Penyelesaian Sengketa Utang Piutang Perusahaan Dengan Perdamaian Di Dalam Atau Di Luar Proses Kepailitan (Studi Mengenai Lembaga Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang)
PENYELESAIAN SENGKETA UTANG PIUTANG PERUSAHAAN DENGAN PERDAMAIAN DI DALAM ATAU DI LUAR
PROSES KEPAILITAN
(STUDI MENGENAI LEMBAGA PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG)
DISERTASI
Untuk memperoleh Gelar Doktor dalam Program Studi Ilmu Hukum Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Di bawah pimpinan Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Chairuddin P. Lubis DTM&H, Sp.A(K)
Untuk dipertahankan dihadapan
Sidang Terbuka Senat Universitas Sumatera Utara
Oleh
MANAHAN M.P SITOMPUL 028101005/S3 HK
SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
(2)
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Disertasi : PENYELESAIAN SENGKETA UTANG PIUTANGPERUSAHAAN DENGAN
PERDAMAIAN DI DALAM ATAU DI LUAR PROSES KEPAILITAN (STUDI MENGENAI LEMBAGA PENUNDAAN KEWAJIBAN
PEMBAYARAN UTANG) Nama Mahasiswa : Manahan MP. Sitompul Nomor Pokok : 028101005
Program : Doktor (S3) Ilmu Hukum
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, S.H.) Promotor
(Prof. Dr. Amiruddin Abdul Wahab, S.H.) Co. Promotor
(Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H.,M.H.) Co. Promotor
Ketua Program Doktor Ilmu Hukum, Direktur,
(Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H.,M.H.) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B,Msc.)
Tanggal Lulus : 21 Januari 2009
(3)
(Prof. Dr. M. Solly Lubis, S.H.)
(Prof. Dahlan, S.H., M.H.)
(4)
Penyelesaian Sengketa Utang Piutang Perusahaan dengan Perdamaian di dalam atau di luar Proses Kepailitan
(Studi Mengenai Lembaga Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) Manahan M.P.Sitompul1
Mariam Darus Badrulzaman2 Amiruddin Abdul Wahab3
Bismar Nasution4 INTISARI
Hukum Kepailitan adalah bahagian dari Hukum Ekonomi yang memiliki sifat Hukum Perdata maupun sifat Hukum Publik. Kepailitan merupakan suatu penyitaan umum atas seluruh kekayaan debitor untuk kepentingan para kreditor secara bersama-sama. Hukum Kepailitan fungsinya mengatur kepentingan individu (subjek hukum) dan kepentingan masyarakat yang seimbang untuk mencapai kemakmuran bersama.
Hukum Kepailitan Indonesia semula diatur dalam Faillisements Verordening (Staatblad Tahun 1905 Nomor 217 jo. Staatblad Tahun 1906 Nomor 348). Peraturan dari zaman Belanda ini tidak dapat memenuhi kebutuhan dalam menghadapi perkembangan terutama untuk mengatasi krisis moneter. Salah satu akibat krisis moneter ini adalah sulitnya dunia usaha untuk membayar utang-utangnya baik utang dalam negeri maupun utang luar negeri, bahkan mengalami kesulitan untuk mempertahankan kelangsungan kegiatan usahanya.
Situasi dan kondisi perekonomian Indonesia ini mempunyai dampak negatif terhadap kepercayaan luar negeri. Untuk memulihkan kepercayaan ini, dengan alasan dan pertimbangan kegentingan yang memaksa, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 1998, dan Perpu ini telah ditetapkan menjadi Undang-Undang oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 yang selanjutnya disebut Undang-Undang Kepailitan (UUK).
Fenomena Globalisasi nampak nyata dalam bidang ekonomi dilihat dari adanya kebebasan gerak perusahaan dan uang melintasi batas-batas negara bangsa, sehingga dunia tanpa batas sangat dirasakan dalam kegiatan perekonomian Internasional. Dalam bidang Hukum bisnis perlu adanya peraturan Hukum Kepailitan yang menciptakan keadaan kondusif bagi kehidupan perekonomian Nasional dan dapat mempertahankan perusahaan debitor yang terancam pailit akibat kesulitan membayar utang-utangnya. Komentar masyarakat terhadap Perpu Nomor 1 Tahun 1998 jo. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998, yang minta agar segera disempurnakan menjadi lebih komprehensif dan representatif, telah direspons oleh pemerintah melalui program legislasi membentuk dan mengesahkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, (UUK dan PKPU). Perkembangan kepailitan dan penyebutan PKPU dalam judul Undang-Undang
1
Ketua Pengadilan Negeri Cilacap
2
Guru Besar (Emeritus) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara di Medan
3
Guru Besar Fakultas Hukum Unisyiah Darussalam di Banda Aceh
4
(5)
menunjukan bahwa PKPU merupakan sarana penting dalam penyelesaian utang piutang yang intinya perdamaian.
Sejak terjadinya krisis moneter tahun 1998, Pemerintah juga telah membentuk Prakarsa Jakarta sebagai Lembaga Khusus yang berfungsi sebagai Mediator sekaligus fasilitator dalam penyelesaian utang piutang swasta diluar pengadilan. Khusus untuk pembayaran utang luar negeri swasta nasional dibentuk INDRA (Indonesian Debt Restructuring Agency) untuk menyediakan Skema Adiministrasi penyelesaian utang piutang. Prakarsa Jakarta telah mengakhiri tugasnya pada tahun 2003 yang lalu, sedang INDRA telah dibubarkan kemudian setelah mencapai tugas-tugasnya. Hal ini telah memberi pengalaman bagi Indonesia dalam menanggulangi masalah utang piutang terutama akibat perubahan kurs dollar AS terhadap rupiah yang signifikan.
PKPU sebagai lembaga yang fleksibel dapat difungsikan menyelesaikan sengketa utang piutang perusahaan antara debitor dengan para kreditornya. Pada umumnya dilakukan kombinasi antara moratorium (penundaan) dengan restrukturisasi utang dalam suatu perjanjian perdamaian yang harus dicapai dalam jangka waktu 270 (dua ratus tujuh puluh) hari.
Dari hasil penelitian di 5 (lima) Pengadilan Niaga di Indonesia, dari 600 (enam ratus) perkara Kepailitan dan PKPU yang masuk, hanya 92 (sembilan puluh dua) perkara atau 15% (lima belas persen) yang diselesaikan dengan perdamaian, sedang dalam 297 (dua ratus sembilan puluh tujuh) perkara atau 49% (empat puluh sembilan persen) debitor dinyatakan pailit dan dilikuidasi. Seyogianya dari 297 (dua ratus sembilan puluh tujuh) debitor dinyatakan pailit dan dilikuidasi, masih banyak yang dapat diselamatkan apabila Undang-Undang Kepailitan dan PKPU berkiblat pada reorganisasi perusahaan dengan berpedoman pada Reorganization Chapter 11 USBC. Dalam hal Pengadilan Niaga diberi kewenangan memerintahkan perusahaan debitor yang terancam pailit untuk direorganisasi adalah salah satu ide yang ditawarkan. Oleh karena itu perubahan “UUK dan PKPU” menjadi “UUK dan Reorganisasi Perusahaan” adalah merupakan suatu harapan “futuristic View” dalam mewujudkan suatu Hukum Kepailitan Modern di Indonesia.
Kata kunci : - Sengketa utang piutang - Perdamaian
(6)
RESOLUTION OF RECEIVABLE AND LIABILITY DISPUTE OF A CORPORATE BY AGREEMENT IN AND OUT OF BANKRUPTCY
(A Study of an Institution for Suspension of Payment ) Manahan M.P.Sitompul1
Mariam Darus Badrulzaman2 Amiruddin Abdul Wahab3
Bismar Nasution4 ABSTRACT
Bankruptcy is a part of Economical Law having characteristics of civil and public laws. Bankruptcy is a public seizure over all the properties of debtors for satisfaction of creditors collectively. The law of bankruptcy functions to govern proportionally interests of individual (subject of law) and public to reach collective welfare.
The Indonesian law of bankruptcy is initially stipulated in Faillisements Verordering (Staatblad of 1905 No. 217 related to Staatblad of 1906 No. 348). The rule of Netherlands cannot meet requirements of advances need especially to overcoming monetary crisis. One consequence of the monetary crisis not only the distress faced by any company to repay liability either domestic or foreign, further even to maintain the survival of their business.
Such economic circumstances of Indonesia have negative impact on foreigners confidence. To recover this with the crucial reason and consideration, the Government has issued the Governmental Rule for substitution of the Laws (Perpu) No.1 of 1998 and this Rule has been established to be the Laws by the Laws No 4 of 1998 hereinafter referred to as The Laws of Bankruptcy (UUK)
The globalization phenoment of economic is seem obviously, in terms of transfer of financial and resources as if there’s no world’s disparities. In Law of Business, the UUK can create condusive, circumstances for national economy and help any debtor led to bankruptcy with is due to failure to repay liability. The public comment on the Substituting Rule No. 1 of 1998 related to the Laws No. 4 of 1998 that claimed to immediately make it more comprehensive and representative has been responded by the Government through a legislation to establish and validate the Laws No 37 of 2004 regarding Bankruptcy and Suspension of Payment hereinafter referred to as the Laws of Bankruptcy and Suspension of Payment (UUK & PKPU). The progress of bankruptcy and citation of Suspension of Payment (PKPU) in the title of Laws shows that the Suspension of Payment (PKPU) is an important facility for recovery of receivable and liability which has an essence of agreement.
Since the monetary crisis in 1998, the Government has established Prakarsa Jakarta as a Special Institution functioning to be a mediator and facilitator for resolution of private receivable and liability out of court. In particular, in repayment of foreign liability of the national private, INDRA
1
The Chief of Civil Court, Cilacap
2
Professor (Emeritus) of Faculty of Law, Sumatra Utara University, Medan
3
Professor of Faculty of Law, Unsyiah Darussalam, Banda Aceh
4
(7)
(Indonesian Debt Restructuring Agency) has been established to provide an Administrative Scheme of Receivable and Liability Resolution. Both Prakarsa Jakarta and INDRA have completed their task in 2003 ago. It had given a valuable experience for Indonesia in dealing with the receivable and liability especially due to the significantly exchange rate of USA dollar to rupiah.
PKPU as a flexible institution can function to resolute any dispute of receivable and liability of a corporate between debtor and creditor. In general, the combination of moratorium and restructurization of liability in an agreement should be accomplished no more than 270 (two hundred and seventy) days. From the study carried out at 5(five) Commercial Courts in Indonesia resulting from 600 (six hundred) cases of bankruptcy and Suspension of Payment (PKPU), there were only 92 (ninety two) cases or 15% (fifteen percents) that had been resolved in an agreement, whereas the remaining 297 (two hundred and ninety seven) cases or 49% (forty nine percents) of debtors were bankrupt and liquidated. Should the Laws of Bankruptcy and Suspension of Payment (PKPU) have been oriented, some would still be restructured out of 297 (two hundred and ninety seven) bankrupt and liquidate, referring to the Reorganization Chapter 11 of USBC. It become an idea offered to order those debtors leading to bankruptcy to reorganize. Therefore, the change “UUK dan PKPU” into “UUK dan Reorganisasi Perusahaan” is an expectation of futuristic view for realization of a modern law of bankruptcy in Indonesia.
Keywords : Dispute of Receivable and Liability
Agreement
Bankruptcy and Suspension of Payment
(8)
Kata Pengantar
Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Besar dan Pengasih yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga penelitian dan penulisan disertasi ini dapat diselesaikan dengan judul : “ Penyelesaian Sengketa Utang Piutang Perusahaan dengan Perdamaian di Dalam atau di Luar Proses Kepailitan (Studi Mengenai Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang)”.
Penelitian ini dapat dilakukan berkat bimbingan dan arahan serta masukan dari Tim Promotor, yaitu yang terhormat Ibu Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, S.H. selaku ketua, yang terhormat Bapak Prof. Dr. Amiruddin A.Wahab, S.H. selaku anggota Tim Promotor, dan yang terhormat Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H. selaku Anggota Tim Promotor sekaligus sebagai Ketua Program Study Doktor (S3) Ilmu Hukum. Kepada beliau disampaikan rasa terima kasih yang tulus atas budi baik yang telah memberikan curahan ilmu pengetahuan kepada penulis. Juga diucapkan terima kasih kepada Tim Penguji Luar Komisi yaitu : yang terhormat Bapak Prof. Dr. M. Solly Lubis, S.H., yang terhormat Bapak Prof. Dahlan, S.H., M.H., yang terhormat Bapak Dr. Zulkarnain Sitompul, S.H., LLM, yang telah memberi arahan, petunjuk dan koreksi dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi ini ;
Dalam kesempatan ini disampaikan ucapan terima kasih yang khusus kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. H. Bagir Manan, S.H., MCL, mantan Ketua Mahkamah Agung RI. atas restu dan simpati beliau pada setiap kegiatan akademik sehingga telah memotivasi penulis dalam menyelesaikan disertasi ini;
2. Bapak H. Suryanto, S.H., mantan Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Tengah di Semarang, Bapak M. Siringoringo, S.H., mantan Ketua Pengadilan Tinggi Sumatera Utara di Medan, Bapak Bagus Sugiri, S.H., Ketua Pengadilan Tinggi Semarang, atas izin dan restu beliau bagi penulis mengikuti pendidikan Program Doktor (S3) Ilmu Hukum sampai selesai.
Disadari bahwa penelitian dan penulisan disertasi ini hanya dapat diselesaikan berkat dorongan, budi baik dan bantuan berbagai pihak. Dalam kesempatan ini diucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
(9)
1. Bapak Prof. Dr. H. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A (K), Rektor/Ketua Senat Guru Besar Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis mengikuti Pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, Msc, Direktris Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Ir. Sumono, M.S., mantan Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, serta seluruh Bapak/ Ibu Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Disampaikan juga terima kasih dan permohonan maaf kepada isteri tercinta Hartaty C.N. Malau, B.A., atas doa dan kesetiaannya mendampingi penulis dalam segala upaya untuk menyelesaikan disertasi ini. Kepada anak-anakku tersayang : Juristama Partogi Sitompul, S.P, Lawina Meiharti Sitompul, S.Psi, Junistira Herawati Sitompul dengan pesan agar tetap bertekad untuk menyelesaikan studi dan menambah ilmunya walau ada kendala akibat kegiatan penyelesaian disertasi ini.
Terima kasih juga disampaikan kepada segenap sahabat seperjuangan dalam suka dan duka yang telah banyak berjasa memberi semangat dalam menyelesaikan studi dan penulisan disertasi ini khususnya : Bapak Prof. Dr. H. Abdul Manan, S.H., SiP, M.Hum, (Hakim Agung RI), Dr. Supandi, S.H., M.Hum, Dr. Iman Jauhari, S.H.,M.Hum, Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum, Dr. Soleman Mantayborbir, S.H., M.Hum, Dr. Triono Edy, S.H., M.Hum, Dr. Januari Siregar, S.H., M.Hum, Dr Purnama T. Sianturi, S.H.,, M.Hum dan teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu ;
Atas segala kekeliruan dan kekurangan yang terdapat dalam disertasi ini penulis mohon maaf dan akan dapat diperbaiki kelak, semoga ada manfaaat dari penulisan disertasi ini.
Medan, Januari 2009
Penulis
(10)
RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS :1. Nama Lengkap dan Gelar : Manahan Malontige Pardamean Sitompul, SH. M.Hum 2. Tempat, Tanggal lahir : Tarutung, 8 Desember 1953
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Agama : Kristen Protestan 5. Fakultas/Program Studi : Hukum/Ilmu Hukum
6. Pekerjaan/Jabatan Sekarang: Hakim/Ketua Pengadilan Negeri Cilacap Jawa Tengah
7. NIP : 040046014
8. Pangkat/Golongan : Pembina Utama Muda/Hakim Madya Utama (IV/c) 9. Nama Orang Tua :
a. Ayah : Ds. S.M.S. Sitompul b. Ibu : T.M. br. Panggabean 10. Status : Kawin tahun 1984 11. Isteri : Hartaty C.N. Malau, BA
12. Anak : a. Juristama Partogi Sitompul, S.P b. Lawina Meiharti Sitompul, S.Psi
c. Junistira Herawati Sitompul
13. Alamat
a. Rumah : 1). Jln. Setiabudi Psr. II. Komp. Taman Perkasa Indah BL.C No. 12 Medan.
2). Jln. Ir. Juanda Komp. Gumilir Indah BL 23. No 1 A Cilacap
b. Kantor : Pengadilan Negeri Klas IB Cilacap Jln. Letjen Suprapto 67 Cilacap RIWAYAT PENDIDIKAN :
1. Sekolah Dasar (SD) Negeri 9, Sibolga 1966
2. Sekolah Menengah Pertama (SMP) Nasrani Medan 1969 3. Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri I Medan 1972 4. Akademi Penerbangan/LPPU, Curug-Tangerang 1974
5. Lembaga Indonesia Amerika (LIA), Tingkat Intermediate, Medan 1982 6. Fakultas Hukum USU (Hukum Internasional) Tamat tahun 1982
7. Pelatihan Calon Hakim Peradilan Umum 1984 8. Pelatihan Calon Hakim Niaga 1999
9. Pascasarjana (S2) Ilmu Hukum, USU, Tamat tahun 2001 10.Program Doktor (S3) Ilmu Hukum, USU, Masuk tahun 2002 RIWAYAT PEKERJAAN :
1. Tenaga Tehnis Keselamatan Penerbangan Pelud Polonia Medan 1975-1983 2. Calon Hakim di Pengadilan Negeri Medan 1984-1985 3. Hakim Pengadilan Negeri Kabanjahe 1986-1991 4. Hakim Pengadilan Negeri Stabat 1992-1997 5. Hakim Pengadilan Negeri Binjai 1998-1999
(11)
6. Wakil Ketua Pengadilan Negeri Simalungun 1999-2000 7. Ketua Pengadilan Negeri Simalungun 2000-2003 8. Hakim Pengadilan Negeri Pontianak 2003-2004 9. Wakil Ketua Pengadilan Negeri Sragen 2005-2007 10. Ketua Pengadilan Negeri Cilacap 2007-Sekarang PENGALAMAN LUAR NEGERI :
1. Studi banding Sistem Peradilan Bankruptcy di Mahkamah Dagang Tinggi, Kuala Lumpur, penjelajahan perpustakaan di University Malaya (UM) dan Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur (Nopember 2004)
2. Studi banding Sistem Hukum dan penjelajahan perpustakaan di National University Singapura dan Kedutaan Besar RI di Singapura (Nopember 2004) KARYA TULIS :
1. Syarat-syarat Pernyataan Pailit menurut Pasal 1 ayat (1) UU. No. 4 tahun 1998 dan Penerapannya oleh Peradilan Niaga, Tesis, PPs, USU, 2001.
2. Perbuatan Melawan Hukum (onrecht matigedaad) dalam Penyelesaian Sengketa Utang Piutang melalui Reorganisasi dan Restrukturisasi Perusahaan, PPs. USU,. 2003
3. Strategi Menyelesaikan Sengketa secara damai di Pengadilan, PPs, USU, 2003
4. Eksistensi Hak Ulayat menurut UU. No.5 tahun 1960 (UUPA), Studi kasus : Penyerahan Tanah Adat kepada Pemerintah Daerah TK II Ngada, Bajawa (NTT). PPs, USU, 1999
5. Perlindungan Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) dalam Perdagangan Internasional, PPs, USU, 2000.
6. Penerapan Metode Syllogisme dalam Penemuan Hukum, PPs, USU, 1999 7. Penegakan Supermasi Hukum di Indonesia, Pidato Ilmiah dalam “Adi Prima
karya Award” tahun 2000
8. Peranan dan Wibawa Hakim sebagai tuntutan Reformasi, PPs, USU, 1998. 9. Evaluasi Politik Hukum Nasional, PPs, USU, 2003
10.Metode Penemuan Hukum di Indonesia dibandingkan dengan Sistem Common Law dan Civil Law, PPs, USU, 2003
11.Kajian Epistemologi Keilmuan terhadap Perpu nomor 1 Tahun 1998 Tentang Kepailitan, PPs, USU, 1998
(12)
12.Kedudukan Dogmatika Hukum menurut Teori Ilmu Hukum dan Pengembangannnya melalui Penemuan Hukum di Indonesia, PPs, USU, 2003 13.Status Keilmuan Ilmu Hukum menurut Filsafat Ilmu Hukum, PPs, USU, 2003 14.Aspek Hukum Search and Rescue (SAR) Indonesia, ditinjau dari Segi Hukum
Internasional, Skripsi, USU, 1982
Medan, Januari 2009 Penulis
(13)
DAFTAR SINGKATAN AAI : Assosiasi Advokat Indonesia
ADB : Asia Development Bank ADR : Alternative Dispute Resolution APP : Asia Pulp and Paper
AS : Amerika Serikat
BHP : Balai Harta Peninggalan BI : Bank Indonesia
BJDA : Barang Jaminan Diambil Alih BPK : Badan Pemeriksa Keuangan Bapepam : Badan Pengawas Pasar Modal
BPPN : Badan Penyehatan Perbankan Nasional BUMN/D : Badan Usaha Milik Negara/Daerah BV : Besloten Vennootschap
BW : Burgerlijk Wetboek CAR : Capital Adequacy Ratio
CBA : Collective Bargaining Agreement CV : Comanditaire Vennootschap CVA : Company Voluntary Arrangement DEPKEU : Departemen Keuangan
DPR : Dewan Perwakilan Rakyat
Fa : Firma
IBRA : Indonesian Bank Restructuring Agency IKAPI : Ikatan Kurator dan Pengurus Indonesia IMF : International Monetary Fund
INDRA : Indonesia Debt Restructuring Agency IPO : Initial Public Offering
JITF : Jakarta Inisiative Task Force KEPRES : Keputusan Presiden
KKSK : Komite Kebijakan Sektor Keuangan KUHPerdata : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata LPJ : Laporan Pertanggung Jawaban
MA : Mahkamah Agung
MOU : Memorandum Of Understanding MPR : Majelis Permusyawarahan Rakyat MRA : Master Restructuring Agreement NIM : Master Restructuring Agreement NO : Niet Ontvankelijke Verklaard NV : Naamloze Vennootschap
PERMA : Peraturan Mahkamah Agung
PERPU : Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang PK : Peninjauan Kembali
PKPU : Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
PKPUS : Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sementara PMN : Pusat Mediasi Nasional
PP : Peraturan Pemerintah
(14)
PT : Perseroan Terbatas RI : Republik Indonesia RUU : Rancangan Undang-Undang RUPS : Rapat Umum Pemegang Saham SE : Surat Edaran
SEMA : Surat Edaran Mahkamah Agung STPJ : Satuan Tugas Prakarsa Jakarta US : United State
USBC : United State Bankruptcy Code UU : Undang-Undang
UUD 1945 : Undang-Undang Dasar 1945 UUK : Undang-Undang Kepailitan
UUPT : Undang-Undang Perseroan Terbatas VOF : Vennootschap Onder Firma
(15)
DAFTAR SKEMA
Skema I.
Skema II.
Penyelesaian Sengketa Utang Piutang Perusahaan dengan Perdamaian di dalam atau di luar Proses Kepailitan (Studi Mengenai Lembaga PKPU).
Perbandingan Penyelesain Sengketa Utang Piutang Perusahaan dengan Filosofi: Efisiensi.
(16)
DAFTAR TABEL (LAMPIRAN)
Tabel 1 :
Tabel 2 :
Tabel 3 :
Tabel 4 :
Tabel 5 :
Tabel 6 :
Tabel 7 :
Tabel 8 :
Tabel 9 : Tabel 10:
Data Perkara Actio Pauliana di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Tahun 1999-2006
Data Perkara Actio Pauliana di Pengadilan Niaga Semarang Tahun 2002-2006.
Data Perkara Kepailitan dan PKPU di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat 1998-2006.
Data Perkara Kepailitan dan PKPU di Pengadilan Niaga Medan Tahun 2003-2006.
Data Perkara Kepailitan dan PKPU di Pengadilan Niaga Semarang Tahun 2002-2006.
Data Perkara Kepailitan dan PKPU di Pengadilan Niaga Makasar Tahun 2002-2006.
Data Perkara Kepailitan dan PKPU di Pengadilan Niaga Surabaya Tahun 2001-2006.
Jumlah Perkara Permohonan Pailit dan dicounter dengan PKPU di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dari Tahun 1999-2006.
Hasil Wawancara dengan Para Praktisi Peradilan Niaga (1). Hasil Wawancara dengan Para Praktisi Peradilan Niaga (2).
(17)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ……… i
HALAMAN PENGESAHAN ……….. ii
INTISARI ………. iv
ABSTRACT ……….. vi
KATA PENGANTAR ... viii
RIWAYAT HIDUP ……….. x
DAFTAR SINGKATAN ……….. xiii
DAFTAR SKEMA ………... xv
DAFTAR TABEL, (LAMPIRAN)……….. xiii
DAFTAR ISI ………. xvii BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ... B. Perumusan Masalah ... C. Tujuan Penelitian ... D. Kegunaan Penelitian ... E. Kerangka Teori dan Konsepsi ... F. Metodologi Penelitian ... G. Asumsi ... H. Sistematika Penulisan ...
1 19 21 22 23 47 53 54 BAB II PENYELESAIAN SENGKETA UTANG PIUTANG 56
A. Di Pengadilan (in-court) ... 1. Gugatan Perdata Biasa ... 2. Arbitrase ... 3. Proses Kepailitan dan atau PKPU... B. Di Luar Pengadilan (out-court) ...
1. Menggunakan ADR (Alternative Dispute Resolution)... 2. Menggunakan jasa Mediator “Prakarsa Jakarta” ... 3. Menggunakan Skema INDRA... 4. BPPN dan Kewenangannya ...
56 56 66 70 95 95 111 117 119
(18)
BAB III IMPELEMENTASI KETENTUAN PKPU DALAM UU
KEPAILITAN DAN PKPU OLEH PERADILAN NIAGA 135 A. Asas-asas Hukum dalam Kepailitan ...
B. Penerapan Azas Itikad Baik dalam Praktik Kepailitan ... C. Sifat Hukum Publik dari Hukum Kepailitan ... D. Kedudukan Kreditor Separatis dalam Kepailitan dan PKPU ... E. Peranan Peradilan Niaga dalam menyelesaikan Perkara
Kepailitan dan PKPU ... F. Peranan Para Praktisi dalam Kepailitan dan PKPU ... G. Faktor-faktor Penghambat Pelaksanaan PKPU ...
135 139 187 191 198 200 219 BAB IV PENGATURAN KEPAILITAN DAN REORGANISASI
PERUSAHAAN DI BEBERAPA NEGARA 239 i. Reorganisasi Perusahaan menurut Chapter 11 US
Bankruptcy Code ... i. Reorganisasi Perusahaan Menurut Ketentuan
Perundang-undangan di Beberapa Negara Common Law .. i. Reorganisasi Perusahaan Menurut Ketentuan Perundang-undangan di Beberapa Negara Civil Law ... v. Persamaan dan Perbedaan Pengaturan Reorganisasi
dengan ketentuan PKPU ... v. Undang-Undang Kepailitan Modern ...
239 255 269 279 281 BAB V UPAYA PERDAMAIAN SENGKETA UTANG
PIUTANG PERUSAHAAN DI DALAM ATAU DI LUAR PROSES KEPAILITAN SERTA DAMPAKNYA
TERHADAP LEMBAGA PKPU 294
A. Kinerja Prakarsa Jakarta dan INDRA ... B. Putusan Pengadilan Niaga dan Mahkamah Agung tentang
Kepailitan dan PKPU serta Penyebab Gagalnya Perdamaian ………... C. Putusan Pengadilan dan Langkah-langkah Reorganisasi
Perusahaan di Amerika Serikat Serta Manfaatnya 294
(19)
Terhadap Sistem PKPU ... 380
BAB VI PENUTUP 390
A. Kesimpulan ………..
B. Saran ………
390 393 LAMPIRAN
(20)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada era reformasi yang sedang berlangsung dewasa ini tentu akan membawa kita pada perubahan-perubahan di bidang hukum maupun di bidang ekonomi. Reformasi ini tidak mudah dilaksanakan, karena sebagaimana diketahui bahwa pada tahun 1997 terjadi gejolak ekonomi dan moneter di Indonesia yang mempengaruhi kehidupan perekonomian nasional1. Keadaan ini membawa negara kita dalam kesulitan besar di bidang perekonomian dan dunia usaha. Indonesia harus berjuang lebih keras lagi untuk benar-benar dapat mengatasi krisis yang melanda tersebut. Proses penyebaran krisis berkembang cepat mengingat tingginya keterbukaan perekonomian Indonesia dan ketergantungan pada sektor luar negeri yang sangat besar2. Fenomena globalisasi tampak dengan nyata dalam bidang ekonomi, berbagai bukti dengan jelas mendukung semboyan ‘satu dunia, satu ekonomi’. Globalisasi ekonomi tampak dari adanya kebebasan gerak perusahaan dan uang melintasi batas-batas negara bangsa, sehingga ungkapan ‘dunia tanpa batas’ dalam kaitannya dengan perekonomian internasional bukanlah ungkapan yang berlebihan3. Untuk itu sangat diperlukan dukungan yang kuat dari berbagai pihak khususnya yang terkait dalam bidang hukum bisnis. Dalam bidang
1
Zainal Asikin, Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), h. 20
2
Syamsul Arifin dalam Komentar terhadap Makalah : Krisis Moneter Indonesia : Sebab,
Dampak, Peran IMF dan Saran, sebagaimana dikutip oleh : Zulkarnain Sitompul, dalam Perlindungan Dana Nasabah Bank, Suatu Gagasan tentang pendirian Lembaga Penjamin di Indonesia. FH.UI Program Pasca Sarjana 2003, h.3
3
Ichlasul Amal, Globalisasi, Demokasi dan Wawasan Nussantara : Perspektif
Pembangunan Jangka Panjang, Kumpulan Tulisan dalam Buku : Wawasan Nusantara Indonesia,
(21)
hukum ini perlu adanya kepastian hukum yang dapat menciptakan keadaan yang kondusif bagi kehidupan perekonomian nasional, sehingga memungkinkan munculnya perusahaan yang produktif dan sehat yang membawa manfaat bagi masyarakat dan negara.
Perusahaan-perusahaan dapat melakukan kegiatan usahanya dengan baik dan sukses bila didukung oleh modal yang kuat dengan organisasi yang solid serta perangkat hukum yang lengkap. Modal akan diperoleh terutama dari setoran para pendiri atau persero, tetapi juga dapat berasal dari pinjaman atau kredit dari bank, lembaga pembiayaan, pasar modal dari dalam maupun luar negeri. Para kreditor sebagai pemberi pinjaman tentunya akan bersedia memberi kredit dengan loan agreement apabila ada suatu kepastian bahwa uang yang dipinjamkan akan dikembalikan oleh debitor tepat pada waktunya.
Krisis moneter yang berkepanjangan dan tidak diduga sebelumnya itu mengakibatkan dunia usaha tidak mampu mengembangkan usahanya, bahkan untuk mempertahankan kelangsungan kegiatan usahanya sendiri menjadi sangat sulit, seperti dikatakan oleh Sutan Remy Sjahdeini : “Krisis moneter itu diawali dengan melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap mata uang Dollar AS. Hal ini telah mengakibatkan utang-utang para pengusaha Indonesia dalam valuta asing, terutama terhadap para kreditor luar negeri menjadi membengkak luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utang-utangnya”.4
Keadaan ini sangat mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya untuk membayar utang baik yang berasal dari pinjaman
4
(22)
kredit maupun kewajiban untuk memenuhi prestasi lainnya. Utang merupakan kewajiban yang timbul karena perjanjian atau oleh undang-undang yang harus dipenuhi oleh debitor kepada kreditornya, dan bila debitor tidak dapat memenuhi kewajibannya tersebut maka timbullah hak para kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta debitor melalui kepailitan. Kepailitan adalah suatu lembaga hukum yang mempunyai fungsi penting di bidang hak kebendaan hubungannya dengan hak dan kewajiban subjek hukum. Lembaga ini merupakan realisasi dari ketentuan pasal 1131 KUH Perdata dan pasal 1132 KUH Perdata yang mengatur tentang tanggung jawab subjek hukum (perseorangan maupun badan hukum) terhadap perikatan-perikatan yang dilakukannya.
Sebagai maksud dan tujuan dari kepailitan (bankruptcy) dapat dikutip dalam “Introduction” dari Australia Bankruptcy Law yang menyatakan : “When a person is unable to pay her or his debts and is in a hopeless financial position, the law should enable proceedings to be taken, either by the debtor or by a creditor, so that most kinds of the debtor’s property can be taken and used to pay the creditors in proportion to the amounts owed to each of them”.5
Apabila debitor tidak memenuhi kewajiban membayar utangnya, di samping hak menagih (vorderingsrecht), kreditor mempunyai hak menagih atas kekayaan debitor (verhaalsrecht) sebesar piutangnya pada debitor.6
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan utang dalam hukum perdata, haruslah lebih dahulu kita lihat pengertian dari perikatan. “Perikatan adalah hubungan yang terjadi diantara 2 (dua) orang atau lebih yang terletak
5
Dennis Rose QC, Australian Bankruptcy Law (Introduction). Tenth Edition, (Canbera:
The Law Book Company Ltd., 1994), h.1 6
(23)
dalam harta kekayaan dengan pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu.7
Pada mulanya dipahami bahwa prestasi itu haruslah berbentuk uang, tetapi perkembangan selanjutnya prestasi itu diartikan tidak selalu berupa uang, tetapi bisa juga berupa barang atau jasa. Hak atas prestasi itu lazim disebut dengan piutang dan kewajiban untuk prestasi itu disebut utang. Menurut Pasal 1234 KUH Perdata, setiap perikatan itu adalah untuk memberi sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Berarti prestasi itu harus tertentu atau dapat ditentukan yang wujudnya dapat berupa uang, barang atau jasa. Menurut Pasal 1233 KUH Perdata, sumber perikatan tidak saja perjanjian melainkan juga undang-undang termasuk perbuatan melawan hukum yang mewajibkan debitor untuk memenuhi prestasi tertentu. Sehingga dasar terjadinya utang piutang antara debitor dan kreditor adalah perjanjian ataupun perbuatan melawan hukum berdasarkan Undang-undang. Pengertian utang ini adalah dalam arti luas yang berpendapat bahwa utang tidak saja timbul dari perjanjian utang piutang, tetapi juga yang berasal dari perjanjian lainnya bahkan perbuatan melawan hukum yang prestasinya dapat dinilai dengan uang. Utang dalam arti sempit adalah yang berasal dari perjanjian utang piutang saja.
Dalam menghadapi permasalahan utang ini, dilihat dari sikap dan tindakannya terhadap kreditor terdapat 2 (dua) golongan debitor. Golongan debitor yang beritikad baik (debtor good faith) dibedakan dengan golongan debitor yang beritikad tidak baik (debtor bad faith). Asas hukum “beritikad baik” perlu diterapkan untuk melindungi para kreditor dari kemungkinan
7
(24)
manipulasi utang dari pihak “debtor bad faith”8. Debitor yang beritikad tidak baik dapat dilihat dari usaha-usaha debitor dalam mengelola perusahaannya dengan tidak berpedoman pada prinsip duty of care, sedang debitor yang beritikad baik dapat dilihat dari kebijakan-kebijakan bisnis (business judgement) yang dilakukan benar-benar berpedoman pada prinsip duty of care sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi perusahaan maupun para kreditornya. Bila terjadi sengketa utang piutang antara debitor dengan kreditor, terhadap debtor bad faith ini tidak ada pilihan lain dari mengajukannya ke pengadilan (in court) dengan acara perdata biasa (kreditor tunggal) atau melalui proses kepailitan jika ada dua atau lebih kreditor. Bagi debtor good faith sebelum upaya in court diterapkan perlu dicari upaya lain yang dapat menyelamatkan perusahaan si debitor sehingga menguntungkan kedua belah pihak.
Peraturan kepailitan di Indonesia idealnya harus mendukung terhadap kepentingan dunia usaha di samping mendukung kepastian hukum. Berdasarkan Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Tentang Kepailitan (Faillisements Verordening, Staatsblad Tahun 1905 Nomor 217 Jo. Staatsblad Tahun 1906 Nomor 348. “Dengan berlakunya Perpu Nomor 1 Tahun 1998 tentang Kepailitan, pemerintah telah memenuhi salah satu persyaratan yang diminta oleh kreditor-kreditor luar negeri (baca : IMF) agar para kreditor luar negeri memperoleh jaminan kepastian Hukum”9 dan tanggapan lain menyebutkan : “Perpu ini merupakan usaha bersama antara pemerintah Indonesia
8
H.P. Panggabean, Penerapan Asas-asas Peradilan dalam Kasus Kepailitan, Ulasan Hukum, Jurnal Hukum Bisnis, (Vol.7, 1999), h.33
9
(25)
dengan The International Monetary Fund (IMF) dalam rangka stand by arrangement”.10 Perpu Nomor 1 ini kemudian ditetapkan menjadi undang-undang yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998, dan sebagai hasil legislasi telah diterbitkan UU No. 37 tahun 2004 Tentang Kepailitan dan PKPU. Latar belakang dilakukannya penyempurnaan “Faillessements Verordening”, pemerintah menjadikan salah satu pertimbangannya:
Bahwa untuk mengatasi gejolak moneter beserta akibatnya yang berat terhadap perekonomian saat ini, salah satu persoalan yang sangat mendesak dan memerlukan pemecahan adalah penyelesaian utang-piutang perusahaan, dan dengan demikian adanya peraturan kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran yang dapat digunakan oleh para debitor dan kreditor secara adil, cepat, terbuka dan efektif menjadi sangat perlu untuk segera diwujudkan11.
Berdasarkan pasal 281 Perpu Nomor 1 Tahun 1998 jo. UU No. 4 Tahun 1998 untuk pertama kali dibentuk Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan kemudian dibentuk Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Medan, Semarang, Surabaya, Makasar.
Bila diperhatikan ketentuan Pasal 1 ayat (1) Perpu No. 1 Tahun 1998 jo. UU No. 4 Tahun 1998 jo. Pasal 2 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004, secara teknis banyak sekali perusahaan besar dan menengah akan memenuhi syarat (qualified) untuk dipailitkan di seluruh Indonesia, akibatnya ialah akan banyak perusahaan yang gulung tikar, proyek terbengkalai, karyawan terpaksa diputuskan hubungan kerjanya dengan perusahaan, perusahaan lain akan kekurangan bisnis, yang membawa dampak negatif terhadap perekonomian negara12. Para pihak yang maju
10
J. Djohansah, Kumpulan Makalah Calon Hakim Pengadilan Niaga, (Mahkamah Agung RI, 1998), h.56
11
Perpu Nomor 1 Tahun 1998, Menimbang butir c.
12
T. Mulya Lubis. Komentar terhadap Perpu Nomor 1 Tahun 1998. dalam Penyelesaian
Utang Piutang Melalui Pailit atau PKPU, Rudhy A. Lontoh et.al (ed) (Bandung: Alumni, 2001),
(26)
ke muka pengadilan adalah perusahaan-perusahaan skala nasional dan internasional dengan nilai transaksi/ utang yang luar biasa13. Hal ini akan berdampak besar terhadap tingkat pengangguran di Indonesia, yang menurut perhitungan pada akhir tahun 2003 akan mencapai 40 juta orang dengan 9,3 juta diantaranya pengangguran terbuka, sedang sisanya pengangguran semu14.
Pailitnya perusahaan besar dan menengah tersebut akan mengakibatkan penderitaan sosial dengan meningkatnya angka pengangguran secara nasional, karena yang dirugikan bukan hanya para debitor itu saja, tetapi juga para stake holders dari para debitor yang terdiri dari :
a. Negara yang hidup dari pajak yang dibayar oleh perusahan-perusahaan para debitor yang pailit.
b. Masyarakat yang memerlukan kesempatan kerja, para pegawai dan buruh yang bekerja di perusahaan-perusahaan para debitor yang pailit.
c. Para pedagang-pedagang kecil dan menengah yang memasok barang dan jasa kepada perusahaan-perusahaan para debitor yang pailit.
d. Para pengusaha-pengusaha kecil dan menengah yang tergantung hidupnya dari pasokan barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan para debitor pailit.
e. Para nasabah, penyimpan dana pada bank-bank yang dinyatakan pailit. (atas permohonan BI berdasarkan pasal 2 ayat 3. UU No. 37 tahun 2004).
13
Aria Suyudi, Eryanto Nugroho, Herni Sri Nurbayanti, Kepailitan di Negeri Pailit, Analsis
Hukum Kepailitan Indonesia, (Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia, 2003), h.21. 14
Jacob Nuwa Wea (Menakertrans) dalam berita berjudul “Pengangguran tahun 2003 akan
(27)
f. Para pengusaha, termasuk para pengusaha kecil dan menengah, yang memperoleh kredit dari bank-bank yang dinyatakan pailit15.
Penyelesaian sengketa utang piutang melalui kepailitan akan merugikan debitor karena kehilangan asetnya, sementara kreditor tidak akan menerima piutangnya kembali dengan utuh. Perusahaan besar (debitor) sedapat mungkin diselamatkan karena magnitude yang ditimbulkannya sangat besar terhadap perekonomian negara termasuk kesempatan kerja16. Bila semua perusahaan-perusahaan besar debitor yang qualified untuk dinyatakan pailit, diajukan oleh para kreditornya ke pengadilan niaga, maka dapat dibayangkan akibat yang ditimbulkannya adalah keguncangan yang besar di bidang ekonomi dan sosial secara nasional. Untuk mengatasi keadaan ini perlu dicari solusi agar perusahaan-perusahaan tersebut tidak segera dimohon untuk dinyataklan pailit. Oleh karena itu negara berkepentingan agar suatu perusahaan yang berutang (debitor) tidak mudah begitu saja dapat dinyatakan pailit. Dunia perbankan dan lembaga-lembaga pembiayaan lainnya juga sangat menginginkan dan berkepentingan agar perusahaan-perusahaan seyogianya tidak langsung dipailitkan apabila masih ada kemungkinan untuk diselamatkan dan disehatkan kembali. “Dalam praktek perbankan, bank bersedia memberikan kredit baru yang lazim disebut kredit injeksi demi mempertahankan kehidupan kegiatan usaha debitor apabila masih memiliki prospek yang baik”17. Potensi dan prospek usaha debitor harus dilindungi karena hal itu merupakan tunas-tunas yang mampu berkembang
15
Mariam Darus Badrulzaman, Ruang Lingkup UU Kepailitan, Makalah dalam seminar Hukum Kepailitan oleh AEKI-SUMUT dan STIH Graha Kirana, Medan 19-10-1998
16
Jusuf Anwar (Ketua Satgas Prakarsa Jakarta), pendapatnya dalam berita judul
“Perusahaan debitor kakap tidak dipailitkan” Harian SIB, 29-4-1999. 17
(28)
apabila diberi kesempatan untuk hidup dan berkembang sehingga penjatuhan pailit haruslah merupakan “ultimum remidium”
Perusahaan debitor dapat mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang ke Pengadilan Niaga yang tujuannya mewujudkan suatu persetujuan dalam bentuk perdamaian antara debitor dan para kreditor.
Penyelesaian sengketa utang piutang perusahaan yang didasarkan pada itikad baik dari debitor, cara yang tepat demi kepentingan semua pihak adalah menggunakan negosiasi, dengan harapan akan memperoleh penyelesaian yang berpedoman pada prinsip win-win solution.
Hasil negosiasi berdasarkan musyawarah secara bilateral antara para kreditor dan debitor ini dituangkan dalam suatu bentuk persetujuan bersama yang disebut collective bargaining agreement. Dalam praktek bisnis berkembang bentuk kesepakatan penundaan pembayaran utang secara informal yang dilakukan satu paket dengan reorganisasi (restrukturisasi) perusahaan. Reorganisasi (restrukturisasi) perusahaan memiliki banyak segi antara lain : 18
1. Restrukturisasi objek usaha bisnis, yakni mengundang restrukturisasi sampai batas-batas tertentu.
2. Restrukturisasi institusional (corporate restructuring), yakni restrukturisasi perusahaan secara kelembagaan.
3. Restrukrurisasi modal (financial restructuring), yakni restrukturisasi terhadap modal perusahaan.
18
Munir Fuady, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek. Buku kedua, (Bandung: Citra Aditya Bakti 1994), h.16
(29)
4. Restrukrurisasi utang (debt restructuring), yakni restrukturisasi utang perusahaan yang dilakukan dengan : rescheduling, reconditioning atau refinancing.
Maksud dari kesepakatan ini adalah bahwa pihak kreditor memberi kesempatan kepada debitor untuk membenahi perusahaannya baik dari segi institusinya, permodalannya maupun dari jumlah utangnya dengan harapan debitor akan mampu kelak membayar utangnya dan kembali bangkit mengembangkan usahanya. Apabila upaya mutual understanding berupa restrukturisasi utang tidak bisa terwujud karena tidak tercapai kata sepakat di antar kreditor dan debitor, maka apabila debitor berkeyakinan bahwa suatu masa utangnya dapat dibayar, dapat menggunakan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang secara formal dalam proses kepailitan.
Di Amerika Serikat telah diatur Reorganization yang termuat dalam Chapter 11 Bankruptcy Reform Act of 1978 biasa disebut Bankruptcy Code. Ketentuan reorganisasi perusahaan di Amerika Serikat adalah suatu bagian dari ketentuan tentang kepailitan, sebagaimana dianut dalam sistem hukum common law. Reorganisasi perusahaan yang diatur dalam Chapter 11 Bankruptcy Code merupakan proses gabungan antara proses peradilan, negosiasi, dan rencana perjanjian ke dalam suatu jalur praktek hukum yang khusus, hal ini dirumuskan sebagai berikut : Chapter 11 business reorganization combine litigation, negotiation, and transactional planning into one process an intense microcosm of legal practice19. Chapter 11 Bankruptcy Code ini sangat dikenal dan menjadi
19
Mark S Scarberry, et.al, Business Reorganization In Bankruptcy, Case and
(30)
acuan penyusunan ketentuan atau undang-undang tentang restrukturisasi utang dari berbagai negara di dunia20.
Surseance van betaling atau Suspension of payment yang dianut dalam sistem hukum civil law, adalah suatu lembaga penundaan pembayaran dalam ilmu hukum dagang yang diatur dalam peraturan kepailitan21. Debitor dapat mengajukan permohonan penundaan pembayaran utangnya tersebut melalui pengadilan bila debitor berada dalam keadaan sulit untuk membayar utangnya secara penuh, misalnya perusahaan yang dikelola oleh debitor menderita kerugian, kebakaran yang menimpa pabrik, resesi ekonomi (krisis moneter) dan lain-lain peristiwa overmacht22.
Debitor yang tidak dapat atau memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU), dengan maksud pada umumnya untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditor konkuren23. PKPU ini diberikan oleh pengadilan untuk paling lama 270 hari, apabila sampai dengan batas waktu tersebut belum tercapai persetujuan terhadap rencana perdamaian, maka pengadilan harus menyatakan debitor pailit24. Permasalahan utama dalam hal ini adalah apakah dalam waktu 270 hari itu debitor memperoleh cukup kesempatan membenahi perusahaannya dengan melaksanakan reorganisasi dan restrukturisasi hingga dapat melanjutkan usahanya yang sedang mengalami
20
Sutan Remy Sjahdaeni, op.cit.h.360
21
Lee A Weng, Hukum Kepailitan (Faillisement) dan Penundaan Pembayaran (Surseance
van betalling), bahan ceramah, Pengadilan Tinggi Medan, April 1998, h.131 22
Ibid. h.132
23
Pasal 212 UU Nomor 4 Tahun 1998
24
(31)
kesulitan dan kembali mampu membayar utang-utangnya kepada para kreditornya. Permasalahan lainnya adalah permohonan pernyataan pailit dan permohonan PKPU tidak dapat diperiksa pada saat yang bersamaan, permohonan PKPU harus diputuskan lebih dahulu25. Ketentuan ini penyebab banyaknya permohonan PKPU yang diajukan semata-mata hanya untuk menghindarkan kepailitan, karena PKPU harus segera diberikan untuk sementara26 tanpa memandang ada tidaknya prospek bahwa debitor dapat melunasi utang-utangnya. Hasil maksimum yang diperoleh dari proses kapailitan dan PKPU adalah perdamaian dan bila tidak tercapai perdamaian perusahaan debitor harus dinyatakan pailit dan assetnya dilikuidasi. Dari 363 perkara kepailitan dan PKPU yang masuk ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat hingga tahun 2003 hanya 58 perkara (21%) yang diakhiri dengan perdamaian, sedang khusus perkara PKPU sejumlah 132 perkara hanya 33 perkara (25%) yang diakhiri dengan perdamaian27. Apakah tidak seharusnya ada suatu aturan lain lagi yang ditujukan bagi dunia usaha untuk menyelamatkan perusahaan-perusahaan yang sedang mengalami kesulitan28. Untuk itu diperlukan aturan reoganisasi dan restrukturisasi perusahaan agar terhindar dari likuidasi akibat kepailitan.
Tujuan utama dari reorganisasi perusahaan itu adalah untuk mencegah likuidasi : The fundamental purpose of reorganization is to prevent a debitor from
25
Pasal 217 ayat (6) UU Nomor 4 Tahun 1998
26
Pasal 213 ayat (2) UU Nomor 4 Tahun 1998
27
Kesimpulan Data yang diperoleh dari Pengadilan Niaga Jakarta Pusat
28
(32)
going into liquidation, with an attendant loss of jobs and possible misuse of economic resources29.
Suatu perusahaan yang menghendaki suatu reorganisasi harus dilakukan lebih dahulu pemeriksaan yang menyeluruh terhadap perusahaannya berdasarkan asas due diligence, berdasarkan itu dapat diketahui layak atau tidaknya perusahaan itu direorganisasi. Kemudian debitor menawarkan pengaturan berupa rencana reorganisasi kepada para kreditornya. Ada beberapa faktor yang menyebabkan para kreditor tertarik untuk menyetujui rencana reorganisasi si debitor dari pada menunggu hasil likuidasi proses kepailitan yakni :
1. Rencana yang ditawarkan dibantu oleh pendukung keuangan baik oleh keluarga maupun para relasi debitor30.
2. Dengan tersedianya dana bagi rencana debitor, para kreditor akan menerima pelunasan akhir yang lebih menguntungkan daripada kepailitan si debitor, sehingga debitor yang sedang berada dalam kesulitan sering dapat mengubah posisinya di dalam perundingan dengan para kreditornya menjadi suatu keuntungan yang strategis31.
3. Para kreditor ingin tetap menjaga adanya hubungan bisnis dengan debitor di masa depan32.
Reorganization plan yang ditawarkan memerlukan komitmen waktu yang memungkinkan untuk membangun konsensus yang diperlukan dengan
29
Mark S Scarberry, et.al. op.cit. h.3
30
J.B. Huizink. op.cit. h.27
31
Ibid h.26
32
(33)
menggunakan negosiasi sesuai dengan bargaining position yang dimiliki masing-masing pihak.
Para pengusaha Indonesia cenderung menyelesaikan utang diluar pengadilan dan menjualnya, kecenderungan ini pada umumnya adalah untuk menghindari konfrontasi dan persepsi kesulitan penanganan hukum di pengadilan khususnya pengadilan niaga, dan sebagai tujuan praktisnya adalah agar dapat bernegosiasi dalam penyelesaiannya. Hal ini merupakan salah satu poin penting yang termuat dalam buku “Asia Pasific Restructuring and Insolvency Guide 2003-2004”33. Dalam buku ini juga diuraikan bentuk restrukturisasi yang umum digunakan di Indonesia yakni penjadwalan kembali utang (rescheduling), pertukaran utang menjadi kepemilikan (debt to equity swap), pembiayaan kembali (refinancing), pembelian kembali utang (debt buy back), pemotongan utang (haircut), pemotongan tingkat suku bunga dan pengurangan tingkat suku bunga. Nilai suatu perusahaan sering lebih tinggi daripada jumlah nilai dari masing-masing unitnya. Jika suatu perusahaan dibekukan, karyawannya diberhentikan serta aktivanya dilikuidasi, maka hasil yang diperoleh jelas akan lebih sedikit daripada jika perusahaan itu dijual sebagai suatu going concern, nilai lebih dari penjualan suatu going concern adalah bahwa utang-utang harta pailit akan berada pada batas-batas yang ada34. Pihak-pihak terkait akan menegosiasikan persetujuan restrukturisasi dan keluar melalui penjualan utang tersebut, maka para pedagang utang menjadi aktif dan terjadi pembelian kembali utang secara langsung atau
33
Harian Kompas 26-2-2004 berjudul “Penyelesaian utang lebih banyak di luar
pengadilan” dalam berita peluncuran buku : Asia Pasific Restructuring and Insolvency Guide 2003-2004.
34
(34)
tidak langsung oleh para debitor dan para pemegang saham, sehingga kinerja bisnis semakin membaik seiring dengan diikutinya persetujuan restrukturisasi dan penjualan utang. Proses restrukturisasi utang ini menjadi suatu kebutuhan bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia35, dan proses ini akan menjadi lebih luas dan lebih besar karena persaingan tingkat dunia yang ketat sebagai hasil ekspansi cepat yang menyebabkan struktur dari pasar utang itu sendiri. Penerapan pengaturan pendanaan keuangan yang semakin rumit ini akan melahirkan kelas-kelas pemegang saham baru yang juga akan mengubah dinamika dari restrukturisasi, sehingga restrukturisasi besar akan tetap berlanjut dan menyibukkan para praktisi insolvensi di seluruh dunia.
Peranan seorang business lawyer sangat penting dalam proses negosiasi untuk menjembatani perbedaan yang ada antara para kreditor dan debitor. Praktisi hukum yang bertindak sebagai negosiator harus mengerti tentang usaha bisnis yang dijalankan oleh debitor yang sedang kesulitan dan perlu diselamatkan. Membantu pelaksanaan reorganisasi dan restrukturisasi salah satu diantaranya adalah menghindari tantangan atas upaya tersebut dari pihak kreditor yang tidak yakin bahwa perusahaan debitor yang sedang sakit dapat diselamatkan. Tugas utama business lawyer si debitor adalah meyakinkan pihak kreditor bahwa perusahaan debitor yang gagal akan dapat berubah menjadi usaha yang menguntungkan apabila reorganization plan yang ditawarkan debitor disetujui oleh para kreditor.
35
Adalah Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 2007
(35)
Penyelesaian sengketa utang piutang berdasarkan UU Kepailitan ditempuh melalui Pengadilan Niaga yang berada di lingkungan Peradilan Umum. Pengadilan Niaga (Commercial Court) berwenang mengadili perkara permohonan pailit dan PKPU. Pengadilan Niaga yang pertama dibentuk di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Pasal 281 ayat (1) UU Kepailitan) dan berdasarkan Kepres Nomor 97 Tahun 1999 telah dibentuk Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Negeri Surabaya, Pengadilan Negeri Ujung Pandang dan Pengadilan Negeri Semarang.
Selain penyelesaian utang piutang melalui pengadilan (in-court), Pemerintah juga telah membentuk Jakarta Initiative Task Force (JITF) atau Prakarsa Jakarta dan Indonesian Debt Restructuring Agency (INDRA) untuk menangani masalah utang piutang di luar pengadilan (out-court). Prakarsa Jakarta adalah sebagai wahana yang memungkinkan perusahaan-perusahaan yang sedang menghadapi masalah utang dapat bersepakat dengan para kreditornya untuk melakukan restrukturisasi, baik terhadap perusahaan maupun utang mereka, sehingga perusahaan tersebut memperoleh kembali akses untuk mendapatkan modal kerja serta penyetoran modal baru36. Pemerintah menjadi fasilitator didalam proses negosiasi antara kreditor dan debitor, dan untuk itu pemerintah telah membentuk INDRA berdasarkan Kepres Nomor 95 Tahun 1998, dimana Skema INDRA hanya dapat digunakan terbatas untuk penyelesaian utang luar negeri swasta nasional yang memenuhi syarat (eligible) dan penggunaannya
36
Sutan Remy Sjahdeini, Prakarsa Jakarta (The Jakarta Initiative), Makalah dalam Seminar Hukum Kepailitan oleh AEKI-SUMUT dan STIH Graha Kirana, Medan, 19-10-1998
(36)
bersifat sukarela (voluntary)37. Proses restrukturisasi utang yang dilakukan melalui kedua lembaga mediasi tersebut adalah sebagai pelengkap terhadap pelaksanaan UU Kepailitan.
Pembentukan Pengadilan Niaga, Prakarsa Jakarta dan INDRA yang memperoleh dukungan dari IMF dan Bank Dunia, diharapkan dapat mempercepat pemulihan ekonomi Indonesia yang jatuh akibat krisis moneter yang melanda Indonesia. Globalisasi telah menyusupi semua aspek kehidupan baik sosial, ekonomi, politik, budaya dan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga ketergantungan antar bangsa semakin meningkat dan pengaruh negara maju terhadap negara berkembang semakin kuat.
Keberadaan globalisasi tersebut dikuatkan oleh pendapat :38
Globalisasi ekonomi sekarang ini adalah manifestasi yang baru dari pembangunan kapitalisme sebagai sistem ekonomi internasional. Seperti pada waktu yang lalu, untuk mengatasi krisis, perusahaan multinasional mencari pasar baru dan memaksimalkan keuntungan dengan mengeksport modal dan reorganisasi struktur produksi. Globalisasi menyebabkan berkembangnya saling ketergantungan pelaku-pelaku ekonomi dunia.
Khusus terhadap penyehatan bank yang dinyatakan tidak sehat oleh Bank Indonesia, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) berdasarkan Kepres Nomor 27 Tahun 1998, jo Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1999 yang salah satu tugasnya adalah melalukan restrukturisasi bank dalam upaya penyehatan.
Prakarsa Jakarta merupakan lembaga mediasi yang dibentuk pemerintah pada Nopember 1998 sebagai mediator penyelesaian utang piutang swasta pada
37
Sutan Remy Sjahdeini, Skema INDRA, Makalah dalam Seminar Hukum Kepailitan oleh AEKI-SUMUT dan STIH Graha Kirana, Medan, 19-10-1998
38
Erman Rajagukguk, Peranan Hukum Dalam Pembangunan Pada Era Globalisasi : Implikasinya bagi Pendidikan Hukum di Indonesia, Pidato pengukuhan Guru Besar dalam bidang Hukum pada FH UI, Jakarta, 4-1-1997, h.12-13.
(37)
krisis yang pembentukannya adalah merupakan salah satu persyaratan dari IMF, menjelang akhir tugasnya media Desember 2003 lembaga tersebut telah menyelesaikan 70 persen kasus utang piutang yang ditangani lembaga tersebut39.
Ruang lingkup kepailitan sebenarnya adalah perdata, karena menyangkut tentang harta kekayaan debitor dengan pihak lain (para kreditor), namun bila dilihat dari karakternya yang harus melindungi kepentingan seluruh kreditor, maka disinilah terlihat sifat hukum publik dari kepailitan. Putusan pernyataan pailit harus diumumkan kepada publik yakni diumumkan dalam Berita Negara R.I dan surat kabar harian (Pasal 13 ayat (4) UU Kepailitan).
Dalam rangka upaya efisiensi dan demi kepentingan publik termasuk stake holders, perlu dikemukakan pendapat sebagai berikut40 :
Prosedur mempailitkan debitor seharusnya merupakan the last resort atau ultimum remidium dan prosedur untuk merestrukturisasi utang merupakan the prime resort atau primum remidium, sehingga skema penyelesaian hubungan debitor dan kreditor dalam dunia usaha harus diubah sehingga memiliki implikasi terhadap kebijakan hukum dalam proses legislasi yaitu dengan penyusunan RUU Restrukturisasi Utang dan sekaligus penyusunan RUU Perubahan Atas UU Kepailitan.
Terciptanya keadilan dalam keseimbangan antara para kreditor dan debitor merupakan das sollen, karena dalam kenyataannya banyak perusahaan yang dinyatakan pailit dan insolvent (likuidasi) karena tidak memperoleh hak yang sepantasnya (das sein) akibat kelembagaan dan peraturan kepailitan dan PKPU yang belum memadai (sempurna).
39
Denaldy Mauna, Raymond Lee, (Staff Manajer Prakarsa Jakarta) dalam berita : Prakarsa Jakarta Selesaikan 70 Persen Restrukturisasi Utang, Harian Kompas 28-11-2003
40
Romli Atmasasmita, Editor : Aman Sembiring Meliala et.al., Reformasi Hukum, Hak
(38)
Menggali nilai-nilai keadilan berdasarkan musyawarah mufakat yang telah disosialisasikan dalam sejumlah norma hukum dalam praktek dunia usaha menyelesaikan sengketa utang piutang perusahaan dengan perdamaian, kiranya perlu dijadikan bahan serta pedoman untuk merevisi kelembagaan dan peraturan kepailitan dan PKPU. Upaya tersebut sekaligus memperoleh suatu ‘futuristic view’ politik hukum dalam bidang Hukum Bisnis khususnya Kepailitan dan PKPU.
Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, penelitian ini menjadi penting sebagai ide perspektif hukum dalam upaya pemikiran yakni mengambil alih norma-norma penyelesaian utang piutang perusahaan di luar pengadilan menjadi kewenangan pengadilan niaga berdasarkan ketentuan PKPU dalam UU Kepailitan dan PKPU dengan maksud hasil musyawarah (perdamaian) di luar pengadilan tersebut disahkan melalui penetapan (putusan) hakim pengadilan niaga dalam konteks perdamaian.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka dapat diketahui :
1. Salah satu tujuan yang ingin dicapai dalam perundang-undangan di bidang perekonomian nasional yang menyangkut penyelesaian sengketa utang piutang, secara filosofis adalah meletakkan dasar-dasar perlindungan yang seimbang antara debitor dan kreditor, sehingga dapat memberikan keadilan bagi kedua belah pihak. Debitor yang diancam pailit tetapi masih punya
(39)
harapan untuk berjalan terus asalkan diberi kesempatan dan dukungan untuk memperbaiki usahanya, karena hal ini sangat penting bagi seluruh pihak sekaligus meningkatkan perekonomian nasional untuk mencapai masyarakat adil dan makmur.
2. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan juga mengatur tentang PKPU (surseance van betaling atau suspension of payment) dengan maksud agar lembaga penundaan ini dapat dimanfaatkan oleh debitor dan para kreditor berdasarkan persetujuan bersama dengan syarat-syarat yang ditentukan dalam undang-undang tersebut. Para debitor dapat mengajukan permohonan PKPU ke pengadilan niaga, namun dimungkinkan pula debitor memanfaatkan lembaga lain di luar pengadilan atas kesepakatan bersama dengan para kreditornya, dalam hal ini Prakarsa Jakarta dan INDRA sebagai lembaga mediasi yang telah berperan (eksis) selama ini.
3. Pelaksanaan reorganisasi dan restrukturisasi perusahaan di Amerika Serikat telah diatur dalam Chapter 11 Bankruptcy Code, sedang di Indonesia hanya diatur tentang PKPU dan lembaga ini hanyalah merupakan salah satu aspek dari reorganisasi dan restrukrurisasi.
Guna menemukan perumusan masalah dalam penelitian ini perlu dipertanyakan apakah yang menjadi masalah yang perlu dikaji lebih lanjut untuk menemukan suatu pemecahan terhadap masalah yang telah dirumuskan itu. Dalam melaksanakan perumusan masalah yang akan diketengahkan dalam penelitian ini juga harus diselaraskan dengan karakter serta metode yang digunakan dalam penelitian ini.
(40)
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada bagian latar belakang, serta hal-hal yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan tiga perangkat pertanyaan seperti dirumuskan di bawah ini :
1. Bagaimana kinerja lembaga mediasi “Prakarsa Jakarta” dan INDRA dalam menyelesaikan sengketa utang piutang perusahaan.
2. Mengapa terjadi kegagalan dalam upaya penyelesaian sengketa utang piutang perusahaan dengan perdamaian melalui Kepailitan dan PKPU.
3. Bagaimana pengaturan reorganisasi perusahaan di Amerika Serikat menurut Chapter 11 US Bankruptcy Code dibandingkan dengan PKPU dalam UU Kepailitan dan PKPU.
C. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperjelas pemahaman serta memberi gambaran konkrit terhadap masalah-masalah yang dirumuskan. Berpedoman pada hal tersebut diharapkan dapat memperluas cakrawala pemikiran mengenai penyelesaian sengketa utang-piutang perusahaan. Dalam rumusan yang lebih luas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui kinerja lembaga mediasi “Prakarsa Jakarta” dan INDRA dalam menyelesaikan sengketa utang piutang perusahaan.
2. Untuk mengetahui sebab-sebab kegagalan upaya penyelesaian sengketa utang-piutang perusahaan dengan perdamaian melalui Kepailitan dan PKPU.
3. Untuk memperbandingkan pengaturan reorganisasi perusahaan di Amerika Serikat menurut Chapter 11 US Bankruptcy Code dengan PKPU dalam UU Kepailitan dan PKPU.
(41)
D. Kegunaan Penelitian
Dengan ditemukannya berbagai hal dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan arahan dan informasi tentang penyelesaian sengketa utang piutang perusahaan, yang pada gilirannya penelitian ini dapat memberikan manfaat secara teoritis maupun praktis antara lain :
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan di bidang hukum yang dapat mengembangkan disiplin ilmu hukum, khususnya memberikan masukan bagi kalangan akademisi dan praktisi dalam rangka penyusunan RUU tentang reorganisasi dan restrukturisasi perusahaan dan RUU Perubahan Atas UU Kepailitan.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada :
a. Masyarakat secara umum agar lebih memahami cara penyelesaian sengketa utang piutang perusahaan
b. Para pelaku usaha yang tersangkut dengan sengketa utang piutang untuk mendapat suatu pemahaman mengenai penyelesaiannya sehingga memperoleh suatu pertimbangan dalam mengambil keputusan cara bagaimana yang paling tepat dan efisien untuk menyelesaikan sengketa yang dihadapinya.
c. Pemerintah, instansi terkait dalam pembinaan perusahaan yang sedang mengalami masalah utang piutang, sebagai masukan dalam menyusun dan merumuskan peraturan-peraturan maupun kebijakan yang menyangkut penyelesaian sengketa utang piutang perusahaan.
(42)
E. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Perkembangan ilmu selalu dipengaruhi oleh penemuan baru dalam hal metodologi, kontinuitas penelitian dan kesinambungan eksistensi ilmu itu sendiri. Untuk itu diperlukan adanya suatu teori yang menjelaskan hubungan diantara data dan fakta walaupun tidak begitu sempurna tetapi memberi pedoman tentang cara penelitian, tujuan penelitian serta pengumpulan data. Seperti dikemukakan oleh James E.Mauch, Jack W. Birch: ”Theory explains the relations among facts, though not completely. In turn, they guide research procedures, objectives and data collection. In (this) general sense, every thesis or disertation proposal should be based on theory”.41 Teori akan berfungsi untuk memberikan petunjuk atas gejala-gejala yang timbul dalam penelitian. Teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan biar bagaimanapun meyakinkan, tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar42. Teori sebenarnya merupakan suatu generalisasi yang dicapai setelah mengadakan pengujian dan hasilnya menyangkut ruang lingkup faktor yang sangat luas. Kadang-kadang dikatakan orang, bahwa teori itu sebenarnya merupakan an elaborate hypothesis, suatu hukum akan terbentuk apabila suatu teori telah diuji dan diterima oleh ilmuwan, sebagai suatu keadaan yang benar dalam keadaan-keadaan tertentu43.
Kerangka teori dan kerangka konsep dalam penelitian ini akan dikemukakan beberapa teori yang dapat memberikan pedoman dan arahan untuk
41
James E. Mauch, Jack W. Birch, Guide to the successful thesis and dissertation, Books in Library and Information Science, (New York: Marcel Dekker Inc, 1993), h.102
42
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), h.27.
43
(43)
tercapainya tujuan penelitian ini yang berasal dari pendapat para ilmuwan dan selanjutnya disusun beberapa konsep yang bersumber dari berbagai peraturan dan perundang-undangan yang menunjang tercapainya tujuan penelitian ini, yaitu :
Sebagai Grand Theory yang dapat digunakan sebagai pisau analisis dalam disertasi ini adalah teori yang dikemukakan oleh Leonard J. Theberge dalam tulisannya “Law and Economic Development” berpendapat ada 5 (lima) fungsi atau kualitas hukum dalam pembangunan ekonomi yaitu44 :
1. Predictability; kualitas hukum dapat menciptakan prediktabilitas terhadap perubahan dengan adanya globalisasi di bidang ekonomi, sehingga menjamin adanya kepastian hukum dalam dunia usaha khususnya pengembalian utang atas pemberian pinjaman (investasi).
2. Stability; kualitas hukum untuk menciptakan keseimbangan antara kepentingan para kreditor dan debitor dalam rangka persaingan dalam pengembangan dunia usaha.
3. Fairness; kualitas hukum dalam mengatur prosedur yang menciptakan perlakuan yang sama antara kepentingan pemerintah di satu pihak dan kepentingan masyarakat dunia usaha di pihak lain, sehingga tercapai keadilan atau perlakuan yang seimbang di bidang hukum publik dan bidang hukum perdata.
4. Education; fungsi edukasi melalui program sosialisasi menjelaskan perubahan/ perkembangan peraturan perundang-undangan kepada masyarakat.
44
Leonard J. Theberge, Law and Economic Development, dalam “Peranan Hukum dalam
(44)
5. Special development abilities of the lawyer; hukum dapat berperan bilamana tersedia sarjana hukum yang memiliki kemampuan melihat hubungan hukum dan pembangunan dunia usaha untuk kesejahteraan masyarakat.
Sebagai Middle Theory dapat dikemukakan 2 (dua) teori yang relevan dan dapat menjelaskan lebih jauh Grand Theory di atas.
Pertama : The Globalization of Law dari Richard C. Breedon45, mengemukakan : “Competition for trade and capital is not restricted by the boundaries of the nation-state, it has become an international pursuit as never before. The nation-state, and the laws it enacts, have not become suddenly obsolete. However the globalization laws while considering not only the needs of its companies and traditions, but also success in the international market place”.
Di dalam era globalisasi, persaingan dalam bidang perdagangan dan ekonomi telah melampaui batas-batas suatu negara, maka negara yang memiliki posisi tawar atau bergaining power yang lebih kuat dapat mempengaruhi perubahan undang-undang di suatu negara lain berdasarkan kepentingan-kepentingan ekonomi dalam negerinya. Oleh karena itu undang-undang suatu negara dapat berubah karena tekanan dari luar maupun dari dalam negeri, sehingga suatu negara secara sadar mengubah undang-undangnya untuk mendapat akses kepada pasar internasional.
45
Richard C Breeden, The Globalization of Law and Business in the 1990’s, (volume 28, 1993 number 3) dalam Peranan Hukum dalam Pembangunan Ekonomi 2, dikumpulkan oleh Erman Rajagukguk, (UI Jakarta: 1995), h, 706-709.
(45)
Kedua : Teori Keadilan dari Aristoteles yang menyatakan Adil itu dapat berarti menurut hukum dan apa yang sebanding dan mengemukakan ada 2 (dua) bagian keadilan yakni46 :
1. Keadilan Komutatif, yaitu keadilan yang memberikan pada setiap orang sama banyaknya dengan tidak mengingat jasa-jasa perseorangan dalam hubungan individu dengan orang lain.
2. Keadilan Distributif yaitu kepantasan adalah suatu bentuk ‘sama’ dengan prinsip bahwa kasus yang sama seharusnya diperlakukan dalam cara yang sama dan kasus yang berbeda diperlakukan dalam cara yang berbeda. Keadilan memberikan tiap-tiap orang jatah menurut jasanya, tidak menuntut supaya tiap-tiap orang mendapat bagian yang sama banyaknya melainkan kesebandingan (kesamaan yang sebanding atau persamaan yang proporsional). Jika pembentuk undang-undang memerintahkan hakim supaya keputusannya memperhatikan keadilan adalah untuk menghindari pemakaian peraturan umum dalam hal-hal yang khusus yaitu dengan berpedoman pada kepantasan (redelijkheid) dan itikad baik.
Teori Keadilan Distributif ini diperluas pengertiannya oleh Morris Ginsberg47, dengan pemahaman bahwa keadilan itu berlawanan dengan :
a. Pelanggaran hukum, penyimpangan, ketidak-tetapan, ketidak-pastian, keputusan yang tidak terduga, tidak dibatasi oleh peraturan.
46
Aristoteles, dikutip oleh I J Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1981), h. 23-24, bandingkan dengan Thomas Aquino membedakan keadilan : 1. Keadilan umum atau keadilan legal (Legal Justice) yaitu keadilan menurut undang-undang yang harus ditunaikan demi kepentingan umum, 2. Keadilan Khusus yaitu keadilan atas dasar
kesamaan/proporsional yang dibedakan dalam : a. Keadilan distributif, yaitu keadilan yang secara proporsional diterapkan dalam lapangan hukum publik, b. Keadilan komutatif, keadilan yang mempersamakan antara prestasi dan kontra prestasi, c. Keadilan vindikatif, yaitu keadilan dalam hal menjatuhkan hukuman atau ganti kerugian dalam tindak pidana, lihat : Darji Darmodiharjo, et.al, Pokok-pokok Filsafat Hukum, (Jakarta: PT. Gramedia, 1996), h. 154
47
(46)
b. Sikap memihak dalam penerapan aturan
c. Aturan yang memihak atau sewenang-wenang, melibatkan diskriminasi yang tidak berdasarkan perbedaan-perbedaan yang tidak relevan.
Kesebandingan antara kepentingan kedua belah pihak antara para kreditor dan debitor haruslah didasarkan kepada hubungan timbal balik yang saling menguntungkan, dengan demikian diperlukan adanya “mutual understanding” untuk mencapai kesepakatan akhir. Untuk itu perlu dikemukakan beberapa “Operational Theory” :
Bargaining Theory (Calr M.Stevens)48 : “Bargaining in its simplest format is the communication by both parties of the terms they require for consummation of transaction and the subsequent acceptance or rejection by both of the bargain. Negotiation is the set of techniques used to translate bargaining power into the ultimate settlement”.
Teori Moratorium (J.B. Huizink)49, menyatakan pendapatnya :
Bahwa penundaan pembayaran itu bukan suatu figur hukum yang digunakan oleh pembentuk undang-undang untuk menghindarkan agar ganti kerugian kreditor tidak berubah menjadi suatu sarang ular juridis, tetapi adalah suatu upaya bagi debitor yang karena keadaan tertentu menjadi tidak mampu memenuhi kewajiban-kewajibannya pada waktunya. Melalui moratorium, debitor memperoleh kesempatan untuk menata urusan-urusannya dengan baik. Setelah berlalu beberapa waktu, ia akan mampu lagi untuk melunasi para kreditornya. Ia dapat pula mencoba untuk mengadakan pengaturan (pelunasan ) pembayaran.
Teori Keadaan Memaksa (Force Majeur) Relatif atau De Subjectieve Overmaachtsleer menyatakan: “Keadaan memaksa itu ada, apabila debitor masih mungkin melaksanakan prestasi, tetapi praktis dengan kesukaran atau
48
John. A.Fossum, Labour Relation, Development, Structure, Process, (Business Publication: 1982) h. 211
49
(47)
pengorbanan yang besar (ada unsur diffikultas), sehingga dalam keadaan yang demikian itu kreditor tidak dapat menuntut pelaksanaan prestasi”.50
Pada saat ini masih relevan untuk dikemukakan pendapat yang memberikan komentarnya terhadap Perubahan Hukum Perdata Indonesia dengan menyatakan51:
Apapun yang akan terjadi, pada masa sekarang baik pemerintah ataupun sektor swasta amat memperhatikan anggaran dasar. Kesuksesan usaha mereka lebih terjamin dengan ikatan hubungn keluarga dan keinginan yang sama daripada suatu sistem hukum yang tidak dapat dipaksakan. Untuk saat ini pembuat UU tidak dapat berharap untuk membuat rasa hukum dari keadaan ini. Sangatlah sulit membuat UU di sekeliling industri dan perusahaan dagang, karena pada prakteknya tidak jelas, tidak konsisten dan sering kali di bawah tangan. Dan kebijakan pemerintah juga tidak memberikan bimbingan yang memadai. Untuk meletakkan dasar bagi hukum yang baru pada perusahaan swasta adalah hal yang mustahil, karena alasan ideologi dan karena praktek dari perusahaan swasta tidak mudah disusupi. Konsekwensinya, tidak mungkin akan muncul suatu sistem hukum yang efektif untuk beberapa tahun mendatang. UU yang baru akan mengakibatkan kebingungan.
Teori-teori tersebut diatas relevan jika dihubungkan dengan pendapat dari Prof. DR. M. Solly Lubis, SH yang menyatakan : Demi terpeliharanya dan tercapainya sistem hukum yang serasi dengan cita-cita dan moral pembangunan dalam Pancasila, kedua aliran juridis dogmatis dan sosial pragmatis harus dipadu dan bekerjasama. Keterpaduan inilah yang merupakan ciri khas hukum Indonesia
50
Mariam Darus Badrulzaman et.al. Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Aditya Bhakti, 2001), h.27, lihat juga, Abdul R. Salman et.al., Essensi Hukum Bisnis Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 19-20, bahwa : keadaan memaksa (overmarht) yang bersifat tidak mutlak (relatief), contohnya berupa suatu keadaan dimana kontrak masih dapat dilaksanakan, tapi dengan biaya yang lebih tinggi, perubahan harga tinggi secara mendadak akibat regulasi pemerintah terhadap produk tertentu dan juga karena krisis ekonomi.
51
Daniel S.Lev, The Lady and The Banyan Tree : Civil Law Change in Indonesia, diterjemahkan oleh Satjipto Rahardjo “Sosok Wanita dan Pohon Beringin” dalam The American
(48)
sebagai bangsa yang sedang membangun dan membedakannya dari hukum barat yang liberal individualistis materialistis52.
Masalah keadilan (kesebandingan) merupakan masalah rumit, persoalan atau sengketa dapat dijumpai hampir pada setiap masyarakat bisnis di Indonesia. Hukum mempunyai 2 (dua) tugas utama yakni mencapai suatu kepastian hukum serta mencapai kesebandingan bagi semua warga masyarakat. Masalah kepastian hukum maupun kesebandingan hingga kini masih merupakan masalah yang sulit terpecahkan di bidang hukum sejak tahun 1942. Hukum Ekonomi (Economic law) perlu diperhatikan perubahannya karena peraturan yang bertalian dengan ekonomi seperti badan-badan usaha, orang perantara, surat-surat berharga, transportasi dan lain-lain sudah banyak yang usang justru beberapa hukum warisan kolonial sudah ditinggalkan oleh Belanda sendiri karena dipandang sudah usang53. Namun di lain pihak, pada umumnya masyarakat Indonesia mempunyai suatu kecenderungan untuk menyelesaikan suatu perselisihan dengan cara yang sehalus mungkin, suatu kompromi lebih disukai dari pada jatuhnya suatu keputusan dengan harapan untuk menyelesaikan perselisihan secara efektif tanpa menimbulkan ketegangan-ketegangan sosial karena ada shame culture (budaya malu), “cara-cara menyelesaikan perselisihan dengan damai masih dianggap sebagai cita-cita masyarakat Indonesia”54.
Nilai-nilai keadilan dan azas demokrasi yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 adalah sebagai dasar paradigmatik bagi Politik
52
M. Solly Lubis, Sistem Nasional, (Bandung: Mandar Maju, 2002), h.25-26
53
M. Solly Lubis, Pembentukan Undang-undang secara terpadu dan demokratis
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, Makalah dalam Serasehan Bidang Hukum, oleh Poldasu Medan Februari 1996.
54
Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h. 12
(49)
Hukum Perdata dan Dagang khususnya Kepailitan dan PKPU, apakah peraturan perundang-undangan tentang Kepailitan dan PKPU sudah merupakan interaksi ideal antara Potensi Nasional diperhadapkan dengan lingkungan Nasional, Regional terutama pengaruh Globalisasi Ekonomi yang terus berlangsung.
Untuk memberikan arahan dan panduan terhadap pembentukan hukum nasional di bidang perekonomian khususnya hukum Kepailitan dan PKPU kaitannya dengan Penyelesaian Sengketa Utang Piutang Perusahaan, perlu dituangkan dalam skema berikut ini :
(1)
Bambang Riyanto. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta : Yayasan Penerbit Gajah Mada, 1991.
Black, Hendry Campbell. Black’s Law Dictionary. Sixth Edition, 1990.
Budiarjo, Ali. Reformasi Hukum di Indonesia. Jakarta : PT Siber Konsultan, 1999.
Campbell, Dennis. International Corporation Insolvensy Law. Butterworths : CILS, 1992.
Cambell, Dennis Anthony E. Collins (editors). Corporate Insolvensy and Rescue, The International Dimension. Boston : Kluwerlaw and Taxation Publisher, 1993.
Charles R. O’Kelly Jr, Robert B Thomson. Corporations and Other Business Associations, Cases and Materials. Boston, Toronto. London : Little Brown Co., 1992.
Daley, Kerrie. LAW 3095 Corporate Insolvency. Sidney : University of New Southwales, 2004.
Darmodiharjo, Darji. Pokok-pokok Filsafat Hukum. Jakarta : PT Gramedia, 1996. Djohansah,J. Pengadilan Niaga. Kumpulan Makalah Calon Hakim Pengadilan
Niaga. Mahkamah Agung RI, 1998.
Donnel John D. Law for Business. Illinois : Irwin HomeWood, 1983.
Duns, Jhon. Insolvency : Law and Policy. Melbourne : Oxford University Press, 2002.
Easterbrook, Frank H. The Economic Structure of Corporate Law. Cambridge, Massachusetts, England : Harvard University Press, 1996.
Emirson, Jony. Hukum Bisnis Indonesia. Jakarta : Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi, Dirjendikti, Deppennas,PT Prehalindo, 2002.
Erman Rajagukguk. Peranan Hukum dalam Pembangunan pada Era Globalisasi : Implikasinya bagi pendidikan Hukum di Indonesia. Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam bidang Hukum pada FH UI, Jakarta: 4 Januari 1997. Friedman, Lawrence M. American Law, an Introduction. New York : W.W.
Norton and Co., 1984.
Fuady, Munir. Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek. Buku kesatu, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1994.
Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek. Buku kedua. Bandung : Citra Aditya Bakti, 1994.
(2)
Hukum Kepailitan 1998 dalam Teori dan Praktek. Bandung : Citra AdityaBakti, 1998.
Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek. Buku ketiga. Bandung : Citra Aditya Bakti, 1999.
Hukum Tentang Merger. Bandung : Citra Aditya Bakti, 1999. Pengantar Hukum Bisnis. Bandung : Citra Aditya Bakti, 2001.
Ginsberg, Morris. Keadilan dalam Masyarakat. Bantul : Pondok Edukasi, 2003. Goodpaster, Gary. Seri Dasar Hukum Ekonomi 9, Panduan Negosiasi dan
Mediasi. terjemahan : Nogar Simanjuntak. Jakarta : ELIPS, 1999.
Graham, John L. Smart Bargaining doing Business with the Japanese. Cambridge : Ballinger Publishing Company, 1984.
Hadimulyo. Mempertimbangkan ADR, Kajian Alternatif Penyelesaian Sengketa di luar Pengadilan. Jakarta : ELSAM, 1997.
Harahap, M, Yahya. Laporan Akhir Penelitian Hukum tentang ADR, BPHN, Depkeh RI. 1995/1996.
Hartono, Sunaryati. Capita Selecta Perbandingan Hukum. Bandung : Alumni, 1970.
Huizink, J.B. Insolvensi. Kluwer-Deventer. Cetakan Kedua, 1995.
Insolventie. Alih Bahasa : Linus Doludjawa. Jakarta : Pusat Studi Hukum & Ekonomi FH UI, 2004.
Husein, Yunus. Rahasia Bank, Privasi Versus Kepentingan Umum. Jakarta : FH UI, Pasca Sarjana, 2003.
James E Mauch, Jack W Birch. Gudide to the successful Thesis and Dissertasion, Books in Library and Information Science. New York : Marcel Dekker Inc., 1993.
James A Pusateri, Karen S. Kressin, James J.O Malley. (editors), Small Business Bankruptcy Reorganizations. New York, Chichester, Brisbane, Toronto, Singapore : John Wiley & Sons Inc., 1994.
Jerry Hoff. Indonesian Bankruptcy Law. editor : Gregory J Churcill. Jakarta : PT Tatanusa, 1999.
Undang-undang Kepailitan di Indonesia. terjemahan : Kartini Mulyadi. Jakarta : PT Tatanusa, 2000.
(3)
John A Fosum. Labour Relation, Development Structure, Proccess Business Publication, 1992.
Khairandy, Ridwan. Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak. Jakarta : FH UI Pasca Sarjana, 2003.
Beberapa kelemahan mendasar UU Kepailitan Indonesia. Jurnal Megister Hukum,Vol. 2 No.1, Februari 2000.
Konrad Zwigert. Introduction to Comparative Law. Vol. 1 Oxford : Clarendon Press, 1987.
Lee A Weng, Henry. Hukum Kepailitan (Faillssement) dan Penundaan Pembayaran (Surseanse van Betalling). Bahan Ceramah, Pengadilan Tinggi Medan, April 1998.
Leo Hawkins. The Legal Negotiator, A Handbook for managing Legal Negotiations more effectively. Melbourne : Longman Professional,1991. Leonard J Theberge. Law and Economic Development, dalam Peranan Hukum
dalam Pembangunan Ekonomi 2. editor : Eman Rajagukguk. Jakarta : UI, 1995.
Lev, Daniel S. The Lady and the Bayan Tree, Civil Law Change in Indonesia. terjemahan : Satjipto Rahardjo : Sosok Wanita dan Pohon Beringin, dalam The American Journal of Comparative law. Vol. 20, 1972.
Lewis D Solomon, Donald E. Schwartz, Jeffrey D. Bauman, Elliott J. Weiss. Corporations Law and Policy, Materials and Problems. Third Edition. St. Paul, Minn : West Publishing Co., 1994.
Lubis, M Solly. Filsafat Ilmu dan Penelitian. Bandung : Mandar Maju, 1994. _____ Sistem Nasional. Bandung : Mandar Maju, 2002.
_____ Pembentukan Undang-udang secara terpadu dan demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Makalah dalam Sarasehan Bidang Hukum. Poldasu, Medan, Februari 1996.
Margono, Suyud. ADR dan Arbitrase, Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum. Jakarta : Ghalia Indonesia, 2000
Mark S Scarberry, Kenneth N. Klee, Grant W. Newton, Steve H. Nickles. Business Reorganization in Bankkruptcy, Case and Materials. St. Paul Minnesota : West Publishing Co,. 1996.
Martiman Prodjohamidjojo. Proses Kepailitan. Bandung : Mandar Maju, 1999. Moleong, Lexi J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Cetakan Kesebelas, Bandung :
(4)
Mulyadi, Kartini. Pedoman Menangani Perkara Kepailitan. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003.
Nasution, Bismar. Hukum Kepailitan (Diktat). Medan : Program MKN, PPS USU 2003.
Nasution, C. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta :Bumi Aksara, 2000. Newton, Grant W. Corporate Bankruptcy, Tolls, Strategies and Alternatives. New
York : John Wiley & Sons Inc., 2003.
Panggabean,H P. Penerapan Asas-asas Peradilan dalam kasus Kepailitan. Ulasan Hukum, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 7, 1999.
_____ Upaya Perdamaian menurut Pasal 130 HIR, Makalah Rekernas Mahkamah Agung. Yogjakarta, September 2001.
Reksohadiprojo, Sukanto. Pengantar Ekonomi Perusahaan. Yogjakarta : BPFE, 1991.
Richard C Breeden. The Globalization of Law and Business in the 1990’s. dalam Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi 2, editor : Erman Rajagukguk, Jakarta : UI, 1995.
Rose QC, Dennis. Australian Bankruptcy Law. Tenth Edition, Canberra : The Law Book Company Ltd, 1994.
Rudhy A Lontoh, Denny Kailimang, Beny Ponto (editor). Penyelesaian Utang Piutang melalui Pailit atau PKPU. Bandung : Alumni, 2001.
Sastrawijaya, H. Man S. Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Bandung : Alumni, 2006
Satrio, J. Hukum Perikatan, Perikatan pada umumnya. Bandung : Alumni, 1993. _____ Perikatan yang lahir dari Perjanjian. Buku kedua, Bandung : Aditya
Bakti, 1995.
Sawir, Agnes. Kebijakan Pendanaan dan Restrukturisasi Perusahaan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2004.
Setiawan. Kepailitan, konsep-konsep dasar serta pengertiannya. Ulasan Hukum. Varia Peradilan No. 156, September 1998.
Sinaga, Syamsudin Manan. Analisis dan Evaluasi Hukum tentang Restrukturisasi Utang pada PKPU. Jakarta : BPHN Depkeh & HAM, 2000.
Sitepu, Runtung. Modul Penyelesaian Sengkete Alternatif. Medan : PPS USU,2003.
(5)
Sitompul, Zulkarnain. Perlindungan Dana Nasabah Bank, Suatu gagasan tentang pendirian Lembaga Penjamin di Indonesia. Jakarta : FH UI, Program Pasca Sarjana, 2003.
Situmorang, Victor M, Hendri Soekarso. Pengantar Hukum Kepailitan Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta, 1994.
Sjahdeini, Sutan Remy. Hukum Kepailitan. Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 2002. _____ Kebebasan berkontrak dan perlindungan yang seimbang bagi para pihak
dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia. Jakarta : Institut Bankir Indonesia,1993.
_____ Prakarsa Jakarta (The Jakarta Inisiative). Makalah dalam Seminar Hukum Kepailitan. AEKI - Sumut dan STIH Graha Kirana, Medan, 19-10-1998.
_____ Skema INDRA. Makalah dalam Semiar Hukum Kepailitan. AEKI-Sumut dan STIH Graha Kirana, Medan,19-10-1998.
Stijn Claessens, Simeon Djankov, Ashoka Mody (editors). Resolution Of Financial Distress, an International Perspective on the Design of Bankruptcy Laws. Washington DC : The World Bank, 2001.
Subekti. Pokok-pokok Hukum Perdata. Cetakan ketujuh belas. Jakarta : PT Internusa, 1983.
Sukanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI Press, 1996. _____ Pokok-pokok Sosiologi Hukum. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003. _____ Penelitian Hukum Normatif. Jakarta : UI Press, 1986.
Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1998.
_____ Metodologi Penelitian Hukum. Cetakan Ketiga. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001.
Sulaiman, Robintan. Lebih jauh tentang Kepailitan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998. Karawaci : FH Universitas Pelita Harapan, 2000
Suyatno,Thomas. Bank Indonesia, Bank tidak sehat, BPPN dan Masalah Kepailitan. Jurnal Hukum Bisnis. YPHB, Vol. 7, 1999.
Vagts, Detlev F. Basic Corporation Law, Materials, Cases, Text. Westbury, New York : The Foundation Press Inc., 1989.
Waluyo, Bernadette. Hukum Kepailitan dan PKPU. Bandung : Mandar Maju , 1999.
(6)
Widjaya, Gunawan. Tanggung jawab Direksi atas Kepailitan Pereroan. Jakarta : Grafindo Persada, 2003.
Wignojosumarto, Parwoto. Titik Taut Arbitrase dan Kepailitan Indonesia. Makalah Seminar Bankruptcy & Arbitration, Pusat Pengkajian Hukum, Jakarta 8-3-2004.
Yuhasrie, Emmy, Srimuryani, Tri Harnowo (editor). Kewajiban dan standard Pelaporan dalam Kepailitan dan Perlindungan Kurator dan Harta Pailit. Lokakarya, Jakarta 18-19 Nopember 2003.
Majalah/Harian :
Varia Peradilan : Nomor 173, Februari 2000. Varia Peradilan : Nomor 253, Desember 2006.
Harian Kompas : 22 Juli 1998, 24 Februari 2003, 14 Maret 2003, 31 Maret 2003, 14 April 2003, 29 April 2003, 15 Oktober 2003, 28 Nopember 2003, 26 Februari 2004, 27 Desember 2006. Harian Perjuangan : 25 Maret 2003.
Harian Republika : 11 Juni 2003.
Harian Sinar Indonesia Baru (SIB) : 29 April 1999. Peraturan Perundang-undangan :
Undang-Undang Nomor 4 tahun 1998 Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-undang tentang Kepailitan menjadi Undang-Undang
Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Himpunan Putusan-putusan Mahkamah Agung RI dalam Perkara Kepailitan Jilid 3, Jilid 4, Jilid 6,(PT Tatanusa,1999,2000)
Himpunan Putusan-Putusan Pengadilan Niaga, Mahkamah Agung RI, Dirjen Badan Peradilan Umum, Juni 2006