Upah dalam Perjanjian Kerja

3. Upah dalam Perjanjian Kerja

Baik Hukum Islam maupun Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur untuk memuat mengenai upah di dalam perjanjian kerja. Menurut Islam mengenai upah harus diatur dalam perjanjian kerja yang disebut dengan akad. Akad ini meliputi ijab dan qabul. Karena dengan ijab dan qabul terjadilah kontrak di antara kedua belah pihak. Namun, dalam kaitan ini harus jelas perwujudannya, seperti ucapan pekerja, “Aku pekerjakan diriku padamu,” yang mesti dijawab pihak lain, “Aku terima”. 22 Bagi kedua pihak yang membuat akad, disyaratkan hal-hal berikut ini 23 1. Usia dewasa, minimal berusia lima belas tahun. Karenanya, tidak boleh mempekerjakan anak-anak di bawah umur, dan tidak sah bertransaksi dengan mereka kecuali terdapat kesepakatan dengan wali mereka, seperti ayah atau datuk mereka dari pihak ayah atau dengan hakim syar’i. Sebab seorang hakim syar’i merupakan wali bagi orang yang tidak memiliki wali. : 2. Berakal, akad menjadi tidak sah bila dibuat dengan orang gila. Sebab, seorang gila tidak memiliki kesadaran dan daya pemahaman. 3. Kerelaan kedua belah pihak merupakan syarat utama yang wajib dipenuhi setiap akad atau kesepakatan. Karena, bila tidak terdapat kerelaan kedua belah pihak, transaksinya menjadi tidak sah. 22 Baqier Sharief, op. cit. hlm. 161. 23 Ibid. hlm. 162 Universitas Sumatera Utara Allah berfirman dalam surat Al-Qasas ayat 25-28 “Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua perempuan itu berjalan dengan malu-malu, dia berkata, ‘Sesungguhnya ayahku mengundangmu untuk memberi balasan sebagai imbalan atas kebaikanmu memberi minum ternak kami.’ Ketika Musa mendatangi ayahnya dan dia menceritakan kepadanya kisah mengenai dirinya, dia berkata, ‘Janganlah engkau takut Engkau telah selamat dari orang-orang yang zalim itu.” Al-Qasas: 25. “Dan salah seorang dari kedua perempuan itu baerkata, ‘Wahai ayahku Jadikanlah dia sebagai pekerja pada kita, sesungguhnya orang yang paling baik yang engaku ambil sebagai pekerja pada kita ialah orang yang kuat dan dapat di percaya’.” Al-Qasas: 26. “Dia Syeikh Madyan berkata, ‘Sesungguhnya aku bermaksud ingin menikahkan engkau dengan salah seorang dari kedua anak perempuanku ini, dengan ketentuan bahwa engkau bekerja padaku selama delapan tahun dan jika engkau sempurnakan sepuluh tahun maka itu adalah suatu kebaikan darimu, dan aku tidak bermaksud memberatkan engkau. Insya Allah engaku akan mendapatiku termasuk orang yang baik’.” Al-Qasas: 27. “Dia Musa berkata, ‘Itu perjanjian antara aku dan engkau. Yang mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu yang aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku lagi. Dan Allah menjadi saksi atas apa yang kita ucapkan’.” Al-Qasas: 28 Dari surat di atas dapat disimpulkan bahwa: 24 1 Kontrak perjanjian upah harus merupakan perjanjian sukarela dari kedua belah pihak. Maksudnya, tidak ada paksaan dalam kontrak upah tersbut. 24 Didin Hafidhuddin, Hendri Tanjung, op. cit. hlm. 40 Universitas Sumatera Utara 2 Kontrak upah bersifat legal perjanjian syariah dengan adanya hak dan kewajiban antara keduanya. 3 Hak dan kewajiban harus secara jelas dinyatakan: a Tingkat upah, berapa upahnya, harus jelas. b Periode kontrak. Berapa lama, harus jelas. c Jenis dan sifat pekerjaan. Dijelaskan secara detil, apa pekerjaannya. Beberapa tambahan tentang prinsip perjanjian upah dalam Al-Qur’an dan sunnah adalah sebagai berikut. 25 1. Kontrak harus bebas dari riba dan gharar penipuan. 2. Pada prinsipnya, keinginan kedua belah pihak terhadap suatu kontrak adalah esensial untuk ditinjau ulang. 3. Ide tunjangan pengobatan untuk karyawan dan keluarganya mencakup kesehatan dan kecelakaan dapat bervariasi tergantung kasusnya. 4. Kontrak yang bertentangan dengan syariah harus dihindari, tidak boleh dinegosiasikan, dan tidak boleh dipaksakan. 5. Upah minimum harus diaplikasikan kepada perusahaan yang berpotensi menggaji karayawannya di bawah upah minimum, bukan kepada semua industri dan bisnis. 25 Ibid. hlm. 40 Universitas Sumatera Utara Di dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga memuat mengenai pengaturan upah di dalam perjanjian kerja yang didasarkan atas kesepakatan pengusaha dan pekerja. Pasal 1 angka 14 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan berbunyi: “Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja buruh dan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak”. Dari pengertian perjanjian kerja di atas dapat dilihat bahwa di dalam sebuah perjanjian kerja harus terdapat unsur upah, mengingat pengertian tersebut menyebutkan mengenai hak kedua belah pihak. Dan salah satu hak pekerja adalah mendapatkan upah. Hanya saja kesepakatan mengenai ketetapan upah di dalam perjanjian kerja tersebut tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. 26 a. Kesepakatan kedua belah pihak. Perjanjian kerja dapat dibuat secara lisan maupun tulisan. Berdasarkan ketentuan Pasal 52 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, syarat sahnya perjanjian kerja adalah: b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum. c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan 26 Pasal 91 ayat 1 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Universitas Sumatera Utara d. Pekerjaan yang dijanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. B. Pekerja Perempuan menurut Hukum Islam dan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

1. Alasan Perempuan Boleh Bekerja