Pengaruh Motivasi Perawat Terhadap Tindakan Perawatan Pada Pasien Pasca Bedah Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2008

(1)

KOTA MEDAN TAHUN 2008

T E S I S

Oleh

DECY ERNI NASUTION

067012035/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

KOTA MEDAN TAHUN 2008

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

DECY ERNI NASUTION

067012035/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

TAHUN 2008

Nama Mahasiswa : Decy Erni Nasution

Nomor Pokok : 067012035

Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Konsentrasi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing:

(Prof. dr. Aman Nasution, MPH) (dr. Ria Masniari Lubis, MSi)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Aman Nasution, MPH

Anggota : 1. dr. Ria Masniari Lubis, MSi 2. Prof. Dr. Ida Yustina, MSi


(5)

PENGARUH MOTIVASI PERAWAT TERHADAP TINDAKAN

PERAWATAN PADA PASIEN PASCA BEDAH DI RUANG

RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DR. PIRNGADI

KOTA MEDAN TAHUN 2008

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2008


(6)

Fokus utama penanganan masalah infeksi dalam pelayanan kesehatan adalah untuk mencegah infeksi. Data indikator mutu pelayanan di RSU dr. Pirngadi Medan tahun 2006 terdapat infeksi 32,16%, terdiri dari infeksi karena penggunaan jarum infus 10%, akibat transfusi darah 10,16% dan angka infeksi luka operasi 12%. Dalam pelaksanaan tindakan perawatan tidak hanya peralatan dan prosedur yang perlu diperhatikan, tetapi juga tindakan yang dilakukan oleh perawat.

Penelitian bertujuan untuk menganalisis pengaruh motivasi (prestasi, tanggung jawab, pengembangan, kondisi kerja, status, dan gaji) terhadap tindakan perawatan pada pasien pasca bedah. Penelitian dilakukan di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Pirngadi Kota Medan, pada bulan April 2008. Metode penelitian explanatory research. Populasi seluruh perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Kota Medan yaitu ruang V, VII, VIII, IX gedung lama dan ruang V lantai 5 gedung baru sebanyak 66 orang dan seluruhnya dijadikan sampel. Analisis data dilakukan dengan uji Chi-Square dan uji regresi logistik

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari hasil uji chi-square yang berhubungan dengan tindakan perawat adalah tanggung jawab, pengembangan, dan kondisi kerja. Variabel yang tidak berpengaruh adalah prestasi, status, dan gaji. Dari hasil uji regresi logistik hanya tanggung jawab yang berpengaruh terhadap tindakan perawatan pasien pasca bedah sebesar 81,8%.

Diharapkan pada pimpinan rumah sakit agar membuat Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) yang jelas dan Pengawasan Melekat (Waskat), serta melatih perawat dalam pencegahan infeksi pada luka operasi untuk mencegah timbulnya komplikasi..


(7)

ABSTRACT

The main focus of handling infection problem in health service is to prevent the incident of infection. The data of the service quality indicator at dr.Pirngadi General Hospital Medan in 2006 shows that 32.16% of the problems were related to infection caused by the use of syringe when infusing the patient (10%), blood transfusion (10.16% and the surgical wound (12%). During the treatment, equipment and procedure and the action taken by nurses need to be paid attention.

This explanatory study is intended to analyze the influence of motivation (achievement, responsibility, development/progress, work condition, status and salary) on the treatment given to the post-surgery patients. This study was conducted in the in-patient wards of dr.Pirngadi General Hospital Medan in April 2008. The population for this study is the 66 nurses serving in the in-patient wards V, VIII, VIII and IX in the old building and in the in-patient ward V on the 5th floor of the new building. All of the 66 nurses were selected to be the samples for this study. The data obtained were analyzed through Chi-square and logistic regression tests.

The result of Chi-square test shows that the variables which have an influence on the nurses’ action are responsibility, development/progress, and work condition, while the variables of achievement, status and salary do not have any influence on the nurses’ action. The result of logistic regression test shows that only the variable of responsibility that has influence on the treatment given to the post-surgery patients (81.8%).

It is recommended that the management of dr. Pirngadi General Hospital Medan make a clear Job Description to improve controlling, and train the nurses to avoid infection on surgical injury that complication will not occur.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala Rahmat dan KaruniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Pengaruh Motivasi Perawat Terhadap Tindakan Perawatan Pada Pasien Pasca Bedah di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2008.”

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini banyak kekurangan-kekurangan dalam penulisan dan pembahasannya juga menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terlaksana tanpa bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih yang tidak terhingga kepada: Prof. dr. Aman Nasution, MPH, selaku ketua Komisi Pembimbing dan dr.Ria Masniari Lubis, MSi, selaku Pembimbing Kedua, yang penuh perhatian, kesabaran dan ketelitian dalam memberikan bimbingan, arahan, petunjuk sepenuhnya, sehingga sampai selesainya penulisan tesis ini, kemudian penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan yang memberikan izin penulisan tesis ini.

2. Dr. Drs. Surya Utama, MS, Ketua Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.

3. Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si, Sekretaris Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan sekaligus sebagai Penguji tesis.


(9)

5. Dr. H. Sjahrial R. Anas, MHA, Direktur Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan beserta jajarannya yang telah memberikan izin penelitian.

6. Dra. Hj. Marlina Rusdi Nasution, AMF, Ketua Yayasan RSU dr.Rusdi dan Direktur RSU dr. Rusdi drg. Herman Sadeck, MSc yang telah memberi izin pada penelitian untuk melakukan uji kuesioner.

7. Hj. Lisa Yulina, AMG, SPd, dan Adi Kustiono, AKp, selaku Ketua Yayasan Pendidikan RSU dr. Rusdi yang telah memberi izin kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan.

8. Seluruh staf pengajar Program Studi AKK SPs USU, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan.

9. Buat Ayahanda H. Abdul Rahman Nasution, Ibunda Hj. Ratna Dewi Lubis dan Adinda H. Chairul Hadi Nasution, dan Kakanda Ismadianto, S.Sos, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih tidak terhingga karena berkat do’a dan restu mereka, penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.

10.Seluruh teman-teman satu angkatan terutama Marni, Suwarni, Cut Ruhana, Zainuddin, dan Amiruddin yang telah menyumbangkan masukan dan saran serta kritikan untuk kesempurnaan tesis ini.

Akhirnya semua ini kita serahkan kepada Allah SWT, mohon keampunanNya. Semoga apa yang telah kita perbuat selama ini mendapat ridhaNya. Amin Ya Robbal Alamin.

Medan, Oktober 2008 Penulis


(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama : DECY ERNI NASUTION

Tempat/Tgl. Lahir : Medan, 14 Desember 1980

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Jumlah keluarga : 3 orang.

Alamat : Jl. Karya Gang Ampera No. 3 Medan

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. Tahun 1987-1993 : SD Perguruan Nasional Khalsa 2. Tahun 1993-1996 : SMP Negeri 6 Medan

3. Tahun 1996-1999 : SMU Dharmawangsa Medan 4. Tahun 1999-2002 : Akper Dr. Rusdi Medan

5. Tahun 2003-2004 : Program D-IV Perawat Pendidik 6. Tahun 2006-2008 : Pascasarjana USU Medan

RIWAYAT PEKERJAAN

1. Tahun 2002 – 2003 : Perawat Rumah Sakit Umum Dr. Rusdi Medan 2. Tahun 2003 – Sekarang : Staf Pengajar Akper / Akbid Dr. Rusdi Medan


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR BAGAN ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Permasalahan ... 5

1.3.Tujuan Penelitian ... 5

1.4.Hipotesa Penelitian ... 5

1.5.Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Motivasi ... 7

2.2. Perawat ... 20

2.3. Landasan Teori ... 38

2.4. Kerangka Konsep ... 40

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 41

3.1. Jenis Penelitian... 41

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 41

3.3. Populasi dan Sampel ... 42

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 42

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 45

3.6. Metode Pengukuran ... 46

3.7. Metode Analisa Data ... 48

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 49

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 49

4.2. Analisa Univariat ... 53

4.3. Analisa Bivariat ... 74


(12)

BAB 5 PEMBAHASAN ... 80

5.1. Pengaruh Motivasi Perawat Terhadap Tindakan Perawatan di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2008 ... 80

5.2. Tindakan Perawat Pada Pasien Pasca Bedah ... 90

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 93

Kesimpulan ... 93

Saran ... 93


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Independen dan

Dependen ... 44 3.2. Pengukuran Variabel Bebas (Independen)... 47 3.3. Pengukuran Variabel Terikat (Dependen) ... 48 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik (Umur, Jenis

Kelamin, Pendidikan, Pangkat/Golongan, Masa Kerja, dan Status Pekerjaan) di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum dr.

Pirngadi Kota Medan Tahun 2008 ... 54 4.2. Distribusi Pendapat Responden Tentang Prestasi Perawat di

Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2008... 56 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Prestasi Perawat di Rumah

Sakit Umum dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2008 ... 57 4.4. Distribusi Pendapat Responden Tentang Tanggung Jawab

Perawat di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Kota Medan

Tahun 2008 ... 58 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Tanggung Jawab Perawat di

Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2008... 59 4.6. Distribusi Pendapat Responden Tentang Pengembangan

Perawat di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Kota Medan

Tahun 2008 ... 61 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Pengembangan Perawat di

Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan Tahun 2008... 62 4.8. Distribusi Pendapat Responden Tentang Kondisi Kerja Perawat

di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan Tahun 2008... 63 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Kerja Perawat di


(14)

4.10 Distribusi Pendapat Responden Tentang Status Perawat di

Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan Tahun 2008... 65 4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Status Perawat di Rumah

Sakit Umum dr. Pirngadi Medan Tahun 2008 ... 66 4.12 Distribusi Pendapat Responden Tentang Gaji Perawat di

Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan Tahun 2008... 67 4.13 Distribusi Tindakan Perawat Pada Pasien Pasca Bedah di

Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan Tahun 2008... 71 4.14 Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Perawat Pada

Pasien Pasca Bedah di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Tahun

2008... 74 4.15. Distribusi Prestasi Perawat Terhadap Tindakan Perawatan Pada

Pasien Pasca Bedah di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan

Tahun 2008 ... 74 4.16. Distribusi Tanggungjawab Perawat Terhadap Tindakan

Perawatan Pada Pasien Pasca Bedah di Rumah Sakit Umum dr.

Pirngadi Medan Tahun 2008... 75 4.17. Distribusi Pengembangan Perawat Terhadap Tindakan

Perawatan Pada Pasien Pasca Bedah di Rumah Sakit Umum dr.

Pirngadi Medan Tahun 2008... 75 4.18. Distribusi Kondisi Kerja Perawat Terhadap Tindakan

Perawatan Pada Pasien Pasca Bedah di Rumah Sakit Umum dr.

Pirngadi Medan Tahun 2008... 76 4.19. Distribusi Status Perawat Terhadap Tindakan Perawatan Pada

Pasien Pasca Bedah di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan

Tahun 2008 ... 77 4.20. Hasil Uji Regresi Logistik Ganda untuk Identifikasi variabel

yang Akan Masuk Dalam Model ... 78 4.21. Hasil Akhir Uji Regresi Logistik Ganda Pengaruh Motivasi


(15)

DAFTAR BAGAN

Nomor Judul Halaman

2.1. Skema Motivasi menurut Herzberg ... 39 2.2. Kerangka Konsep ... 40


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Formulir Kuesioner ... 98

2 Hasil Ujicoba Kuesioner ... 103

3. Tabel Master Data Penelitian ... 104

4. Output SPSS... 107

5. Surat Keterangan Izin Survei Pendahuluan dari Pascasarjana USU... 128

6. Surat Izin Uji Kuesioner dari Pascasarjana USU... 129

7. Surat Balasan Uji Kuesioner dari Rumah Sakit Umum dr. Rusdi Medan ... 130

8. Surat Izin Penelitian dari Pascasarjana USU ... 131

9. Surat Izin Penelitian Komite Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan Teknologi Kesehatan Badan Pelayanan Kesehatan RSU dr. Pirngadi Kota Medan. ... 132

10. Surat Izin Penelitian dari Kepala Bidang Keperawatan Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr. Pirngadi Kota Medan ... 133


(17)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Infeksi merupakan salah satu permasalahan besar dan membutuhkan biaya pada proses penyembuhan. Infeksi sering terjadi pada ruang rawat intensif rumah sakit yang sering terjadi pada kasus pasca bedah dan kasus dengan pemakaian alat-alat dan prosedur perawatan yang harus menggunakan pemakaian prinsip steril pada prosedur tindakan pelaksanaan (Zulkarnain, 1998).

Infeksi yang terjadi di rumah sakit dapat terjadi akibat proses penyebaran penyakit dari sumber pelayanan kesehatan, baik melalui pasien, petugas kesehatan, pengunjung maupun sumber lain. Petugas kesehatan dapat menyebarkan infeksi melalui kontak langsung yang dapat menularkan kuman pada pasien. Kontak langsung dapat terjadi melalui alat yang digunakan oleh perawat maupun dokter (Musrifatul, 2006).

Fokus utama penanganan masalah infeksi dalam pelayanan kesehatan adalah untuk mencegah infeksi. Infeksi masih merupakan masalah di beberapa negara. Saat ini perhatian utama ditujukan untuk mengurangi risiko perpindahan penyakit tidak hanya terhadap pasien, tetapi kepada petugas yang menangani langsung pada pasien (Hidayat, 2004).


(18)

Masyarakat yang menerima pelayanan medis dari perawat maupun dokter yang dilaksanakan di rumah sakit atau klinik, akan terkena infeksi jika tidak dilakukan pencegahan oleh perawat dan dokter yang menangani pasien langsung. Selain perawat dan dokter yang melayani pasien dan staf pegawai yang bertugas selain perawat (pembuangan sampah, staf rumah tangga dan staf laboratorium) semua dihadapkan pada risiko terkena infeksi. Infeksi rumah sakit (nosokomial) dan infeksi yang ditularkan dari pekerja merupakan masalah yang penting seluruh dunia, terus meningkat seperti yang dikatakan Alvarado tahun 2000 dan Lynch, dkk tahun 1997 yang mengumpamakan tingkat infeksi nasokomial serendah-rendahnya 1% dan di beberapa negara di Eropa, Amerika, Asia, Amerika Latin, Afrika dan Sub Sahara terdapat infeksi sebesar sampai lebih dari 40% (Tietjen, 2004).

Dalam “The Journalist Of Infections Control Nursing”, sebagaimana yang ditulis oleh Nancy Roper (1996) mengadakan survey prevalensi pada 43 rumah sakit di Inggris yang menunjukkan bahwa kira-kira 20% pasien rumah sakit terkena infeksi dan dari jumlah tersebut adalah kurang lebih 10% adalah infeksi dari komunitas, yang sudah ada pada saat pasien masuk rumah sakit serta 1% lagi infeksi nosokomial. Lokasi dan persentase infeksi yaitu : (1) Saluran kemih (30%); (2) Luka operasi (20%); (3) Saluran pernafasan (20%); (4) Luka lain (30%) (Zulkarnain, 1998).

Tenaga kesehatan ditempatkan sebagai penyebab yang paling utama untuk terjadinya infeksi nosokomial. Penularan dapat terjadi akibat pemakaian alat melalui tangan perawat dan dokter secara langsung. Penularan dapat terjadi akibat tidak


(19)

lingkungan dan digunakan oleh perawat serta dokter mengakibatkan terjadinya infeksi pada prosedur tindakan perawatan pasien. Seorang perawat dalam melakukan perawatan harus dimulai dengan memperhatikan tehnik steril baik pada penggunaan alat maupun dengan tehnik tindakan yang digunakan. Cuci tangan akan mengurangi 50% dari infeksi dan peralatan yang kurang steril akibat dari air yang digunakan untuk mencuci alat telah terkontaminasi kuman akan mengakibatkan timbulnya infeksi pada pasien (Zulkarnain, 1998).

Layanan keperawatan terutama tentang sikap dan kemampuan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien / keluarga. Pada penelitian tentang mutu asuhan keperawatan yang dinilai berdasarkan tingkat kepuasan klien / keluarga terhadap keperawatan serta kepatuhan perawat terhadap standar penerapan proses keperawatan pada 14 ruang medikal bedah di rumah sakit pemerintah dengan jumlah responden sebanyak 572 orang dihasilkan tingkat kepuasan klien / keluarga dengan kategori baik (16,9%), kategori sedang (81,5%), dan kategori kurang (1,55%) (Sitorus, 2006).

Dalam pelaksanaan tindakan perawatan tidak hanya penggunaan alat yang steril prosedur tetapi dari tindakan yang dilakukan oleh perawat harus diperhatikan. Menurut Kusumobroto, yang dikutip dari penelitian pada tahun 2001 mengatakan bahwa telah ditemukan infeksi nosokomial di Indonesia sebesar 60% (Tietjen, 2004).


(20)

Berdasarkan data indikator mutu pelayanan data yang diperoleh dari Rumah Sakit Pirngadi Kota Medan tahun 2006 terdapat infeksi sebesar 32,16% yang terdiri dari infeksi disebabkan oleh penggunaan jarum infus sebesar 10%, akibat transfusi darah sebesar 10,16% dan angka infeksi luka operasi sebesar 12% (Berdasarkan WHO-Depkes Indikator Standar Rawat Inap tergolong dengan kejadian infeksi tinggi sebab indikator kejadian infeksi pasca operasi dan kejadian infeksi nosokomial memiliki standar maksimal 1,5%) (Kuntjoro, 2007).

Dari hasil penelitian di Rumah Sakit Haji Medan yang dilakukan Zuidah tahun 2006 mengatakan terdapat 70% sikap perawat tergolong dengan kategori sedang dan 30% sikap baik terhadap kejadian infeksi nosokomial. Tidak terdapat pengaruh antara tingkat pengetahuan dan sikap perawat terhadap tindakan pemasangan kateter dalam pencegahan nosokomial.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli (Claude S. George) yang dikutip dari penelitian Zuidah tahun 2006 mengatakan bahwa motivasi seseorang berkaitan dengan kebutuhan meliputi tempat dan suasana lingkungan kerja sehingga perawat yang bekerja mengalami penurunan motivasi yang mengakibatkan hasil kerja yang tidak memuaskan dan mengakibatkan hasil tindakan perawat menurun.

Penurunan ini akan berpengaruh pada lingkungan pekerjaan yang akan berdampak pada motivasi kerja perawat di rumah sakit. Motivasi perawat akan berbeda antara satu perawat dengan perawat yang lainnya. Motivasi kerja merupakan suatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Berdasarkan defenisi motivasi tersebut, motivasi merupakan faktor utama perawat dalam melakukan segala pekerjaan baik yang meliputi tindakan pada pasien maupun tugas perawat pada asuhan keperawatan untuk mencapai hasil yang optimal (Monika dan Eliana, 1998).


(21)

Peningkatan motivasi personal di rumah sakit harus dilakukan untuk menjaga semangat kerja sehingga tidak terjadi penurunan akibat dari kegiatan rutin. Pengamatan pada motivasi personal harus dilakukan terus menerus, dan merupakan tanggung jawab atasan. Hal ini digunakan untuk mengidentifikasi pribadi yang memiliki potensi dan motivasi tinggi (Djojodibroto, 1997).

1.2. Permasalahan

Permasalahan angka infeksi pada luka operasi di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Kota Medan tergolong tinggi. Hal ini dapat terjadi akibat tindakan perawatan pada pasien pasca bedah yang dipengaruhi oleh motivasi perawat terhadap tindakan yang dilakukannya di ruang rawat inap RSU dr.Pirngadi Kota Medan.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh motivasi perawat meliputi prestasi, tanggung jawab, pengembangan, kondisi kerja, status, dan gaji terhadap tindakan perawatan pasien pasca bedah di ruang rawat inap RSU dr.Pirngadi Kota Medan tahun 2008.

1.4. Hipotesa Penelitian

Ada pengaruh motivasi perawat yang meliputi prestasi, tanggung jawab, pengembangan, kondisi kerja, status, dan gaji terhadap tindakan keperawatan pada pasien pasca bedah di ruang rawat inap RSU dr.Pirngadi Kota Medan tahun 2008.


(22)

1.5. Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan untuk pimpinan RSU dr.Pirngadi Kota Medan dalam menyusun satu kebijakan yang terkait motivasi kerja karyawan dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan mutu, serta melengkapi rumah sakit dengan fasilitas pencegahan infeksi.

2. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat kesadaran perawat dalam menjaga tindakan perawatan pada pasien, penggunaan alat yang digunakan untuk tindakan perawatan pada pasien pasca bedah di ruangan rawat inap.

3. Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan pengembangan ilmu manajemen tentang motivasi kerja dalam tindakan perawatan pasien khususnya pada pasien pasca bedah.


(23)

2.1. Motivasi

2.1.1. Pengertian Motivasi

Istilah motivasi berasal dari bahasa Latin “movere” yang berarti “to move” atau menggerakkan. Kata dasar motivasi adalah “motive” yang berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang melakukan sesuatu. Nawawi (1998) mendefenisikan motivasi sebagai suatu kondisi yang mendorong atau menjadikan seseorang mengerjakan pekerjaan secara sadar. Chung dan Meggison (dalam Gomes, 1999) menjelaskan motivasi adalah prilaku yang ditujukan pada sasaran. Motivasi berkaitan dengan tingkat usaha yang dilakukan seseorang untuk mengerjakan satu tujuan. Sementara itu Robbin (dalam Muchlas, 1998) mendefenisikan motivasi adalah sebagai kemampuan berjuang ke tingkat yang lebih tinggi menuju terjadinya tujuan organisasi, dengan syarat tidak mengabaikan kemampuannya untuk memperoleh kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan (Miftah, 2003).

Dari defenisi motivasi yang disampaikan para ahli di atas ada 3 faktor pokok yaitu : motivasi menjadi kekuatan pendorong bagi seseorang untuk prilaku tertentu, adanya orientasi tertentu untuk tujuan tertentu dan adanya kebutuhan pribadi. Jadi motivasi merupakan dorongan bagi seseorang berprilaku tertentu untuk mencapai keinginannya sehingga tercapai kesesuaian antara kebutuhan pribadi dengan tujuan organisasi. Kesesuaian akan dapat menimbulkan sinergi dalam mencapai kinerja organisasi (Miftah, 2003).


(24)

Defenisi motivasi yang lain adalah suatu proses psikologi. Namun demikian bukan berarti bahwa motivasi adalah satu-satunya unsur yang bisa menjelaskan adanya prilaku seseorang. Banyak unsur-unsur lain yang dapat menerangkan terjadinya prilaku, dimana persepsi, kepribadian dan lingkungan adalah unsur-unsur lain yang dapat mempengaruhi terjadinya prilaku tersebut (Miftah, 2003).

Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) karyawan dalam menghadapi situasi kerja di perusahaan (situation). Motivasi merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah atau tertuju organisasi perusahaan. Sikap mental karyawan yang pro dan positif terhadap situasi kerja itulah yang memperkuat motivasi kerja untuk mencapai kinerja maksimal (Mangkunegara, 2005).

2.1.2. Perkembangan Studi Motivasi

Prilaku manusia hakekatnya adalah berorientasi pada tujuan dengan kata lain bahwa prilaku seseorang pada umumnya dirangsang oleh keinginan untuk mencapai beberapa tujuan. Satuan dasar dari setiap prilaku adalah keinginan. Sehingga dengan demikian semua prilaku adalah serangkaian kegiatan-kegiatan. Sebagai manusia, kita ini selalu mengerjakan sesuatu (Miftah, 2003).

Sejarah pengembangan studi tentang motivasi dapat ditelusuri jauh lewat dengan tulisan para filosof Yunani kuno. Lebih dari dua puluh tiga abad yang lalu, mereka menyumbangkan suatu pemikiran hedonism satu usaha untuk menjelaskan motivasi. Konsep hedonisme ini menyatakan bahwa seseorang memiliki kecenderungan mencari keenakan dan kesenangan dan menghindari ketidakenakan dan kesusahan.


(25)

Beberapa abad kemudian, hedonisme masih merupakan asumsi dasar untuk mengatasi masalah-masalah sosial dan ekonomi. Filosof-filososf yang terkenal dalam hal ini adalah Adam Smith, Jeremy B., dan John Stuart Mill, menjelaskan bahwa motivasi dalam hubungannya dengan usaha-usaha orang untuk memaksimalkan kesenangan dan menekan kesusahan.

William James, seorang psikolog Amerika, salah seorang yang menyatakan dugaan-dugaan tersebut, dalam tulisan klasiknya Principles of Psychology. Dalam hal ini dikatakan bahwa ada dua hal yang penting dalam konsep study tentang motivasi ini. Dua tambahan ini adalah insting dan motivasi atau yang dikenal sebagai konsep motivasi di bawah standar.

Pada tahun 1920-an pandangan insting terhadap motivasi manusia mendapat serangan yang hebat. Para psikologi modern mengenal motivasi manusia, mereka juga menginginkan untuk menerima pandangan-pandangan insting, terutama pada ide mengenai prilaku yang mudah dikenal seperti yang dikemukakan oleh James dan McDougall.

Konsep motivasi di bawah standar sebenarnya berasal dari pendapat Sigmund Freund. Menurut Freud bahwa manusia tidaklah meyakini kesadarannya atas semua keinginan-keinginannya. Hadirnya ketidaksadaran ini dapat dijelaskan lewat keterangan-keterangan mengapa seseorang tidak bisa menyatakan motivasi-motivasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Freud juga menggambarkan bahwa manusia itu seperti gunung es yang mencair, hanya sebagian saja yang dapat dilihat dari permukaan ini digunakan sebagai penjelasan dari motivasi di bawah sadar.


(26)

Walaupun insting dan di bawah sadar itu merupakan unsure-unsur yang penting dalam menganalisa motivasi, namun sekarang dalam analisa-analisa motivasi yang mutakhir nampaknya tidak lagi memiliki rangsangan yang besar untuk dibicarakan. Namun tidak menutup kemungkinan dan tidak menutup kenyataan bahwa masih ada juga yang sedikit banyak menyinggung dalam beberapa diskusi ilmiah, sebagai suatu ungkapan untuk menelusuri sejarah perkembangan motivasi (Miftah, 2003).

2.1.3. Tujuan Motivasi

Menurut David McClelland, tujuan motivasi antara lain sebagai berikut: 1. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan

2. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan 3. Mempertahankan kestabilan karyawan 4. Meningkatkan kedisiplinan karyawan 5. Mengefektifkan pengadaan karyawan

6. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik

7. Meningkatkan loyalitas, kreativitas, dan partisipasi karyawan 8. Meningkatkan kesejahteraan karyawan

9. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya

10.Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku (Hasibuan, 2005).


(27)

2.1.4. Model Motivasi

Model motivasi berkembang dari teori klasik (tradisional) menjadi teori modern, sesuai dengan perkembangan peradaban dan ilmu pengetahuan. Model-model motivasi ada 3 (tiga):

2.1.4.1. Model tradisional

Mengemukakan bahwa untuk memotivasi bawahan agar bergairah kerjanya meningkat, perlu diterapkan system insentif semakin besar produksi semakin banyak insentif yang diberikan kepada karyawan yang berprestasi

2.1.4.2. Model hubungan manusia.

Mengemukakan bahwa memotivasi bawahan agar bergairah dalam pekerjaannya dengan mengakui kebutuhan sosial mereka dan membuat mereka merasa berguna dan penting

2.1.4.3. Model sumber daya manusia

Mengemukakan bahwa karyawan dimotivasi oleh banyak faktor, hanya uang/barang atau keinginan terhadap pencapaian kepuasan, tetapi juga kebutuhan akan pencapaian dan pekerjaan yang berarti. Menurut model ini, karyawan cenderung memperoleh kepuasan dari prestasi yang baik (Hasibuan, 2005).

2.1.5. Alat-alat Motivasi

Menurut Hasibuan (2005), alat-alat motivasi terdiri dari : 2.1.5.1. Materiil insentif

Alat motivasi yang diberikan itu berupa uang dan atau barang yang mempunyai nilai pasar; jadi memberikan kebutuhan ekonomis. Misalnya kendaraan, rumah, dan lain-lainnya.


(28)

2.1.5.2. Nonmateriil insentif

Alat motivasi yang diberikan itu berupa barang / benda yang tidak ternilai; jadi hanya memberikan kepuasan / kebanggaan rohani saja. Misalnya medali, piagam, bintang jasa dan lain-lainnya.

2.1.5.3. Kombinasi materiil dan non materiil insentif

Alat motivasi yang diberikan itu berupa materiil (uang dan barang) dan nonmaterial (medali dan piagam); jadi memenuhi kebutuhan ekonomis dan kepuasan / kebanggaan rohani).

2.1.6. Jenis-jenis Motivasi

Hasibuan (2005) membagi motivasi terdiri dari 2 jenis yaitu motivasi positif dan motivasi negatif.

2.1.6.1. Motivasi positif (insentif positif)

Manajer memotivasi bawahan dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi baik. Dengan motivasi positif ini semangat kerja bawahan akan meningkat, karena manusia pada umumnya senang menerima yang baik-baik saja.

2.1.6.2. Motivasi negatif (insentif negatif)

Manajer memotivasi bawahannya dengan memberikan hukuman kepada mereka yang pekerjaannya kurang baik (prestasi rendah). Dengan memotivasi negatif ini semangat kerja bawahan dalam jangka waktu pendek


(29)

akan meningkat, karena mereka takut dihukum; tetapi untuk jangka waktu panjang dapat berakibat kurang baik.

Dalam prakteknya kedua jenis motivasi di atas sering digunakan oleh para pimpinan. Penggunaannya harus tepat dan seimbang, supaya dapat meningkatkan semangat kerja bawahan. Motivasi positif efektif untuk jangka panjang, sedang motivasi negatif efektif untuk jangka pendek saja.

2.1.7. Proses Motivasi

2.1.7.1. Tujuan

Dalam proses memotivasi perlu ditetapkan terlebih dahulu tujuan organisasi, baru kemudian para bawahan dimotivasi ke arah tujuan tersebut.

2.1.7.2. Mengetahui kepentingan

Dalam proses motivasi penting mengetahui kebutuhan / keinginan karyawan dan tidak hanya melihatnya dari sudut pandang kepentingan pimpinan saja.

2.1.7.3. Komunikasi efektif

Dalam proses motivasi harus dilakukan komunikasi yang baik dan efektif dengan bawahan. Bawahan harus mengetahui apa yang akan diperolehnya dan syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhinya supaya insentif itu diperolehnya.


(30)

2.1.7.4. Integrasi tujuan

Dalam proses motivasi perlu untuk menyatakan tujuan perusahaan dan tujuan kepentingan karyawan. Tujuan perusahaan yaitu untuk memperoleh laba, perluasan perusahaan, sedangkan tujuan individu karyawan adalah pemenuhan kebutuhan dan kepuasan.

2.1.7.5. Fasilitas

Pimpinan dalam memotivasi harus memberikan fasilitas kepada karyawan yang akan mendukung kelancaran pelaksanaan pekerjaan.

2.1.7.6. Team work

Pimpinan harus menciptakan team work yang terkoordinasi baik yang bisa mencapai tujuan organisasi. Team work (kerjasama) ini penting karena dalam suatu organisasi biasanya terdapat banyak bagian-.

2.1.8. Teori Motivasi

Teori-teori motivasi diklasifikasikan / dikelompokkan atas:

1. Teori kepuasan (content theory) yang memusatkan pada apa yang dimotivasi / diberi motivasi.

2. Teori Motivasi Proses (Process Theory) yang memusatkan bagaimananya motivasi.

3. Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory) yang menitikberatkan pada cara dimana prilaku dipelajari (Hasibuan, 2005)


(31)

Berbeda dengan Handoko, pengelompokan teori motivasi menurut Nawawi (1998) dibagi menjadi 2, yaitu teori isi yang berfokus pada “apa” yang mendorong manusia melakukan kegiatan tertentu, dan teori proses yang berfokus pada “bagaimana” mendorong manusia agar berbuat sesuatu termasuk dalam bekerja di sebuah organisasi. Teori isi terdiri dari teori kebutuhan dari Abraham Maslow, teori prestasi dari David McClelland. Teori proses motivasi terdiri dari teori penguatan, teori harapan dan teori tujuan sebagai motivasi.

Kedua pendekatan di atas nama pentingnya bagi organisasi untuk menimbulkan perasaan senang dan puas dalam melakukan pekerjaan agar memberikan kontribusi terbaik dalam mencapai tujuan organisasi (Hasibuan, 2005).

2.1.8.1. Teori kebutuhan dari Abraham Maslow

Model Maslow ini sering disebut dengan model hierarki kebutuhan karena menyangkut kebutuhan manusia, maka teori ini digunakan untuk menunjukkan kebutuhan seseorang yang harus dipenuhi agar termotivasi bekerja (Arep, 2004).

Maslow menyatakan bahwa, jika semua kebutuhan seseorang tidak terpuaskan pada suatu waktu tertentu, pemuasan kebutuhan yang lebih dominan akan lebih mendesak daripada yang lain. Kebutuhan yang timbul lebih dulu harus dipuaskan sebelum tingkat kebutuhan yang lebih tinggi muncul (Tunggal, 2002).

Teori motivasi ini dikenal sebagai “Abraham Maslow hierarchy of needs” dengan 5 tingkatan kebutuhan, yaitu :

1. Kebutuhan fisiologi

Menurut Maslow, kebutuhan fisik merupakan kebutuhan terendah yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Kebutuhan itu adalah kebutuhan makan, perumahan dan seks.


(32)

2. Kebutuhan keamanan

Kebutuhan akan keamanan jiwa yang sewaktu bekerja dan aman akan harta yang ditinggalkan sewaktu bekerja

3. Kebutuhan sosial

Kebutuhan sosial diwujudkan dalam prilaku keterlibatan emosional, rasa memiliki dan dimiliki, penerimaan dan persahabatan.

4. Kebutuhan penghargaan

Termasuk faktor-faktor yang penghargaan internal seperti harga diri, otonomi dan keberhasilan, dan faktor penghargaan eksternal seperti status, kekuasaan, pengakuan dan perhatian.

5. Aktualisasi diri

Dorongan untuk menjadi seseorang yang berarti dan mampu berbuat sesuatu seperti pertumbuhan professional, pencapaian potensi tertentu dan pencapaian kepuasan diri (Hasibuan, 2005).

2.1.8.2. Teori dua faktor (teori motivasi Higiene) dari Frederick Herzberg

Kebutuhan oleh Hezberg disebut dengan istilah Two-Factor View. Menurutnya, kepuasan manusia terdiri atas dua hal yaitu puas dan tidak puas. Selanjutnya Pittsburgh melakukan studi yang melahirkan teori Two Factor yaitu motivator. Di sini ada kepuasan kerja atau perasaan positif. Hygiene. Di sini ada perasaan negatif atau ketidakpuasan kerja. Menurut teori ini kita harus menciptakan dan meningkatkan faktor motivator dan mengurangi faktor hygiene. Dalam teori ini terdapat beberapa faktor yang


(33)

a. Kebijakan dan administrasi perusahaan b. Pengawasan

c. Hubungan dengan pengawas d. Kondisi kerja

e. Gaji

f. Hubungan dengan rekan kerja g. Kehidupan pribadi

h. Hubungan dengan bawahan i. Status dan keamanan

Beberapa faktor yang sering memberikan kepuasan kepada karyawan yaitu : 1. Tercapainya tujuan

2. Pengakuan

3. Pekerjaan itu sendiri 4. Pertanggungjawaban 5. Peningkatan

6. Pengembangan

Oleh karena itu, untuk meningkatkan motivasi maka pimpinan harus menghilangkan rasa ketidakpuasan. Pimpinan harus proaktif berusaha menghilangkan ketidakpuasan, atau paling tidak mengurangi ketidakpuasan itu sendiri. Maka perlu memberikan peluang untuk pencapaian prestasi, peningkatan prestasi dan tanggung jawab (Arep, 2004).


(34)

2.1.8.3. Teori prestasi dari McClelland

McClelland (dalam Handoko, 1995) menemukan bahwa kebutuhan berprestasi dapat dikembangkan pada orang dewasa. Seseorang yang memiliki motivasi berprestasi memiliki karakteristik tertentu yang dapat dikembangkan yaitu:

1. Menyukai pengambilan resiko yang layak sebagai fungsi keterampilan, menyukai suatu tantangan dan menginginkan tanggung jawab bagi hasil yang dicapai. 2. Menyukai kecenderungan menetapkan tujuan prestasi yang layak dan menghadapi

resiko yang telah diperhitungkan.

3. Memiliki kebutuhan terhadap umpan balik apa yang dikerjakan.

4. Mempunyai keterampilan perencanaan jangka panjang dan memiliki kemampuan organisasi.

Teori McClelland ini berkaitan dengan kebutuhan tertinggi pada kebutuhan Maslow yaitu kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan ini mengharuskan seseorang untuk belajar agar menguasai keterampilan yang memungkinkan seseorang mencapai prestasi (Hasibuan, 2005).

2.1.8.4. Teori penguatan

Teori penguatan ini didasarkan oleh 2 prinsip yaitu : prinsip hokum ganjaran dan prinsip respon dan rangsangan. Berdasarkan prinsip pertama seseorang akan mengalami penguatan tingkah laku bila mendapat ganjaran positif/menyenangkan.


(35)

Seseorang yang merasa berhasil menunaikan pekerjaannya/kewajibannya dengan sangat memuaskan, memperoleh dorongan positif untuk bekerja keras lagi di masa yang akan datang sehingga meraih keberhasilan yang lebih besar dalam karir. Dalam hal ini terlihat motivasi bersifat positif.

Sebaliknya jika seseorang kurang berhasil melakukan kewajibannya / tugasnya maka mendapat teguran dari atasannya, teguran merupakan faktor yang negatif oleh yang bersangkutan yang dijadikan dorongan untuk memperbaiki kekurangan atau kesalahan sehingga di masa depan situasi kekurangberhasilan tidak terulang kembali (Sondang, 2004).

2.1.8.5. Teori pengharapan

Teori pengharapan ini dikenal dengan Vector Vroom dikatakan bahwa kecenderungan untuk berperilaku dengan cara tertentu tergantung pengharapan, bahwa tindakan ini segera diikuti oleh sebuah hasil dan tergantung pada daya tarik hasil tersebut kepada individu itu sendiri.(Hasibuan, 2005).

2.2. Perawat

Perawat adalah orang yang memberikan paling banyak tindakan. Jika pasien memerlukan terapi intravena, biasanya perawat memasang jalur intravena dan memberikan pasien cairan dan obat yang ditentukan. Jika pasien memerlukan injeksi maka perawat yang memberikannya. Perawat mengganti balutan pasien dan memantau penyembuhan lukanya. Perawat memberikan medikasi untuk nyeri. Perawat memantau kemajuan pasien untuk pemulihan tanpa komplikasi, karena


(36)

perawat yang lebih sering kontak dengan pasien daripada staf lain, mereka sering menemukan masalah sebelum orang lain menemukannya (Monica, 1998).

Seorang perawat yaitu seorang yang berperan dalam perawatan atau memelihara membantu dan melindungi seseorang karena sakit, injuri dan proses pemenuhan dan perawatan professional adalah perawat yang bertanggung jawab dan berwewenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan kewenangannya (Dep.Kes RI, 2002).

Perawat merawat pasien secara kontinu, 24 jam sehari, membantu pasien melakukan apa yang akan mereka lakukan untuk diri mereka sendiri jika mereka mampu. Perawat memperhatikan pasien, menjamin mereka bernafas dengan baik, mendapat cairan dan cakupan nutrisi, membantu istirahat dan tidur, meyakinkan bahwa mereka nyaman dan dukungan pada pasien dan keluarganya (Monica, 1998).

2.2.1. Peran Perawat

Peran perawat merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam sistem, dimana dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan yang bersifat konstan. Peran perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 terdiri dari peran sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokat pasien, pendidik, koordinator, kolaborator, konsultan dan peneliti (Hidayat, 2004).


(37)

Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan kompleks (Hidayat, 2004).

Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian (Hidayat, 2004).

2.2.2. Fungsi Perawat

Fungsi perawat dalam melakukan pengkajian pada individu sehat maupun sakit dimana segala aktivitas yang dilaksanakan berguna untuk pemulihan kesehatan berdasarkan pengetahuan yang dimiliki, aktifitas ini dilakukan dengan berbagai cara untuk melakukan kemandirian pasien secara mungkin dalam bentuk proses


(38)

keperawatan yang terdiri dari tahap pengkajian, identifikasi masalah, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

Fungsi merupakan suatu pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan perannya. Fungsi tersebut dapat berubah disesuaikan dengan keadaan yang ada. Dalam menjalankan perannya, perawat akan melaksanakan berbagai fungsi diantaranya: fungsi independen, fungsi dependen dan fungsi interdependen (Hidayat, 2004).

2.2.3. Tugas Perawat

2.2.3.1. Tugas perawat di rumah sakit

Seorang perawat mempunyai tugas dan bertanggungjawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit.

2.2.3.2. Tugas perawat di ruangan

Pelaksana perawatan di ruangan adalah tenaga perawat profesional yang diberi wewenang untuk melaksanakan pelayanan keperawatan di ruangan dengan persyaratan berijazah pendidikan formal keperawatan, semua jenjang yang disahkan oleh pemerintah atau yang berwenang (Dep.Kes RI, 1994)

Pelaksana perawatan bertanggungjawab secara administrasi fungsional kepada kepala ruangan, sedangkan secara teknis medis operasional bertanggungjawab kepada dokter ruang rawat / dokter penanggung jawab ruangan (Dep.Kes RI, 1994)


(39)

Tugas pokoknya adalah melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien di ruangan, dengan uraian tugas sebagai berikut :

1. Memelihara kebersihan ruang rawat dan lingkungannya.

2. Menerima pasien baru sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku.

3. Memelihara peralatan perawatan dan medis agar selalu dalam keadaan siap pakai. 4. Melaksanakan program orientasi kepada pasien tentang ruangan dan lingkungan,

peraturan / tata tertib yang berlaku, fasilitas yang ada dan cara penggunaannya, serta kegiatan rutin sehari-hari di ruangan.

5. Menciptakan hubungan kerjasama yang baik dengan pasien dan keluarganya. 6. Mengkaji kebutuhan dan masalah kesehatan pasien, sesuai batas kemampuannya. 7. Menyusun rencana keperawatan sesuai dengan kemampuannya.

8. Melaksanakan tindakan keperawatan kepada pasien sesuai kebutuhan dan batas kemampuannya.

9. Berperan serta melaksanakan latihan mobilisasi pada pasien agar dapat segera mandiri.

10.Melakukan pertolongan pertama kepada pasien dalam keadaan darurat secara tepat dan benar sesuai kebutuhan.

11.Melaksanakan evaluasi tindakan keperawatan sesuai batas kemampuannya. 12.Memantau dan menilai kondisi pasien.

13.Menciptakan dan memelihara suasana yang baik antara pasien dan keluarganya, sehingga tercipta ketenangan.


(40)

14. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan di bidang keperawatan, antara lain, melalui pertemuan ilmiah dan penataran.

15. Melaksanakan sistem pencatatan dan pelaporan asuhan keperawatan yang tepat dan benar, sehingga tercipta sistem informasi rumah sakit yang dapat dipercaya (akurat) (Dep.Kes RI, 1994)

2.2.4. Keperawatan

Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan biopsikososial dan spiritual yang komprehensif, ditujukan pada individu, keluarga, dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia (Nursalam, 2002).

Pada hakekatnya keperawatan merupakan suatu ilmu dan kiat, profesi yang berorientasi pada pelayanan, yang memiliki empat tingkatan klien (individu, keluarga, kelompok dan masyarakat) serta pelayanan yang mencakup seluruh rentang pelayanan kesehatan secara keseluruhan (Hidayat, 2004).

Keperawatan sebagai profesi merupakan salah satu pekerjaan dimana dalam menentukan tindakannya didasarkan pada ilmu pengetahuan serta memiliki keterampilan yang jelas dalam keahliannya, selain itu sebagai satu profesi keperawatan otonomi dalam kewenangan dan tanggung jawab dalam tindakan serta adanya kode etik dalam bekerjanya kemudian juga berorientasi pada pelayanan dengan melalui pemberian asuhan keperawatan kepada individu, kelompok atau masyarakat (Hidayat, 2004).


(41)

Tindakan keperawatan yang langsung diberikan kepada klien pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan, dengan metodologi proses keperawatan, berpedoman pada standar keperawatan, yang dilandasi pada kode etik. Keperawatan dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan. Praktek keperawatan juga merupakan tindakan mandiri perawat profesional melalui kerjasama berbentuk kolaborasi dengan pasien dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan lingkup wewenang dan tanggung jawabnya (Arwani, 2006).

Pada Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996. Dikatakan bahwa keperawatan sebagai profesi. Dalam peraturan ini disebabkan bahwa salah satu tenaga kesehatan adalah tenaga keperawatan, yang terdiri dari perawat dan bidan. Peraturan ini juga mengatur penempatan tenaga (keperawatan dan bidan) dan teknik pembinaan (Arwani, 2006).

Pelayanan keperawatan profesional yaitu praktek keperawatan yang dilakukan oleh perawat didasarkan atas profesi keperawatan. Ciri dari praktek keperawatan profesional secara umum adalah memiliki otonomi, bertanggungjawab dan bertanggung gugat (accountability) menggunakan metode ilmiah berdasarkan standar praktek dan kode etik profesi dan memiliki aspek legal (Arwani, 2006).

2.2.5. Tindakan Keperawatan

Tindakan keperawatan adalah tindakan mandiri perawat profesional melalui kerjasama berbentuk kolaborasi dengan klien dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan atau sesuai dengan lingkungan wewenang dan tanggung jawabnya. Tindakan keperawatan profesional menggunakan pengetahuan teoritik yang mantap dan kokoh dari berbagai ilmu dasar (biologi, fisika, biomedik, perilaku, dan sosial) dan ilmu


(42)

keperawatan dasar, klinik dan komunitas sebagai landasan untuk melakukan asuhan keperawatan (Nursalam, 2002).

2.2.6. Pasca Bedah

Pasca bedah atau pemulihan adalah periode kontiniu sampai pasien pulih dari dampak anastesi yang mengganggu (Nightingale, 2003).

Periode masa pasca bedah adalah dimulai pada saat perawat melakukan tindakan perawatan pada pasien setelah pasien berada pada ruangan perawatan pasien (Athree,dkk, 2004).

Hal yang dikaji setelah tindakan pembedahan (pasca bedah) diantaranya adalah status kesadaran, kualitas jalan nafas sirkulasi, perubahan tanda vital, keseimbangan elektrolit, si pembedahan dan sekitarnya, serta alat yang digunakan baik digunakan dalam pembedahan ataupun dalam tindakan perawatan pasien (Hidayat, 2006).

2.2.6.1. Tujuan perawatan pasca bedah

1) Untuk mencegah dan mendeteksi komplikasi yang terjadi setelah pembedahan

2) Memperbaiki kesehatan maksimum dan kemandirian pasien sesegera mungkin setelah pembedahan


(43)

2.2.6.2. Perawatan pasien pasca bedah

1) Beritahu pada pasien tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan 2) Pasien ditempatkan pada ruangan yang telah ditentukan

3) Periksa tanda vital pasien selama perawatan

4) Periksa luka dan tempat pembedahan untuk melihat adanya komplikasi pada daerah luka operasi

5) Atur dan monitor tanda pada luka operasi agar tidak terjadi infeksi dan tanda peradangan pada luka .

6) Atur posisi pasien senyaman mungkin 2.2.6.3. Perawatan lanjutan pasien pasca bedah

1) Tetap memberitahukan pada pasien tindakan yang akan dilakukan dan prosedur tindakan yang akan dilaksanakan

2) Terus monitor tanda-tanda vital pasien terutama pada luka operasi

3) Beri catatan terhadap pemasukan cairan dan pengeluaran cairan pasien sampai tingkat normal

4) Pada saat lambung kembali normal lakukan pemberian makan secara bertahap sampai lambung benar-benar normal untuk melakukan pencernaan.

5) Perawatan kulit dan mulut pasien tetap dijaga kebersihannya

6) Meningkatkan mobilisasi bertahap sesuai dengan indikator. Sediakan waktu untuk pasien agar beristirahat.


(44)

7) Pantau balutan luka-luka balutan tampak basah maka segera ganti agar tidak terjadi infeksi pada daerah luka

8) Pembersihan luka menggunakan teknik steril agar mencegah terjadinya infeksi pada luka operasi

2.2.6.4. Rencana tindakan pada pasien pasca bedah

Menurut Hidayat (2006), rencana tindakan keperawatan pembedahan (pasca bedah) adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan proses penyembuhan luka untuk mengurangi nyeri yang dapat dilakukan dengan cara merawat luka menggunakan teknik pencegahan infeksi dan memperbaiki asuhan makanan yang tinggi protein dan vitamin C. Protein dan vitamin C dapat membantu pembentukan kolagen, dan mempertahankan integritas dinding kapiler.

2. Mempertahankan respirasi yang sempurna dengan cara latihan nafas, yakni nafas dalam dengan mulut terbuka, tahan selama 3 detik, kemudian dihembuskan. 3. Mempertahankan sirkulasi, dengan cara menggunakan stocking pada pasien yang

beresiko tromboplebitis atau pasien dilatih agar duduk terlalu lama dan harus meninggikan kaki pada tempat duduk guna kelancaran vena.

4. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dengan memberikan cairan sesuai dengan kebutuhan pasien.


(45)

2.2.6.5. Tindakan perawat pada pasien pasca bedah

Menurut Ester (2005), tindakan perawat pada pasien pasca bedah adalah sebagai berikut :

1. Mengontrol nyeri pasca operasi. Periksa tingkat dan lokasi pasien. Beri pasien pereda nyeri yang diprogramkan dokter.

2. Pastikan asupan cairan cukup. Periksa adanya tanda dehidrasi atau kelebihan beban cairan. Tanda dehidrasi seperti kulit kering, elastis kulit lambat, haus dan jumlah urine sedikit dan pekat.

3. Memeriksa haluaran urine. Bila menggunakan kateter selama pembedahan maka tinjau atau lihat jumlah cairan dan kondisi kateter agar tidak menimbulkan infeksi urinarius.

4. Miringkan dan latih pasien. Pasien dimiringkan dari satu sisi ke sisi lain minimal dua jam sekali, atau harus bangun dan berjalan sesegera mungkin setelah pembedahan. Yakinkan pasien nyaman dan nyeri terkontrol.

5. Mendorong batuk dan nafas dalam. Melatih batuk dan nafas dalam setiap dua jam selama hari pertama atau setelah pembedahan. Dianjurkan sampai pasien berdiri dan berjalan dengan teratur.

6. Memberikan diet adekuat. Berikan asupan cairan yang baik untuk membantu mencegah infeksi saluran kemih, konstipasi atau distensi abdomen, dan gas yang tertinggal di usus.

7. Memeriksa fungsi usus. Membantu pasien untuk mengeluarkan produk sisa dari usus dan feses lunak.


(46)

2.2.6.6. Komplikasi pasca bedah

Menurut Ester (2005), komplikasi pasca bedah yang dapat muncul pada pasien setelah menjalani pasca bedah adalah sebagai berikut :

1. Pneumonia dan kolaps kantong udara kecil (alveoli) dalam paru pasien akan mengalami : nyeri dada dan nafas pendek, warna kebiruan, gelisah dan tekanan darah rendah dan nadi sangat cepat.

2. Perdarahan

Tanda kehilangan darah adalah peningkatan perdarahan yang meliputi tanda penurunan tekanan darah, kulit dingin, basah dan pucat.

3. Masalah urinarius

Buang air kecil dengan jumlah sedikit. tanda infeksi saluran perkemihan meliputi rasa terluka waktu berkemih, nyeri perut.

4. Infeksi luka operasi

Merawat luka operasi pada pasien adalah tanggung jawab utama perawat. Jika penyembuhan terlambat, luka akan terjadi infeksi.

5. Tanda infeksi pada luka operasi meliputi kemerahan, nyeri tekan, rabas terinfeksi, luka menimbulkan bau tidak enak dan demam. Pasien juga mengalami nadi cepat dan pernafasan cepat.

6. Untuk mencegah infeksi, selalu cuci tangan anda sebelum merawat luka pasien. Gunakan teknik steril dan balutan steril. Lakukan yang terbaik untuk mempertahankan area luka sebersih mungkin. Ganti balutan luka ketika basah ketika mengganti balutan, bersihkan luka dengan larutan steril. Perhatikan dengan cermat jahitan yang diangkat dengan instrumen steril untuk menyalinkan. Benang jahitan yang ditinggalkan dalam luka dapat menyebabkan infeksi (Ester, 2005).


(47)

2.2.7. Ruang Rawat

2.2.7.1. Definisi

Sentral kegiatan pokok dalam proses penyembuhan pasien, dan secara manajerial kepala ruang rawat / bangsal sangat menentukan keberhasilan dalam memberikan pelayanan keperawatan bagi pasien (Arwani, 2006).

Ruang perawatan merupakan fasilitas integral dalam gedung di suatu rumah sakit tempat dilaksanakannya kegiatan, termasuk perawatan (Arwani, 2006).

2.2.7.2. Tujuan pasien ditempatkan di ruang rawat

Tujuan pasien diletakkan dalam ruang rawat adalah sebagai berikut : (Arwani, 2006). 1. Memberikan perawatan pada pasien secara menyeluruh dengan cinta kasih dan penuh

pengabdian.

2. Mendampingi pasien serta keluarganya dan bantuan rohani sesuai kebutuhan.

3. Menumbuhkan dan memupuk rasa percaya dan aman kepada pasien serta keluarganya dalam menghayati pengalaman sakit.

4. Memberikan pelayanan pada penderita dengan memperhatikan prinsip perawatan. 5. Membantu pasien/keluarga mempersiapkan diri dalam menghadapi kematian. 6. Tersedianya sarana latihan untuk pengembangan para tenaga kesehatan.

2.2.8. Infeksi

2.2.8.1. Definisi infeksi

Infeksi adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman-kuman (bakteri) ke dalam tubuh (Tietjen, 2004).


(48)

2.2.8.2. Tujuan pengendalian infeksi

Suatu keharusan untuk melindungi pasien dari kejangkitan infeksi dalam bentuk upaya pencegahan, survelens dan pengobatan (Depkes RI, 1999).

2.2.8.3. Mencegah infeksi

Cara paling mudah untuk mencegah penyebaran infeksi adalah membunuh mikroorganisme ketika mereka ada di tangan, alat dan perabot, seperti, tempat tidur pasien. Cara efektif untuk membunuh mikroorganisme meliputi :

1. Antisepsis, membunuh atau menghentikan pertumbuhan mikroorganisme.

2. Dekontaminasi, membuat objek lebih aman untuk dipegang sebelum pembersihan. 3. Pembersihan, menghilangkan kotoran dan mikroorganisme dari kulit dan objek, dengan

menggunakan sabun dan air.

4. Desinfeksi kadar tinggi, membunuh kebanyakan mikroorganisme / kuman pada objek. 5. Sterilisasi, membunuh semua mikroorganisme pada objek, misalnya peralatan bedah.

Metode tambahan untuk mencegah infeksi meliputi pakaian pelindung, dan pembuatan yang aman limbah tubuh dan benda-benda terinfeksi misalnya balutan.

Untuk mencegah penyebaran infeksi di rumah sakit, perawat dan pemberi perawatan kesehatan yang lain mengikuti praktik medis dan asepsis bedah. Teknik bersih (asepsis medis) mengurangi jumlah mikroorganisme yang ada dan mencegahnya masuk ke tubuh pasien.

Teknik pembedahan (asepsis bedah) mencakup mempertahankan objek dan area yang bebas mikroorganisme untuk meyakinkan bahwa prosedur pembedahan steril.


(49)

2.2.8.4. Pencegahan penyebaran infeksi

Pencegahan penyebaran infeksi memerlukan penghilangan satu atau lebih keadaan yang memungkinkan penyebaran infeksi dari pejamu atau waduk ke pejamu rentan berikutnya dengan cara :

1. Menghambat atau membunuh agen (umpamanya memakai bahan antiseptik pada kulit sebelum pembedahan).

2. Menghambat berbagai cara agen untuk pindah dari orang yang terinfeksi kepada orang yang rentan (umpamanya cuci tangan atau menggunakan antiseptik gosok tangan mengandung alkohol untuk melenyapkan bakteria atau virus yang diperoleh sewaktu menyentuh pasien yang terinfeksi atau permukaan yang kotor. 3. Memastikan bahwa orang-orang, khususnya petugas pelayanan kesehatan, kebal

dan telah divaksinasi.

4. Menyediakan alat pencegah yang tepat untuk mencegah kontak dengan agen infeksius (umpamanya sarung tangan yang kuat untuk staf rumah tangga dan buang sampah) bagi petugas kesehatan (Tietjen, 2004).

2.2.8.5. Kegiatan pencegahan infeksi

Prinsip utama pencegahan infeksi pada pelayanan kesehatan adalah menjaga higiene individu, higiene ruangan dan sterilisasi instrumen. Kegiatan pencegahan infeksi yang dilakukan pada pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut :


(50)

1. Mencuci Tangan

Cuci tangan harus selalu dilakukan dengan benar sebelum dan sesudah melakukan tindakan perawatan walaupun memakai sarung tangan atau pelindung lain untuk menghilangkan / mengurangi mikroorganisme yang ada di tangan sehingga penyebaran penyakit dapat dikurangi dan lingkungan terjaga dari infeksi. Tangan harus dicuci sebelum dan sesudah memakai sarung tangan dengan air yang mengalir dan sabun atau deterjen. Cuci tangan tidak dapat digantikan dengan memakai sarung tangan. Tiga cara cuci tangan yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan yaitu : 1. Cuci tangan hygienic atau rutin, mengurangi kotoran dan flora yang ada di tangan

dengan menggunakan sabun atau deterjen.

2. Cuci tangan aseptik, sebelum tindakan aseptik pada pasien dengan menggunakan antiseptik.

3. Cuci tangan bedah (surgical hand scrub), sebelum melakukan tindakan bedah cara aseptik dengan antiseptik dan sikat steril.

Cuci tangan harus dilakukan pada saat yang diperkirakan mungkin akan terjadi perpindahan kuman melalui tangan, yaitu sebelum melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan secara bersih dan setelah melakukan tindakan yang memungkinkan terjadi pencemaran, seperti :

1. Sebelum melakukan tindakan, misalnya memulai pekerjaan, saat akan memeriksa (kontak langsung dengan pasien), saat akan memakai sarung tangan steril atau sarung tangan yang sudah didesinfeksi tingkat tinggi (DTT) untuk melakukan


(51)

suatu tindakan, saat akan memakai peralatan yang telah di DTT, saat akan melakukan injeksi, saat hendak pulang ke rumah.

2. Setelah melakukan tindakan yang memungkinkan terjadinya pencemaran, misalnya, setelah memeriksa pasien, setelah memegang alat-alat bekas pakai dan bahan-bahan lain yang beresiko terkontaminasi, setelah menyentuh selaput mukosa darah atau cairan tubuh lainnya, setelah membuka sarung tangan perlu dilakukan karena ada kemungkinan sarung tangan berlubang atau robek (setelah dari toilet / kamar kecil, setelah bersin atau batuk).

2. Menggunakan Alat Pelindung

Alat pelindung tubuh digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir petugas dari risiko pajanan urine dan semua jenis cairan tubuh, kulit yang luka dan mudah terpajang dan potensial terinfeksi. Jenis-jenis alat pelindung yaitu sarung tangan, pelindung wajah / masker / kacamata, penutup kepala, baju pelindung, dan sepatu pelindung.

Tidak semua alat pelindung tubuh harus dipakai. Jenis pelindung tubuh yang dipakai tergantung pada jenis tindakan atau kegiatan yang akan dikerjakan. Sebagai contoh untuk tindakan pasang kateter cukup memakai sarung tangan steril atau DTT dan masker.


(52)

3. Pengelolaan Alat Kesehatan

Kejadian infeksi yang sering di sarana kesehatan salah satu faktor resikonya adalah pengelolaan alat kesehatan atau cara dekontaminasi dan desinfeksi yang kurang tepat. Meskipun tidak semua alat kesehatan yang digunakan dalam pelayanan medis kepada pasien harus disterilkan dengan klorin 0,5%, tetapi pengelolaannya harus dengan cara yang benar dan tepat, dalam hal ini harus diidentifikasi apakah alat perlu dicuci saja atau didisinfeksi, atau perlu disterilkan. Penelitian tersebut ditentukan pada bagaimana alat tersebut digunakan dan juga ketersediaan sumber daya dan biaya. Pengelolaan alat kesehatan sesuai risiko infeksi dan jenis penggunaan alat dikategorikan menjadi tiga sesuai dengan resiko infeksinya yaitu tinggi, sedang dan rendah. (Johnson, 2002).

Desinfeksi tingkat tinggi (DTT) bisa dilakukan dengan cara merebus, mengukus atau secara kimiawi. Untuk peralatan, perebusan seringkali merupakan metoda DTT yang paling sederhana dan efisien. Agar DTT ataupun sterilisasi menjadi efektif, lakukan terlebih dahulu proses dekontaminasi dan pencucian peralatan dengan sebaik-baiknya..

DTT dengan cara merebus dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Gunakan panci dengan penutup yang rapat.

2. Ganti air setiap kali mendisinfeksi peralatan.

3. Rendam peralatan sehingga semuanya terendam di dalam air 4. Mulai panaskan air


(53)

6. Jangan menambahkan benda apapun ke dalam air mendidih setelah penghitungan waktu dimulai.

a. Rebus selama 20 menit

b. Catat lama waktu perebusan peralatan di dalam buku khusus.

c. Biarkan peralatan kering dengan cara diangin-anginkan sebelum digunakan atau disimpan (jika peralatan dalam keadaan lembab maka tingkat pencapaian disinfeksi tingkat tinggi tidak terjaga).

d. Setelah peralatan kering, gunakan segera atau simpan dalam wadah desinfeksi tingkat tinggi dan berpenutup. Peralatan bisa disimpan sampai satu minggu asalkan penutupnya tidak dibuka (Tietjen, 2004).

4. Disinfeksi Lokasi Tindakan

Disinfeksi adalah suatu proses untuk menghilangkan sebagian atau semua mikroorganisme dari alat kesehatan dan lokasi tindakan kecuali indesfora bakteri. Pada desinfeksi lokasi tindakan pasang kateter dilakukan pembersihan pada daerah genitalia dan uretra, dibersihkan dengan sabun dan air bersih kemudian dikeringkan dengan handuk dan kemudian lubang uretra diolesi dengan betadine (Johnson, 2002).

5. Pembuangan Sampah

Sampah terdiri dari yang terkontaminasi dan tidak terkontaminasi. Sampah yang tidak terkontaminasi tidak mengandung risiko bagi petugas yang menanganinya. Sampah dari limbah ruang rawat inap pasien pasca bedah dapat menginfeksi siapa pun yang melakukan


(54)

kontak atau menangani sampah tersebut. Pembuatan sampah harus dengan hati-hati. Tempat sampah harus anti bocor, tertutup untuk menghindari penyebaran infeksi.

2.3. Landasan Teori

Menurut Hezberg, keputusan manusia terdiri atas dua hal yaitu puas dan tidak puas. Two Factor yaitu motivator, yang menghasilkan kepuasan kerja atau perasaan positif. Hygiene. Di sini ada perasaan negatif atau ketidakpuasan kerja. Menurut teori ini kita harus menciptakan dan meningkatkan faktor motivator dan mengurangi faktor hygiene.

Terdapat beberapa faktor yang menimbulkan ketidakpuasan di kalangan karyawan, yaitu : kebijakan dan administrasi perusahaan, pengawasan, hubungan dengan pengawas, kondisi kerja, gaji, hubungan dengan rekan kerja, kehidupan pribadi, hubungan dengan bawahan, status dan keamanan.

Beberapa faktor yang sering memberikan kepuasan kepada karyawan yaitu tercapainya tujuan, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, pertanggungjawaban, peningkatan, pengembangan (Winardi, 2007).

Faktor Motivator

Ketidakpuasan Pekerjaan-pekerjaan yang tidak menawarkan prestasi, rekognisi, pekerjaan yang menstimulasi, tanggung

jawab serta kemajuan dalam karier.

Kepuasan Pekerjaan-pekerjaan yang memberikan prestasi, rekognisi, pekerjaan yang menstimulasi,

tanggung jawab, dan kemajuan dalam karir.

Faktor-faktor Higiene


(55)

Pekerjaan-pekerjaan dengan kebijakan-kebijakan dan administrasi perusahaan supervisi teknikal gaji, antar hubungan perorangan dengan para supervisor, dan kondisi-kondisi kerja buruk.

Pekerjaan-pekerjaan dengan kebijakan-kebijakan dan administrasi perusahaan supervisi teknikal gaji, antar hubungan perorangan dengan para supervisor, dan kondisi-kondisi kerja baik.

Bagan 2.1. Skema Motivasi Menurut Herzberg

Menurut Herzberg kepuasan kerja lebih sering dihubungkan dengan prestasi, rekognisi, karakteristik-karakteristik pekerjaan, tanggung jawab, dan kemajuan. Faktor-faktor tersebut berhubungan dengan hasil yang berkaitan dengan isi tugas yang dilaksanakan. Herzberg menamakan faktor-faktor tersebut motivators, karena masing-masing faktor berhubungan dengan upaya kuat dan kinerja baik.

Herzberg menemukan gejala bahwa ketidakpuasan dengan pekerjaan, terutama berhubungan dengan fasilitas dalam konteks kerja atau lingkungan. Khususnya kebijakan perusahaan dan administrasi, supervisi teknikal, gaji, hubungan antarperorangan dengan supervisor langsung, dan kondisi-kondisi kerja merupakan faktor-faktor yang paling sering diutarakan oleh para karyawan guna mengekspresi perasaan tidak puas mereka dengan pekerjaan. Menurut Herzberg, seorang individu tidak akan mengalami perasaan tidak puas dengan pekerjaannya apabila ia tidak memiliki keluhan-keluhan tentang faktor-faktor higiene tersebut (Winardi, 2007)


(56)

2.4. Kerangka Konsep

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dan terarahkan alur penelitian ini digambarkan dalam rangka konsep seperti berikut.

Variabel Independen Variabel Dependen • Pr

Bagan 2.2. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka konsep di atas dapat kita lihat bahwa faktor prestasi, tanggung jawab, pengembangan, kondisi kerja, status, gaji akan berpengaruh terhadap motivasi perawat dalam melaksanakan tindakan perawatan pada pasien terutama pada pasien pasca bedah.

1. Motivator

a. Prestasi

b. Tanggung jawab c. Pengembangan

2. Higienis

a. Kondisi kerja b. Status

c. Gaji

Tindakan Perawatan Pasien


(57)

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah explanatory research. Penelitian explanatory (penjelasan) adalah satu penelitian untuk menjelaskan hubungan kausal antara variabel yang satu dengan variabel lainnya melalui pengujian hipotesa (Singarimbun, 1989). Penelitian ini menekankan pada variabel motivasi perawat meliputi: Prestasi, Tanggung jawab, Pengembangan, Kondisi kerja, Status, dan Gaji terhadap tindakan perawatan pada pasien pasca bedah di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Pirngadi Kota Medan.

Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pirngadi Kota Medan. Adapun alasan pemilihan lokasi ini adalah : (1) Pada tahun 2006 prevalensi infeksi pasca operasi tinggi. Berdasarkan indikator jenis pelayanan terdapat 12% infeksi akibat luka operasi (2) Belum pernah dilakukan penelitian tentang pengaruh motivasi perawat terhadap tindakan perawatan pada pasien pasca bedah di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Pirngadi Kota Medan.


(58)

3.2.2 Waktu penelitian

Waktu penelitian ini akan dilaksanakan pada April tahun 2008.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Kota Medan yaitu pada ruangan V, VII, VIII, IX gedung lama dan ruang V lantai 5 gedung baru sebanyak 66 orang dan seluruhnya dijadikan sampel (total sampling).

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data yang diambil dari wawancara langsung dengan responden yang berpedoman pada kuesioner yang telah dipersiapkan.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari data yang dicatat di Rumah Sakit Umum Pirngadi kota Medan yang relevan dengan tujuan penelitian.

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Instrumen pengumpulan data yang digunakan penelitian adalah kuesioner yang dirancang sedemikian rupa agar relevan dengan tujuan penelitian.


(59)

3.4.3.1. Uji validitas

Uji validitas instrumen dilakukan di Rumah Sakit Umum dr. Rusdi Medan dengan jumlah responden sebanyak 15 orang perawat. Uji validitas dengan menggunakan rumus Pearson Product Moment : (Hidayat, 2007).

Rhitung =

( )( )

( )

{

2 2

}

{

2

( )

2

}

Y Y N X X N Y X XY N Σ − Σ Σ − Σ Σ Σ − Σ Keterangan :

rhitung = Koefisien korelasi ΣXi = Jumlah skor item ΣYi = Jumlah skor total (item) n = Jumlah responden

Selanjutnya menggunakan rumus uji t :

thitung =

(

)

( )

2

r 1 2 n r − − Keterangan : t = nilai thitung

r = Koefisien korelasi hasil rhitung n = Jumlah responden

Dari hasil ujicoba validitas kuesioner, seluruh kuesioner yang dibagikan dinyatakan valid yaitu thitung > ttabel (1,782).

3.4.3.2. Uji reliabilitas

Setelah semua pertanyaan valid, analisis dilanjutkan dengan uji reliabilitas. Pertanyaan dikatakan reliable jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Reliabilitas data dicari menggunakan rumus Spearman Brown, dengan rumus :


(60)

r11 = b b r r . + 1 2

Keterangan :

r11 = Koefisien reliabilitas internal seluruh item rb = Korelasi product moment antarabelahan.

Dari hasil ujicoba validitas kuesioner, seluruh kuesioner yang dibagikan dinyatakan valid yaitu thitung > ttabel (0,576).

Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Independen dan Dependen

VALIDITAS RELIABILITAS No Pertanyaa n Koefisie n Korelasi Harga t Hitung Harga t Tabel Keputusa n Harga r Hitung Harga r Tabel Keputusa n

1 0,883 6,812 1,782 Valid 0,938 0,576 Valid

2 0,634 2,964 1,782 Valid 0,774 0,576 Valid

3 0,760 4,222 1,782 Valid 0,863 0,576 Valid

4 0,670 3,254 1,782 Valid 0,802 0,576 Valid

5 0,730 3,856 1,782 Valid 0,844 0,576 Valid

6 0,733 3,886 1,782 Valid 0,846 0,576 Valid

7 0,702 0,558 1,782 Valid 0,825 0,576 Valid

8 0,760 4,227 1,782 Valid 0,864 0,576 Valid

9 0,471 1,927 1,782 Valid 0,640 0,576 Valid

10 0,694 3,483 1,782 Valid 0,819 0,576 Valid

11 0,592 2,650 1,782 Valid 0,743 0,576 Valid

12 0,572 2,518 1,782 Valid 0,728 0,576 Valid

13 0,612 2,794 1,782 Valid 0,759 0,576 Valid

14 0,706 3,596 1,782 Valid 0,827 0,576 Valid

15 0,567 2,482 1,782 Valid 0,723 0,576 Valid

16 0,741 3,983 1,782 Valid 0,851 0,576 Valid

17 0,848 5,789 1,782 Valid 0,918 0,576 Valid

18 0,592 2,651 1,782 Valid 0,744 0,576 Valid

19 0,713 3,667 1,782 Valid 0,832 0,576 Valid

20 0,674 3,295 1,782 Valid 0,805 0,576 Valid

21 0,927 8,974 1,782 Valid 0,962 0,576 Valid

22 0,615 2,816 1,782 Valid 0,762 0,576 Valid


(61)

25 0,835 5,479 1,782 Valid 0,910 0,576 Valid

26 0,686 3,400 1,782 Valid 0,813 0,576 Valid

27 0,874 6,496 1,782 Valid 0,932 0,576 Valid

28 0,709 3,626 1,782 Valid 0,829 0,576 Valid

29 0,726 3,817 1,782 Valid 0,841 0,576 Valid

30 0,933 9,374 1,782 Valid 0,965 0,576 Valid

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Definisi Operasional

3.5.1.1. Variabel independen

1. Motivator adalah hal-hal pendorong yang bersifat intrinsik, yang bersumber dari dalam diri seseorang.

2. Prestasi adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu.

3. Tanggung jawab adalah suatu kewajiban untuk pelaksanaan tugas secara

memuaskan.

4. Pengembangan adalah fungsi operasional kedua dari manajemen personalia yaitu merupakan suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan, melalui pendidikan dan latihan.

5. Higiene adalah faktor yang bersifat ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri seseorang.

6. Kondisi kerja adalah keadaan di tempat kerja yang tidak terbatas pada kondisi pekerjaan masing-masing, seperti rasa nyaman tempat kerja, ventilasi yang cukup, penerangan lampu yang memadai dan sarana yang ada.


(62)

7. Status adalah jabatan perawat dalam pekerjaan berkaitan latar belakang pendidikan, dan sertifikasi.

8. Gaji adalah tarif yang diberikan untuk pembayaran jabatan pada pegawai. 3.5.1.2. Variabel dependen

1. Pelaksanaan tindakan adalah melaksanakan pelayanan keperawatan pada pasien sesuai dengan uraian tugas.

3.6. Metode Pengukuran

3.6.1. Pengukuran Variabel Bebas (Independen)

Aspek pengukuran variabel bebas adalah motivator yang meliputi prestasi, tanggung jawab, pengembangan, dan higiene meliputi kondisi kerja, status, gaji. Motivator dan higiene menggunakan skala dengan kategori tiga tingkatan:

1. Kategori baik apabila prestasi, tanggung jawab, pengembangan, kondisi kerja, status, gaji, sebagai faktor motivasi yang dapat terpenuhi dengan baik. Jika jumlah skor yang diperoleh 13-15.

2. Kategori cukup apabila prestasi, tanggung jawab, pengembangan, kondisi kerja, status, gaji, sebagai faktor motivasi yang dapat sebagian terpenuhi. Jika jumlah skor yang diperoleh 9-12.

3. Kategori kurang apabila prestasi, tanggung jawab, pengembangan, kondisi kerja, status, gaji, sebagai faktor motivasi tidak terpenuhi. Jika jumlah skor yang diperoleh 5-8.


(63)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1. Sejarah Singkat Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi

Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan didirikan oleh Pemerintahan Kolonial Belanda dengan nama Gemente Zieken Huis. Peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Maria Constantia Macky pada tanggal 11 Agustus 1928 dan diresmikan pada tahun 1930. Sebagai pimpinan yang pertama adalah dr. W. Bays, pada tahun 1939 pimpinan Rumah Sakit ini diserahkan kepada dr. A.A. Messing. Setelah masuknya Jepang ke Indonesia pada tahun 1942, rumah sakit ini diambil alih oleh bangsa Jepang dan berganti nama menjadi Syuritsu Byusono Ince dan pimpinannya dipercayakan kepada seorang putera Indonesia yaitu dr. Raden Pirngadi Gonggo Putro.

Pada masa Negara Sumatera Timur pada tahun 1947, nama rumah sakit ini diganti menjadi Rumah Sakit Kota Medan dan pimpinannya dijabat oleh dr. Ahmad Sofyan. Semasa pimpinan beliau Rumah Sakit ini berubah menjadi Rumah Sakit Umum Medan, yaitu pada tahun 1952. Pada tahun 1955 pimpinan Rumah Sakit Umum Medan diserahterimakan kepada dr. H.A. Darwis Dt. Batu Besar. Pada tahun 1958 nama Rumah Sakit ini diganti menjadi Rumah Sakit Pusat Besar pimpinannya dijabat oleh dr. Paruhum Daulay. Pada tahun 1969 Rumah Sakit Umum Medan


(64)

dipimpin oleh dr. Zainal Rasyid Siregar,SKM dan semasa kepemimpinan beliau nama Rumah Sakit Umum Pusat Medan berubah lagi menjadi Rumah Sakit Umum Pusat Propinsi Medan (Provincial Top Referral Hospital).

Untuk maksud tersebut maka pada tanggal 26 Januari 1972 Rumah Sakit Paru-paru yang dahulunya berdiri sendiri masuk menjadi bagian dari Rumah Sakit Umum Pusat Propinsi Medan, sesuai dengan surat keputusan Gubernur Kepala Daerah Sumatera Utara No. 150 tahun 1979 tanggal 25 Juni 1979 RSUD Pusat Medan ditetapkan menjadi Rumah Sakit dr. Pirngadi Medan, berasal dari nama seorang bangsa Indonesia pertama menjadi pimpinan Rumah Sakit ini.

Pada tahun 1983 pimpinan Rumah Sakit ini diserahterimakan kepada dr. JE Sudibyo. Pada tahun 1986 pimpinan Rumah Sakit dr. Pirngadi Medan dijabat oleh dr. Raharjo Slamet. Pada tahun 1990 sampai 26 Maret 1998 pimpinan Rumah Sakit dr. Pirngadi Medan dipimpin oleh Prof. dr. Basjrah Lubis.

Sejak 27 Maret 1998 RSUD dr. Pirngadi Medan dipimpin oleh dr. Alogo Siregar, Sp.A sampai 5 Maret 2002 dan sejak 5 Maret 2002 sampai sekarang dijabat oleh dr. H. Sjarial R Anas, MHA. Pemilik RSUD dr. Pirngadi Medan sejak 27 Desember 2001 adalah Pemerintah Kota Medan dengan kualifikasi kelas B pendidikan. Statusnya menjadi Rumah Sakit Swadana tanggal 11 Februari 1998 dan mendapat Akreditasi Dasar tanggal 14 April 2000 (Profil RSU dr. Pirngadi, 2007).


(65)

4.1.2. Prasarana

Prasarana yang ada di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan adalah sebagai berikut :

a. Bangunan Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi terletak di atas tanah seluas ±73.123.90 m2.

b. Ruang rawat yang ada dalam Rumah Sakit dr. Pirngadi berjumlah 29 ruangan. c. Klasifikasi Ruang terdiri dari VIP = 11 tempat tidur, kelas I plus = 40 tempat

tidur, kelas I = 48 tempat tidur, kelas II = 121 tempat tidur, kelas III = 350 tempat tidur, Mata = 20 tempat tidur.

d. Ruang khusus terdiri dari Hemodialisa = 11 tempat tidur, ICCU = 3 tempat tidur, ICU = 15 tempat tidur, kamar premature = 12 tempat tidur, unit stroke = 10 tempat tidur.

e. Klinik rawat jalan terdiri dari 38 klinik.

f. Kamar operasi terdiri dari efektif (terencana) = 7 unit, Emergensi = 2 unit, THT = 1 unit, bedah kulit = 1 unit, Mata = 1 unit, KB Kontrasepsi = 1 unit. g. Ruang perawatan pasien pasca bedah 5 ruangan yang terdiri dari ruang V, VII,

VIII, IX gedung lama, dan ruang 5 lantai 5 gedung baru, tiap ruangan dipimpin seorang sarjana perawatan (S1) dan D-4 Kebidanan. Ruang V dipimpin oleh D-4 Kebidanan, ruangan ini terdiri dari 10 tempat tidur. Ruang VI, VIII dipimpin oleh Sarjana S-1 Keperawatan, ruang ini terdiri dari 15 tempat tidur. Ruang IX dipimpin oleh sarjana S-1 Keperawatan yang ruangnya terdiri dari 10 tempat tidur.


(66)

h. Jam kerja perawat di RSU Pirngadi Medan terdiri dari 3 shift jaga, yaitu pagi hari (07.30 – 02.30 Wib), sore hari (02.00-08.30 Wib) dan malam hari (08.00-08.00 Wib)

4.1.3. Visi dan Misi RSU dr. Pirngadi Medan

Visi Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan adalah :

1. Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi MANTAP tahun 2010 (Mandiri, Tanggap dan Profesional).

2. Mandiri dalam pendanaan dan pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat.

3. Tanggap terhadap tuntutan masyarakat, perubahan pola penyakit dan kemajuan IPTEK di bidang kesehatan.

4. Profesional dalam pelaksanaan sesuai standard dan etika. Adapun Misi Rumah Sakit dr. Pirngadi Medan adalah :

1. Meningkatkan upaya kesehatan paripurna kepada semua golongan masyarakat secara merata dan terjangkau sesuai dengan tugas pokok, fungsi serta peraturan yang berlaku.

2. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang bersifat spesialistik dan sub spesialistik yang bermutu.

3. Meningkatkan upaya pelayanan kesehatan secara professional dan etis timbul kepercayaan dan harapan serta aman dan kenyamanan bagi penderita.

4. Meningkatkan peran rumah sakit sebagai tempat pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembangan IPTEK di bidang kesehatan.


(67)

4.2. Analisa Univariat

4.2.1. Karakteristik Responden

Responden berdasarkan umur terbanyak pada umur <30 tahun sebanyak 30 orang (45,5%), sedang paling sedikit berumur 35-39 tahun sebanyak 7 tahun (10,6%). Responden dalam penelitian lebih banyak berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 62 orang (93,9%), dibandingkan jumlah laki-laki yaitu 4 orang (6,1%). Tingkat pendidikan responden sebagian besar adalah Diploma III sebanyak 56 orang (84,8%), sedangkan Sarjana dan SPK masing-masing sebanyak 5 orang (7,6%). Pangkat/golongan responden terbanyak adalah golongan 3 yaitu 39 orang (59,1%), dan yang paling sedikit honor yaitu 13 orang (19,7%). Masa kerja responden terbanyak adalah < 10 tahun yaitu sebanyak 38 orang (57,6%), sedangkan yang masa kerja sedikit adalah >21 tahun yaitu sebanyak 11 orang (16,7%). Status pekerjaan responden terbanyak adalah PNS yaitu sebanyak 51 orang (77,3%), sedangkan yang paling sedikit honor yaitu sebanyak 15 orang (22,7%).


(68)

Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik (Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pangkat/Golongan, Masa Kerja, dan Status Pekerjaan) di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2008

No Kelompok Umur Jumlah Persen (%)

1. 25-29 tahun 30 45,5

2. 30-34 tahun 9 13,6

3. 35-39 tahun 7 10,6

4. 40-44 tahun 20 30,3

Jumlah 66 100

No Jenis Kelamin Jumlah Persen (%)

1. Laki-laki 4 6,1

2. Perempuan 62 93,9

Jumlah 66 100

No Pendidikan Jumlah Persen (%)

1. SPK 5 7,6

2. Diploma III 56 84,8

3. Sarjana 5 7,6

Jumlah 66 100

No Pangkat/Golongan Jumlah Persen (%)

1. Golongan 2 14 21,2

2. Golongan 3 39 59,1

3. Honor 13 19,7

Jumlah 66 100

No Masa Kerja Jumlah Persen (%)

1. < 10 tahun 38 57,6

2. 11-20 tahun 17 25,8

3. >21 tahun 11 16,7

Jumlah 66 100

No Status Pekerjaan Jumlah Persen (%)

1. PNS 51 77,3

2. Honor 15 22,7

Jumlah 66 100

4.2.2. Faktor Motivator


(1)

Berilah tanda checklist (X) pada kolom pilihan jawaban yang tersedia di sebelah pertanyaan sesuai dengan apa yang Saudara Lakukan, kriteria memiliki Skala mulai 1 s/d 5 menurut skala kepentingannya.

Keterangan :

SS = Sangat setuju S = Setuju TS = Tidak Setuju

Jawaban No Pernyataan

SS S TS Skor

1. FAKTOR MOTIVATOR A. Prestasi

1. Setiap perawat membutuhkan kenaikan jabatan berdasarkan prestasi yang dinilai dengan benar. 2. Kenaikan jabatan mempengaruhi semangat kerja

perawat.

3. Dalam pencapaian prestasi, Anda didukung oleh teman sejawat.

4. Volume pekerjaan sangat tinggi, sehingga memacu prestasi untuk lebih maju.

5. Di rumah sakit ini standar prestasi jelas.

B. Tanggung jawab

1. Perawat dalam melaksanakan tindakan perawat harus tepat waktu sesuai dengan standar perawatan kebutuhan dan batas kemampuan.

2. Pelayanan keperawatan langsung harus berdasarkan proses perawatan dengan penuh tanggung jawab.

3. Menata dan persiapan alat-alat di ruangan harus menurut fungsi agar siap dipakai.

4. Pelaksanaan tugas harus sesuai dengan jadwal tugas yang diberikan.

5. Tugas dan tanggung jawab harus diberikan sesuai dengan pendidikan.


(2)

vi

vi

Jawaban No Pernyataan

SS S TS Skor

C. Pengembangan

1. Perawat selalu mendapatkan informasi secara merata untuk menambah keterampilan perawat. 2. Adanya pengawasan dalam tindakan perawatan. 3. Rumah sakit dalam pengembangan keterampilan

perawat memberikan kesempatan untuk dipromosikan dalam kenaikan pankat dan jabatan.

4. Kesempatan pelatihan diberi secara bergantian dan Pelatihan diberikan pada tiap perawat

5. Diberi izin untuk mendapatkan pendidikan dalam peningkatan keterampilan perawatan.

2. FAKTOR HIGIENE A. Kondisi Kerja

1. Tersedia fasilitas dan perlengkapan yang mendukung untuk melayani pasien

2. Keselamatan dan keamanan kerja terjamin.

3. Situasi lingkungan kerja baik dan menyenangkan 4. Kemampuan bekerjasama antar sesama teman

perawat.

5. Adanya perhatian rumah sakit pada perawat.

B. Status

1. Perawat memiliki sertifikasi resmi.

2. Jabatan sesuai dengan jenjang pendidikan.

3. Peraturan kerja telah ditetapkan rumah sakit jelas.

4. Mendapat kesempatan untuk posisi yang lebih tinggi.

5. Kesempatan kenaikan jabatan disesuaikan dengan prestasi


(3)

Jawaban No Pernyataan

SS S TS Skor

C. Gaji

1 Besar gaji yang diterima perawat sesuai dengan pekerjaan dan jenjang pendidikan.

2 Gaji perawat sesuai waktu yang ditentukan pembayarannya.

3 Perawat mendapat insentif tambahan atas satu prestasi atau kerja ekstra dan diberikan secara merata

4 Permasalahan gaji yang diterima dapat dilaporkan pada pihak rumah sakit.

5 Dilakukan penilaian pada perawat atas kerja yang dilakukan untuk mendapat pembedaan gaji atau barang, jasa, atau kombinasi


(4)

viii

viii

KUESIONER B

Pelaksanaan Tindakan Perawatan Pasien Pasca Bedah

Isilah pertanyaan di bawah ini dengan memberikan tanda checklist (X) pada kolom yang telah disediakan.

Jawaban No Tindakan Keperawatan

Ya Tidak 1. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.

2. Mencuci tangan dengan menggunakan air mengalir.

3. Memakai handschoen pada tindakan pemasangan alat keperawatan.

4. Bekas jarum suntik dan alat-alat yang dipakai dibuang segera setelah digunakan.

5. Memisahkan sampah basah dengan sampah kering..

6. Menyiram percikan darah dan cairan lainnya yang tercecer di lantai dengan mendisinfektan dan kemudian membersihkannya.

7. Peralatan yang telah dipakai didekontaminasi dengan larutan klorin 0,5% setelah selesai digunakan.

8. Peralatan kesehatan dibersihkan dan dibilas sebelum didesinfeksi tingkat tinggi atau sterilisasi.

9. Peralatan didisinfeksi dengan cara direbus.

10. Merebus alat (melakukan desinfeksi tingkat tinggi) lebih dari 20 menit.

11. Menutup insisi dengan balutan steril.

12. Mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan penggantian balutan dan kontak dengan tempat operasi.

13. Penggantian balutan dengan menggunakan teknik steril. 14. Mengobservasi nyeri pasien pasca bedah.

15. Memeriksa haluaran urine untuk mencegah infeksi urinarius 16. Membantu pasien untuk memiringkan tubuhnya.

17. Melatih batuk dan nafas dalam setiap dua jam selama hari pertama setelah pembedahan.

18. Membantu pasien untuk BAB dan BAK. 19. Mengganti alat-alat tenun sesuai kebutuhan. 20. Merespon setiap keluhan pasien.


(5)

No NOMOR PERTANYAAN Resp. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

1 3 2 2 2 3 3 2 3 1 3 2 2 1 2 2 2 3 2 2 2 2

2 3 2 3 3 2 3 3 3 2 2 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3

3 1 1 1 2 1 1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1 2 1 1 2 1

4 3 3 2 2 3 2 2 2 2 3 3 2 2 2 3 2 2 2 1 2 3

5 3 3 3 1 3 3 3 2 2 3 1 2 1 3 2 3 3 3 2 3 3

6 2 1 3 1 2 2 3 1 1 2 3 1 2 3 2 2 2 2 1 2 2

7 3 3 2 3 3 2 2 3 2 3 2 3 1 2 1 2 3 1 1 3 3

8 1 3 1 1 1 2 2 1 3 3 1 1 1 2 1 2 1 3 1 2 1

9 1 1 2 1 1 1 1 1 2 1 3 3 3 2 2 1 1 2 1 3 1

10 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 2 2 1 2 2 2 1 1 1 3 1

11 2 2 1 1 2 2 1 1 1 2 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1

12 3 3 2 1 3 2 2 1 1 3 2 2 1 2 2 2 3 2 1 3 3

13 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1

14 1 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 2 1 2 1 1 2 1 1 2 1

15 3 3 2 3 2 2 2 3 3 3 2 2 3 2 2 2 3 2 3 3 3

Jlh

(X) 31 30 28 24 29 29 29 26 24 32 30 30 22 30 25 28 31 27 21 35 29 X2 961 900 784 576 841 841 841 676 576 1024 900 900 484 900 625 784 961 729 441 1225 841


(6)

x

x