Keaslian Penulisan Tinjauan Pustaka

2. Manfaat penulisan Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini antara lain: a. Secara teoritis Dengan kehadiran skripsi ini diharapkan mampu mengisi ruang- ruang kosong dalam ilmu pengetahuan di bidang hukum yang berkenaan dengan substansi penulisan skripsi ini, sehingga dapat memberikan sumbangsih berarti bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang hukum Kepailitan dan PKPU terutama menyangkut pembuktian dalam hukum acara perdata sebagai hukum acara yang dipakai dalam Pengadilan Niaga dalam menyelesaikan perkara-perkara Kepailitan dan PKPU, asas pembuktian secara sederhana dalam Hukum Kepailitan dan PKPU, dan penerapan asas pembuktian secara sederhana dalam salah satu putusan perkara PKPU. b. Secara praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada masyarakant pada umumnya dan sebagai bahan referensi bagi kalangan praktisi hukum, mahasiswa dan Lembaga Swadaya Masyarakat LSM pada khususnya mengenai pembuktian secara sederhana dalam PKPU.

D. Keaslian Penulisan

Untuk mengetahui keaslian penelitian, sebelumnya telah dilakukan penelusuran terhadap berbagai judul skripsi yang tercatat pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Pusat dokumentasi dan informasi hukumperpustakaan Universitas cabang Fakultas Hukum USU melalui surat tertanggal 17 Desember 2014 yang menyatakan bahwa tidak ada judul yang sama. Surat tersebut dijadikan dasar bagi Ibu Windha, S.H., M.Hum dan Bapak Ramli Siregar,S.H.,M.Hum selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk menerima judul yang diajukan karena substansi yang terdapat dalam skripsi ini dinilai berbeda dengan judul-judul skripsi lain yang terdapat dilingkungan perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Apabila dikemudian hari terdapat judul yang sama atau telah tertulis orang lain dalam berbagai tingkat kesarjanaan sebelum skripsi ini dibuat, maka hal tersebut dapat diminta pertanggungjawaban.

E. Tinjauan Pustaka

Kebutuhan hidup finansial setiap orang dapat diperoleh dengan berbagai cara. Orang-perorangan maupun badan hukum yang hendak memenuhi kebutuhan hidupnya membutuhkan sejumlah uang. Jikalau ia tidak memiliki uang ia dapat meminjam dari orang lain yang biasanya dituangkan dalam suatu perjanjian utang piutang atau perjanjian kredit. Pihak yang meminjamkan uang disebut kreditur, sedangkan yang meminjam uang disebut debitur. Debitur wajib membayar utangnya kepada kreditur sesuai dengan perjanjian. Apabila debitur ingkar janji dan tidak dapat membayar utangnya, kreditur dapat mengajukan permohonan pailit kepada Pengadilan Niaga agar debitur dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya. Sebaliknya debitur juga dapat mengajukan permohonan PKPU kepada Pengadilan Niaga agar debitur dapat diberi waktu untuk membayar utang- utangnya. Prosedur pengajuan perkara kepailitan dan PKPU ini diatur dalam UUK-PKPU. 13 Pengadilan Niaga sebagai lembaga peradilan yang memiliki salah satu wewenang untuk memeriksa dan memutuskan apakah suatu permohonan kepailitan dan PKPU yang diajukan dapat diterima atau tidak, menggunakan hukum acara perdata. Dalam UUK-PKPU menyatakan bahwa selain diatur dalam undang-undang ini, maka hukum acara yang berlaku adalah hukum acara perdata. UUK-PKPU mengatur beberapa aturan acara dalam Pengadilan Niaga, salah satunya adalah mengenai pembuktian, yaitu asas pembuktian secara sederhana. Adapun beberapa unsur yang termasuk dalam bahan kajian penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU merupakan alternatif penyelesaian utang untuk menghindari kepailitan. Menurut Munir Fuady Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU ini adalah suatu periode waktu tertentu yang diberikan oleh undang-undang melalui putusan Pengadilan Niaga, dimana dalam periode waktu tersebut kepada kreditur dan debitur diberikan kesepakatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran utang-utangnya dengan memberikan rencana perdamaian composition plan terhadap seluruh atau sebagian utangnya itu, termasuk apabila perlu merestrukturisasi utangnya tersebut. 13 Syamsudin M.Sinaga, Hukum Kepailitan Indonesia Jakarta: Tatanusa,2012, hlm. 1-2. Dengan kata lain PKPU merupakan semacam moratorium dalam hal ini legal moratorium. 14 Berdasarkan Pasal 222 ayat 2 UUK-PKPU permohonan PKPU yang diajukan oleh debitur harus memenuhi empat syarat agar permohonan dikabulkan, yaitu: 15 a. Adanya utang b. Utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih c. Ada dua atau lebih kreditur, dan d. Debitur tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan pembayaran utang-utangnya. Jika permohonan PKPU diajukan kreditur, maka berdasarkan Pasal 222 ayat 3 UUK-PKPU ada empat syarat yang wajib dipenuhi atau harus terbukti agar permohonan dikabulkan, yaitu: 16 a. Adanya utang, b. Utang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, c. Ada satu Kreditur, d. Kreditur memperkirakan bahwa Debitur tidak dapat melanjutkan pembayaran utangnya. Pihak yang dapat mengajukan permohonan PKPU menurut UUK-PKPU adalah: 17 a. Debitur; 14 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001, hlm. 82. 15 Syamsudin M Sinaga, Op.Cit., hlm. 260-261. 16 Ibid., hlm. 261. 17 Sunarmi, Hukum Kepailitan Edisi 2 Jakarta : Softmedia, 2010,hlm. 204. b. Kreditur; c. Bank Indonesia bila debiturnya adalah Bank; d. Bapepam, bila debiturnya adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjamin, Lembaga Penyimpanan dan penyelesaian; e. Menteri Keuangan, bila debitur Perusahaan Asuransi, Perusahaan Rasuransi, Dana Pensiun, dan Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik Pasal 233 UU No.37 tahun 2004. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU memiliki dua tahap yaitu PKPU sementara dan PKPU tetap. PKPU sementara diatur dalam Pasal 225 ayat 4 UUK-PKPU yang menyatakan: “Segera setelah putusan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara diucapkan, Pengadilan melalui pengurus wajib memanggil Debitur dan Kreditur yang dikenal dengan surat tercatat atau melalui kurir, untuk menghadap dalam sidang yang diselenggarakan paling lama pada hari ke-45 empat puluh lima terhitung sejak putusan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara diucapkan.” 18 Sedangkan PKPU tetap diatur dalam Pasal 228 ayat 6 yang menyatakan: “Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 tidak dipenuhi, atau jika Kreditur belum dapat memberikan suara mereka mengenai rencana perdamaian, atas permintaan Debitur, Kreditur harus menentukan pemberian atau penolakan penundaan kewajiban pembayaran utang tetap dengan maksud untuk memungkinkan Debitur, pengurus, dan Kreditur untuk mempertimbangkan dan menyetujui rencana perdamaian pada rapat atau sidang yang di adakan selanjutnya.” 19 PKPU sementara diberikan terlebih dahulu selama 45 hari sedangkan PKPU tetap diberikan untuk jangka waktu 270 hari. 18 Pasal 225 ayat 4 UUK-PKPU 19 Pasal 228 ayat 6 UUK-PKPU Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU sementara merupakan tahap pertama dari proses PKPU. Debitur yang mengajukan permohonan PKPU jika syarat-syarat administrasinya sudah dipenuhi maka pengadilan paling lambat 3 hari sejak permohonan didaftarkan harus segera memutus mengabulkan permohonan PKPU sementara. Dalam hal PKPU diajukan oleh kreditur, pengadilan harus segera mengabulkan PKPU sementara selambat-lambatnya dua puluh hari sejak permohonan PKPU didaftarkan. Setelahnya pengadilan menunjuk hakim pengawas dan mengangkat satu atau lebih pengurus. Setelah ditetapkannya PKPU sementara pengadilan melalui pengurus wajib memanggil debitur dan kreditur untuk menghadap dalam sidang yang paling lama diadakan pada hari ke empat puluh lima sejak diputuskan PKPU sementara. Dalam sidang tersebut akan diputuskan apakah dapat diberikan PKPU secara tetap dengan tujuan memungkinkan debitur, pengurus dan para kreditur untuk mempertimbangkan dan menyetujui perdamaian. 2. Asas pembuktian secara sederhana Menurut Bellefroid, asas hukum secara umum adalah norma dasar yang dijabarkan dari hukum posotif dan yang oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari aturan-aturan yang lebih umum. Asas hukum merupakan pengendapan hukum positif dalam suatu masyarakat. 20 Asas hukum dibagi menjadi dua, yaitu: asas hukum umum dan asas hukum khusus. Asas hukum umum adalah asas hukum yang berhubungan dengan seluruh bidang hukum, seperti asas lex posteriori derogat legi priori. Sedangkan asas 20 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu pengantar Yogyakarta:Liberty,2008 hlm. 34. hukum khusus adalah asas yang berfungsi dalam bidang tertentu yang lebih sempit, seperti dalam bidang hukum perdata, hukum pidana, dan sebagainya, misalnya asas pacta sunt servanda, dan asas legalitas. 21 Asas pembuktian secara sederhana merupakan suatu asas hukum khusus dalam hukum Kepailitan dan PKPU. Definisi mengenai apa yang dimaksud dengan pembuktian secara sederhana tidak dijelaskan dalam UUK-PKPU, namun demikian petunjuk mengenai diterapkannya pembuktian secara sederhana dalam perkara kepailitan terdapat dalam ketentuan Pasal 8 ayat 4 UUK-PKPU yang menyatakan bahwa permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keaadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 telah dipenuhi. 22 Ketentuan tersebut tidak memberikan pengertian mengenai pembuktian secara sederhana, dan dalam penjelasannya hanya menjelaskan apa yang dimaksud dengan fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana, yaitu fakta dua atau lebih kreditur dan fakta utang telah jatuh waktu dan tidak dibayar. Dari penjelasan ini, secara tersirat dapat diketahui bahwa pada prinsipnya inti dari penerapan pembuktian secara sederhana ini adalah penerapan syarat-syarat kepailitan sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 2 ayat 1 yang dilakukan secara sederhana. 23 21 Ibid., hlm. 36. 22 Pasal 8 ayat 4 UUK-PKPU 23 Erma Defiana Putriyanti dan Tata Wijayanta, “Kajian Hukum tentang Penerapan Pembuktian Sederhana dalam Perkara Kepailitan Asuransi”, http:mimbar.hukum.ugm.ac.idindex.phpjmh tanggal akses 7 Februari 2015, pukul 12:10 WIB

F. Metode Penulisan

Dokumen yang terkait

Penerapan Prinsip Kelangsungan Usaha Dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Kasus Putusan MA No 156 PK/Pdt.Sus/2012)

4 97 96

Kewenangan Kreditur Dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Menurut UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Niaga No. 05/ PKPU/ 2010/ PN. Niaga – Medan)

2 52 135

Restrukturisasi Utang Untuk Mencegah Kepailitan

5 96 50

Penyelesaian Sengketa Utang Piutang Perusahaan Dengan Perdamaian Di Dalam Atau Di Luar Proses Kepailitan (Studi Mengenai Lembaga Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang)

2 122 433

Pelaksanaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Ditinjau Dari Undang-Undang Kepailitan

2 59 2

PELAKSANAAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU) DI PENGADILAN NIAGA JAKARTA PUSAT.

0 1 6

ANALISIS HOMOLOGASI DALAM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU) SEBAGAI UPAYA PENCEGAH TERJADINYA KEPAILITAN (Studi Putusan No.59/Pdt.Sus-PKPU.PN.Niaga.Jkt.Pst)

0 0 9

BAB II PENGAJUAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG KEPADA PENGADILAN NIAGA A. Pengertian PKPU - Asas Pembuktian Secara Sederhana Dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Pkpu) Pada Putusan Ma Ri No. 586 K/Pdt.Sus-Pailit/2013

0 1 23

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Asas Pembuktian Secara Sederhana Dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Pkpu) Pada Putusan Ma Ri No. 586 K/Pdt.Sus-Pailit/2013

0 0 19

BAB II FILOSOFI KEWENANGAN KREDITOR DALAM PENGAJUAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG 2.1. Hakikat dan Tujuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang - KEWENANGAN KREDITOR DALAM PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 34