Penerapan Asas Pembuktian Secara Sederhana dalam Permohonan

B. Penerapan Asas Pembuktian Secara Sederhana dalam Permohonan

PKPU pada Putusan MA RI No. 586 KPDT.SUS-PAILIT2013 Pada bab sebelumnya telah diuraikan bahwa UUK-PKPU bertujuan supaya perkara kepailitan dan PKPU dapat diselesaikan dengan lebih cepat, adil dan terbuka. Untuk mencapai tujuan tersebut, UUK-PKPU melaksanakan beberapa asas dalam penyelesaian perkara kepailitan dan PKPU di Pengadilan. Salah satu asas dalam penyelesaian perkara kepailitan dan PKPU adalah asas pembuktian secara sederhana. Asas pembuktian secara sederhana secara eksplisit ditujukan terhadap perkara kepailitan. Hal ini berarti bahwa suatu permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit terpenuhi yaitu harus adanya utang, salah satu dari utang telah cukup waktu dan dapat ditagih, dan debitor mempunyai sekurang-kurangnya dua atau lebih kreditur. 153 Asas pembuktian secara sederhana ini merupakan salah satu cerminan dari asas kepastian hukum. 154 Ada kewajiban bagi hakim untuk menerima permohonan pernyataan pailit apabila terdapat fakta secara sederhana syarat-syarat pailit terpenuhi. 155 Asas pembuktian secara sederhana terdapat dalam ketentuan Bab II UUK- PKPU tentang kepailitan. Dalam beberapa hal terdapat ketentuan bahwa pasal dalam Bab II UUK-PKPU tentang kepailitan juga berlaku terhadap ketentuan Bab III UUK-PKPU tentang PKPU diantaranya: 153 Pasal 8 ayat 4 UUK-PKPU 154 Tata Wijayanta, Op.cit., hlm. 220 155 Sutan Remy Sjahdeini, Op.cit., hlm 149 5. Pasal 245 UUK-PKPU tentang pembayaran piutang masing-masing kreditor yang harus tunduk pada Pasal 185 ayat 3 UUK-PKPU, 6. Pasal 246 UUK-PKPU yang menyatakan ketentuan Pasal 56, Pasal 57 dan Pasal 58 UUK-PKPU berlaku mutatis mutandis terhadap pelaksanaan kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat 1 UUK-PKPU, 7. Pasal 248 ayat 3 UUK-PKPU yang menyatakan Pasal 53 dan Pasal 54 UUK- PKPU berlaku bagi perjumpaan utang pada PKPU, 8. Pasal 256 UUK-PKPU yang menyatakan Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 UUK-PKPU berlaku mutatis mutandis terhadap putusan pernyataan pailit sebagai akibat putusan pengakhiran PKPU. Namun tidak terdapat ketentuan perihal asas pembuktian secara sederhana dalam kepailitan pada Pasal 8 ayat 4 UUK-PKPU jo Pasal 2 ayat 1 UUK-PKPU juga berlaku terhadap PKPU. 156 Sekalipun UUK-PKPU tidak mengatur asas pembuktian secara sederhana dapat diterapkan dalam permohonan PKPU namun hakim pada dasarnya dapat menerapkan asas pembuktian secara sederhana tersebut dengan memperhatikan asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan serta tujuan dari UUK-PKPU yakni agar perkara kepailitan dan PKPU dapat terselenggara secara cepat, adil dan terbuka maka asas pembuktian secara sederhana dapat juga diterapkan dalam permohonan PKPU. Penerapan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan penemuan hukum dengan metode interpretasipenafsiran. 156 Alfin Sula iman, “Polemik Penafsiran Ketentuan Pasal 225 UU No.37 Tahun 2004”, http:www.hukumonline.comberitabacalt50c986a51ac62polemik-penafsiran-ketentuan-pasal- 225-uu-no-37-tahun-2004-broleh--alfin-sulaiman--sh--mh- akses tanggal 9 Februari 2015 pukul 18.20 wib Pada putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 586KPdt.Sus-Pailit2013 antara PT Ohana Mandiri Sejahtera sebagai pemohon kasasi melawan CV. Surya Perdana Motor sebagai termohon I dan Suhernawati selaku direktur sekaligus sebagai termohon II dapat dilihat penerapan asas pembuktian secara sederhana dalam perkara penundaan kewajiban pembayaran utang PKPU. Dalam putusan Mahkamah Agung tersebut permohonan PKPU dari PT Ohana Mandiri Sejahtera mendapat penolakan baik di tingkat Pengadilan Niaga maupun ditingkat Mahkamah Agung dengan pertimbangan bahwa pembuktian tidak sederhana. 157 Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berpendapat dalam pertimbangannya menyatakan bahwa masih terdapat kesimpangsiuran atau ketidakcocokan jumlah utang antara pemohon dan para termohon sebagaimana dikutip sebagai berikut: “Menimbang bahwa dari proses jawab menjawab dan dalam proses pembuktian dengan mencermati bukti-bukti surat yang diajukan oleh kedua belah pihak maupun kreditur lain ternyata ada kesimpang siuran atau ketidakcocokan antara jumlah pinjaman yang diberikan oleh pemohon kepada para Termohon serta jumlah pinjaman yang telah dibayar oleh para termohon dan dilain pihak menurut pendapat para termohon menyatakan telah membayar lunas pinjaman bahkan ada kelebihan dalam pelunasan 158 Kesimpangsiuran atau ketidakcocokan besarnya jumlah utang membuat hakim berpendapat pembuktian dalam permohonan PKPU yang diajukan menjadi tidak sederhana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 8 ayat 4 UUK- PKPU. Pertimbangan tersebut secara jelas dapat dilihat dalam kutipan berikut: 157 Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 586 KPdt.Sus-Pailit2013 158 Ibid. “.. Majelis berpendapat perjanjian pinjam meminjam dan besarnya jumlah pinjaman antara Pemohon dan para Termohon memerlukan pembuktian lebih lanjut yang tidak sederhana sehingga tidak memenuhi ketentuan pasal 8 ayat 4 UU Kepailitan dan PKPU .” 159 Hakim pada Mahkamah Agung juga sependapat dengan hakim pada Pengadilan Niaga. Hakim Mahkamah Agung menyatakan bahwa ada perbedaan pendapat dan jumlah kewajiban yang harus dibayardilunasi.Pernyataan tersebut dapat dilihat dalam pertimbangan yaitu: “Bahwa antara Pemohon PKPUPemohon Kasasi dan Termohon PKPUTermohon Kasasi terdapat perbedaan pendapat dan jumlah kewajiban yang harus dibayardilunasi yang didukung oleh bukti-bukti kedua belah pihak, dimana menurut Pemohon PKPU Pemohon Kasasi masih ada sisa kewajiban sebesar Rp39.270.530.000,00 tiga puluh Sembilan milyar dua ratus tujuh puluh juta lima ratus tigapuluh ribu rupiah, sedangkan menurut Termohon PKPUTermohon Kasasi kewajiban sudah dilunasi dan malahan ada kelebihan pembayaran ” 160 Hakim Mahkamah Agung berpendapat bahwa mengenai kesimpangsiuran atau ketidakcocokan utang antara pemohon dan para termohon menyebabkan pembuktian adanya utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih menjadi tidak sederhana. Hal tersebut secara jelas dapat dilihat dalam kutipan berikut: “Bahwa terbukti untuk membuktikan adanya hutang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih tidak sederhana, karena Tergugat menyatakan telah lunas sedangkan Penggugat menyatakan belum. Oleh karena itu Judex Facti tidak salah menerapkan hukum dengan menolak permohonan Pemohon ” 161 Pertimbangan hakim pada perkara ini baik di tingkat Pengadilan Niaga maupun Mahkamah Agung mengacu pada ketentuan Pasal 8 ayat 4 UUK-PKPU mengenai pembuktian secara sederhana. Meskipun Pasal 8 ayat 4 UUK-PKPU merupakan ketentuan dari Bab II tentang Kepailitan pada UUK-PKPU, hakim 159 Ibid. 160 Ibid. 161 Ibid menggunakan ketentuan tersebut terhadap permohonan PKPU. UUK-PKPU sendiri mengatur pembuktian secara sederhana dalam kepailitan dan tidak mengatur secara tegas bahwa ketentuan ini dapat berlaku pada PKPU. Penggunaan pasal 8 ayat 4 UUK-PKPU sebagai dasar bagi hakim dalam menerapkan pembuktian secara sederhana tanpa mempertimbangkan hal-hal lainnya dalam permohonan PKPU dirasa kurang tepat. Akan lebih baik apabila hakim dalam menerapkan pembuktian secara sederhana dalam permohonan PKPU dengan menggunakan Pasal 8 ayat 4 UUK- PKPU juga menggunakan asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan yang diatur dalam Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Kekuasaaan Kehakiman Nomor 48 Tahun 2009 serta mengacu pada tujuan UUK-PKPU yaitu agar perkara kepailitan dan PKPU dapat diselesaikan dengan lebih cepat, adil, dan terbuka sebagai pertimbangannya. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang UUK-PKPU tidak mengatur ketentuan pembuktian secara sederhana diterapkan dalam PKPU. Namun dalam praktiknya pembuktian secara sederhana sering dipakai oleh hakim dalam pertimbangannya untuk memutus permohonan PKPU. Hal ini dapat dilihat dalam beberapa kasus lainnya misalnya dalam kasus PKPU PT Mobile-8 Telecom dan kasus PKPU PT Bumi Hidro Engineering Construction. Dalam kasus-kasus tersebut pembuktian secara sederhana diterapkan dalam pertimbangan hakim. Pada kasus PT Mobile-8 Telecom, hakim menolak permohonan PKPU dengan alasan pembuktian tidak sederhana, dimana status utang dan jumlanya yang tidak jelas. 162 Dalam kasus PT Bumi Hidro Enginering Construction, hakim juga menolak permohonan PKPU dengan alasan pembuktian yang tidak sederhana, dimana utang tidak sederhana. 163 162 http:www.hukumonline.comberitabacalt4b7f998cd8c05pkpu-mobile8-kandas-lagi diakses tanggal 10 Februari 2015, pukul 15.27 wib 163 http:m.bisnis.comquick-newsread2014092916260963gugatan-tak-sederhana- bumi-hidro-engineering-lolos-pkpu diakses tanggal 10 Februari 2015, pukul 15.31 wib BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dokumen yang terkait

Penerapan Prinsip Kelangsungan Usaha Dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Kasus Putusan MA No 156 PK/Pdt.Sus/2012)

4 97 96

Kewenangan Kreditur Dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Menurut UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Niaga No. 05/ PKPU/ 2010/ PN. Niaga – Medan)

2 52 135

Restrukturisasi Utang Untuk Mencegah Kepailitan

5 96 50

Penyelesaian Sengketa Utang Piutang Perusahaan Dengan Perdamaian Di Dalam Atau Di Luar Proses Kepailitan (Studi Mengenai Lembaga Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang)

2 122 433

Pelaksanaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Ditinjau Dari Undang-Undang Kepailitan

2 59 2

PELAKSANAAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU) DI PENGADILAN NIAGA JAKARTA PUSAT.

0 1 6

ANALISIS HOMOLOGASI DALAM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU) SEBAGAI UPAYA PENCEGAH TERJADINYA KEPAILITAN (Studi Putusan No.59/Pdt.Sus-PKPU.PN.Niaga.Jkt.Pst)

0 0 9

BAB II PENGAJUAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG KEPADA PENGADILAN NIAGA A. Pengertian PKPU - Asas Pembuktian Secara Sederhana Dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Pkpu) Pada Putusan Ma Ri No. 586 K/Pdt.Sus-Pailit/2013

0 1 23

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Asas Pembuktian Secara Sederhana Dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Pkpu) Pada Putusan Ma Ri No. 586 K/Pdt.Sus-Pailit/2013

0 0 19

BAB II FILOSOFI KEWENANGAN KREDITOR DALAM PENGAJUAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG 2.1. Hakikat dan Tujuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang - KEWENANGAN KREDITOR DALAM PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 34