Prinsip non-Diskriminasi antara Pekerja Perempuan dan Pekerja Laki-laki

keluarga yang sama yang dipekerjakan Pasal 3 Konvensi mengenai Kerja Malam bagi Perempuan yang Bekerja di Sektor Industri.

3. Prinsip non-Diskriminasi antara Pekerja Perempuan dan Pekerja Laki-laki

Dalam Islam, perempuan dan laki-laki diciptakan bukan sebagai musuh atau lawan, tetapi sebagai bagian yang saling melengkapi satu sama lain. Di dalam Islam tidak ada yang disebut dengan pengurangan hak perempuan atau penzaliman kepada perempuan demi kepentingan laki-laki. Kedudukan laki-laki dan perempuan adalah sama di hadapan Allah swt. 31 Akan tetapi bila suatu hukum ditetapkan khusus untuk jenis manusia tertentu laki-laki saja atau perempuan saja, maka akan terjadi pembebanan hukum yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Misalnya kewajiban mencari nafkah bekerja hanya dibebankan kepada laki-laki, karena hal ini berkaitan dengan fungsinya sebagai kepala rumah tangga. Islam telah menetapkan bahwa kepala rumah tangga adalah tugas pokok dan tanggung jawab laki-laki. Allah juga telah membebankan hukum yang sama terhadap laki-laki dan perempuan apabila hukum itu ditujukan untuk manusia secara umum. Misalnya pembebanan kewajiban sholat, puasa, zakat, menunaikan haji, menuntut ilmu, mengemban dakwah, dan yang sejenisnya. Semua ini dibebankan kepada laki-laki dan perempuan tanpa ada perbedaan. Sebab semua kewajiban tersebut dibebankan kepada manusia seluruhnya, semata-mata karena sifat kemanusiaan yag ada pada keduanya, tanpa melihat apakah seseorang itu laki-laki maupun permpuan. 31 Mia Siti Aminah, op.cit. hlm.14. Universitas Sumatera Utara Dengan demikian perempuan tidak terbebani tugas kewajiban mencari nafkah, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk keluarganya. Perempuan justru berhak mendapatkan nafkah dari suaminya bila perempuan tersebut telah menikah atau dari walinya bila belum menikah. Bahkan sekalipun sudah tidak ada lagi orang yang bertanggung jawab terhadap nafkahnya, Islam telah memberikan jalan lain untuk menjamin kesejahteraannya, yakni dengan membebankan tanggung jawab nafkah perempuan tersebut kepada Daulah Baitul Maal. Bukan dengan jalan mewajibkan perempuan bekerja. Ada beberapa pekerjaan yang sama-sama layak dikerjakan oleh perempuan dan laki-laki, ada juga beberapa pekerjaan yang khusus dikerjakan oleh masing-masing secara sendiri-sendiri. Pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan kerja otot selamanya akan menjadi bagian dari tugas laki-laki. Dengan demikian, seorang perempuan tidak layak baginya melakukan pekerjaan– pekerjaan yang membutuhkan kerja otot, seperti melakukan penggalian, pengeboran, pembangunan, industri besi, kayu, dan sejenisnya yang menuntut jerih payah luar biasa dan memberatkan perempuan. 32 32 Asyraf Muhammad Dawabah, op. cit. hlm. 101. Pembagian kerja antara perempuan dan laki-laki dalam Islam bukanlah bermaksud untuk mendiskriminasikan salah satu pihak. Tapi lebih pada kepantasan akan pekerjaan yang akan dikerjakan. Hal itu adalah pembagian yang wajar dan realistis dari sebuah pekerjaan yang menggerakkan kehidupan dan masyarakat, sehingga peradaban manusia bisa berjalan secara normal. Universitas Sumatera Utara Islam juga mempertimbangkan fitrah penciptaan antara laki-laki dan perempuan dalam membagi tugas dan jatahnya masing-masing. Dan fitrah itulah yang menjadikan laki-laki sebagai lelaki sejati, dan yang menjadikan perempuan sebagai perempuan sejati. Ia juga telah menitipkan karakter yang berbeda kepada masing-masing jenis agar dimandatkan kepada masing-masing jenis tugas-tugas tertentu, bukan untuk kepentingan pribadi atau kepentingan jenis tertentu, melainkan untuk kepentingan kehidupan manusia yang berdiri tegak, teratur, dapat terpenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya, dan dapat diwujudkan cita- citanya. 33 33 Ibid. hlm. 102. Bentuk non-diskriminasi antara pekerja perempuan dan pekerja laki-laki dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terdapat dalam Pasal 6, yang berbunyi: “Setiap pekerja buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha”. Berdasarkan pasal ini maka pengusaha harus memberikan hak dan kewajiban pekerja tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, dan aliran politik. Selain itu, pengaturan mengenai non-diskriminasi antara pekerja perempuan dan laki-laki dapat kita lihat dalam berbagai konvensi, seperti Konvensi ILO Nomor 100 Tahun 1951 tentang Pengupahan yang Sama bagi Pekerja Laki-laki dan Perempuan untuk Pekerjaan yang Sama Nilainya yang telah diratifikasi melalui Undang-undang Nomor 80 Tahun 1957 dan Konvensi ILO Nomor 111 Tahun 1958 tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan yang telah diratifikasi melalui Undang-undang Nomor 21 Tahun 1999. Universitas Sumatera Utara Konvensi-konvensi ini mengatur larangan diskriminasi bagi pekerja perempuan dan laki-laki, perbedaannya bukan berdasarkan bentuk berat atau ringannya suatu pekerjaan seperti yang diatur dalam Islam, tetapi larangan akan perbedaan upah untuk pekerjaan yang sama bagi pekerja perempuan dan laki-laki dan larangan terhadap diskriminasi jenis kelamin yang menyebabkan kurangnya kesempatan kerja. Dalam Pasal 3 ayat 3 Konvensi ILO Nomor 100 Tahun 1951 tentang Pemberian Upah yang Sama bagi Para Pekerja Laki-laki dan perempuan, menyebutkan: “Perbedaan tingkat pengupahan di antara pekerja, sebagaiman ditentukan oleh penilaian objektif, tidak membedakan jenis kelamin dan hanya berhubungan dengan perbedaan-perbedaan dalam pekerjaan yang harus dilakukan serta tidak boleh bertentangan dengan prinsip pengupahan yang sama bagi pekerja laki-laki dan perempuan untuk pekerjaan yang sama nilainya”. Dari bunyi ayat ini dapat disimpulkan bahwa perbedaan upah hanya boleh diterapkan untuk pekerjaan yang berbeda, bukan berdasarkan perbedaan jenis kelamin. Konvensi ILO Nomor 111 Tahun 1958 mengenai Diskriminasi dalam pekerjaan dan Jabatan merupakan bagian dari perlindungan hak asasi pekerja. Konvensi ini mewajibkan setiap Negara anggota ILO yang telah meratifikasi konvensi ini untuk menghapuskan segala bentuk diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan berdasarkan ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, pandangan politik, kebangsaan atau asal-usul keturunan. Universitas Sumatera Utara Konvensi ILO Nomor 111 Tahun 1958 tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan diperkuat dengan keluarnya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskrimanasi terhadap Perempuan The Convention on The Elimination of Discrimination Against Women CEDAW. Pasal 11 CEDAW menegaskan hak perempuan untuk bekerja yaitu: 34 1. Hak atas kesempatan kerja yang sama, termasuk penerapan criteria seleksi yang sama dalam penerimaan pegawai; 2. Bebas untuk menentukan profesi dan pekerjaan dan pelatihan; 3. Hak yang sama untuk menerima upah, termasuk perlakuan yang sama untuk pekerjaan yang bernilai sama; 4. Hak untuk mendapatkan jaminan sosial; jaminan kesehatan dan keselamatan kerja, termasuk usaha perlindungan terhadap fungsi melanjutkan keturunan; 5. Melarang pemecatan atas dasar kehamilan, memberlakukan cuti hamil; 6. Memberikan perlindungan khusus terhadap pekerja perempuan selama kehamilan pada jenis pekerjaan yang terbukti berbahaya. Negara-negara peserta diwajibkan untuk membuat peraturan-peraturan yang tepat untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan di lapangan kerja guna menjamin hak-hak yang sama atas dasar persamaan antara laki-laki dan perempuan. 34 Alex Irwan penerjemah dan Mohammad Farid editor, Perisai Perempuan, LBH APIK dan Ford Foundation, Yogyakarta, 1999 hlm. 160. Universitas Sumatera Utara

4. Syarat-syarat untuk Perempuan Bekerja