nama menjadi Pulau Koorders. Sebagai bentuk penghargaan kepada Dr. Koorders, ketua pertama Nederlandsch Indische Vereeniging tot Natuurbescherming, sebuah
perkumpulan perlindungan alam Hindia Belanda yang didirikan tahun 1863. Pada tanggal 21 Pebruari 1919 area Situ Lengkong dengan Pulau Koorders
yang sering disebut Nusa Gede atau Nusa Panjalu atau Nusa Larang dinyatakan sebagai kawasan cagar alam yang benar-benar dijaga kelestarian alam serta budaya
yang ada di dalamnya. Ketetapannya terdapat dalam Keputusan : GB 6 stbl 90 Tanggal 21 Pebruari 1919 Departemen Kehutanan, 2002. Pengelolaannya di bawah
Balai Konservasi Sumberdaya Alam Jawa Barat II BKSDA Jabar II. Sedangkan areal Situ Lengkong Panjalu secara bersama, BKSDA Jabar II dan pemerintah daerah
Panjalu mengelola kelestarian alamnya sekaligus memanfaatkannya untuk kegiatan wisata.
3.3 Keadaan Biotik
Tumbuhan yang dapat ditemukan di kawasan Situ Lengkong Panjalu, antara lain : rotan Calamus sp, tepus Zingiberaceae sp, dan langkap Arenga sp.
Pengunjung juga dapat melihat pohon kileho Sauraula sp, kihaji Dysoxylum sp dan kikondang Ficus variegata serta berbagai jenis tumbuhan bawah Suganda, 2003.
Selain jenis flora, di kawasan Situ Lengkong Panjalu atau di Nusa Gede dapat ditemui berbagai jenis fauna, antara lain tupai Calosciurus nigrittatus, burung hantu
Otus scops, dan kalong Pteropus vampyrus serta berbagai jenis burung Suganda, 2003.
3.4 Kondisi Fisik
Keadaan topografi kawasan Situ Lengkong Panjalu dengan bentang relief termasuk datar. Kawasan ini berada pada ketinggian tempat ± 731 meter di atas
permukaan laut. Di sekitar pinggiran Situ Lengkong Panjalu terdapat areal persawahan, kolam ikan termasuk pemukiman milik penduduk sekitar.
Menurut klasifikasi iklim Schmidt Ferguson, kawasan Cagar Alam Panjalu termasuk type B dengan curah hujan rata-rata 3.195 mm per tahun. Kawasan ini
memiliki suhu rata-rata antara19 - 32 C.
Persentase penyinaran matahari yang datanya tercatat pada stasiun pengamat di Cilacap, Tasikmalaya dan Bandung ternyata menunjukkan angka yang cukup
tinggi, yaitu sebesar 40 sampai dengan 60 persen per tahun.
Kelembaban rata-rata per tahun diperkirakan sebesar 82, dengan data penunjang mengenai kelembaban pada kota-kota lain adalah sebagai berikut: Bandung
51 - 86 dan Cilacap 78 - 91. Angin yang lebih kuat adalah yang berasal dari tenggara dan bervariasi dari
barat ke selatan ke timur sepanjang bulan Januari hingga Maret, dengan kecepatan empat sampai dengan lima knots.
3.5 Batas-batas Administrasi
Situ Lengkong Panjalu terdapat di Panjalu. Panjalu ini merupakan sebuah desa yang terletak di bagian utara Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat. Luas wilayah
Desa Panjalu sekitar 862,185 Ha.
Situ Lengkong Panjalu
Gambar 3 Peta Desa Panjalu.
Batas Desa Panjalu adalah sebagai berikut: Sebelah utara : Desa Bahara dan Desa Hujung Tiwu
Sebelah Timur : Desa Ciomas dan Desa Maparah
Sebelah Selatan : Desa Kertamandala dan Desa Mandalare Sebelah Barat : Desa Banjarangsana dan Desa Pagerageung
Kecamatan Panumbangan.
3.6 Sejarah Kawasan
Kawasan wisata Situ Lengkong Panjalu merupakan perpaduan antara objek wisata alam dan objek wisata budaya. Di objek wisata ini kita bisa menyaksikan
indahnya danau situ yang berhawa sejuk dengan sebuah pulau terdapat di tengahnya yang disebut Nusa Larang. Di nusa ini terdapat Makam Hariang Kencana, putra dari
Hariang Borosngora, Raja Panjalu yang membuat Situ Lengkong pada masa beliau menjadi raja kerajaan Panjalu. Untuk menghormati jasa para leluhur Panjalu, maka
sampai saat ini warga keturunan Panjalu biasa melaksanakan semacam upacara adat yang disebut Nyangku. Acara ini dilaksanakan pada tiap-tiap bulan Maulud dengan
jalan membersihkan benda-benda pusaka yang disimpan di sebuah tempat khusus semacam museum yang disebut Bumi Alit. Kegiatan wisata yang bisa dilaksanakan
di sini antara lain: berperahu mengelilingi nusa, memancing, camping, dan sebagainya SMKN 1 Ciamis, 2006.
Bagi masyarakat Panjalu, Situ Lengkong berdasarkan kisah-kisah lisan yang beredar selama ini tidaklah dengan sendirinya terbentuk. Situ tersebut terbentuk
sebagai bagian dari proses pengislaman yang dirintis Prabu Borosngora, anak kedua dari Prabu Tjakradewa. Dalam Babad Panjalu, ia disebut sebagai buyut dari
Sanghyang Ratu Permanadewi, Ratu Kerajaan Soko Galuh yang membawa ajaran karahayuan kemakmuran. Karena dipimpin seorang wanita, kerajaan tersebut
dinamakan Kerajaan Panjalu. Dalam bahasa Sunda, jalu berarti dari jenis kelamin laki-laki. Prabu Boros Ngora, dalam Babad Panjalu dan naskah-naskah lainnya,
diceritakan pernah melakukan perjalanan ke Mekkah dalam usahanya meningkatkan kemampuan batiniahnya. Di sana ia bertemu Sayidina Ali. Dari pengalaman dan
pertemuannya dengan khalifah keempat itu, Prabu Borosngora akhirnya memeluk agama Islam.Ketika akan pulang, ia dibekali sebilah pedang, baju haji, dan cis
tongkat. Untuk memenuhi permintaan ayahnya, ia membawa air zamzam yang disimpan di dalam gayung yang berlubang-lubang. Setibanya kembali di kerajaan, air
zamzam itu kemudian dituangkan pada satu lembah yang disebut Legok Jambu dan Pasir Jambu, sampai akhirnya tercipta danau yang dinamakan Situ Lengkong. Setelah
takhta kerajaan diserahkan kepadanya, Prabu Borosngora membangun pusat kerajaan
di daerah yang kini disebut Nusa Gede. Namun, beberapa tahun setelah naik tahta, ia menyerahkan kekuasaannya kepada anaknya, Prabu Haryang Kuning. Prabu
Sanghyang Borosngora sendiri kemudian pindah ke Jampang Manggung dan menyebarkan Islam di sana.Kerajaan Panjalu pernah kuat dan besar.
Dalam perjalanan selanjutnya, kerajaan tersebut pernah masuk menjadi bagian Kesultanan Cirebon sampai akhirnya menjadi kabupaten. Wilayahnya kemudian
digabung dengan Kabupaten Imbanagara dan Divisi Kawali sehingga menjadi Kabupaten Ciamis sekarang Retno, 2005.
3.7 Aspek Tata Guna Lahan