Aborsi Dalam pandangan Hukum Islam

27 Muhammad Ramli w. 1596 M dalam kitabnya An Nihayah dengan alas an karena belum ada makhluk yang bernyawa. Ada pula yang memandangnya makruh, dengan alasan karena janin sedang mengalami pertumbuhan. 13 Yang mengharamkan aborsi sebelum peniupan ruh antara lain Ibnu Hajar w. 1567 M dalam kitabnya At Tuhfah dan Al Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin. Bahkan Mahmud Syaltut, mantan Rektor Universitas Al- Azhar Mesir berpendapat bahwa sejak bertemunya sel sperma dengan ovum sel telur maka aborsi adalah haram, sebab sudah ada kehidupan pada kandungan yang sedang mengalami pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi makhluk baru yang bernyawa yang bernama manusia yang harus dihormati dan dilindungi eksistensinya. Akan makin jahat dan besar dosanya, jika aborsi dilakukan setelah janin bernyawa, dan akan lebih besar lagi dosanya kalau bayi yang baru lahir dari kandungan sampai dibuang atau dibunuh. 14

D. Sebab

– Sebab Putusnya Perkawinan 1. Putusnya Perkawinan Menurut Undang-Undang Dalam pasal 38 UU No. 1 1974 tentang perkawinan disebutkan beberapa hal yang bisa dijadikan alasan putusnya hubungan perkawinan sebagaimana berikut : a. Kematian 13 Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, Jakarta: Hajimasagung, 1993, h. 81 14 M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah Al Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995, h. 57 28 b. Perceraian dan c. Putusan pengadilan Dalam pasal 39 ayat 1 UU No. 1 1974 menyatakan, bahwa: a. perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama, setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. b. Untuk Melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat rukun sebagaimana suami istri. c. Tata cara sidang di depan sidang pengadilan diatur dalam perundang- undangan tersebut.

2. Putusnya Perkawinan Menurut KHI

Dalam pasal 116 Kompilasi Hukum Islam KHI, sebab-sebab putusnya perkawinan adalah sebagai berikut: a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan. b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 dua tahun berturut- turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya. c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung. d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain. 29 e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri. f. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. g. Suami melanggar taklik talak. h. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.

3. Putusnya Perkawinan dalam Pandangan Ulama’ Fiqih

Menurut hukum Islam putusnya hubungan perkawinan melalui perceraian dapat terjadi k arena talak, khulu’, syiqaq, faskh, ta’liq talak, dzihar, ila’, dan li’an. Namun secara umum yang paling sering terjadi adalah cerai talak dan cerai gugat, berikut ini akan coba penulis jelaskan mengenai dua jenis perceraian tersebut, yaitu: a. Cerai Talak Cerai talak ini adalah cerai yang datang atas inisiatif dari pihak suami. Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 117 diterangkan bahwa “Talak” adalah ikrar suami dihadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya hubungan perkawinan dengan cara sebagaimana pasal 129, 130, 131”. 15 Cerai talak ini hanya dapat dilakukan oleh suami, karena suamilah yang berhak untuk mentalak istrinya sedangkan istri tidak berhak mentalak suaminya. 15 Lihat Kompilasi Hukum Islam KHI pasal 117