Pembuktian Secara Sederhana sebagai Suatu Asas

perkara kepailitan dan PKPU mengenal adanya asas pembuktian secara sederhana yang tidak dikenal dalam hukum acara perdata.

B. Pembuktian Secara Sederhana sebagai Suatu Asas

1. Pengertian asas hukum Sebelum membahas tentang asas pembuktian secara sederhana, perlu dipahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan asas dan apakah asas memiliki perbedaan dengan prinsip. Hal ini penting karena sering kali kata “asas” juga dimaknai sebagai “prinsip”, begitu juga sebaliknya. Tesaurus Bahasa Indonesia memberi arti untuk kata “asas” sebagai 1 n akar, alas, basis, dasar, fondasi, fundamental, hakikat, hukum, landasan, lunak, pangkal, pegangan, pilar, pokok, prinsip, rukun, sandaran, sendi, teras, tiang tonggak; 2 n hukum, kaidah, kode etik, norma, patokan, pedoman, pijakan, tata cara. Sedangka n kata “prinsip” dimaknai sebagai 1 n asas, dasar, etika, hakikat, pokok, rukun, sendi; 2 filsafat, kepercayaan, keyakinan, kredo, mandu, opini, paham, pandangan, pendapat, pendirian, sikap; 3 ajaran, diktum, dogma, doktrin, etik, hukum, kaidah, patokan, pedoman, pijakan. 111 Berdasarkan tesaurus Bahasa Indonesia, adalah sama antara asas dan prinsip. 112 Dalam bahasa Inggris, ternyata juga sama, asas diterjemahkan dengan principle; principality; prinsip juga diterjemahkan dengan principle; principality. 111 Tim Redaksi Tesaurus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Tesaurus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional,2008, hlm, 29 dan 386. seperti dikutip oleh Mahendra Putra, “Sistem Hukum Indonesia, Asas Hukum Bagian I”, http:mahendraputra.netwp-contentuploads201202BAHAN-KULIAH-SISTEM-HUKUM- INDONESIA-9.pdf tanggal akses 13 Februari 2015, pukul 11:03 112 Mahendra Putra, Ibid. Demikian juga sebaliknya principle di-Bahasa Indonesia-kan menjadi asas; dasar. Oxford Dictionary menjelaskan principle sebagai 1 moral rule or strong belief that influences your actions; 2 basic general truth. 113 Kamus hukum memberikan pemaknaan asas sebagai suatu alam pikiran yang dirumuskan secara luas dan mendasari adanya sesuatu norma hukum, sedangkan untuk prinsip dibagi menjadi dua yaitu principia prima norma-norma kehidupan yang berlaku secara fundamental, universal dan mutlak serta kekal berlaku bagi segala bangsa dan masa dan principia secundaria norma-norma yang tidak fundamental, tidak universal, tidak mutlak, melainkan relatif, tergantung pada manusianya. 114 Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat diartikan kata “asas” dan “prinsip” memiliki makna yang sama, keduanya dimaknai sebagai dasar dari suatu hal tertentu, dimana keduanya bersifat abstrak. Perbedaannya hanya pada penggunaan dan kata yang mengikutinya. Dalam literatur-literatur dan peraturan perundang- undangan Indonesia menggunakan kata asas contoh: asas kedaulatan, asas pengayoman, dan lain-lain, sedangkan literatur barat menggunakan kata prinsipprinciple contoh: principle of sovereign equality, self defence principle, archipelagic state principle, dan lain-lain. 115 Prinsip hukum merupakan ratio legis dari norma hukum. Satjipto Raharjo menyatakan bahwa asas hukum merupakan jantungnya peraturan hukum dan ia merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum, yang 113 Oxford Learner’s Pocket Dictionary; New Edition, Oxford: Oxford University Press, 2003, hlm. 340, seperti dikutip oleh Mahendra Putra, Ibid. 114 Kamus Hukum Bandung: Citra Umbara, 2003, hlm. 31 dan 401. 115 Mahendra Putra Kurnia, Hukum Kewilayahan Indonesia, Harmonisasi Hukum Pengembangan Kawasan Perbatasan NKRI Berbasis Teknologi Geospasial, Malang: UB Press, 2003, hlm 97, seperti dikutip oleh Mahendra Putra, Loc.Cit, hlm.2. berarti bahwa peraturan-peraturan hukum itu pada akhirnya bisa dikembalikan kepada asas-asas tersebut. 116 Selanjutnya Satjipto menyitir pendapat dari Paton, bahwa asas hukum ini tidak akan habis kekuatannya dengan melahirkan suatu peraturan hukum, melainkan akan tetap saja ada dan akan melahirkan peraturan- peratuturan selanjutnya. Asas hukum ini pula yang membuat hukum itu hidup, tumbuh dan berkembang dan ia juga menunjukkan bahwa hukum itu bukan sekadar kumpulan peraturan-peraturan belaka karena asas mengandung nilai-nilai dan tuntutan. 117 Sudikno Mertokusumo berpendapat bahwa asas atau prinsip hukum bukanlah peraturan hukum konkret, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar belakang dari peraturan yang konkret yang terdapat dalam dan dibelakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan Hakim yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat umum dalam peraturan konkret tersebut. 118 Pada umumnya, asas hukum tidak dituangkan dalam peraturan yang konkret atau pasal-pasal, seperti asas bahwa setiap orang dianggap tahu akan undang-undang. Akan tetapi tidak jarang asas hukum itu dituangkan dalam peraturan yang konkret, seperti asas nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali seperti yang tercantum dalam pasal 1 KUHP. Kalau peraturan hukum yang konkret itu dapat diterapkan secara langsung pada peristiwanya, 116 Sacipto Rahardjo, Ilmu Hukum Bandung: Alumni, 1986, hlm.85, seperti dikutip oleh M.Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2008hlm. 25. 117 Ibid, seperti dikutip oleh M.Hadi Shubhan, Ibid., hlm.26. 118 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar Yogyakarta:Liberty, 2005,hlm.34, seperti dikutip oleh M. Hadi Shubhan, Ibid. maka asas hukum diterapkan secara tidak langsung. Untuk menemukan asas hukum dicarilah sifat-sifat umum dalam kaedah atau peraturan yang konkret. Ini berarti menunjukkan pada kesamaan-kesamaan yang terdapat dalam ketentuan yang konkret itu. 119 Asas hukum merupakan metanorma yang dapat dijadikan landasan pembentukan suatu peraturan perundang-undangan serta dapat pula dijadikan dasar bagi Hakim di dalam menemukan suatu hukum terhadap kasus-kasus yang sedang dihadapinya untuk diputuskan ketika Hakim tidak dapat merujuk pada norma hukum positifnya. Disamping itu pula, prinsip hukum dapat dijadikan parameter untuk mengukur suatu norma sudah pada jalan yang benar on the right track. 120 2. Pembuktian secara sederhana sebagai suatu asas Ajaran cita hukum idee des recht menyebutkan adanya tiga unsur cita hukum yang harus ada secara proporsional, yaitu kepastian hukum rechtssicherkeit, keadilan gerechtigkeit dan kemanfaatan zweckmasigkeit. Sekirannya dikaitkan dengan teori penegakan hukum sebagaimana disampaikan oleh Gustav Radbruch dalam idée des recht yaitu penegakan hukum harus memenuhi ketiga asas tersebut. 121 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang UUK-PKPU bertujuan supaya perkara kepailitan maupun PKPU dapat diselesaikan dengan lebih cepat, adil dan terbuka. Undang- 119 Ibid, hlm.35, seperti dikutip oleh M.Hadi Shubhan, Ibid. 120 M. Hadi Shubhan Ibid, hlm.27 121 Fence M. Wantu, “Antinomi Dalam Penegakan Hukum Oleh Hakim”, Jurnal Berkala Mimbar Hukum, Vol.19 No. 3 Oktober 2007, Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, hlm.388 seperti dikutip oleh Tata Wijayanta, Loc.Cit., hlm. 219. undang ini juga bertujuan untuk memberikan perlindungan yang adil untuk menjaga kepentingan kreditur dan juga debitur. Disatu pihak tujuan kreditur untuk mendapatkan tuntutan atas utang-utangnya dapat segera terlaksana, sedangkan di pihak lain debitur dapat tetap dijamin meneruskan perniagaannya. 122 Untuk mencapai tujuan tersebut, UUK-PKPU melaksanakan beberapa prinsip dalam penyelesaian perkara kepailitan dan PKPU di Pengadilan. Prinsip- prinsip tersebut merangkum 5 lima hal, yaitu prinsip keadilan, prinsip penjatuhan pailit bukan sebagai ultimum remidium, prinsip dapat diketahui oleh masyarakat umum terbuka, prinsip penyelesaian perkara secara cepat, dan prinsip pembuktian secara sederhana. 123 Berdasarkan UUK-PKPU, ketiga unsur penegakkan hukum yaitu kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan telah terakomodasi dalam UUK-PKPU. Unsur kepastian hukum tersimpul dalam asas penyelesaian perkara secara cepat dan asas pembuktian secara sederhana. Unsur keadilan dalam penegakkan hukum tercermin dalam asas keadilan, sedangkan unsur kemanfaatan dapat dilihat sebagaimana asas penjatuhan pailit sebagai cara paling akhir ultimum remidium penyelesaian utang dan asas boleh diketahui oleh masyrakat umum terbuka. 124 Pembuktian secara sederhana yang merupakan salah satu dari asas yang terkandung dalam UUK-PKPU merupakan cerminan atas asas kepastian hukum. 125 Menurut Gustav Ra dbruch, ada dua macam pengertian “kepastian 122 Elizabeth Warren, “Bankrupty Policy”, The University of Chicago Law Review, Vol. 54 No.3 Year, Chicago: Faculty of Law University of Chicago, 1987, hlm 778, seperti dikutip oleh Tata Wijayanta, Op.Cit., hlm. 219. 123 Tata Wijayanta,Ibid. 124 Ibid. 125 Tata Wijayanta, Ibid.hlm. 220 hukum”, yaitu kepastian oleh karena hukum dan kepastian dalam atau dari hukum. Hukum yang berhasil menjamin banyak kepastian dalam perhubungan- perhubungan kemasyarakatan adalah hukum yang berguna. Kepastian oleh karena hukum memberikan dua tugas hukum yang lain, yaitu menjamin keadilan serta hukum harus tetap berguna. Sedangkan kepastian dalam hukum, tercapai apabila hukum itu sebanyak-banyaknya undang-undang, dalam undang-undang tersebut tidak ada ketentuan-ketentuan yang bertentangan undang-undang berdasarkan suatusistem yang logis dan praktis, undang-undang itu dibuat berdasarkan “rechtsleer kelijheid” keadilan hukum yang sungguh-sungguh dan dalam undnag-undang tersebut tidak terdapat istilah-istilah yang dapat ditafsirkan secara berlain-lainan. 126 Kepastian hukum dapat dimaknakan bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keaadaan tertentu. Kepastian diartikan kejelasan norma sehingga dapat dijadikan pedoman bagi masyarakat yang dikenakan peraturan. Pengertian kepastian tersebut dapat dimaknai bahwa ada kejelasan dan ketegasan terhadap berlakunya hukum dalam masyarakat. Hal ini untuk tidak menimbulkan banyak salah tafsir. Kepastian hukum yaitu adanya kejelasan skenario perilaku yang bersifat umum dan mengikat semua warga masyarakat termasuk konsekuensi-konsekuensi hukumnya. Kepastian hukum dapat juga berarti hal yang dapat ditentukan oleh hukum dalam hal-hal yang konkret. 127 Kepastian hukum adalah jaminan bahwa hukum dijalankan, bahwa yang berhak menurut hukum dapat memperoleh haknya dan bahwa putusan dapat 126 E.Utrecht, Pengantar dalam Hukum Indonesia Jakarta: Ichtiar, 1957, hlm. 22-23. 127 Van apeldorn, Pengantar Ilmu Hukum Jakarta: Pradnya Paramita,1990, hlm. 24-25. dilaksanakan. Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan untuk menciptakan ketertiban dalam masyarakat. Kepastian hukum merupakan cirri yang tidak dapat dipisahkan dari hukum terutama untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nlai kepastian hukum akan kehilangan makna karena tidak lagi dapat dijadikan pedoman perilaku bagi semua orang. 128 Asas pembuktian secara sederhana berarti bahwa putusan pailit harus dikabulkan oleh hakim apabila terdapat fakta atau keaadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 UUK-PKPU telah terpenuhi. 129 Asas ini berkaitan dengan asas penyelesaian perkara secara cepat. Pembuktian secara sederhana ini diperlukan supaya penyelesaian perkara kepailitan di pengadilan dapat diselesaikan dengan lebih cepat. 130 Unsur kepastian hukum dalam penegakkan hukum juga dapat tersimpul dari syarat kepailitan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat 1 UUK-PKPU. Dalam ketentuan ini menyebutkan bahwa debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya dan 128 Fence M. Wantu, Loc.Cit, hlm. 193, seperti dikutip oleh Tata Wijayanta,Op.Cit., hlm. 220. 129 Pasal 8 ayat 4 UUK-PKPU. 130 Ibid. tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonan satu atau lebih krediturnya. Berdasrkan ketentuan Pasal 2 ayat 1 UUK-PKPU, kepastian hukum terhadap orang yang dijatuhi pailit jika telah memenuhi adanya 3 tiga syarat, yaitu harus ada utang, salah satu dari utang telah cukup waktu dan dapat ditagih, dan debitur mempunyai sekurang-kurangnya dua atau lebih kreditur. 131

C. Pembuktian Secara Sederhana dalam UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang

Dokumen yang terkait

Penerapan Prinsip Kelangsungan Usaha Dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Kasus Putusan MA No 156 PK/Pdt.Sus/2012)

4 97 96

Kewenangan Kreditur Dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Menurut UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Niaga No. 05/ PKPU/ 2010/ PN. Niaga – Medan)

2 52 135

Restrukturisasi Utang Untuk Mencegah Kepailitan

5 96 50

Penyelesaian Sengketa Utang Piutang Perusahaan Dengan Perdamaian Di Dalam Atau Di Luar Proses Kepailitan (Studi Mengenai Lembaga Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang)

2 122 433

Pelaksanaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Ditinjau Dari Undang-Undang Kepailitan

2 59 2

PELAKSANAAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU) DI PENGADILAN NIAGA JAKARTA PUSAT.

0 1 6

ANALISIS HOMOLOGASI DALAM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU) SEBAGAI UPAYA PENCEGAH TERJADINYA KEPAILITAN (Studi Putusan No.59/Pdt.Sus-PKPU.PN.Niaga.Jkt.Pst)

0 0 9

BAB II PENGAJUAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG KEPADA PENGADILAN NIAGA A. Pengertian PKPU - Asas Pembuktian Secara Sederhana Dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Pkpu) Pada Putusan Ma Ri No. 586 K/Pdt.Sus-Pailit/2013

0 1 23

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Asas Pembuktian Secara Sederhana Dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Pkpu) Pada Putusan Ma Ri No. 586 K/Pdt.Sus-Pailit/2013

0 0 19

BAB II FILOSOFI KEWENANGAN KREDITOR DALAM PENGAJUAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG 2.1. Hakikat dan Tujuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang - KEWENANGAN KREDITOR DALAM PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 34