BAB II PENGAJUAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN
PEMBAYARAN UTANG KEPADA PENGADILAN NIAGA
A. Pengertian PKPU
Istilah PKPU suspension of payment sangat akrab dalam hukum kepailitan. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang UUK-PKPU tidak merumuskan pengertian apa yang dimaksud dengan PKPU. Oleh karena itu perlu dibuatkan
definisi tentang PKPU dalam UUK-PKPU .
30
Menurut Syamsudin M. Sinaga, PKPU adalah suatu masa tertentu yang diberikan oleh Pengadilan Niaga kepada debitur yang tidak dapat atau
memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, untuk menegosiasikan cara pembayarannya
kepada kreditur,
baik sebagian
maupun seluruhnya,
termasuk merestrukturisasinya apabila dianggap perlu, dengan mengajukan rencana
perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utangnya kepada kreditur.
31
Sedangkan Menurut Munir Fuady PKPU ini adalah suatu periode waktu tertentu yang diberikan oleh undang-undang melalui putusan
Pengadilan Niaga, dalam periode waktu tersebut kepada kreditur dan debitur diberikan kesepakatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran utang-
utangnya dengan memberikan rencana perdamaian composition plan terhadap
30
Syamsuddin M. Sinaga, Op.Cit., hlm. 8.
31
Ibid.
20
seluruh atau sebagian utangnya itu, termasuk apabila perlu merestrukturisasi utangnya tersebut. Dengan kata lain PKPU merupakan semacam moratorium
dalam hal ini legal moratorium.
32
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU dapat dilakukan sebagai upaya yang dilakukan debitur untuk menghindari kepailitan. Upaya
tersebut hanya dapat diajukan oleh debitur sebelum putusan pernyataan pailit ditetapkan oleh pengadilan, karena berdasarkan Pasal 229 ayat 3 UUK-PKPU
permohonan PKPU harus diputuskan lebih dahulu apabila permohonan pernyataan pailit dan permohonan PKPU diajukan pada waktu yang bersamaan.
33
Agar permohonan PKPU yang diajukan setelah permohonan pernyataan pailit diajukan terhadap debitur dapat diputus terlebih dahulu sebelum permohonan
pernyataan pailit, maka berdasarkan Pasal 229 ayat 4 UUK-PKPU, wajib permohonan PKPU itu diajukan pada sidang pertama permohonan pemeriksaan
pernyataan pailit. Fred B.G Tumbuan perancang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Perpu Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Kepailitan yang kemudian disahkan oleh DPR menjadi Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1998 tentang Kepailitan mengatakan bahwa pada dasarnya PKPU dan Kepailitan berbeda. PKPU tidak berdasarkan pada keadaan debitur tidak
membayar utangnya atau insolven dan juga tidak bertujuan untuk dilakukannya pemberesan likuidasi budel pailit. PKPU tidak dimaksudkan untuk kepentingan
debitur semata, tetapi juga untuk kepentingan kreditur, terutama kreditur
32
Munir Fuady, Op.Cit., hlm. 82.
33
Sutan Remy Op.Cit., hlm. 328.
konkuren. PKPU bertujuan menjaga jangan sampai seorang debitur yang karena suatu keadaan semisalnya keadaan likuid dan sulit memperoleh kredit, dinyatakan
pailit, sedangkan jika debitur diberi waktu maka besar harapan ia dapat melunasi utang-utangnya. Pernyataan pailit dalam keadaan seperti ini hanya merugikan para
kreditur, karena akan mengakibatkan berkurangnya nilai perusahaan.
34
Selama PKPU debitur tidak kehilangan penguasaan dan hak atas kekayaannya, hanya kehilangan kebebasan dalam penguasaan kekayaan, yang
mana dibawah pengawasan pengurus dan hanya dapat bertindak atas izin pengurus. Sedangkan dalam hal pailit debitur tidak dapat menguasai harta
kekayaannya, harta kekayaanya dikuasai oleh kurator. Bahkan dalam PKPU atas izin dari pengurus, debitur dapat mengajukan permohonan pinjaman dari pihak
ketiga dalam rangka meningkatkan nilai harta debitur. Dengan demikian jelas perbedaan antara PKPU dengan kepailitan. Dalam
PKPU debitur memiliki kewenangan dalam melakukan perbuatan hukum berkaitan dengan harta kekayaan berdasarkan izin pengurus. Sementara dalam hal
debitur dinyatakan pailit oleh pengadilan, debitur tidak lagi berwenang melakukan perbuatan hukum berkaitan dengan harta kekayaanya. Kewenangan tersebut ada
pada kurator. Perbedaan antara Kepailitan dan PKPU dapat pula dibandingkan dengan
perbedaan antara liquidation menurut Chapter 7 dan reorganization menurut Chapter 11 U.S. Bankruptcy Code. Pada liquidation menurut Chapter 7 diangkat
seorang trustee. Pada kasus reorganization menurut Chapter 11 tidak diangkat
34
Ibid., hlm. 329.
seorang trustee. Pada kasus Chapter 7, trustee menguasai harta pailit the prioperty of the estate dan melikuidasi harta tersebut. Para kreditur dibayar dari
hasil likuidasi itu dan jumlah yang dapat diterima oleh seorang kreditur ditentukan oleh undang-undang. Dalam kasus Chapter 11
, debitur, yang disebut “debtor in possession
” tetap menguasai harta kekayaannya. Para kreditur pada umumnya dibayar dari pendapatan-pendapatan yang diperoleh oleh debitur setelah
pengajuan permohonan reorganizataion, dan setiap kreditur memperoleh hasil pelunasaannya sesuai rencana a plan yang telah disetujui baik oleh para kreditur
dan pengadilan. Dalam kasus Chapter 7, pembebasan dari kewajiban membayar utang discharge bagi seorang debitur tergantung pada ketentuan undang-undang.
Sementara itu, pada kasus Chapter 11, seorang debitur dapat dibebaskan dari kewajiban membayar utang sesuai dengan reorganization plan yang telah
disetujui oleh para kreditur dan pengadilan itu.
35
B. Syarat Permohonan PKPU