah sendiri dan lembaga keagamaan yang menuntut agar keberadaan Mahkamah Syariáh itu dibuatkan Landasan Hukum yang kuat. Lembaga tersebut antara lain :
1. Surat Wakil Rakyat dalam DPRDS Kabupaten Lampung Selatan tanggal 24 Juni 1954 yang ditujukan kepada Kementerian Kehakiman dan Kementerian Agama;
2. Organisasi Jamiátul Washliyah di Medan, sebagai hasil Keputusan Sidangnya tanggal 14 Mei 1954;
(48)
3. Alim Ulama Bukit Tinggi, sebagai hasil sidangnya bersama Nenek Mamak pada tanggal 13 Mei 1954, Sidang ini konon dihadiri pula oleh Prof. Dr. Hazairin, S.H. dan H. Agus salim.
4. Organisasi PAMAPA (Panitia Pembela Adanya Pengadilan Agama) sebagai hasil Sidang tanggal 26 Mei 1954 di Palembang.
Syukur Alhamdulillah walaupun menunggu lama dan didahului dengan peninjauan /survey dari Komisi E Parlemen RI dan penjelasan Menteri Agama berkenaan dengan status Pengadilan Agama di Sumatera, akhirnya Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1957 yang menjadi Landasan Hukum bagi Pengadilan Agama ( Mahkamah Syariáh) di Aceh yang diberlakukan juga untuk Mahkamah Syariáh di Sumatera. Kemudian diikuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957 tanggal 9 Oktober 1957 untuk Landasan Hukum Pengadilan Agama di luar Jawa, Madura dan Kalimantan Selatan. Peraturan Pemerintah tersebut direalisasikan oleh Keputusan Menteri Agama Nomor 58 Tahun 1957 tentang Pembentukan Pengadilan Agama / Mahkamah Syariáh di Sumatera termasuk Mahkamah Syariáh Keresidenan Lampung di Teluk Betung.
Wewenang Mahkamah Syariáh dalam PP 45 Tahun 1957 tersebut dicantumkan dalam Pasal 4 ayat (1) yaitu :
“Pengadilan Agama / Mahkamah Syariáh memeriksa dan memutuskan
perselisihan antara suami-isteri yang beragama Islam dan segala perkara yang menurut hukum yang hidup diputuskan menurut hukum Islam yang berkenaan
(49)
39
dengan nikah, talak, rujuk, fasakh, hadhonah, malwaris, wakaf, hibah, shodaqoh, baitulmal dan lain-lain yang berhubungan dengan itu, demikian juga memutuskan perkara perceraian dan mengesahkan bahwa syarat taklik talak
sesudah berlaku”.
Dalam perkembangan selanjutnya Badan Peradilan Agama termasuk Pengadilan Agama / Mahkamah Syariáh di Teluk Betung mendapat Landasan Hukum yang mantap dan kokoh dengan di Undangkannya UU Nomor 35 / 1999 kemudian diganti dengan UU Nomor 4 / 2004 yang berlaku mulai tanggal 15 Januari 2004. Pasal 10 Ayat (2) menyebutkan :
“Badan Peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan
peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara”.
Landasan Hukum yang lebih kuat dan kokoh lagi bagi Peradilan Agama dan juga bagi peradilan lain adalah sebagaimana disebut dalam Undang-Undang Dasar 1945 setelah diamandemenkan, dimana pada Bab IX Pasal 24 Ayat (2) menyebutkan : “Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berada di bawahnya dalam Lingkungan Peradilan Umum, Lingkungan Peradilan Agama, Lingkungan Peradilan Militer, Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah
(50)
C. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Metro
Ketua DRS. H. K. M. Junaidi, S.H.
Wakil Ketua DRS. Sahrudin, SH. MHI
Panitera/Sekertaris DRS. Erwin Romel, M.H
Wakil Panitera Hj. Sholeha, S. Ag. M.H
Wakil Sekertaris Fetty Marhida, S. HI
KASUB. BAG. Khairul Hadi, S.H.
KASUB. BAG. Winarti, S.HI.
KASUB. BAG. Dra. Nelfridos, M.H.
Panitera Muda Ros Amanah, S.Ag., M.H
Panitera Muda A. Rahman, S.H.
Panitera Muda Fauziah, S.H.I
Hakim Drs. Hasnal Zasukawir, S.H.
Hakim Drs. H. Furqon Yunus
Hakim Drs. Abdul Rosyid, M.H
Hakim Drs. Ilham Nur
Hakim DRS. Nahrawi, M.HI.
Hakim DRS. Joni
Hakim H. Suyanto, S.H., M.H.
Hakim DRS. Machfudls.
Hakim Zumrowi, S.Ag.
Hakim Panji Nugraha Ruhiat, S.HI., M.H
(51)
41
Jurusita Andie Farza, S.H
Jurusita Aliefia Qurratul Aini, S.EI.
Jurusita Rina Malasari, S.Kom.
Jurusita Siti Lestari
Jurusita Abdul Wahid Aziz, S.Kom.
Jurusita INTAN Yani Astira, S.H
(52)
42
HUKUM POSITIF
A. Aborsi Dalam Pandangan Hukum Islam Dan Hukum Positif 1. Aborsi Dalam Pandangan Hukum Islam
Aborsi dalam literatur fiqih berasal dari bahasa Arab al-Ijhadh,
merupakan mashdar dari ajhadha atau juga dalam istilah lain bisa disebut
isqath al-haml, keduanya mempunyai arti perempuan yang melahirkan secara paksa dalam keadaan belum sempurna penciptaannya. Secara bahasa disebut juga lahirnya janin karena dipaksa atau dengan sendirinya karena belum
waktunya. Sedangkan makna gugurnya kandungan, menurut ahli fikih tidak keluar dari makna bahasa, diungkapkan dengan istilah menjatuhkan (isqath),
membuang (tharh), melempar (ilqaa’), dan melahirkan dalam keadaan mati
(imlaash).1
Islam sebagai agama yang suci (hanif), yang dibawa oleh Nabi Muhammad s.a.w., diturunkan Allah SWT sebagai rahmatan lil „alamin. Setiap makhluk hidup mempunyai hak untuk menikmati kehidupan, baik
hewan, tumbuh-tumbuhan, apa lagi manusia yang menyandang gelar
khalifatullah di permukaan bumi. Islam sangat mementingkan pemeliharaan
1
Maria Ulfa, “Fikih Aborsi, Wacana penguatan hak reproduksi perempuan”, (Jakarta: KOMPAS, t.t ), h.22-28.
(53)
43
terhadap lima hal, yaitu jiwa, agama, akal, keturunan, dan harta. Pemeliharaan terhadap kelima hal tersebut tergolong ke dalam al-mashalih al-haqiqiyat.2
Aborsi sendiri termasuk salah satu dari lima al-mashalih al-haqiqiyat,
atau yang biasa disebut hifdzu an-Nafs (pemeliharaan Jiwa). Karena aborsi diharamkan perbuatannya dalam agama Islam. Pengguguran berarti merusak dan menghancurkan janin calon manusia yang dimuliakan Allah. Dan juga Dikatakan bahwa membunuh sesama manusia itu sama saja dengan membunuh seluruh manusia di muka bumi ini, karena ia berhak survive dan lahir dalam keadaan hidup, sekalipun dari hubungan tidak sah. Kenyataannya bahwa manusia merupakan makhluk yang dimuliakan Allah dapat dilihat dalam firman-Nya yang berbunyi:
ن هانق و حبلاو بلا يف هان حو دآ ينب ان ك د لو
اًيضفت ان خ ن يثك ٰى ع هان ضفو تابيطلا
Artinya: Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan“(Q.s. Al-Isra’ : 172).
Sebagaimana juga rasulullah Muhammad SAW telah bersabda dalam
2
Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan (LSIK), Jakarta, Problematika Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2009), h. 128
(54)
haditsnya:
اوبنتجا
عبَّلا
تا بو لا
ليق
اي
لوس
هَلا
ا و
َنه
لاق
ِّلا
هَلاب
حِّلاو
لتقو
سفَنلا
يتَلا
َ ح
هَلا
اَل
ِّحلاب
لكأو
لا
يتيلا
لكأو
ابِ لا
يِلوَتلاو
وي
فحَ لا
ف قو
تانصح لا
تا فاغلا
تان لا
Artinya: “Hendaklah kalianmenghindari tujuh dosa yang dapat menyebabkan kebinasaan.” Dikatakan kepada beliau, “Apakah ketujuh dosa itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawa: Dosa menyekutukan Allah, sihir,
membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah untuk dibunuh kecuali dengan haq,memakan harta anak yatim, memakan riba, lari dari medan pertempuran,
dan menuduh wanita mu’minah baik-baik berbuat zina.” HR. Al-Bukhari no. 2560 dan Muslim no. 129
Dalam pembahasan pada bab II halaman 24 pada skripsi ini telah diterangkan bahwa Ulama sepakat untuk mengharamkan pengguguran kandungan yang dilakukan pada waktu janin sudah diberi nyawa (nafkh al-ruh) perbuatan itu dipandang sebagai tindak pidana dalam Islam, karena pengguguran seperti itu sama dengan pembunuhan terhadap manusia yang telah sempurna wujudnya. Sedangkan terhadap pengguguran kandungan di mana bayi belum diberi nyawa, para ulama berbeda pendapat. Yang memperbolehkan aborsi sebelum peniupan ruh, antara lain Muhammad Ramli (w. 1596 M) dalam kitabnya An Nihayah dengan alas an karena belum ada makhluk yang bernyawa. Ada pula yang memandangnya makruh, dengan
(1)
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Menimbang , bahwa Maje l i s Hak im t e l a h be r u s a h amenas i h a t i Pemohon aga r mau be r s a b a r dan memba t a l k a n n i a t n y a un t u k be r c e r a i deng a n Te rmohon namun t i d a k be r h a s i l ;
Menimbang , bahwa med i a s i a t a s pe r k a r a i n i t i d a k b i s a d i l a k s a n a k a n ka r e n a menu r u t Pe r a t u r a n Mahkamah Agung Repub l i k I n d o n e s i a Nomor 1 Tahun 2008 Medi a s i mengha r u s k a n keh ad i r a n kedu a be l a h p i h a k yang be r p e r k a r a , se d a n g Termohon t i d a k had i r d i pe r s i d a n g a n t a n p a a l a s a n yang s ah mesk i p u n t e l a h d i p a n g g i l s e c a r a r e sm i dan pa t u t , dan Maje l i s Hak im t e l a h be r u s a h a mena s i h a t i Pemohon aga r mau be r s a b a r dan memba t a l k a n n i a t n y a un t u k be r c e r a i namun t i d a k be r h a s i l ;
Menimbang , bahwa da l i l da l i l yang d i a j u k a n Pemohon un t u k menga j u k a n ce r a i t e r h a d a p Termohon ada l a h ka r e n a an t a r a Pemohon dan Termohon se l a l u d iwa r n a i pe r s e l i s i h a n dan pe r t e n g k a r a n yang t e r u s mene r u s . Adapun yang men j a d i peny e b a b n y a ada l a h Termohon t i d a k pa t u h t e r h a d a p Pemohon , Te rmohon suk a menun t u t ekonomi d i l u a r kemampuan Pemohon dan Termohon s e r i n g pe r g i t a n p a pami t deng a n Pemohon ;
Menimbang , bahwa t e r h a d a p da l i l pe rmohon a n Pemohon t e r s e b u t , Termohon t i d a k men j awab ka r e n a Te rmohon t i d a k had i r d i pe r s i d a n g a n t a n p a a l a s a n yang s a h dan t i d a k pu l a menyu r u h o r a n g l a i n un t u k menghad a p se b a g a i wak i l a t a u kua s a n y a mesk i p u n Ju r u s i t a Pengg a n t i Pang a d i l a n Agama Met r o t e l a h memangg i l n y a s e c a r a r e sm i dan pa t u t , o l e h ka r e n a i t u Maje l i s Hak im be r p e n d a p a t
Ha l aman 9 da r i 11 ha l ama n
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
(2)
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Te rmohon ha r u s d i n y a t a k a n t i d a k had i r dan pe r k a r a i n idap a t d i pu t u s deng a n ve r s t e k s e s u a i ke t e n t u a n pa s a l 149 ay a t ( 1 ) R.Bg . ha l i n i se s u a i j u g a deng a n pend a p a t pak a r hukum I s l am yang t e r d a p a t da l am k i t a b Al - Anwar I I ha l aman 55 yang be r b u n y i s eb a g a i be r i k u t :
ﻧﻧﺔ
ﻧﻧﻳﻧﺑﺔ ﻧﻧﺠﻧﺎﻧﺯﻧﺍﻧﺛﻧﺑﻧﺎﻧﺗﻪ ﻧﻧﻧﺑﻧﺎﻧﻟﻧﺑﻧﻳ
ﻧﻧﺑﻧﺗﻧﻌﺯﺯ ﻧﻧﺍﻧﻮﻧﺗﻧﻮﺍﺮ ﻧﻧﺍﻧﻮﻏ
ﻧﺯﺯ
ﻧﻮﺍﻦ ﻧﻧﺗﻧﻌ
Ar t i n y a :“Apab i l a d i a engga n , be r s emb un y i a t a u gha i b , maka pe r k a r a i t u d i p u t u s deng a n buk t i buk t i ” .
Menimbang , bahwa mesk i p u n un t u k mengua t k a n da l i l pe rmohon a n n y a , Pemohon t e l a h menga j u k a n a l a t buk t i P- 1 dan P- 2 yang menu r u t Maje l i s t e l a h memenuh i pe r s y a r a t a n fo rm i l dan mat e r i l dan be r d a s a r k a n kedu a a l a t buk t i t e r s e b u t t e r b u k t i bahwa Pemohon be r a d a da l am wi l a y a h hukum Peng a d i l a n Agama Met r o dan an t a r a Pemohon dan Te rmohon mas i h t e r i k a t da l am i k a t a n pe r k aw i n a n yang s a h , o l e h ka r e n a i t u Maje l i s Hak im be r p e n d a p a t Pemohon dan Te rmohon merup a k a n p i h a k yang be r k e p e n t i n g a n da l am pe r k a r a i n i ;
Menimbang , bahwa 2 ( d u a ) o r a n g sa k s i yang d i h a d i r k a n o l e h Pemohon , t e l a h memenuh i sy a r a t se b a g a i sa k s i dan merup a k a n o r a n g dek a t Pemohon , maka ha l i n i t e l a h memenuh i ke t e n t u a n pa s a l 76 aya t (1 ) Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 Ten t a n g Peng a d i l a n Agama j o . pa s a l 22 ay a t ( 2 ) Pe r a t u r a n Pemer i n t a h Nomor 9 Tahun 1975 j o .
Ha l aman 10 da r i 11 ha l ama n
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
(3)
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
pa s a l 134 Kompi l a s i Hukum I s l am ;Menimbang , bahwa 2 ( d u a ) o r a n g sa k s i t e r s e b u t d i bawah sumpahn y a t e l a h member i k a n ke t e r a n g a n d i dep an s i d a n g , s eo r a n g demi s eo r a n g dan yang s a t u deng a n l a i n n y a sa l i n g be r s e s u a i a n dan ada r e l e v a n s i n y a deng a n pe r k a r a a quo, ka r e n a n y a ke t e r a n g a n sa k s i s ak s i t e r s e b u t dap a t d i p e r t i m b a n g k a n da l am pe r k a r a i n i ;
Menimbang , bahwa be r d a s a r k a n ke t e r a n g a n Pemohon yang d i k u a t k a n deng a n buk t i - buk t i t e r t u l i s dan ke t e r a n g a n 2 ( d u a ) o r a n g s a k s i , maka dap a t d i p e r o l e h f a k t a hukum se b a g a i be r i k u t :
- Bahwa Pemohon dan Te rmohon ad a l a h su am i i s t r i s a h yang men i k a h pad a t a n g g a l 28 Sep t emb e r 2010 , kedu a n y a t e l a h h i d u p r u k u n s e l am a l e b i h ku r a n g 1 ( s a t u ) bu l a n dan be l um pe r n a h be r c e r a i ;
- Bahwa t e r b u k t i se j a k Jun i 2011 an t a r a Pemohon deng a n Te rmohon t e l a h t e r j a d i pe r t e n g k a r a n t e r u s mene r u s dan su l i t un t u k r u k u n kemba l i ;
- Bahwa k i n i Pemohon dan Termohon sud a h be r p i s a h t empa t t i n g g a l s e l ama l e b i h ku r a n g 3 ( t i g a ) bu l a n dan t i d a k sa l i n g memper d u l i k a n l a g i ;
- Bahwa an t a r a Pemohon deng a n Te rmohon t e l a h d i u p a y a k a n un t u k r u k u n , namun t i d a k be r h a s i l dan k i n i Pemohon t e t a p be r s i k e r a s un t u k be r c e r a i deng a n Te rmohon ;
Menimbang , bahwa be r d a s a r k a n f a k t a t e r s e b u t , maka dap a t d i n i l a i Pemohon dan Termohon sud a h t i d a k mempunya i r a s a s a l i n g menc i n t a i , ho rma t mengho rma t i ,
Ha l aman 11 da r i 11 ha l ama n
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
(4)
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
se t i a dan membe r i ban t u a n l a h i r ba t i n , d iman a r a s a c i n t a ,ho rma t mengho rma t i , s e t i a dan s a l i n g member i ban t u a n l a h i r ba t i n ada l a h merup a k a n s en d i da s a r dan men j a d i kewa j i b a n su am i i s t r i da l am h i d u p be r umah t a n g g a ( v i d e : pa s a l 33 Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 Ten t a n g Pe r k aw i n a n j o . pa s a l 77 aya t ( 2 ) Kompi l a s i Hukum I s l am ) ;
Menimbang , bahwa be r d a s a r k a n f a k t a t e r s e b u t d i a t a s , maka Maje l i s Hak im be r k e s i m p u l a n “ r umah t a n g g a Pemohon dan Te rmohon ben a r ben a r t e l a h pec a h ( bro k e n marr i a g e ) s e r t a t e l a h t e r j a d i pe r s e l i s i h a n dan pe r t e n g k a r a n s e c a r a t e r u s mene r u s yang t i d a k ad a ha r a p a n ak an h i d u p r u k u n l a g i da l am r umah t a n g g a ” , s eh i n g g a t u j u a n pe r k aw i n a n un t u k memben t u k r umah t a n g g a yang bah a g i a dan kek a l s eb a g a im a n a d imak s u d pa s a l 1 Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 a t a u r umah t a n g g a yang sa k i n a h mawaddah dan rahmah s eb a g a im a n a d i k e h e n d a k i da l am Al -Qur ' a n su r a t Ar - Rum aya t ( 2 1 ) j o . pa s a l 3 Kompi l a s i Hukum I s l am (KHI ) t i d a k dap a t d iwu j u d k a n da l am r umah t a n g g a Pemohon dan Termohon ;
Menimbang , bahwa be r d a s a r k a n pe r t i m b a n g a n pe r t i m b a n g a n t e r s e b u t d i a t a s , maka Maje l i s Hak im da l am pe rmu s y awa r a t a n n y a be r p e n d a p a t bahwa pe rmohon a n Pemohon t e l a h t e r b u k t i dan memenuh i a l a s a n pe r c e r a i a n s e b a g a im a n a d imak s u d da l am pen j e l a s a n pa s a l 39 ay a t (2 ) hu r u f ( f ) Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 j o . pa s a l 19 hu r u f ( f ) Pe r a t u r a n Pemer i n t a h Nomor 9 Tahun 1975 j o . pa s a l 116 hu r u f ( f ) Kompi l a s i Hukum I s l am , ka r e n a n y a pe rmohon a n
Ha l aman 12 da r i 11 ha l ama n
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
(5)
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Pemohon pa tu t d ikabu l k a n;Menimbang , bahwa o l e h ka r e n a pe r k a r a i n i t e rm a s u k b i d a n g pe r k aw i n a n , maka s e s u a i deng a n ke t e n t u a n pa s a l 89 ay a t ( 1 ) Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 , se b a g a im a n a t e l a h d i t amb a h dan d i u b a h deng a n Undang Undang Nomor 3 Tahun 2006 , semua b i a y a yang t imb u l da l am pe r k a r a i n i d i b e b a n k a n kep a d a Pemohon ;
Memper h a t i k a n , s eg a l a pe r a t u r a n pe r u n d a n g - und an g a n yang be r l a k u dan hukum s ya r a ' yang be r k a i t a n deng a n pe r k a r a i n i ;
M E N G A D I L I
1 . Menya t a k a n Te rmohon t e l a h d i p a n g g i l se c a r a r e sm i dan pa t u t un t u k menghad a p ke pe r s i d a n g a n , t i d a k had i r ;
2 . Mengabu l k a n pe rmohon a n Pemohon deng a n Ver s t e k ;
3 . Member i i z i n kep a d a Pemohon (PEMOHON) un t u k men j a t u h k a n t a l a k sa t u ra j ' i t e r h a d a p Te rmohon (TERMOHON) d i dep a n s i d a n g Peng a d i l a n Agama Met r o ;
4 . Menghukum Pemohon un t u k membaya r b i a y a pe r k a r a se b e s a r Rp 346 . 0 0 0 , - ( t i g a r a t u s empa t pu l u h en am r i b u ru p i a h ) ; ;
Demik i a n pu t u s a n i n i d i j a t u h k a n pad a ha r i Se l a s a t a n g g a l 18 Oktobe r 2011 M. be r t e p a t a n deng a n t a n g g a l 20 Dzu lqa ' d a h 1432 H., o l e h Maje l i s Hak im Peng a d i l a n Agama Met r o yang t e r d i r i da r i Drs . ARIPIN , S .H . se b a g a i Ket u a Maje l i s dan Drs . H. SHALAHUDDIN HAJI ABBAS se r t a Drs . MASYKUR ROSIH mas i n g mas i n g s eb a g a i Hak im Anggo t a , pu t u s a n mana pad a ha r i i t u j u g a d i u c a p k a n da l am s i d a n g t e r b u k a un t u k umum o l e h Ketu a Maje l i s t e r s e b u t deng a n
Ha l aman 13 da r i 11 ha l ama n
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
(6)
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
d i h a d i r i o l e h Hak im Hak im Anggo t a yang d i d amp i n g i o l e hSABRIMEN, S .Ag . s eb a g a i Pan i t e r a Pengg a n t i , deng a n d i h a d i r i o l e h Pemohon t a n p a had i r n y a Te rmohon .
KETUA MAJELIS
TTD
Drs . ARIPIN , S .H .
HAKIM ANGGOTA HAKIM ANGGOTA
TTD TTD
Drs . H. SHALAHUDDIN HAJI ABBAS Drs . MASYKUR ROSIH
PANITERA PENGGANTI TTD
SABRIMEN, S .Ag . Per i n c i a n Biaya Perka r a :
1 Biay a Pro s e s : Rp 50 . 0 0 0 , -2 Biay a Pend a f t a r a n : Rp 30 . 0 0 0 , -3 Biay a Redak s i : Rp 5 . 0 0 0 , -4 Biay a Pangg i l a n : Rp 255 . 0 0 0 , -5 Mate r a i : Rp 6 . 0 0 0 ,
-Jum l a h Rp 346 . 0 0 0 ,
-Ha l aman 14 da r i 11 ha l ama n
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]