Latar Belakang Asas Pembuktian Secara Sederhana Dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Pkpu) Pada Putusan Ma Ri No. 586 K/Pdt.Sus-Pailit/2013

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang selanjutnya disebut dengan UUK-PKPU yang diundangkan pada tanggal 18 Oktober 2004 memberikan dua cara agar debitur dapat terhindar dari ancaman harta kekayaannya dilikuidasi ketika debitur telah atau akan berada dalam keadaan insolven, yaitu: 1 1. Cara pertama yang dapat ditempuh oleh debitur agar harta kekayaannya terhindar dari likuidasi adalah dengan mengadakan perdamaian antara debitur dengan para krediturnya setelah debitur dinyatakan pailit oleh pengadilan. Perdamaian ini memang tidak dapat menghindarkan kepailitan, karena kepailitan itu sudah terjadi, tetapi apabila perdamaian itu tercapai maka kepailitan debitur yang telah diputuskan oleh pengadilan itu menjadi berakhir. Atau dengan kata lain debitur dapat menghindarkan diri dari pelaksanaan likuidasi terhadap harta kekayaannya sekalipun sudah diputuskan oleh pengadilan. Perdamaian tersebut dapat mengakhiri kepailitan debitur hanya apabila dibicarakan bersama dan melibatkan semua kreditur. Apabila perdamaian hanya diajukan dan dirundingkan dengan hanya satu atau beberapa kreditur, tidak dapat mengakhiri kepailitan debitur. 1 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan Memahami Undang-undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Jakarta: Grafiti, 2008, hlm. 327-328. 2. Cara kedua adalah dengan mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang selanjutnya disingkat PKPU atau Surseance van Betaling menurut istilah Faillisementverordening atau Suspension of Payment menurut istilah dalam bahasa Inggris. UUK-PKPU mengatur PKPU dalam Bab III, yaitu mulai dari Pasal 222 sampai dengan Pasal 294 UUK-PKPU dimana dalam Pasal 222 ayat 2 tujuan dari pengajuan PKPU adalah untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditur. Menurut penjelasan Pasal 222 ayat 2 UUK- PKPU yang dimaksud “kreditur” adalah baik kreditur konkuren maupun kreditur yang didahulukan. Richard Burton memberikan definisi PKPU adalah suatu keadaan saat debitur tidak dapat atau memperkirakan bahwa ia tidak dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang kepada kreditur konkuren. Seperti halnya permohonan pailit, permohonan PKPU juga harus diajukan oleh debitur kepada pengadilan dengan ditandatangani oleh debitur dan oleh penasehat hukumnya. 2 Ada dua jenis PKPU yang dikenal dalam UUK-PKPU, yaitu PKPU sementara dan PKPU tetap. Kedua jenis PKPU tersebut merupakan sebuah tahapan dan memiliki batas waktu. PKPU sementara diatur dalam Pasal 225 ayat 4 UUK-PKPU yang berbunyi: 2 Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum Dalam Bisnis Jakarta: Rineka Cipta, 2007, hlm. 175. “Segera setelah putusan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara diucapkan, Pengadilan melalui pengurus wajib memanggil debitur dan kreditur yang dikenal dengan surat tercatat atau melalui kurir untuk menghadap dalam sidang yang diselenggarakan paling lama hari ke-45 empat puluh lima terhitung sejak putusan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara diucapkan.” 3 Sedangkan PKPU tetap diatur dalam Pasal 228 ayat 6 UUK-PKPU yang berbunyi: “Apabila penundaan kewajiban pembayaran utang tetap sebagaimana dimaksud pada ayat 4 disetujui, penundaan tersebut berikut perpanjangannya tidak boleh melebihi 270 dua ratus tujuh puluh hari setelah putusan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara diucapkan. ” 4 Dilihat dari segi norma, ruang lingkup materi, maupun proses penyelesaian utang-putang, UUK-PKPU ini mempunyai cakupan yang lebih luas dibandingkan dengan UUK-PKPU sebelumnya. Hal ini dikarenakan adanya perkembangan dan kebutuhan hukum dalam masyarakat. Sedangkan ketentuan yang selama ini berlaku, belum memadai sebagai sarana hukum untuk menyelesaikan masalah utang-piutang secara adil, cepat, terbuka dan efektif. 5 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU menyebutkan kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini maka hukum acara yang berlaku adalah hukum acara perdata. 6 Hal ini berarti sepanjang tidak diatur secara khusus dalam UUK-PKPU maka hukum acara yang berlaku untuk pengadilan niaga dalam menangani 3 Pasal 225 ayat 4 UUK-PKPU 4 Pasal 228 ayat 6 UUK-PKPU 5 Victorianus M.H. Randa Puang, Penerapan Asas Pembuktian Sederhana dalam Penjatuhan Putusan Pailit Bandung: Sarana Tutorial Nurani Sejahtera, 2011, hlm. 7. 6 Pasal 299 UUK-PKPU perkara-perkara kepailitan dan PKPU adalah HIR Het Herziene Indonesich Reglement untuk Pengadilan Niaga yang berada di Jawa dan Madura, dan RBg Reglement Buiten Gewesten untuk Pengadilan Niaga di luar Jawa dan Madura. 7 Pembuktian dalam hukum kepailitan dan PKPU sedikit berbeda dibandingkan dengan pembuktian dalam hukum acara perdata pada umumnya. Pemeriksaan perkara kepailitan dan PKPU di Pengadilan Niaga berlangsung lebih cepat, hal ini dikarenakan UUK-PKPU memberikan batasan waktu proses kepailitan dan PKPU. Selain itu, lebih cepatnya waktu pemeriksaan perkara di Pengadilan Niaga antara lain dipengaruhi oleh sistem pembuktian yang dianut, yaitu asas pembuktian secara sederhana atau pembuktian secara sumir. Asas pembuktian secara sederhana termuat pada Pasal 8 ayat 4 UUK- PKPU yang menyebutkan: “Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 telah dipenuhi. ” 8 Dalam kepailitan, Pasal 8 ayat 4 UUK-PKPU di atas tidak terlepas dengan Pasal 2 ayat 1 UUK-PKPU yang menyebutkan: “Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditur nya.” 9 Penjelasan asas pembuktian secara sederhana yang telah dipaparkan di atas, muncul pertanyaan apakah asas pembuktian secara sederhana yang diatur 7 Ibid hlm. 9 8 Pasal 8 ayat 4 UUK-PKPU 9 Pasal 2 ayat 1 UUK-PKPU dalam Pasal 8 ayat 4 UUK-PKPU jo Pasal 2 ayat 1 UUK-PKPU berlaku juga terhadap permohonan PKPU? Dalam Bab III UUK-PKPU tentang PKPU memang terdapat pasal yang menegaskan bahwa ketentuan Bab II UUK-PKPU tentang kepailitan juga berlaku terhadap ketentuan PKPU diantaranya: 1. Pasal 245 UUK-PKPU tentang pembayaran piutang masing-masing kreditur yang harus tunduk pada Pasal 185 ayat 3 UUK-PKPU, 2. Pasal 246 UUK-PKPU yang menyatakan ketentuan Pasal 56, Pasal 57 dan Pasal 58 UUK-PKPU berlaku mutatis mutandis terhadap pelaksanaan kreditur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat 1 UUK-PKPU, 3. Pasal 248 ayat 3 UUK-PKPU yang menyatakan Pasal 53 dan Pasal 54 UUK-PKPU berlaku bagi perjumpaan utang pada PKPU, 4. Pasal 256 UUK-PKPU yang menyatakan Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 UUK-PKPU berlaku mutatis mutandis terhadap putusan pernyataan pailit sebagai akibat putusan pengakhiran PKPU. Namun tidak terdapat ketentuan perihal pembuktian secara sederhana dalam kepailitan pada Pasal 8 ayat 4 UUK-PKPU jo Pasal 2 ayat 1 UUK-PKPU juga berlaku terhadap PKPU. 10 Hakim sebagai salah satu pejabat kekuasaan kehakiman yang melaksanakan proses peradilan tentunya mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap lahirnya putusan. Putusan yang dihasilkan oleh hakim di Pengadilan idealnya tidak menimbulkan masalah-masalah baru dikemudian hari di 10 Alfin Sulaiman, “Polemik Penafsiran Ketentuan Pasal 225 UU No.37 Tahun 2004”, http:www.hukumonline.comberitabacalt50c986a51ac62polemik-penafsiran-ketentuan-pasal- 225-uu-no-37-tahun-2004-broleh--alfin-sulaiman--sh--mh- akses tanggal 29 Januari 2015 pukul 17.07 wib masyarakat. Hal ini berarti kualitas putusan hakim berpengaruh penting pada lingkungan masyarakat dan berpengaruh pada lingkungan masyarakat dan pada kredibilitas lembaga pengadilan itu sendiri. 11 Hakim dalam membuat putusan tidak hanya melihat kepada hukum system denken tetapi juga harus bertanya pada hati nurani dengan cara memperhatikan keadilan dan kemanfaatan ketika putusan itu telah dijatuhkan problem denken. Akibat putusan hakim yang hanya menerapkan pada hukum tanpa menggunakan hati nuraninya akan berakibat pada kegagalan menghadirkan keadilan dan kemanfaatan, meskipun putusan hakim sejatinya diadakan untuk menyelesaikan suatu perkara atau sengketa dalam bingkai tegaknya hukum dan keadilan. 12 Berdasarkan pemaparan di atas, penelitian ini mengangkat asas pembuktian secara sederhana dalam PKPU menjadi penelitian skripsi dengan melakukan tinjauan yuridis terhadap salah satu putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Tinjauan yuridis dilakukan untuk mengkaji penerapan asas pembuktian secara sederhana dalam permohonan PKPU untuk melihat apakah asas pembuktian secara sederhana ini diterapkan dalam pertimbangan hukum hakim yang memutus perkara tersebut. Adapun judul tulisan skripsi ini adalah 11 Tata Wijayanta, “Asas Kepastian Hukum, Keadilan dan Kemanfaatan dalam Kaitannya dengan Putusan Kepailitan Pengadilan Niaga,” Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 14 No. 2 Mei 2014 Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, hlm. 217. 12 HM. Soerya Respationo, “Putusan Hakim: Menuju Rasionalitas Hukum Refleksif dalam P enegakan Hukum”, Jurnal Hukum Yustisia, No. 86 Th. XXII Mei-Agustus 2013, Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, hlm. 43 seperti dikutip oleh Tata Wijayanta, Ibid. “Asas Pembuktian Secara Sederhana dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU Pada Putusan MA RI No. 586 KPdt.Sus- Pailit2013”.

B. Rumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Penerapan Prinsip Kelangsungan Usaha Dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Kasus Putusan MA No 156 PK/Pdt.Sus/2012)

4 97 96

Kewenangan Kreditur Dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Menurut UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Niaga No. 05/ PKPU/ 2010/ PN. Niaga – Medan)

2 52 135

Restrukturisasi Utang Untuk Mencegah Kepailitan

5 96 50

Penyelesaian Sengketa Utang Piutang Perusahaan Dengan Perdamaian Di Dalam Atau Di Luar Proses Kepailitan (Studi Mengenai Lembaga Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang)

2 122 433

Pelaksanaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Ditinjau Dari Undang-Undang Kepailitan

2 59 2

PELAKSANAAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU) DI PENGADILAN NIAGA JAKARTA PUSAT.

0 1 6

ANALISIS HOMOLOGASI DALAM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU) SEBAGAI UPAYA PENCEGAH TERJADINYA KEPAILITAN (Studi Putusan No.59/Pdt.Sus-PKPU.PN.Niaga.Jkt.Pst)

0 0 9

BAB II PENGAJUAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG KEPADA PENGADILAN NIAGA A. Pengertian PKPU - Asas Pembuktian Secara Sederhana Dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Pkpu) Pada Putusan Ma Ri No. 586 K/Pdt.Sus-Pailit/2013

0 1 23

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Asas Pembuktian Secara Sederhana Dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Pkpu) Pada Putusan Ma Ri No. 586 K/Pdt.Sus-Pailit/2013

0 0 19

BAB II FILOSOFI KEWENANGAN KREDITOR DALAM PENGAJUAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG 2.1. Hakikat dan Tujuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang - KEWENANGAN KREDITOR DALAM PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 34