Mencari Kunci Produktivitas Ubi Jalar Cilembu dengan Membandingkan Aspek Teknik Budidaya, Aspek Sifat Tanah dan Faktor Lingkungan. Studi Kasus : Desa Cilembu Sumedang dan Desa Cilubang Mekar Bogor.

(1)

ASPEK SIFAT TANAH DAN FAKTOR LINGKUNGAN.

Studi Kasus : Desa Cilembu Sumedang dan Desa Cilubang Mekar Bogor.

GITA SONIA AMALIA

A14062822

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

dengan Membandingkan Aspek Teknik Budidaya, Aspek Sifat Tanah dan Faktor Lingkungan. Studi Kasus : Desa Cilembu Sumedang dan Desa Cilubang Mekar Bogor. Di Bawah Bimbingan HIDAYAT WIRANEGARA dan ATANG SUTANDI.

Ubi Cilembu memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena rasa yang khas, manis seperti madu dan legit, struktur dagingnya kenyal dan menarik sehingga sangat digemari oleh pelaku usaha tani dan konsumen. Untuk pemanfaatan lahan juga pengembangan sekaligus pemeliharaan ubi Cilembu, perlu adanya pelestarian ubi Cilembu karena dari beberapa pengamatan menunjukkan bahwa ubi Cilembu tidak tumbuh baik di seluruh daerah.

Tujuan dari penelitian ini yaitu mencari kunci produktivitas ubi Cilembu dengan membandingkan aspek teknik budidaya, sifat tanah, dan faktor lingkungan di dua tempat yang berbeda yaitu Desa Cilembu Sumedang dan Desa Cilubang Mekar Bogor sehingga bisa menghasilkan umbi yang besar dan rasa yang manis.

Lokasi penelitian ini meliputi dua lokasi yang berbeda yaitu di Cilubang Mekar RW 08 Kelurahan Situgede Kecamatan Bogor Barat dan di Sawah Lega Desa Cilembu Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang.

Hasil pengamatan dari ketiga aspek yang diamati didapat bahwa untuk aspek budidaya dari kedua tempat tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, kedua tempat melakukan proses pembalikkan batang, hanya saja hasil umbi di daerah Bogor ukurannya kecil, sedangkan hasil umbi di Cilembu ukurannya besar. Pada saat pasca panen di Bogor tidak dilakukan proses pemeraman, hasil umbi langsung dipasarkan, sedangkan di Cilembu, saat umbi sudah dipanen ada proses pemeraman, hal ini yang membuat rasa umbi menjadi manis karena ada perubahan pati menjadi gula. Selanjutnya dari aspek sifat tanah meliputi warna tanah dan tekstur tidak ada perbedaan terlalu signifikan, sedangkan untuk analisis kimia K dan C-organik hanya ada sedikit perbedaan yaitu untuk hasil analisis K di Cilubang Mekar bernilai (0.153 me/100 g) dan di Desa Cilembu (0.267 me/100 g) termasuk kedalam kriteria rendah (0.1-0.3 me/100 g), sedangkan hasil analisis C-organik di Cilubang Mekar (1.45%) termasuk kedalam kriteria rendah (1.00-2.00%) dan di Desa Cilembu (2.37%) termasuk kedalam kriteria sedang (2.01-3.00%). Aspek terakhir yaitu faktor lingkungan menunjukkan ada perbedaan signifikan yang terlihat dari perbedaan suhu dimana suhu tanah daerah Cilembu Sumedang 17-24oC dengan perbedaan selisih suhu >5o, sedangkan daerah Cilubang Mekar Bogor 23-28oC dengan perbedaan selisih suhu <5o. Juga adanya perbedaan ketinggian tempat penanaman dengan gunung di sekitarnya >500 m dpl.

Kunci pertumbuhan produktivitas ubi Cilembu yang didapat untuk sementara yaitu proses pemeraman dan perbedaan suhu yang mengakibatkan hasil umbi berukuran besar dan memiliki rasa yang manis.


(3)

dengan Membandingkan Aspek Teknik Budidaya, Aspek Sifat Tanah dan Faktor Lingkungan. Studi Kasus : Desa Cilembu Sumedang dan Desa Cilubang Mekar Bogor. Di Bawah Bimbingan HIDAYAT WIRANEGARA dan ATANG SUTANDI.

Cilembu has high economic value as a distinctive taste, sweet as honey and sticky, chewy meat and interesting so that it is favored by agricultural businesses and consumers. For land use and also as well as the development of Cilembu maintenance, preservation is needed for Cilembu because of several observations indicate that Cilembu does not grow well in all regions.

The purpose of this research is to look for the key productivity of Cilembu by comparing aspects of cultivation techniques, soil characteristics, and environmental factors in two different places Cilembu village in Sumedang and Cilubang Mekar village in Bogor so that it can produce large tubers and sweet taste.

The location of this study includes two different locations namely in Cilubang Mekar RW 08 Kelurahan Situgede Kecamatan Bogor Barat and in Sawah Lega Cilembu village Kecamatan Pamulihan Sumedang .

The observation result of the three observed aspects shows that for the cultivation aspects of both places did not show significant differences, both places make the process of reversal of the stem, the bulb in Bogor is smaller in size, while the yield on Cilembu is large. At the time of post-harvest in Bogor ripening process is not done, the result of tuber is marketed, while in Cilembu, when tubers are harvested there is a process of curing, it makes tubers become sweet due to change the starch into sugar. Further aspects of soil properties included soil color and texture shows that there was not significant different, whereas for chemical analysis of organic C and K there was a little difference. Analytical data the shows K (0,153me/100g) in Cilubang Mekar and those were classified as in the Cilembu village (0,267me/100g) whereas the C-organic in Cilubang Mekar was 1,45% low and in the Cilembu Village was 2,37%. The last aspect of environmental factors showed was not significant different in temperature. Cilembu Sumedang has 17-24oC with a difference >5°, while the temperature Cilubang Mekar was 23-28oC with the difference <5o. Cilembu places in the valley and closes to mountain with different altitude > 500 m.

Key Cilembu productivity growth obtained for the time being the process of curing and temperature differences that cause the bulbs are large and have a sweet taste.


(4)

ASPEK SIFAT TANAH DAN FAKTOR LINGKUNGAN.

Studi Kasus : Desa Cilembu Sumedang dan Desa Cilubang Mekar Bogor.

GITA SONIA AMALIA

A14062822

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(5)

Judul Skripsi : MENCARI KUNCI PRODUKTIVITAS UBI JALAR CILEMBU DENGAN MEMBANDINGKAN ASPEK TEKNIK BUDIDAYA, ASPEK SIFAT TANAH DAN FAKTOR LINGKUNGAN. Studi Kasus : Desa Cilembu Sumedang dan Desa Cilubang Mekar Bogor. Nama Mahasiswa : GITA SONIA AMALIA

Nomor Pokok : A14062822

Menyetujui,

Pembimbing I

Ir. Hidayat Wiranegara NIP. 19470102 197603 1 002

Pembimbing II

Dr. Ir. Atang Sutandi, MSi NIP. 19541212 198103 1 010

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Syaiful Anwar, MSc. NIP. 19621113 198703 1 003


(6)

Penulis dilahirkan di Bandung, Propinsi Jawa Barat pada tanggal 28 Maret 1989. Penulis merupakan anak dari pasangan Bapak H. Ahmad Bahrudin dan Ibu Hj. Siti Mulyati. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dengan adik laki-laki bernama Afghani Mahmuda Bahreisy.

Tahun 2000 penulis lulus dari SDN Panglejar Subang, kemudian pada tahun 2003 penulis menyelesaikan studi di SMPN 1 Subang. Selanjutnya penulis lulus dari SMAN 1 Subang pada tahun 2006. Pada tahun 2006 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selanjutnya tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian.

Selama menempuh studi di IPB, penulis aktif di berbagai organisasi. Pada tahun 2008 sebagai divisi Informasi dan Komunikasi FOKKUS (Forum Komunikasi Kulawarga Subang), selanjutnya tahun 2008/2009 sebagai Bendahara HMIT (Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah) yang berlanjut dua kali kepengurusan hingga tahun 2009/2010. Selain itu, penulis dipercaya menjadi asisten dosen mata kuliah Pengantar Ilmu Tanah pada tahun 2009 dan 2010. Dan juga penulis aktif mengikuti kegiatan yang dilakukan oleh Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan.


(7)

lagi maha Penyayang yang telah memberi kekuatan dan hidayah sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Salawat serta salam kepada junjungan dan tauladan umat, Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat, serta pengikut-pengikut Beliau hingga akhir zaman.

Skripsi ini berjudul Mencari Kunci Produktivitas Ubi Jalar Cilembu dengan Membandingkan Aspek Teknik Budidaya, Aspek Sifat Tanah Dan Faktor Lingkungan. Studi Kasus : Desa Cilembu Sumedang dan Desa Cilubang Mekar Bogor. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Kedua orang tuaku H. Ahmad Bahrudin (ayah) dan Hj. Siti Mulyati (ibu) atas cinta, kasih sayang dan semangatnya sehingga anakmu ini memperoleh gelar sarjana. Juga adikku satu-satunya Afghani mahmuda Bahreisy.

2. Ir. Hidayat Wiranegara selaku dosen pembimbing skripsi 1 yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Atang Sutandi, MSi selaku dosen pembimbing skripsi 2 yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ir. Hermanu Widjaja, MSc selaku dosen penguji atas masukannya.

5. Seluruh dosen dan staf Lab. Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan yang telah memberikan dukungan dan fasilitasnya.

6. Keluarga besar Spinky Digital Printing atas do’a, dukungan dan fasilitasnya. 7. Keluarga besar Soilers 43 yang setia selama hampir 4 tahun ini selalu

semangat dan kompak, terimakasih atas dukungan kalian.

8. Teman-teman semua dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah membantu kelancaran studi.

Penulis sangat menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, namun berharap dapat tetap memberikan kontribusi yang positif bagi semua pihak yang membacanya.

Bogor, Oktober 2010 Penulis


(8)

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Karakteristik Ubi Jalar Cilembu ... 3

2.2. Pemupukan Kalium ... 4

2.3. Pengaruh Bahan Organik terhadap Keadaan Tanah ... 5

2.4. Syarat Tumbuh Tanaman Ubi Jalar ... 5

2.5. Budidaya Ubi Jalar ... 6

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 10

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 10

3.2. Bahan dan Alat ... 10

3.3. Metodologi Penelitian ... 10

IV. KARAKTERISTIK DAERAH STUDI ... 11

4.1. Lokasi Penelitian ... 11

4.2. Kondisi Geografis ... 11

4.2.1. Kondisi Umum Wilayah Desa Cilembu Sumedang secara Geografis dan Demografis ... 11

4.2.2. Kondisi Umum Wilayah Desa Cilubang Mekar Bogor secara Geografis dan Demografis ... 12

4.3. Kondisi Budidaya Ubi Jalar Cilembu ... 13

4.3.1. Macam dan Varietas ... 13

4.3.2. Tanah Gembur ... 13

4.3.3. Bibit Bagus ... 14

4.3.4. Pemeliharaan Tanaman ... 15

4.3.5. Hama dan Penyakit ... 16

4.3.6. Pemanenan Hasil ... 17

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

5.1. Faktor Budidaya ... 20

5.2. Faktor Fisik Tanah ... 21

5.3. Faktor Kimia Tanah ... 21


(9)

DAFTAR PUSTAKA ... 30 LAMPIRAN ... 32


(10)

Nomor Halaman

1. Perbandingan Teknik Budidaya di Lokasi Penelitian ... 20

2. Hasil Data Sifat Fisik Tanah ... 21

3. Hasil Analisis Kimia untuk K dan C-organik ... 21

4. Hasil Data Faktor Lingkungan ... 23

Tabel Lampiran 1. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah ... 34

2. Perbedaan Aspek Pembanding Produktivitas Ubi Cilembu di Lokasi Desa Cilembu dan Desa Cilubang ... 34


(11)

Nomor Halaman 1. Posisi Desa Cilembu terhadap Bukit Kareumbi terdapat beda


(12)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ubi jalar (Ipomoea batatas) merupakan salah satu tanaman pangan yang dapat digunakan untuk diversifikasi menu guna mempertahankan swasembada beras. Ubi jalar dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, tahan kekeringan, dan dapat ditanam sepanjang tahun. Umumnya ubi jalar diusahakan pada lahan tegalan, kebun, dan pekarangan, serta pada lahan sawah tadah hujan.

Di Desa Cilembu Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang, ubi jalar telah lama dikenal dan dibudidayakan secara turun-temurun. Ubi jalar varietas Cilembu yang terkenal dengan sebutan Ubi Cilembu telah dikenal tidak hanya di daerah Sumedang, tetapi hampir dikenal di seluruh Jawa Barat dan sebagai salah satu komoditas unggulan daerah. Ubi Cilembu memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena rasa yang khas, manis seperti madu dan legit, struktur dagingnya kenyal dan menarik sehingga sangat digemari oleh pelaku usaha tani dan konsumen. Ubi Cilembu telah mampu menembus pasar regional maupun internasional. Ubi jalar Cilembu asal Sumedang sejak lama telah menembus pasar ekspor di Singapura, Malaysia, Korea, dan Jepang.

Pengembangan komoditas unggulan Ubi Cilembu tengah menghadapi ancaman penurunan jumlah produksi. Hal ini disebabkan lahan yang mempunyai karakteristik yang sesuai dengan potensi tumbuh Ubi Cilembu secara optimal di desa Cilembu, sudah mulai banyak yang dialihfungsikan menjadi penggunaan lahan non pertanian.

Penggunaan lahan tersebut cenderung bersifat irreversibel, sehingga tidak mungkin mendapatkan kembali karakteristik lahan yang sesuai dengan persyaratan tumbuh optimal Ubi Cilembu tersebut seperti semula. Semula lahan pertanian Desa Cilembu yang memungkinkan ditanami ubi jalar adalah seluas 292,16 hektar, yang terdiri dari 192 ha sawah, dan 100,16 ha lahan kering, tetapi sekarang luas tersebut sudah berkurang. (Sufiadi & Erwin, 1996),

Untuk mempertahankan keberlanjutan Ubi Cilembu dan potensi pasarnya yang potensial, perlu adanya upaya untuk mencari alternatif lahan yang sesuai dengan kondisi dan karakteristik yang relatif serupa dengan lahan Cilembu.


(13)

Sampai saat ini belum diketahui secara jelas potensi pengembangan Ubi Cilembu di Kabupaten Sumedang.

Pemanfaatan lahan juga pengembangan sekaligus pemeliharaan Ubi Cilembu dapat dilakukan dengan cara pelestarian Ubi Cilembu karena Ubi Cilembu tidak tumbuh di seluruh daerah. Lahan yang sudah ditanami saat ini di daerah Cilembu sekitar 20 hektar.

Sekarang ini marak dengan berita adanya Ubi Cilembu palsu, yang dimaksud yaitu ubi yang berukuran agak besar dan mempunyai rasa agak manis seperti halnya Ubi Cilembu. Sudah beredar dipasaran dengan harga yang murah dan para pembeli tidak bisa membedakan kualitas Ubi Cilembu yang asli dan yang tidak asli. Karena untuk saat ini hasil Ubi Cilembu yang bagus hanya bisa ditanam di suatu lokasi lahan di Desa Cilembu itu sendiri, sudah ada beberapa contoh petani yang mencoba menanam di daerah lain, tapi hasil ubinya tidak sebaik yang asli dari Cilembu.

Ubi jalar kultivar Nirkum dari desa Cilembu – Sumedang , Jawa Barat, dapat ditanam di sawah maupun di lahan kering (Arifin, 2002), mempunyai rasa yang sangat manis setelah dipanggang selama 2 – 3 jam dalam oven. Ubi jalar Cilembu ini biasa dimakan sebagai penganan, keunggulan rasa ubi tersebut menyebabkan nama “Cilembu” dipakai sebagai brand ubi jalar Nirkum yang mempunyai rasa manis, walaupun dihasilkan dari luar desa Cilembu. Nama Ubi Cilembu kini dikenal luas di seluruh Indonesia, bahkan ubi ini juga diekspor ke mancanegara.

1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kunci produktivitas ubi jalar Cilembu yang hasilnya berbeda antara yang ditanam di daerah Cilembu dengan di daerah Cilubang Mekar Bogor dilihat dari faktor yang dibandingkan meliputi teknik budidaya, sifat tanah baik sifat fisik dan sifat kimia, juga faktor lingkungan. Dan menjawab faktor penyebab perbedaan kualitas ubi jalar Cilembu yang di tanam di daerah Cilembu dengan yang ditanam di Bogor.


(14)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Ubi Jalar Cilembu

Salah satu jenis ubi jalar yang dapat dikonsumsi langsung setelah dipanggang dengan menggunakan oven adalah Ubi Cilembu. Ubi Cilembu sering disebut juga “ubi si madu”, karena apabila dibakar atau dipanggang akan mengeluarkan cairan berupa gula. Ubi Cilembu berasal dari Desa Cilembu, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Luas areal yang ada saat ini di daerah tersebut sekitar 250 ha. (Direktorat Jenderal Bina Produksi tanaman pangan, 2002).

Kelebihan Ubi Cilembu dibandingkan dengan ubi jalar lainnya disebabkan oleh jenis dan sifat tanah tempat penanamannya. Ubi Cilembu memang memiliki tingkat kemanisan diatas rata-rata ubijalar pada umumnya. Selain karena faktor genetika, tingginya mutu Ubi Cilembu juga disebabkan oleh adanya pemeraman selama paling sedikit dua minggu setelah panen sebelum dipasarkan. Penyimpanan Ubi Cilembu dilakukan pada ruangan dengan kondisi jendela terbuka (suhu ruang sekitar 27oC – 30oC). Proses pemeraman ini mengakibatkan terjadinya pemecahan pati pada daging ubi menjadi gula sehingga bagian tengah umbi akan menghasilkan cairan sangat manis seperti madu. Lebih manisnya ubi jalar Cilembu disebabkan kadar gula Ubi Cilembu lebih tinggi dari ubi jalar lain yaitu ubi mentah mencapai 11-13% dan ubi masak 19-23%, sehingga sangat digemari oleh konsumen. (Tino M, 2006)

Studi mengenai aktivitas enzim amilase yang mengubah pati menjadi gula pada ubi segar dan ubi yang disimpan. Glukosa, sukrosa dan fruktosa merupakan gula-gula utama dari hasil perombakan pati, komposisi dari gula-gula tersebut berpengaruh terhadap rasa. Fruktosa umumnya memberikan rasa lebih manis dibanding glukosa maupun sukrosa. Karbohidrat dalam ubi jalar berpotensi mengalami perubahan selama penyimpanan, perubahan pati menjadi gula selama penyimpanan dan komposisi karbohidrat tersebut menentukan rasa ubi. Selama penyimpanan, karbohidrat (pati) dalam ubi akan dirombak menjadi molekul yang lebih kecil (gula) untuk mendapatkan energi yang diperlukan dalam proses respirasi. Makin lama penyimpanan, rasa ubi akan lebih manis, namun


(15)

penyimpanan yang terlalu lama akan menyebabkan ubi keriput karena proses penguapan. (Tino M, 2006)

Ubi Cilembu memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena rasa yang khas, manis seperti madu dan legit, struktur dagingnya kenyal. Bentuknya panjang dan kulitnya tak mulus karena ada urat-urat panjang yang menonjol, berdiameter sekitar 7 cm dan lurus. Ketika dipanggang, dibakar, atau dioven, dari kulitnya yang berwarna gading akan muncul lelehan-lelahan seperti madu. Pengolahan Ubi Cilembu yang umum dilakukan adalah dengan cara dioven selama 30-90 menit (tergantung ukuran ubi) hingga ubi menjadi lunak dan mengeluarkan sejenis cairan lengket gula madu yang manis rasanya. Spesifikasi ada cairan madu tersebut hanya didapati pada Ubi Cilembu. Inilah yang menjadi keistimewaan Ubi Cilembu dibanding ubi lainnya. Setelah dioven ubi akan tahan hingga 2-3 hari pada suhu normal, dan jika ingin lebih awet bisa dimasukkan kedalam lemari pendingin dan dihangatkan kembali bila ingin dikonsumsi. (Tino M, 2006)

Cara penyimpanan yang baik adalah dengan menyimpannya di tempat yang tidak lembab lalu diberi alas kardus atau karung agar ubi tidak langsung menyentuh lantai yang dapat mengakibatkan ubi terkena hawa dingin dan menjadi lembab. Ubi yang baru dipanen kurang enak rasanya jika langsung dioven. Ubi siap dioven setelah disimpan di gudang selama dua minggu di tempat yang kelembabannya terjaga. Sistem penggudangan ubi juga harus dilakukan secara cermat agar suhu di dalam ruangan bisa tetap stabil. Perubahan suhu dari panas ke dingin secara mendadak bisa menyebabkan ubi diserang hama lanas. (Tino M, 2006)

2.2. Pemupukan Kalium

Menurut Lingga (1995), pemupukan K yang cukup akan meningkatkan produksi secara nyata. Unsur K secara positif berperan penting dalam pembentukan umbi. Makin banyak unsur K dalam tanah, makin banyak pula unsur K yang diisap ke dalam batang dan daun. Hal ini meningkatkan aktifitas fotosintesis, semakin banyak karbohidrat yang terbentuk dan semakin banyak karbohidrat yang disimpan dalam umbi sehingga semakin besar pembentukan umbinya. Menurut Wargiono (1980), berat ubi akan naik dan kualitasnya baik bila


(16)

unsur K yang tersedia cukup. Pupuk K yang biasa diberikan dalam bentuk ZK dan KCl, dosis pupuk yang bisa diberikan yaitu 100 – 120 kg ZK per hektarnya.

2.3. Pengaruh Bahan Organik terhadap Keadaan Tanah

Menurut M. Soepartini Suhardjo dan U. Kurnia (1993) perkembangan perakaran tanaman paling banyak terletak di lapisan olah atau lapisan atas tanah sampai kedalaman 15-30 cm yang mengandung paling banyak bahan organik. Bahan organik sangat besar peranannya dalam menyediakan media pertumbuhan dan perkembangan perakaran.

Peranan bahan organik sebagai penyangga hara tanaman dimana bahan organik berbentuk humus dapat menahan hara tanaman menjadi bentuk tidak larut dan tidak mudah tercuci air hujan. Makin tinggi kadar bahan organik, maka makin banyak hara tanaman dapat ditahan, sehingga bahan organik dapat berfungsi sebagai gudang atau media penyimpanan hara tanaman dan pemupukan yang dilakukan dapat lebih efisien. Peran bahan organik lainnya yaitu menstabilkan temperatur tanah. Bahan organik dapat menyerap panas tinggi, sebaliknya dapat juga menjadi isolator panas karena mempunyai daya hantar panas rendah. Karena itu walaupun permukaan tanah mendapat panas yang tinggi dari sinar matahari, tetapi tanah bagian bawah tidak terlalu terpengaruh, sehingga variasi panas pada penampang tanah yang disinari matahari rendah.

2.4. Syarat Tumbuh Tanaman Ubi Jalar

Ubi jalar memiliki daya adaptasi yang luas terhadap lingkungan hidup sehingga dapat dibudidayakan pada berbagai jenis lahan, ketinggian tempat, dan tingkat kesuburan tanah yang berlainan. Oleh karena itu, tanaman ubi jalar mudah tersebar ke seluruh belahan bumi, terutama di daerah tropis.

Menurut Juanda dan Cahyono (2000), faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman ubi jalar meliputi temperatur dan kelembapan udara, curah hujan, penyinaran matahari, keadaan angin dan keadaan tanah, letak geografi tanah, topografi tanah, dan sifat tanah (sifat fisika, kimia, dan biologis).

Jenis tanah yang paling baik untuk ditanami ubi jalar adalah pasir berlempung, gembur, banyak mengandung bahan organik, aerasi serta drainasenya


(17)

baik dan penanamannya harus dilakukan di atas guludan. Ubijalar mampu tumbuh pada tanah dengan kisaran pH optimum 5.5 - 6.5. Ubijalar cocok ditanam di lahan tegalan atau sawah bekas tanaman padi, terutama pada musim kemarau. (Juanda dan Cahyono, 2000)

Temperatur optimum yang cocok untuk tanaman ubi jalar adalah berkisar antara 21oC – 27oC. Tanaman ubi jalar masih toleran pada temperatur minimum 16oC dan temperatur maksimum 40oC, tetapi hasilnya kurang baik. Sedangkan kelembapan udara yang cocok untuk pertumbuhan tanaman ubi jalar adalah 50% - 60%. Daerah yang memiliki curah hujan antara 750 mm – 1500 mm per tahun sangat cocok untuk membudidayakan ubi jalar. Lama penyinaran cahaya matahari yang diperlukan oleh tanaman ubi jalar adalah 11-12 jam per hari. Lama penyinaran ini berpengaruh terhadap pembentukan umbi, terutama pada saat umbi terbentuk dan masa perkembangan umbi (Juanda dan Cahyono, 2000).

Tanaman ubi jalar yang ditanam di dataran rendah hingga ketinggian 500 m dari permukaan laut dapat memberikan hasil lebih tinggi daripada tanaman ubi jalar yang ditanam di dataran tinggi (pegunungan) dengan ketinggian diatas 1000 m dari permukaan laut. Ubi jalar yang ditanam di daerah pegunungan masih dapat tumbuh dengan baik, namun hasilnya rendah dan umur panennya panjang (Juanda dan Cahyono, 2000).

2.5. Budidaya Ubi Jalar

Menurut Pinus Lingga (1989) bertanam ubi jalar merupakan usahatani yang santai. Tanah tidak perlu repot-repot diolah seperti halnya tanaman padi di sawah. Komposisi biayanya pun lebih murah tapi diharapkan hasil panen dari ubi jalar ini bisa relatif tinggi.

Ubi jalar (Ipomoea batatas) tergolong family Convolvulaceae (suku kangkung-kangkungan), dan terdiri tidak kurang dari 400 spesies. Batang menjalar 1-5 meter, berdiameter 3-10 milimeter, dan dalamnya bergetah. Dan pada ketiak daun tumbuh beberapa akar, yang sifatnya bisa berubah dan membesar seperti umbi. Dilihat dari umur tanaman, ada ubi jalar yang berumur genjah (pendek) bisa dipungut hasilnya setelah tanaman berumur 4-6 bulan, dan


(18)

yang berumur panjang (tidak genjah) bisa dipungut hasilnya setelah tanaman berumur 8-9 bulan. (Lingga, 1989)

Umumnya ubi jalar ditanam di atas guludan-guludan. Penanaman ini bermaksud untuk menyediakan tempat yang longgar bagi tanaman, agar umbinya bisa dengan mudah berkembang atau bertambah besar. Guludan dibuat dengan cangkul. Baik di tanah tegalan, sawah, ataupun dipekarangan. Ukuran terbagus untuk tanaman ubi jalar adalah lebar 60 cm, tinggi 40 cm. Dan diantara guludan dibuat selokan selebar 30 cm, dengan demikian jarak pertengahan guludan dengan pertengahan guludan lain adalah 90 cm. Kemudian tanah diistirahatkan beberapa hari, agar terjemur matahari. Keuntungan pembuatan guludan setelah tanah dikerjakan adalah rumput-rumput pengganggu bisa lebih mudah diberantas, dan tanah bisa mendapat kesempatan yang cukup untuk menghilangkan keasamannya. Hanya saja biaya pengerjaannya bisa menjadi mahal dan lama. (Ika dan Soemarno, 1991)

Ika dan Soemarno (1991) menyatakan bahwa pada umumnya ubi jalar diperbanyak orang dengan menggunakan stek, yaitu bagian batangnya dipergunakan untuk bibit. Batang dipenggal-penggal sepanjang 25-30 cm menggunakan pisau tajam atau ani-ani. Untuk bibit sebaiknya dipilih dari batang yang masih muda. Bibit yang diperoleh dari ujung batang merupakan bibit tanaman yang paling bagus terletak pada bagian tanaman yang belum mengeluarkan akar. Jika pada batang telah tumbuh beberapa akar, lebih-lebih akar tersebut telah tua dan sering terkena panas pula, maka akar-akar tersebut tak mampu membentuk umbi-umbi yang bagus nantinya. Cara mengambil bibit dengan cara stek, yaitu stek dipotong sepanjang 25-30 cm atau 3-4 ruas. Satu batang tanaman ubi jalar paling banyak bisa diambil 3 stek.

Pinus Lingga (1995) menyatakan bahwa pemeliharaan tanaman ubi jalar berupa penyulaman, pengairan, penyiangan, pemupukan, pemangkasan daun, pembalikkan batang, dan pembasmian hama secara baik tentu akan mendapatkan keuntungan produksi yang berlipat. Penyulaman dilakukan ketika ada bibit tanaman yang mati. Penyulaman harus secepatnya dilakukan, agar tanaman sisipan ini pertumbuhannya tidak terlalu tertinggal dari tanaman sebelumnya. Sampai pada umur satu bulan tanaman ubi jalar masih bisa disulam. Untuk


(19)

penyulaman sebaiknya dipergunakan bibit yang sudah berakar. Perairan tanaman bisa dilakukan pada ubi jalar yang ditanam di sawah dan dikerjakan setelah bibit ditanam. Ada kalanya tanaman yang masih bibit ini digenangi air terus-menerus selama satu minggu, dengan maksud agar bibitnya cepat tumbuh. Penyiangan rumput-rumput dikerjakan setelah tanaman berumur 3 minggu dan dilakukan setelah tanaman diairi selama sehari. Setelah tanaman berumur satu bulan, lereng pematang biasa dibongkar oleh petaninya sampai terlihat akar-akar tanamannya tersembul. Setelah dibiarkan kena panas dan angin selama 10 hari, kembali akar-akar yang terlihat tertimbun dan guludan pematang dinormalkan kembali.

Pembalikkan batang tanaman juga dianjurkan karena bisa membantu meningkatkan hasil umbi. Pembalikkan dan pengangkatan batang dikerjakan tiap 3 minggu sekali. Sebab pada tanaman yang pertumbuhannya subur dalam waktu satu bulan tanaman akan menjalar sepanjang 1- 1½ meter. Bila batang dibiarkan terus menjalar di tanah, dengan segera akan tumbuh akar pada ketiak daun. Akar ini akan membentuk umbi-umbi kecil. Umbi-umbi kecil ini jelas sangat mengurangi tabungan makanan bagi umbi-umbi besar yang tumbuh di guludan. Itulah sebabnya batang ubi jalar secara berkala perlu diangkat dan dibalikkan, agar akar tanaman yang tumbuh pada ketiak daun mati kering kepanasan. Penanaman tanaman ubi jalar di tanah-tanah yang subur tidak memerlukan pemupukan. Tapi pada tanah-tanah yang kesuburannya kurang, untuk memperoleh hasil produksi yang tinggi pemupukan dengan pupuk buatan jelas sangat dianjurkan. Unsur pupuk yang diperlukan tanaman ubi jalar adalah N dan K, unsur P sedikit sekali dibutuhkan. Pemupukan N diberikan dalam bentuk ZA dan urea. Sedang pupuk K diberikan dalam bentuk ZK dan KCl. Sedang pupuk P bisa diberikan dalam bentuk TSP. Dosis pemupukan bisa diberikan 100-130 kg Urea, ditambah 100-120 kg ZK, dan 45 kg TSP atau 18 kg P per hektarnya. (Lingga, 1989)

Ubi jalar berumur genjah sudah bisa dipungut hasilnya setelah tanaman berumur 4-6 bulan. Tapi untuk jenis berumur panjang terpaksa harus menunggu 8-9 bulan. Mula-mula batang tanaman diangkat, lalu dibabat dengan sabit. Daun-daun dikumpulkan, dan bisa dimanfaatkan untuk makanan ternak. Bedengan-bedengan yang telah nampak gundul selanjutnya dibongkar. Pembongkaran bisa


(20)

dikerjakan dengan pacul, sekop, atau luku. Pembongkaran dengan luku adalah cara kerja yang terbaik. Cara penyimpanan ubi jalar yang baik adalah setelah ubi jalar diangin-anginkan beberapa hari (2 hari misalnya), lalu ditimbun pada wadah yang kering dan sejuk. Dasar timbunan diberi alas pasir kering atau abu. Tebalnya kira-kira 20-30 cm. dengan cara ini ubi jalar bisa tahan disimpan sampai 5 bulan. Disamping terbebas dari hama bongkeng, rasa umbinya pun lebih manis. (Lingga, 1989)


(21)

III.

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini meliputi dua lokasi yang berbeda yaitu di Sawah Lega Desa Cilembu Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang dan di Cilubang Mekar RW 08 Kelurahan Situgede Kecamatan Bogor Barat.

Waktu penelitian dilakukan dari bulan Februari 2010 – Juni 2010.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini merupakan data primer dengan melakukan survey dan data hasil analisis kimia sampel tanah di kebun Ubi Cilembu di dua lokasi penelitian dan hasil wawancara kepada para petani ubi jalar. Sedangkan data sekunder didapat dari data lingkungan seperti data iklim, curah hujan, temperatur, juga data topografi yang diambil dari informasi data lingkungan masing-masing daerah lokasi penelitian. Bahan yang digunakan di laboratorium yaitu HCl 25%, H2SO4, K2Cr2O7, FeSO4, aquades.

Sedangkan alat yang dipakai di lapangan berupa bor tanah, plastik transparan, kertas label, pulpen. Alat yang digunakan di laboratorium berupa labu ukur, labu takar, tabung reaksi, tisu alat titrasi.

3.3. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, dengan cara mengumpulkan data dari dua tempat penelitian seperti data lingkungan meliputi iklim, kelembaban, curah hujan, juga data hasil wawancara mengenai cara budidaya untuk penanaman Ubi Cilembu dari 2 daerah. Lalu menentukan faktor yang akan dibandingkan yaitu meliputi teknik budidaya, sifat tanah baik sifat fisik dan sifat kimia, juga faktor lingkungan. Kemudian membandingkan data yang diperoleh dari faktor pembanding tersebut. Sehingga dari perbandingan tersebut menghasilkan kunci sementara produktivitas ubi jalar Cilembu.


(22)

IV.

KARAKTERISTIK DAERAH STUDI

4.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian mencakup dua wilayah yaitu di Sawah Lega Desa Cilembu Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang dan di Cilubang Mekar RW 08 Kelurahan Situgede Kecamatan Bogor Barat.

4.2. Kondisi Geografis

4.2.1. Kondisi Umum Wilayah Desa Cilembu Sumedang secara Geografis dan Demografis

Desa Cilembu adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa barat. Letak Desa Cilembu berada didaerah perbukitan, di ketinggian 864 meter dari permukaan laut, yang curah hujannya rata-rata per tahun 3.283 mm/th dengan keadaan suhu rata-rata 15-26oC. Batas desa ini meliputi : sebelah Utara berbatasan dengan Desa Cigendel; Selatan dengan Desa Mekarbakti; Barat dengan Desa Haurngombong; dan Timur dengan Desa Hutan Karembi Barat.

Luas wilayah Desa Cilembu sekitar 539 hektar yang terbagi untuk kawasan pumukiman, persawahan dan perkebunan seluas 198 hektar, sawah irigasi ½ teknis dan sawah tadah hujan seluas 137,9 hektar, tanah kering ladang dan pemukiman seluas 182,7 hektar, perkebunan rakyat 10 hektar, dan tanah fasilitas umum seluas 10,3 hektar, jadi total keseluruhannya sekitar 539 hektar. (Daftar Isian Potensi Desa Cilembu, Kecamatan Pamulihan. Pemerintah Kabupaten Sumedang 2007)

Menurut Daftar Isian Tingkat Perkembangan Desa Cilembu, Kecamatan Pamulihan. Pemerintah Kabupaten Sumedang 2007. Ubi Cilembu hanya dipanen setahun sekali dengan keterbatasan hasil produksi. Luas tanaman pangan untuk ubi jalar dengan kualitas Nirkum yang selama ini dikenal dengan Ubi Cilembu hanya sekitar 60 hektar. Tanah yang menghasilkan Ubi Cilembu ini hanya terdapat di 4 (empat) blok di Desa


(23)

Cilembu, yaitu Blok Sawah Lega, Blok Sawah Legok, Blok Pangkalan dan Blok Citali.

Secara demografis, penduduk desa Cilembu berjumlah sekitar 4.086 jiwa yang terdiri dari 2.089 penduduk laki-laki dan 1.997 penduduk wanita. Pada umumnya mata pencaharian penduduk fokus pada pertanian. Dalam status sebagai petani ini, ada yang berkedudukan sebagai pemilik sawah atau tegalan berkisar 1.304 penduduk, dan ada juga yang bekerja sebagai penggarap atau buruh tani berkisar 286 penduduk. (Daftar Isian Tingkat Perkembangan Desa Cilembu, Kecamatan Pamulihan. Pemerintah Kabupaten Sumedang 2007)

4.2.2. Kondisi Umum Wilayah Desa Cilubang Mekar Bogor secara Geografis dan Demografis

Desa Cilubang Mekar Bogor adalah sebuah desa yang terletak di Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Propinsi Jawa barat. Letak Desa Cilubang Mekar Kelurahan Situgede berada di ketinggian 250 meter dari permukaan laut, yang curah hujannya rata-rata per tahun 3.219 - 4.671 mm/th dengan keadaan suhu rata-rata 24,9oC – 25,8 oC. Batas Desa Cilubang Mekar Kelurahan Situgede ini meliputi : sebelah Utara berbatasan dengan Kali Cisadane; Selatan dengan Kali Sindang Barang; Barat dengan Desa Cikarawang; dan Timur dengan Kelurahan Bubulak.

Luas wilayah Desa Cilubang Mekar Kelurahan Situgede sekitar 232,47 hektar yang terbagi untuk kawasan pertanahan bersertifikat hak milik, aset pemerintahan, tanah peruntukan, tanah sawah irigasi, pekarangan dan juga hutan. Sedangkan untuk Luas lahan pertanian ubi jalar hanya sekitar 2 hektar saja. (Monografi Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Propinsi jawa Barat 2008)

Secara demografis, menurut data Monografi Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Propinsi jawa Barat (2008), penduduk di Kelurahan Situgede berjumlah sekitar 7.998 jiwa. Dengan 4.051 penduduk laki-laki dan 3.947 penduduk perempuan. Mayoritas penduduk di daerah ini bekerja sebagai buruh tani berkisar 1.031 penduduk. Mata pencaharian


(24)

lainnya yaitu Tani dengan jumlah 357 penduduk kemudian swasta 165 orang diikuti wiraswasta 135 orang, lainnya ada yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil, TNI Polri, Pertukangan, juga pensiunan.

4.3. Kondisi Budidaya Ubi Jalar Cilembu

Luas lahan di Cilembu ±539 ha, yang ditanami oleh Ubi Cilembu berkisar ±60 ha. Yang ditanam di beberapa blok seperti blok Pangkalan, blok Sawah Lebak, blok Citali, dan blok Sawah Lega. Tapi lahan ubi yang ditanam untuk ubi jalar jenis nirkoem ditanam di pangkalan Citali seluas 20 ha. Sedangkan luas lahan ubi jalar di daerah Cilubang Mekar hanya 1 ha saja.

4.3.1. Macam dan Varietas Desa Cilembu Sumedang

Ubi jalar yang ditanam di desa ini memiliki beberapa varietas, diantaranya varietas menes, arned, noe, dan nirkoem. Bibit yang paling bagus yaitu bibit nirkoem yang hanya bisa ditanam di tanah dan tempat tertentu. Nama nirkoem ini diidentifikasikan hasil pemberian pangeran Sumedang pada beberapa abad yang lalu.

Cilubang Mekar Bogor

Macam dan varietas yang biasa ditanam di lokasi ini yaitu ubi jalar jenis ubi jepang, juga ubi merah. Namun di lokasi ini pernah dicoba penanaman ubi jalar jenis cilembu. Dengan mengambil langsung ubi jalarnya ke desa Cilembu.

4.3.2. Tanah Gembur

Desa Cilembu Sumedang

Ubi Cilembu di daerah ini rata-rata ditanam di sawah tadah hujan. Penanaman ubi dilakukan setelah penanaman sawah. Sehingga dalam setahun siklus penanamannya bisa sawah, ubi, lalu sawah lagi. Jika penanaman ubi di sawah basah maka sawah tersebut harus dikeringkan.

Penanaman ubi dilakukan dengan membuat guludan terlebih dahulu. Guludan dibuat dengan pacul. Ukuran tinggi guludan 20-40 cm dan jarak tanam 1-1,5 m dan diantara guludan dibuat selokan selebar 10-15 cm Pertumbuhan yang baik membutuhkan waktu ± 6 bulan hingga panen.


(25)

Pengolahan tanah di lahan bekas sawah dilakukan dengan cara jerami dipotong/dibabat dan diletakkan berbaris-baris, selebar 40 cm, dengan jarak tiap tumpukan 100 cm. Selanjutnya tanah-tanah di antara onggokan jerami dicangkul, hasil cangkulan ditaruh di atas jerami, hingga tinggi guludan 40 cm dan luas dasar 60 cm, dengan demikian akan diperoleh bedengan yang kita perlukan. Cara ini akan membuat tanah di dalam guludan menjadi lebih gembur karena jerami akan terurai menjadi humus. Keuntungan pembuatan guludan dengan cara seperti ini yaitu rumput-rumput pengganggu bias lebih mudah diberantas dan tanah bias mendapatkan kesempatan yang cukup untuk menghilangkan keasamannya. (Lingga, 1989)

Setelah contoh tanah diambil dan dilakukan penelitian untuk warna tanah menggunakan buku Munsell diperoleh bahwa warna tanahnya yaitu dark reddish brown (5 YR 3/2) dan tekstur tanah lempung berpasir.

Cilubang Mekar Bogor

Di tempat ini ubi jalar biasa ditanam di tegalan, jarang yang menanam di lahan bekas sawah. Penanaman ubi dilakukan dengan membuat guludan terlebih dahulu. Guludan dibuat dengan pacul. Ukuran tinggi guludan 20-40 cm dan jarak tanam 1-1,5 m dan diantara guludan dibuat selokan selebar 10-15 cm Pertumbuhan yang baik membutuhkan waktu ± 6 bulan hingga panen.

Setelah contoh tanah diambil dan dilakukan penelitian untuk warna tanah menggunakan buku Munsell diperoleh bahwa warna tanahnya yaitu reddish brown (5 YR 4/3) dan tekstur tanah lempung berliat.

4.3.3. Bibit Bagus

Desa Cilembu Sumedang

Ubi jalar diperbanyak dengan menggunakan stek yaitu bagian batangnya dipergunakan untuk bibit. Batang dipenggal-penggal sepanjang 25-30 cm atau 3-4 ruas. Pemenggalan dilakukan dengan menggunakan pisau tajam atau ani-ani. Bibit dipilih dari batang yang masih muda dari ujung batang. Satu batang tanaman ubi jalar paling banyak bisa diambil 3 stek.


(26)

Cilubang Mekar Bogor

Ubi jalar didapat langsung dengan membeli kepada petani ubi jalar di desa Cilembu (dalam bentuk umbi). Perbanyakan ubi dilakukan dengan menyimpan beberapa umbi di tempat yang terjaga kelembabannya. Setelah beberapa lama hingga akhirnya umbi tersebut menghasilkan tunas, maka tunas itulah yang dijadikan sebagai bibit siap tanam.

4.3.4. Pemeliharaan Tanaman Desa Cilembu Sumedang

Penyulaman dilakukan ketika ada bibit tanaman yang mati. Penyulaman ini harus segera dilakukan agar tanaman sisipan ini pertumbuhannya tidak terlalu tertinggal dari tanaman sebelumnya. Biasanya penyulaman hanya bisa dilakukan hingga tanaman berumur 1 bulan.

Dalam hal pengairan, di lahan pertanaman dilakukan penyiraman terus-menerus hingga satu minggu agar tanah menjadi lembab, dan umbi cepat tumbuh. Penyiraman selanjutya bisa dilakukan satu minggu sekali secara berkala. Tetapi jika saat penanaman sedang waktunya musim hujan maka tidak usah disiram lagi. Setelah tanaman berumur satu bulan, lereng pematang biasa dibongkar sampai terlihat akar-akar tanamannya tersembul keluar. Kemudian dibiarkan selama kurang lebih 10 hari, setelah itu dinormalkan kembali. Hal ini dilakukan agar guludan menjadi longgar dan bisa mempercepat pembentukan umbi. Saat keadaan seperti ini biasanya diberi pupuk saat tanaman sudah berumur sekitar 1 bulan. Pupuk yang diberikan adalah pupuk kandang, juga kompos, tidak menggunakan pupuk kimia, karena tanah sudah subur dengan adanya hara peninggalan dari tanah sawah.

Selain itu dilakukan pula pembalikkan batang, karena batang akan terus menjalar. Jika tidak dilakukan hal ini maka akan tumbuh akar pada ketiak daun dan akar ini bisa membentuk umbi-umbi kecil yang nantinya mengurangi tabungan makanan bagi umbi besar yang tumbuh di guludan.


(27)

Cilubang Mekar Bogor

Penanaman di lokasi ini baru pertama kalinya, karena petani disini ingin mencoba penanaman Ubi Cilembu di lahan mereka. Dimana bibit yang dipakai juga langsung diambil dari bibit ubi yang biasa dipakai di Cilembu.

Karena penanaman di lokasi ini ubi jalar biasa ditanam di daerah tegalan, maka lahan pertanaman dilakukan penyiraman terus-menerus hingga satu minggu agar tanah menjadi lembab, dan umbi cepat tumbuh. Penyiraman selanjutya bisa dilakukan satu minggu sekali secara berkala. Tetapi jika saat penanaman sedang waktunya musim hujan maka tidak usah disiram lagi.

Setelah tanaman berumur satu bulan, lereng pematang biasa dibongkar sampai terlihat akar-akar tanamannya tersembul keluar. Kemudian dibiarkan selama kurang lebih 10 hari, setelah itu dinormalkan kembali. Hal ini dilakukan agar guludan menjadi longgar dan bisa mempercepat pembentukan umbi.

Pupuk biasa diberikan 1 bulan setelah penanaman. Sebelumnya tanaman di siang seperlunya dan batang dibalik pada guludan selama pertumbuhannya untuk mencegah perakaran pada ruas. Pupuk yang biasa digunakan yaitu pupuk TSP 100 kg dan 50 kg urea per hektarnya, juga memakai pupuk NPK dengan dosis 5 gr/rumpun, jarang menggunakan pupuk organik.

Pemeliharaan tanaman di lokasi ini juga dilakukan pembalikkan batang, karena batang akan terus menjalar. Jika tidak dilakukan hal ini maka akan tumbuh akar pada ketiak daun dan akar ini bisa membentuk umbi-umbi kecil yang nantinya mengurangi tabungan makanan bagi umbi besar yang tumbuh di guludan.

4.3.5. Hama dan Penyakit Desa Cilembu Sumedang

Hama yang biasa menyerang tanaman ubi yaitu ulat (karena tanah kurang terurus), hama wereng (karena kurang penyemprotan), juga lanas. Cara pengendaliannya yaitu perlu adanya pemeliharaan secara intensif, juga penyemprotan untuk hama-hama tertentu.


(28)

Cilubang Mekar Bogor

Hama yang biasa menyerang yaitu ulat, biasanya ulat ini mengerogoti daun-daun sehingga daun menjadi abis, sehingga untuk proses fotosintesis terganggu, menyebabkan daun menjadi warna kuning.

4.3.6. Pemanenan Hasil

Desa Cilembu Sumedang

Proses pemanenan hasil dilakukan secara sederhana, yaitu mencangkul tiap guludan dan mengambil umbi-umbi yang sudah tumbuh besar. Mencangkulnya dari dasar guludan dan harus secara hati-hati, karena jika asal maka ujung cangkul bisa mengenai buah umbinya. Untuk daun-daunnya bisa dikumpulkan atau dimanfaatkan sebagai makanan ternak. Hasil umbi bisa mencapai 10 ton per hektar. Dengan ukuran panjang umbi sekitar 25 cm – 35 cm dan diameter 7 cm – 17 cm.

Untuk penyimpanan dan pengawetan hasil ubi jalar tidak kuat disimpan lama. Penyimpanan ubi biasanya hanya disimpan di box atau keranjang atau di gudang penyimpanan, dan buah ubinya tidak dibersihkan dulu dari tanah. Ubi yang disimpan tersebut siap untuk dijual.

Cara penyimpanan yang baik adalah dengan menyimpannya pada ruangan terbuka dan tidak lembab lalu diberi alas kardus atau karung agar ubi tidak langsung menyentuh lantai yang dapat mengakibatkan ubi terkena hawa dingin dan menjadi lembab.

Harga untuk ubi mentah Rp 10.000 per kilo, sedangkan ubi yang sudah di oven harganya Rp 12.000 per kilo.

Cilubang Mekar Bogor

Proses pemanenan hasil juga dilakukan secara sederhana, yaitu dengan mencangkul tiap guludan, kemudian mengambil umbi-umbi yang sudah tumbuh besar. Mencangkulnya dari dasar guludan dan harus secara hati-hati, karena jika asal maka ujung cangkul bisa mengenai buah umbinya. Hasil umbi bisa mencapai 7-8 ton per hektar. Dengan ukuran panjang umbi sekitar 10 cm – 17 cm dan diameter sekitar 7 cm – 10 cm.


(29)

Karena penanaman Ubi Cilembu di lokasi ini hanya percobaan saja, maka hasil yang didapat sedikit, buahnya tidak terlalu besar dan setelah dicoba untuk di oven rasa buah tidak semanis buah ubi asli cilembu sehingga hasil panen langsung dijual saja.


(30)

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ubi jalar yang ditanam di Desa Cilembu Kabupaten Sumedang yang sering dinamai Ubi Cilembu ini memiliki rasa yang manis seperti madu dan memiliki ukuran umbi lebih besar dari ubi biasanya. Ubi Cilembu tersebut telah menyebar ke beberapa daerah seperti puncak Bogor, Bandung, Cirebon, hingga luar negeri.

Ubi Cilembu tumbuh baik dengan menghasilkan rasa yang manis juga ukuran yang besar jika ditanam di habitatnya yaitu di Desa Cilembu itu sendiri. Tapi hanya ada beberapa hektar saja lahan yang biasa ditanam oleh Ubi Cilembu tersebut. Karena Ubi Cilembu ini memiliki nilai ekonomis yang tinggi, maka banyak petani ubi jalar yang mulai mencoba menanam Ubi Cilembu di daerah lain selain di Desa Cilembu. Tetapi menurut beberapa penelitian bahwa umbi yang dihasilkan tidak terlalu besar dan rasa yang dihasilkan tidak seperti Ubi Cilembu.

Menurut penelitian Muhammad Amir Solihin (2007), Kabupaten Sumedang mempunyai potensi pengembangan Ubi Cilembu seluas 39.636 hektar dari luas lahan yang dikaji seluas 45.837 hektar. Upaya pengembangan yang dapat dilakukan harus memperhatikan faktor pembatas yang umumnya disebabkan kondisi kesuburan tanah, kondisi perakaran dan bahaya erosi. Pengembangan ini masih bersifat kuantitas karena secara kualitas sulit dapat menyamai kualitas Ubi Cilembu yang ditanam di Desa Cilembu.

Permintaan terhadap Ubi Cilembu semakin meningkat sehingga ada sebagian petani ubi jalar yang ingin mencoba menanam Ubi Cilembu di daerahnya masing-masing dengan harapan menanam Ubi Cilembu dengan bibit yang sama bisa menghasilkan kualitas yang sama dengan hasil Ubi Cilembu dari Desa Cilembu, seperti halnya petani yang ada di Bogor yang lebih tepatnya di Desa Cilubang Mekar Bogor telah mencoba menanam Ubi Cilembu.

Penelitian ini ingin menunjukkan kunci perkembangan Ubi Cilembu dengan membandingkan faktor lingkungan, faktor sifat tanah, dan faktor budidaya dari kedua tempat yaitu Desa Cilembu Sumedang dengan Desa Cilubang Mekar Bogor. Sehingga mengetahui faktor yang menyebabkan hasil Ubi Cilembu dengan kualitas ukuran umbi yang besar dan rasa yang manis.


(31)

5.1. Faktor Budidaya

Tabel 1. Perbandingan Teknik Budidaya di Lokasi Penelitian Aspek

Pembanding

Lokasi Penelitian

Desa Cilembu Desa Cilubang

Guludan Pembalikkan Batang Pupuk Pasca Panen Produksi

Pengolahan tanah di lahan bekas sawah dilakukan dengan cara jerami dipotong/dibabat dan diletakkan berbaris-baris, selebar 40 cm, dengan jarak tiap tumpukan 100 cm. selanjutnya tanah-tanah diantara onggokan jerami dicangkul, hasil cangkulan ditaruh di atas jerami.

Dilakukan setiap 3 minggu sekali

Pupuk kandang dan kompos

Ada proses pemeraman ± 10 ton/ha

Guludan langsung dibuat tanpa ada penumpukan jerami terlebih dahulu.

Dilakukan setiap 3 minggu sekali

TSP 100 kg, 50 kg urea, per hektarnya, dan NPK 5 gr/rumpun.

Tidak ada pemeraman ± 7 – 8 ton/ha

Perbandingan teknik budidaya antara 2 tempat tersebut memperlihatkan perbedaan dari segi kualitas umbi. Untuk masing-masing tempat melakukan proses pembalikkan batang, tetapi hasil produksi umbi di Cilembu lebih tinggi daripada di Cilubang Mekar. Proses pembalikkan batang tersebut berguna untuk menghasilkan umbi yang berukuran besar karena jika tidak dilakukan maka akan tumbuh akar pada ketiak daun dan akar ini bisa membentuk umbi-umbi kecil.

Pembuatan guludan di Desa Cilembu dilakukan dengan cara meletakkan jerami yang sudah dibabat diatas guludan, hal ini dimaksudkan agar setelah beberapa hari jerami tersebut bisa melapuk menjadi kompos, sehingga membuat tanah di guludan tersebut menjadi subur.

Pupuk yang diberikan sangat berbeda, di Desa Cilembu hanya menggunakan pupuk organik seperti pupuk kandang, kompos sehingga kondisi tanah gembur banyak bahan organik, sedangkan di Desa Cilubang menggunakan pupuk kimia seperti TSP, urea, dan NPK.

Hasil umbi yang besar di daerah Cilembu disebabkan karena ditempat ini memiliki suhu yang rendah dan curah hujan tinggi. Saat proses fotosintesis, unsur K berperan dalam pembentukan umbi, banyak karbohidrat yang terbentuk dan


(32)

semakin banyak karbohidrat yang disimpan dalam umbi sehingga semakin besar pembentukan umbinya. (Lingga, 1989)

Perbedaan yang lain yaitu terlihat dari proses pemeraman saat pasca panen. Di Cilembu, umbi yang telah dipanen dilakukan proses pemeraman, proses pemeraman ini mengakibatkan terjadinya pemecahan pati pada daging ubi menjadi gula sehingga rasa umbi akan terasa manis setelah di oven. Sedangkan di Bogor, umbi yang telah di panen tidak dilakukan proses pemeraman, jadi umbi langsung dipasarkan karena hasil umbi tidak terlalu besar. Setelah dicoba di oven, rasa yang dihasilkan juga tidak terlalu manis.

5.2. Faktor Fisik Tanah

Tabel 2. Hasil Data Sifat Fisik Tanah

Tempat Analisis Faktor Fisik Tanah

Warna Tanah Tekstur

Cilembu Sumedang 5 YR 3/2 (dark reddish brown) lempung berpasir Cilubang Mekar Bogor 5 YR 4/3 (reddish brown) lempung berliat

Sifat fisik tanah yang diamati yaitu warna tanah dan tekstur, dari hasil pengamatan bahwa tanah yang berada di Desa Cilembu memiliki warna lebih gelap dari tanah di Cilubang Mekar dan mempunyai tektur lempung berpasir, itu merupakan salah satu kriteria yang bagus untuk dijadikan lahan penanaman Ubi Cilembu. Sehingga tidak ada perbedaan yang signifikan dari hasil data diatas.

Daerah Cilembu yang memiliki warna tanah lebih gelap dan mempunyai tekstur yang lebih ringan berpengaruh kepada ukuran umbi. Umbi yang tumbuh di tanah yang subur dan memiliki tekstur ringan akan menghasilkan ukuran umbi yang lebih besar, karena dengan tekstur yang ringan maka pertumbuhan umbi selama pertanaman akan tumbuh lebih baik karena kondisi tanah menjadi longgar, lain halnya jika tekstur tanah berat maka akan menghambat pertumbuhan umbi.

5.3. Faktor Kimia Tanah

Tabel 3. Hasil Analisis Kimia untuk K dan C-organik

Tempat Analisis Faktor Kimia Tanah

K C-organik

Cilembu Sumedang 0.267 (me/100 g) 2.37%


(33)

Tabel Analisis Kimia ini menjelaskan bahwa untuk hasil K antara kedua tempat tidak berbeda terlalu signifikan dalam hal kriteria penilaian sifat kimia tanah (kriteria bisa dilihat di tabel lampiran 1), juga hal yang sama ditunjukkan oleh hasil analisis C-organik, tidak terlalu berbeda signifikan. Untuk hasil analisis K di Cilubang Mekar bernilai (0.153 me/100 g) termasuk kedalam kriteria rendah (0.1-0.2 me/100 g) dan di Desa Cilembu (0.267 me/100 g) termasuk kedalam kriteria antara rendah dan sedang (0.3-0.5 me/100 g) tetapi jika nilainya dibulatkan maka nilai tersebut masuk kedalam kriteria sedang, sedangkan untuk hasil analisis C-organik di Cilubang Mekar (1.45%) termasuk kedalam kriteria rendah (1.00-2.00%) dan di Desa Cilembu (2.37%) termasuk kedalam kriteria sedang (2.01-3.00%). Hal ini menunjukkan bahwa untuk kadar C-organik lebih tinggi di Desa Cilembu dikarenakan lahan pertanaman ubi adalah sawah tadah hujan dimana dalam setahun ada pergiliran tanaman antara tanaman padi dengan tanaman ubi sehingga bahan organik masih ada tersisa dari lahan bekas padi.

Dilihat dari kaitannya untuk produktivitas ubi jalar cilembu bahwa nilai K dan C-organik di Desa Cilembu memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan di Desa Cilubang. Hal tersebut menunjukkan di daerah Cilembu memiliki tanah yang lebih subur dengan banyaknya bahan organik dan tanah memiliki banyak K yang diperlukan untuk tanaman. Untuk penanaman tanaman umbi-umbian khususnya ubi jalar dibutuhkan tanah yang memiliki kandungan K yang tinggi karena saat proses fotosintesis unsur K berperan dalam pembentukan umbi, banyak karbohidrat yang terbentuk dan semakin banyak karbohidrat yang disimpan dalam umbi sehingga semakin besar pembentukan umbinya.

Hasil data untuk aspek sifat tanah baik faktor fisik tanah maupun faktor kimia tanah menunjukkan bahwa hasil umbi Cilembu baik pertumbuhannya dari segi kualitas ukuran dan rasa yang manis jika ditanam di daerah yang memiliki ciri warna tanah lebih gelap dengan tekstur yang ringan seperti lempung berpasir dan memiliki nilai K dan C-organik yang tinggi, karena tanah tersebut memiliki bahan organik yang tinggi sehingga warna tanah lebih gelap dan pembesaran umbi lebih baik karena tekstur tanah yang ringan dan unsur K yang tersedia banyak.

Lahan yang dipakai di Desa Cilembu merupakan lahan bekas padi, sehingga saat pengolahan tanah untuk penanaman ubi tidak harus memerlukan


(34)

banyak menggunakan pupuk, karena sudah ada pupuk organik sisa dari penanaman padi sebelumnya. Perkembangan perakaran tanaman paling banyak terletak di lapisan olah atau lapisan atas tanah sampai kedalaman 15-30 cm yang mengandung paling banyak bahan organik, maka bahan organik sangat besar peranannya dalam menyediakan hara sebagai media pertumbuhan dan perkembangan perakaran.

Kalium diperlukan untuk aktivitas kambium yang cepat dalam akar umbi yang menyimpan pati di dalamnya. Kalium mempengaruhi aktivitas sintetase pati. Bila kalium ditambahkan, aktivitas sintetase pati dalam umbi ubijalar meningkat tetapi bila ia kurang, aktivitas enzim dapat sangat rendah. Sehingga kalium berpengaruh terhadap rasa umbi yang manis.

5.4. Faktor Lingkungan

Tabel 1. Hasil Data Faktor Lingkungan

Tempat Analisis

Faktor Lingkungan Curah Hujan

(mm/th)

Suhu Udara (oC)

Suhu Tanah (oC)

Elevasi (m dpl)

Cilembu Sumedang 3.283 15 – 26 17 – 24 864

Cilubang Mekar Bogor 3219 - 4671 24,9 – 25,8 23 – 25 250

Sumber : Monografi Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Propinsi jawa Barat 2008 dan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor.

Dilihat dari hasil data diatas bahwa untuk setiap factor lingkungan yang dikaji memiliki perbedaan yang signifikan. Terlihat dari nilai suhu tanah menunjukkan bahwa daerah Cilubang Mekar memiliki regim temperatur isohipertermik, sedangkan daerah Cilembu meliliki regim temperatur hipertermik. Dan Ubi Cilembu biasa ditanam di daerah dengan ketinggian antara 500-1000 m dpl.

Hipertermik adalah suatu rejim suhu tanah yang mempunyai rata-rata suhu tanah tahunan 22°C atau lebih dan selisih >5°C antara rata-rata suhu musim panas dan rata-rata suhu musim dingin pada 50 cm di bawah-permukaan. Sedangkan Isohipertermik adalah suatu rejim suhu tanah yang mempunyai rata-rata suhu


(35)

tahunan 22°C atau lebih dan selisih suhu musim panas dan musim dingin <5°C. (Badan Litbang Pertanian, 2006).

Hasil data diatas menunjukkan adanya perbedaan signifikan untuk faktor suhu tanah dan suhu udara, sehingga hal ini bisa dijadikan kunci produktivitas Ubi Cilembu selanjutnya, karena suhu bisa mempengaruhi proses pertumbuhan umbi. Kekurangan cahaya mempunyai pengaruh yang langsung terhadap proses-proses fisiologi yang lain. Bila proses respirasinya tidak dapat terlaksana dengan baik, bila cahaya dalam keadaan kurang dan fotosintesis sangat dibatasi maka pembentukan akar tanaman-tanaman tersebut kebanyakan condong untuk berkurang dan kekurangan pembentukan akar ini menyebabkan pertumbuhan tidak kontinyu pada seluruh pertumbuhan tanaman.

Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan sangat besar. Terdapat suatu ketergantungan yang tidak dapat dipisahkan antara aktivitas dalam akar dan bagian dari atas tanaman. Makanan harus disediakan untuk akar agar dapat berfungsi dalam mengabsorpsi hara dan air secara normal. Sebaliknya fungsi ini akan terhalang sama sekali apabila fotosintesa dan translokasi makanan terganggu. Pertumbuhan akar tanaman dipengaruhi oleh suhu tanah dan berbeda-beda untuk tiap jenis tanaman. Tetapi pada umumnya pertumbuhan akar akan meningkat dengan naiknya suhu dari minimum sampai optimum (±30oC). Suhu mempengaruhi respirasi, respirasi berkurang pada suhu rendah dan meningkat dengan naiknya suhu. Pada suhu yang terlalu tinggi walaupun respirasinya meningkat drastis tetapi setelah beberapa jam laju respirasi akan cepat sekali menurun. Banyak tanaman daerah sedang memiliki suhu optimum yang lebih rendah daripada untuk respirasi, hal inilah yang diduga sebagai penyebab tanaman penghasil karbohidrat seperti ubi jalar di daerah sedang berproduksi lebih tinggi dari daerah beriklim panas.

Cahaya mempengaruhi pembentukan akar umbi, intensitas cahaya rendah menurunkan baik aktivitas kambium maupun pembentukan lignin dan menunda perkembangan. Sitokinin memegang peranan dalam perkembangan umbi melalui percepatan pembelahan sel. Sementara akar berkembang kandungan sitokininnya meningkat sebanding dengan kenaikan umbi. (Hetty L.E. Manurung, 2007)


(36)

Ubi Cilembu akan tumbuh baik di daerah yang memiliki suhu udara sekitar 15-26oC dan suhu tanah sekitar 17-24oC dengan ketinggian tempat sekitar 864 m dpl yaitu di wilayah Desa Cilembu itu sendiri juga memiliki perbedaan ketinggian >500 m dpl antara tempat penanaman dengan gunung di sekitarnya, lain halnya Ubi Cilembu yang ditanam di daerah Cilubang Mekar Bogor yang memiliki suhu udara sekitar 24,9-25,8oC dan suhu tanah sekitar 23-28oC dengan ketinggian tempat sekitar 250 m dpl, hasil umbi yang didapat kecil dan bentuknya agak membulat, setelah di oven pun rasanya tidak semanis Ubi Cilembu asli.

Fluktuasi suhu dalam tanah akan berpengaruh terhadap proses perakaran tanaman didalam tanah. Apabila suhu tanah naik akan berakibat berkurangnya kandungan air dalam tanah sehingga unsur hara sulit diserap tanaman, sebaliknya jika suhu tanah rendah maka akan semakin bertambahnya kandungan air dalam tanah. Tinggi tempat dari permukaan laut menentukan suhu udara dan intensitas sinar yang diterima oleh tanaman. Semakin tinggi suatu tempat, semakin rendah suhu tempat tersebut. Demikian juga intensitas matahari semakin berkurang. (Bayong, 2004)

Berikut adalah gambar hasil intersect dari peta Rupa Bumi Digital Indonesia Lembar 1209-321 Cicalengka untuk melihat perbedaan ketinggian di daerah Desa Cilembu dengan di Perbukitan Gunung Kareumbi.

Gambar 1. Posisi Desa Cilembu terhadap Bukit Kareumbi terdapat beda ketinggian >500 m (skala 1:25.000).


(37)

Gambar Posisi Desa Cilembu terhadap Bukit Kareumbi tersebut menunjukkan posisi Desa Cilembu berada di lembah Gunung Kareumbi, dimana ketinggian Desa Cilembu 1000 m dpl, sedangkan ketinggian bukit Gunung Kareumbi 1516 m dpl. Terdapat perbedaan ketinggian >500 m. Karena letak Desa Cilembu yang berada di lembah menyebabkan angin dingin pada malam hari akan turun dari gunung ke lembah sehingga suhu minimum menjadi rendah bisa mencapai 17oC. Sedangkan pada siang hari suhunya bisa mencapai 22oC yang bagus untuk proses fotosintesis. Karena jika suhu rendah pada malam hari maka respirasi juga akan rendah, sehingga hasil fotosintat ditimbun dalam bentuk umbi yang menyebabkan umbi berukuran besar. Berbeda halnya dengan daerah Kelurahan Situgede yang berada di dataran rendah dan tidak berada di daerah lembah pegunungan sehingga suhu siang dan malam tidak terlalu berbeda secara signifikan.

Di daerah antara Desa Cilembu dan Perbukitan Gunung Kareumbi terjadi proses konveksi yaitu saat tekanan udara turun karena udaranya berkurang, udara dingin di sekitarnya mengalir ke tempat yang bertekanan rendah (lembah). Udara menyusut menjadi lebih berat dan turun ke tanah. Di atas tanah udara menjadi panas lagi dan naik kembali. Sehingga terjadi aliran naik dan turunnya udara dingin. Dan gejala ini terjadi saat malam hari sehingga terjadi angin gunung dimana lembah akan melepaskan energi panas dan puncak gunung yang telah mendingin akan mengalirkan udara ke lembah.1

Ubi Cilembu akan tumbuh baik di daerah yang memiliki suhu udara sekitar 15-26oC dan suhu tanah sekitar 17-24oC dengan ketinggian tempat sekitar 864 m dpl yaitu di wilayah Desa Cilembu itu sendiri dan memiliki perbedaan ketinggian >500 m dpl antara tempat penanaman dengan gunung di sekitarnya, lain halnya Ubi Cilembu yang ditanam di daerah Cilubang Mekar Bogor yang memiliki suhu udara sekitar 24,9-25,8oC dan suhu tanah sekitar 23-28oC dengan ketinggian tempat sekitar 250 m dpl, hasil umbi yang didapat kecil dan bentuknya agak membulat, setelah di oven pun rasanya tidak semanis Ubi Cilembu asli.

1


(38)

Hal ini karena fluktuasi suhu dalam tanah akan berpengaruh langsung terhadap aktivitas pertanian terutama proses perakaran tanaman didalam tanah. Apabila suhu tanah naik maka respirasi meningkat, sebaliknya jika suhu tanah rendah maka respirasi rendah. Akibatnya aktivitas akar/respirasi yang semakin rendah mengakibatkan translokasi dalam tubuh tanaman jadi lambat dan proses distribusi unsur hara jadi lambat dan akhirnya pertumbuhan tanaman jadi lambat, sehingga hasil fotosintat ditimbun dalam bentuk umbi. Tinggi tempat dari permukaan laut juga menentukan suhu udara dan intensitas sinar yang diterima oleh tanaman. Semakin tinggi suatu tempat, semakin rendah suhu tempat tersebut. Demikian juga intensitas matahari semakin berkurang. Suhu dan penyinaran inilah yang nantinya akan digunakan untuk menggolongkan tanaman apa yang sesuai untuk dataran tinggi atau dataran rendah.

Lahan yang dipakai di Desa Cilembu merupakan lahan bekas padi, sehingga saat pengolahan tanah untuk penanaman ubi tidak harus memerlukan banyak menggunakan pupuk, karena sudah ada pupuk organik sisa dari penanaman padi sebelumnya.

Kunci produktivitas Ubi Cilembu yang telah didapat yaitu mencakup proses pemeraman, suhu tempat penanaman dan adanya perbedaan ketinggian >500 m dpl antara tempat penanaman dengan gunung di sekitarnya. Ubi Cilembu bisa tumbuh dengan baik di daerah yang memiliki suhu tanah 17-24oC serta akan menghasilkan umbi yang besar jika saat proses pemeliharaan tanaman dilakukan proses pembalikkan batang, dan setelah pasca panen dilakukan proses pemeraman agar rasa ubi bisa lebih manis.

Dalam halnya untuk perkembangan produktivitas ubi Cilembu di tempat lain selain di daerah Cilembu sebaiknya memperhatikan aspek-aspek yang telah menjadi kunci sementara produktivitas ubi Cilembu. Untuk pelestarian ubi Cilembu selanjutnya bisa dilihat dari ketiga faktor, yaitu faktor lingkungan, faktor sifat tanah, dan faktor budidaya. Faktor lingkungan seperti suhu, curah hujan, dan ketinggian merupakan faktor yang tidak bisa direkayasa, sehingga jika mencoba menanam di daerah yang memiliki kondisi lingkungan seperti di Desa Cilembu maka faktor budidaya dan faktor sifat tanah yang bisa di rekayasa. Seperti halnya pemberian pupuk, pembuatan guludan, proses pemeraman.


(39)

VI.

KESIMPULAN DAN SARAN

6.2. Kesimpulan

Setelah penelitian ini dilakukan dalam mencari kunci produktivitas Ubi Cilembu dengan membandingkan faktor lingkungan, faktor sifat tanah, dan faktor budidaya maka dapat disimpulkan bahwa kunci dari produktivitas ubi jalar Cilembu yaitu terlihat dari faktor lingkungan dengan perbedaan suhu tanah yang signifikan juga memiliki perbedaan ketinggian >500 m dpl antara tempat penanaman dengan gunung di sekitarnya, juga dari faktor budidaya yang terlihat signifikan yaitu dari proses pemeraman setelah pasca panen. Hal tersebut yang membuat produktivitas Ubi Cilembu menjadi baik dari segi kualitas ukuran dan rasa. Ubi Cilembu yang dihasilkan memiliki ukuran yang besar dengan panjang sekitar 25 cm – 35 cm dan diameter sekitar 7 cm – 17 cm serta rasa yang manis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Ubi Cilembu akan tumbuh baik dengan menghasilkan kualitas umbi yang besar dan rasa yang manis seperti madu dengan melihat kunci produktivitas yang telah ada yaitu penanaman Ubi Cilembu harus dilakukan di tempat yang memiliki suhu tanah 17-24oC, ada proses pembalikkan batang saat penanaman, serta ada proses pemeraman setelah pasca panen.

Ubi Cilembu setelah panen perlu disimpan dulu selama 3 – 5 minggu untuk mendapatkan rasa yang manis. Selama penyimpanan tersebut, susut bobot ubi akan meningkat, sedang kadar air daging ubi dan kadar pati tidak berbeda.

Beberapa syarat tumbuh ubi jalar pada umumnya yang berada di Kelas Kesesuaian Lahan tidak berlaku untuk semua jenis ubi jalar, khususnya ubi jalar Cilembu. Ubi Cilembu memiliki syarat tumbuh atau habitat sendiri yang lebih spesifik karena ada perbedaan temperatur. Bentuk permukaan lahan juga mempengaruhi perbedaan suhu siang dan malam. Daerah seperti Cilembu yang berada di lembah gunung akan mempunyai perbedaan suhu siang dan malam yang signifikan sehingga bisa menghasilkan umbi Ubi Cilembu berukuran besar dari biasanya yaitu dengan panjang sekitar 25 cm – 35 cm dan diameter sekitar 7 cm – 17 cm, berbeda halnya dengan daerah di Kelurahan Situgede yang berada di dataran rendah, memiliki suhu siang dan malam yang tidak terlalu berbeda signifikan sehingga umbi yang dihasilkan kecil tidak seperti umbi biasa.


(40)

6.2. Saran

Setelah diketahui kunci produktivitas Ubi Cilembu yang baik sehingga menghasilkan umbi dengan ukuran yang besar serta manis, maka kunci ini bisa menjadi dasar untuk penanaman Ubi Cilembu selanjutnya. Penanaman disarankan di tempat yang mempunyai kriteria hampir sama dengan tempat penanaman ubi di Cilembu. Juga harus dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat perbedaan suhu saat musim panas dan dingin serta melihat kesesuain lahan penanaman Ubi Cilembu khususnya di daerah Sumedang yang letaknya dekat dengan daerah Desa Cilembu agar penanaman Ubi Cilembu bisa diperluas di sekitar wilayah Sumedang itu sendiri sehingga Ubi Cilembu masih bisa dilestarikan. Penanaman untuk meningkatkan produktivitas bias dengan cara merekayasa faktor budidaya dan faktor sifat tanah, tetapi sifat lingkungan tidak bisa di rekayasa.


(41)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin M. (2002). Karakterisasi pedon areal pertanaman ubi jalar nirkum di Desa Cilembu, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat. Jurnal Agrikultura, Faperta Unpad, vol.13, no 2, 110 –116.

Daftar Isian Potensi Desa Cilembu, Kecamatan Pamulihan. Pemerintah Kabupaten Sumedang 2007

Daftar Isian Tingkat Perkembangan Desa Cilembu, Kecamatan Pamulihan. Pemerintah Kabupaten Sumedang 2007

Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan. 2002. Agribisnis Ubi Jalar Cilembu. Direktorat Kacang-Kacangan dan Umbi-umbian. Jakarta.

Djaenuddin D., et al. (2003), Petunjuk Teknis Evaluasi lahan Untuk Komoditas Pertanian, Balai Penelitian Tanah, Pusat Penelitian dan pengembangan Tanah dan Agroklimat, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor.

Ika R S, Soemarno. 1991. Budidaya Berbagai Jenis Tanaman Tropika. Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya : Malang.

Juanda, Dede dan Bambang Cahyono. 2000. Ubi Jalar, Budi Daya analisis Usaha Tani. Kanisius : Jogjakarta.

Leiwakabessy, F. M dan Atang Sutandi. 1988. Pupuk dan Pemupukan. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lingga, Pinus. 1989. Bertanam Ubi-ubian. Penebar Swadaya : Jakarta.

Lingga, Pinus. 1995. Bertanam Ubi-ubian. Penebar Swadaya. Jakarta.

Manurung, Hetty L.E. 2007. Pengaruh Lama pada Berbagai Media Penyimpanan Bahan Stek Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Ubi Jalar. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan

Mayastuti, A. 2002. Pengaruh penyimpanan dan pemanggangan terhadap kandungan zat gizidan daya terima ubi jalar cilembu. Skripsi jurusan gizi dan sumberdaya keluarga, fakultas pertanian, IPB.

Monografi Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Propinsi jawa Barat

Onggo, Tino M. 2006. Perubahan komposisi pati dan gula dua jenis ubi jalar nirkum “cilembu” selama penyimpanan. Jurnal Bionatura Vol. 8 No. 2:161-170.


(42)

Rinsema. 1983. Pupuk dan Cara Pemupukan. Bhatara Karya Aksara. Jakarta. 235 hal

Sarief, Saifuddin. 1984. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana : Bandung.

Solihin, M. Amir. 2007. Potensi lahan pengembangan Ubi Cilembu di kabupaten sumedang. Soilrens Vol.8 No.15. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Bandung.

Sufiadi, E. dan Erwin. 1996. Identifikasi Budidaya Ubi Jalar Nirkum di Desa Cilembu Kecamatan Tanjungsari Kabupaten DT II Sumedang. Universitas Winaya Mukti. Fakultas Pertanian.

Suhardjo, M. Soepartini, dan U. Kurnia. 1993. Bahan organik tanah. Informasi Penelitian Tanah, Air, Pupuk:10-18. Bogor.

Tjasyono Bayong. 2004. Klimatologi. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Wargiono, J. 1980. Ubi Jalar dan Cara Bercocok Tanamnya. Buletin Teknik. Lembaga Pusat Penelitian Bogor. No. 5

Winarto, A., Yudi W, Sri SA, Hanudji P dan Sumarsono. 1994. Risalah Seminar Penerapan Teknologi Produksi dan Pasca Panen Ubi Jalar Mendukung Agroindustri. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Malang. No. 3


(43)

LAMPIRAN

(a) (b)

Gambar 1. Lahan penanaman ubi Cilembu (a) di Cilembu, (b) di Bogor.

(a) (b)


(44)

Gambar 3. Proses pemeraman ubi Cilembu


(45)

Tabel Lampiran 1. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah

Sifat Tanah Sangat

Rendah Rendah Sedang Tinggi

Sangat Tinggi

C-organik (%) ‹ 1,00 1,00 – 2,00 2,01 – 3,00 3,01 – 5,00 › 5,00

Nitrogen (%) ‹ 5 0,10 – 0,20 0,21 – 0,50 0,51 – 0,75 › 0,75

C/N ‹ 10 5 - 10 11 - 15 16 - 25 › 25

P2O5 HCl (mg/100g) ‹ 10 10 - 20 21 - 40 41 - 60 › 60

P2O5 Bray-1 (ppm) ‹ 10 10 - 15 16 - 25 26 - 35 › 35

P2O5 Olsen (ppm) ‹ 10 10 - 25 26 - 45 46 - 60 › 60

K2O HCl 25% (mg/100g) ‹ 10 10 - 20 21 - 40 41 - 60 › 60

KTK ‹ 5 5 - 16 17 - 24 25 - 40 › 40

Susunan kation :

K (me/100g) ‹ 0,1 0,1 – 0,2 0,3 – 0,5 0,6 – 1,0 › 1,0

Na (me/100g) ‹ 0,1 0,1 – 0,3 0,4 – 0,7 0,8 – 1,0 › 1,0

Mg (me/100g) ‹ 0,4 0,4 – 1,0 1,1 – 2,0 2,1 – 8,0 › 8,0

Ca (me/100g) ‹ 0,2 2 - 5 6 - 10 11 - 20 › 20

Kejenuhan basa (%) ‹ 20 20 - 35 36 - 50 51 - 70 › 70

Alumunium (%) ‹ 10 10 - 20 21 - 30 31 - 60 › 60

Sumber : Staf Pusat Penelitian Tanah, 1983 (Hardjowigeno, 1996).

Tabel Lampiran 2. Perbedaan Aspek Pembanding Produktivitas Ubi Cilembu di Lokasi Desa Cilembu dan Desa Cilubang

Aspek Pembanding

Lokasi Penelitian

Desa Cilembu Desa Cilubang

Warna Tanah Tekstur

Kadar C-organik Kadar K dd Budidaya :

 Guludan

 Pupuk Pasca Panen Produksi

5 YR 3/2 (dark reddish brown) Lempung berpasir

2,37 %

0,267 (me/100 g)

Pengolahan tanah di lahan bekas sawah dilakukan dengan cara jerami dipotong/dibabat dan diletakkan berbaris-baris, selebar 40 cm, dengan jarak tiap tumpukan 100 cm. Selanjutnya tanah-tanah di antara onggokan jerami dicangkul, hasil cangkulan ditaruh di atas jerami

Pupuk kandang dan kompos

Ada proses pemeraman ± 10 ton/ha

5 YR 4/3 (reddish brown) Lempung berliat

1,45 %

0,153 (me/100 g)

Guludan langsung dibuat tanpa ada penumpukan jerami terlebih dahulu.

TSP 100 kg, 50 kg urea, per hektarnya, dan NPK 5 gr/rumpun.

Tidak ada pemeraman ± 7 – 8 ton/ha


(46)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ubi jalar (Ipomoea batatas) merupakan salah satu tanaman pangan yang dapat digunakan untuk diversifikasi menu guna mempertahankan swasembada beras. Ubi jalar dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, tahan kekeringan, dan dapat ditanam sepanjang tahun. Umumnya ubi jalar diusahakan pada lahan tegalan, kebun, dan pekarangan, serta pada lahan sawah tadah hujan.

Di Desa Cilembu Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang, ubi jalar telah lama dikenal dan dibudidayakan secara turun-temurun. Ubi jalar varietas Cilembu yang terkenal dengan sebutan Ubi Cilembu telah dikenal tidak hanya di daerah Sumedang, tetapi hampir dikenal di seluruh Jawa Barat dan sebagai salah satu komoditas unggulan daerah. Ubi Cilembu memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena rasa yang khas, manis seperti madu dan legit, struktur dagingnya kenyal dan menarik sehingga sangat digemari oleh pelaku usaha tani dan konsumen. Ubi Cilembu telah mampu menembus pasar regional maupun internasional. Ubi jalar Cilembu asal Sumedang sejak lama telah menembus pasar ekspor di Singapura, Malaysia, Korea, dan Jepang.

Pengembangan komoditas unggulan Ubi Cilembu tengah menghadapi ancaman penurunan jumlah produksi. Hal ini disebabkan lahan yang mempunyai karakteristik yang sesuai dengan potensi tumbuh Ubi Cilembu secara optimal di desa Cilembu, sudah mulai banyak yang dialihfungsikan menjadi penggunaan lahan non pertanian.

Penggunaan lahan tersebut cenderung bersifat irreversibel, sehingga tidak mungkin mendapatkan kembali karakteristik lahan yang sesuai dengan persyaratan tumbuh optimal Ubi Cilembu tersebut seperti semula. Semula lahan pertanian Desa Cilembu yang memungkinkan ditanami ubi jalar adalah seluas 292,16 hektar, yang terdiri dari 192 ha sawah, dan 100,16 ha lahan kering, tetapi sekarang luas tersebut sudah berkurang. (Sufiadi & Erwin, 1996),

Untuk mempertahankan keberlanjutan Ubi Cilembu dan potensi pasarnya yang potensial, perlu adanya upaya untuk mencari alternatif lahan yang sesuai dengan kondisi dan karakteristik yang relatif serupa dengan lahan Cilembu.


(47)

Sampai saat ini belum diketahui secara jelas potensi pengembangan Ubi Cilembu di Kabupaten Sumedang.

Pemanfaatan lahan juga pengembangan sekaligus pemeliharaan Ubi Cilembu dapat dilakukan dengan cara pelestarian Ubi Cilembu karena Ubi Cilembu tidak tumbuh di seluruh daerah. Lahan yang sudah ditanami saat ini di daerah Cilembu sekitar 20 hektar.

Sekarang ini marak dengan berita adanya Ubi Cilembu palsu, yang dimaksud yaitu ubi yang berukuran agak besar dan mempunyai rasa agak manis seperti halnya Ubi Cilembu. Sudah beredar dipasaran dengan harga yang murah dan para pembeli tidak bisa membedakan kualitas Ubi Cilembu yang asli dan yang tidak asli. Karena untuk saat ini hasil Ubi Cilembu yang bagus hanya bisa ditanam di suatu lokasi lahan di Desa Cilembu itu sendiri, sudah ada beberapa contoh petani yang mencoba menanam di daerah lain, tapi hasil ubinya tidak sebaik yang asli dari Cilembu.

Ubi jalar kultivar Nirkum dari desa Cilembu – Sumedang , Jawa Barat, dapat ditanam di sawah maupun di lahan kering (Arifin, 2002), mempunyai rasa yang sangat manis setelah dipanggang selama 2 – 3 jam dalam oven. Ubi jalar Cilembu ini biasa dimakan sebagai penganan, keunggulan rasa ubi tersebut menyebabkan nama “Cilembu” dipakai sebagai brand ubi jalar Nirkum yang mempunyai rasa manis, walaupun dihasilkan dari luar desa Cilembu. Nama Ubi Cilembu kini dikenal luas di seluruh Indonesia, bahkan ubi ini juga diekspor ke mancanegara.

1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kunci produktivitas ubi jalar Cilembu yang hasilnya berbeda antara yang ditanam di daerah Cilembu dengan di daerah Cilubang Mekar Bogor dilihat dari faktor yang dibandingkan meliputi teknik budidaya, sifat tanah baik sifat fisik dan sifat kimia, juga faktor lingkungan. Dan menjawab faktor penyebab perbedaan kualitas ubi jalar Cilembu yang di tanam di daerah Cilembu dengan yang ditanam di Bogor.


(1)

Rinsema. 1983. Pupuk dan Cara Pemupukan. Bhatara Karya Aksara. Jakarta. 235 hal

Sarief, Saifuddin. 1984. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana : Bandung.

Solihin, M. Amir. 2007. Potensi lahan pengembangan Ubi Cilembu di kabupaten sumedang. Soilrens Vol.8 No.15. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Bandung.

Sufiadi, E. dan Erwin. 1996. Identifikasi Budidaya Ubi Jalar Nirkum di Desa Cilembu Kecamatan Tanjungsari Kabupaten DT II Sumedang. Universitas Winaya Mukti. Fakultas Pertanian.

Suhardjo, M. Soepartini, dan U. Kurnia. 1993. Bahan organik tanah. Informasi Penelitian Tanah, Air, Pupuk:10-18. Bogor.

Tjasyono Bayong. 2004. Klimatologi. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Wargiono, J. 1980. Ubi Jalar dan Cara Bercocok Tanamnya. Buletin Teknik.

Lembaga Pusat Penelitian Bogor. No. 5

Winarto, A., Yudi W, Sri SA, Hanudji P dan Sumarsono. 1994. Risalah Seminar Penerapan Teknologi Produksi dan Pasca Panen Ubi Jalar Mendukung Agroindustri. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Malang. No. 3


(2)

32

LAMPIRAN

(a) (b)

Gambar 1. Lahan penanaman ubi Cilembu (a) di Cilembu, (b) di Bogor.

(a) (b)


(3)

Gambar 3. Proses pemeraman ubi Cilembu


(4)

34

Tabel Lampiran 1. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah Sifat Tanah Sangat

Rendah Rendah Sedang Tinggi

Sangat Tinggi C-organik (%) ‹ 1,00 1,00 – 2,00 2,01 – 3,00 3,01 – 5,00 › 5,00 Nitrogen (%) ‹ 5 0,10 – 0,20 0,21 – 0,50 0,51 – 0,75 › 0,75

C/N ‹ 10 5 - 10 11 - 15 16 - 25 › 25

P2O5 HCl (mg/100g) ‹ 10 10 - 20 21 - 40 41 - 60 › 60

P2O5 Bray-1 (ppm) ‹ 10 10 - 15 16 - 25 26 - 35 › 35

P2O5 Olsen (ppm) ‹ 10 10 - 25 26 - 45 46 - 60 › 60 K2O HCl 25% (mg/100g) ‹ 10 10 - 20 21 - 40 41 - 60 › 60

KTK ‹ 5 5 - 16 17 - 24 25 - 40 › 40

Susunan kation :

K (me/100g) ‹ 0,1 0,1 – 0,2 0,3 – 0,5 0,6 – 1,0 › 1,0 Na (me/100g) ‹ 0,1 0,1 – 0,3 0,4 – 0,7 0,8 – 1,0 › 1,0 Mg (me/100g) ‹ 0,4 0,4 – 1,0 1,1 – 2,0 2,1 – 8,0 › 8,0

Ca (me/100g) ‹ 0,2 2 - 5 6 - 10 11 - 20 › 20

Kejenuhan basa (%) ‹ 20 20 - 35 36 - 50 51 - 70 › 70

Alumunium (%) ‹ 10 10 - 20 21 - 30 31 - 60 › 60

Sumber : Staf Pusat Penelitian Tanah, 1983 (Hardjowigeno, 1996).

Tabel Lampiran 2. Perbedaan Aspek Pembanding Produktivitas Ubi Cilembu di Lokasi Desa Cilembu dan Desa Cilubang

Aspek Pembanding

Lokasi Penelitian

Desa Cilembu Desa Cilubang

Warna Tanah Tekstur

Kadar C-organik Kadar K dd Budidaya :

 Guludan

 Pupuk

Pasca Panen Produksi

5 YR 3/2 (dark reddish brown) Lempung berpasir

2,37 %

0,267 (me/100 g)

Pengolahan tanah di lahan bekas sawah dilakukan dengan cara jerami dipotong/dibabat dan diletakkan berbaris-baris, selebar 40 cm, dengan jarak tiap tumpukan 100 cm. Selanjutnya tanah-tanah di antara onggokan jerami dicangkul, hasil cangkulan ditaruh di atas jerami

Pupuk kandang dan kompos

Ada proses pemeraman ± 10 ton/ha

5 YR 4/3 (reddish brown) Lempung berliat

1,45 %

0,153 (me/100 g)

Guludan langsung dibuat tanpa ada penumpukan jerami terlebih dahulu.

TSP 100 kg, 50 kg urea, per hektarnya, dan NPK 5 gr/rumpun.

Tidak ada pemeraman ± 7 – 8 ton/ha


(5)

dengan Membandingkan Aspek Teknik Budidaya, Aspek Sifat Tanah dan Faktor Lingkungan. Studi Kasus : Desa Cilembu Sumedang dan Desa Cilubang Mekar Bogor. Di Bawah Bimbingan HIDAYAT WIRANEGARA dan ATANG SUTANDI.

Ubi Cilembu memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena rasa yang khas, manis seperti madu dan legit, struktur dagingnya kenyal dan menarik sehingga sangat digemari oleh pelaku usaha tani dan konsumen. Untuk pemanfaatan lahan juga pengembangan sekaligus pemeliharaan ubi Cilembu, perlu adanya pelestarian ubi Cilembu karena dari beberapa pengamatan menunjukkan bahwa ubi Cilembu tidak tumbuh baik di seluruh daerah.

Tujuan dari penelitian ini yaitu mencari kunci produktivitas ubi Cilembu dengan membandingkan aspek teknik budidaya, sifat tanah, dan faktor lingkungan di dua tempat yang berbeda yaitu Desa Cilembu Sumedang dan Desa Cilubang Mekar Bogor sehingga bisa menghasilkan umbi yang besar dan rasa yang manis.

Lokasi penelitian ini meliputi dua lokasi yang berbeda yaitu di Cilubang Mekar RW 08 Kelurahan Situgede Kecamatan Bogor Barat dan di Sawah Lega Desa Cilembu Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang.

Hasil pengamatan dari ketiga aspek yang diamati didapat bahwa untuk aspek budidaya dari kedua tempat tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, kedua tempat melakukan proses pembalikkan batang, hanya saja hasil umbi di daerah Bogor ukurannya kecil, sedangkan hasil umbi di Cilembu ukurannya besar. Pada saat pasca panen di Bogor tidak dilakukan proses pemeraman, hasil umbi langsung dipasarkan, sedangkan di Cilembu, saat umbi sudah dipanen ada proses pemeraman, hal ini yang membuat rasa umbi menjadi manis karena ada perubahan pati menjadi gula. Selanjutnya dari aspek sifat tanah meliputi warna tanah dan tekstur tidak ada perbedaan terlalu signifikan, sedangkan untuk analisis kimia K dan C-organik hanya ada sedikit perbedaan yaitu untuk hasil analisis K di Cilubang Mekar bernilai (0.153 me/100 g) dan di Desa Cilembu (0.267 me/100 g) termasuk kedalam kriteria rendah (0.1-0.3 me/100 g), sedangkan hasil analisis C-organik di Cilubang Mekar (1.45%) termasuk kedalam kriteria rendah (1.00-2.00%) dan di Desa Cilembu (2.37%) termasuk kedalam kriteria sedang (2.01-3.00%). Aspek terakhir yaitu faktor lingkungan menunjukkan ada perbedaan signifikan yang terlihat dari perbedaan suhu dimana suhu tanah daerah Cilembu Sumedang 17-24oC dengan perbedaan selisih suhu >5o, sedangkan daerah Cilubang Mekar Bogor 23-28oC dengan perbedaan selisih suhu <5o. Juga adanya perbedaan ketinggian tempat penanaman dengan gunung di sekitarnya >500 m dpl.

Kunci pertumbuhan produktivitas ubi Cilembu yang didapat untuk sementara yaitu proses pemeraman dan perbedaan suhu yang mengakibatkan hasil umbi berukuran besar dan memiliki rasa yang manis.


(6)

SUMMARY

GITA SONIA AMALIA. Mencari Kunci Produktivitas Ubi Jalar Cilembu dengan Membandingkan Aspek Teknik Budidaya, Aspek Sifat Tanah dan Faktor Lingkungan. Studi Kasus : Desa Cilembu Sumedang dan Desa Cilubang Mekar Bogor. Di Bawah Bimbingan HIDAYAT WIRANEGARA dan ATANG SUTANDI.

Cilembu has high economic value as a distinctive taste, sweet as honey and sticky, chewy meat and interesting so that it is favored by agricultural businesses and consumers. For land use and also as well as the development of Cilembu maintenance, preservation is needed for Cilembu because of several observations indicate that Cilembu does not grow well in all regions.

The purpose of this research is to look for the key productivity of Cilembu by comparing aspects of cultivation techniques, soil characteristics, and environmental factors in two different places Cilembu village in Sumedang and Cilubang Mekar village in Bogor so that it can produce large tubers and sweet taste.

The location of this study includes two different locations namely in Cilubang Mekar RW 08 Kelurahan Situgede Kecamatan Bogor Barat and in Sawah Lega Cilembu village Kecamatan Pamulihan Sumedang .

The observation result of the three observed aspects shows that for the cultivation aspects of both places did not show significant differences, both places make the process of reversal of the stem, the bulb in Bogor is smaller in size, while the yield on Cilembu is large. At the time of post-harvest in Bogor ripening process is not done, the result of tuber is marketed, while in Cilembu, when tubers are harvested there is a process of curing, it makes tubers become sweet due to change the starch into sugar. Further aspects of soil properties included soil color and texture shows that there was not significant different, whereas for chemical analysis of organic C and K there was a little difference. Analytical data the shows K (0,153me/100g) in Cilubang Mekar and those were classified as in the Cilembu village (0,267me/100g) whereas the C-organic in Cilubang Mekar was 1,45% low and in the Cilembu Village was 2,37%. The last aspect of environmental factors showed was not significant different in temperature. Cilembu Sumedang has 17-24oC with a difference >5°, while the temperature Cilubang Mekar was 23-28oC with the difference <5o. Cilembu places in the valley and closes to mountain with different altitude > 500 m.

Key Cilembu productivity growth obtained for the time being the process of curing and temperature differences that cause the bulbs are large and have a sweet taste.