1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Guru merupakan salah satu faktor yang sangat penting di sekolah, karena guru sebagai ujung tombak dalam pembelajaran. Keberhasilan sekolah yang
ditandai dengan output dan outcome siswa yang berkualitas tidak lepas dari peran guru sebagai pengajar dan pendidik.
Jones dan James 1979:232 berpendapat bahwa “iklim komunikasi adalah
segi konstruksi yang lebih luas dari iklim psikologis dan komunikatif unsur-unsur seperti penilaian pada penerimaan manajemen untuk karyawan komunikasi atau
kepercayaan dari informasi yang disebarluaskan diorganisasi”.
Danim2002:168 berpendapat bahwasalah satu ciri krisis pendidikan di Indonesia adalah guru belum mampu menunjukan kinerjawork performance
yang memadai. Hal ini menunjukan kinerja guru belum sepenuhnya penguasaan kompetensi yang memadai perlu adanya komperhensif sehinggga kompetensi
guru mampu meningkatkan kinerja dalam mengerjakan tugas bertambah baik.
“Iklim kerja sekolah adalah bekerja, belajar, berkomunikasi dan bergaul dalam organisasi pendidikan
” Pidarta 1988:176. Dengan terjalinnya iklim kerja di sekolah yang kondusif, maka guru akan merasa nyaman dalam bekerja dan
terpacu untuk lebih baik. Hal ini mencerminkan bahwa suasana sekolah yang kondusif dalam peningkatan kinerja guru. Iklim kerja merupakan seorang
perhatian bagi manajer pendidikan yang mempengaruhi tingkah laku guru, pegawai staf dan peserta didik. Dengan demikian hendaknya sekolah secara
dinamis mempengaruhi kelangsungan dan kemajuan pendidikan. Salah satu cara pengembangan sekolah adalah terjadinya iklim kinerja yang kondusif. Reddy
1972:45 berpendapat bahwa “iklim komunikasi organisasi jauh lebih penting
daripada ketrampilan atau teknik-teknik komunikasi mampu menciptakan organisasi secara efektif
”. Performansi kerja merupakan pekerjaan yang digunakan untuk
menggambarkan keadaan yang dilakukan oleh seseorang atau suatu organisasi. Performansi kerja diartikan hasil kerja individu-individu dan organisasi yang jelas
dan dapat diukur serta ditetapkan dan merupakan hasil atau keluaran dari suatu proses Mulyasa, 2003:136.
Mulyasa 2003 berpendapat bahwa “kinerja atau performance dapat diartikan sebagai prestasi kerja pelaksanaan kerja pencapaian
kerja, dan hasil kerja atau unjuk kerja”. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Sisdiknas pasal pasal 39 ayat 2 menegaskan bahwa “Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembibingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian”. Guru hendaknya
memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Kompetensi sebagai agen pembelajar pada jenjang pendidikan dasar, dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial PP 19 tahun 2005.
Kinerja berhubungan juga dengan produktivitas kerja dan faktor yang mempengaruhi kinerja. Sugiyono 1985:30, berpendapat kinerja meliputi:
Latar belakang pendidikan yang dimiliki, bakat, diklat, supervisi kepala sekolah, gaji, uang lembur, hubungan dengan pimpinan, hubungan antar
karyawan, kondisi tempat bekerja, fasilitas dan peralatan pekerjaan serta harapan yang dapat dicapai oleh pekerja.
Kinerja guru dapat dilihat dari empat kompetensi yakni kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional. Namun kenyataan yang ada
keempat kompetensi tersebut masih jauh dari harapan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa penyakit guru yang masih sering muncul dan orang memberi istilah
kudis kurang disiplin, asma asal masuk kelas, asam urat asal materi urutan tidak akurat, lesu lemah sumber, TBC tidak bisa computer, tipes tidak punya
selera, kram kurang terampil, kusta kurang strategi dan akhirnya menjadi diare di depan anak diremehkan serta mual mutu anak lemah. Banyak istilah
yang menyebutkan penyakit-penyakit tersebut sebagai bagian dari fenomena yang muncul pada kinerja guru sebagai pendidik yang akhirnya bermuara pada mutu
pendidikan yang lemah. Anekdot tersebut tidak sekedar sebuah anekdot belaka yang tak punya makna, namun justru dari sebuah fenomena menjadi sindiran yang
hendaknya segera dibenahi.
Tabel 1. Data Penelusuran dari 119 Guru di SMK N 11 Semarang
No. Guru Persentase Keterangan
1 48
40,33 Membuat administrasi pembelajaran
2 15
12.61 Membuat administrasi seperti rencana pembelajaran
tepat di awal tahun pelajaran 3
20 16.81
Pengembangan profesi guru 4
7 5.88
Masih belum S1diploma tiga 5
7 5.88
Berijazah S2 6
11 9.24
Masih tahap S2 7
1 0.84
Masih tahap S3 8
2 1.68
Masih dalam proses kuliah S1 Fenomena yang terjadi dan terlihat nyata di SMK Negeri 11 Semarang
adalah rendahnya kesadaran untuk melengkapi administrasi pengajaran yang dipersyaratkan dalam presedur mutu yang ditetapkan. Membuat rencana
pembelajaran belum sepenuhnya menjadi suatu kebutuhan bagi guru, akibatnya di setiap satu semester, hanya sebagian guru yang membuat rencana pembelajaran
atas inisiatif sendiri. Berfungsinya penghargaan dan panismen juga bagian dari iklim sekolah
untuk menjaga kualitas kinerja guru, karena kinerja guru yang ideal adalah melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya dengan baik. Kurangnya
dilakukan supervisi, penghargaan dan panismen yang kurang berfungsi disinyalir menjadi penyebab mengapa kinerja guru terlihat belum optimal.
Melihat kondisi ini maka perlu dilakukan kajian penelitian untuk mengungkap secara empiris dan lebih mendalam bagaimana persepsi guru tentang
iklim komunikasi organisasi sekolah yang berlangsung, budaya kerja yang terjadi dan kinerjanya, sehingga dapat dianalisis bagaimana keterkaitan ketiga variabel
tersebut.
1.2 Rumusan Masalah