Psikofarmaka Otak Anestetika
Analgetika yang bekerja sentral
Sumsum tulang
belakang
Saraf Anestetika konduksi
Reseptor Nyeri Anestetika permukaan
Analgetika yang bekerja perifer
Gambar 5. Bagan kemungkinan pengaruh macam–macam obat terhadap nyeri Mutschler, 1986
E. Parasetamol
Parasetamol diindikasikan sebagai penghilang nyeri ringan sampai sedang. Kemanjurannya mirip dengan asetosal, tetapi tidak memiliki aktivitas
antiinflamasi yang berarti, parasetamol kurang mengiritasi lambung, oleh karena itu sekarang secara umum lebih disukai daripada asetosal. Overdosis pada
parasetamol khususnya berbahaya karena dapat mengakibatkan kerusakan hati yang kadang-kadang tidak tampak dalam 4-6 hari pertama Anonim, 2000.
Sebagai analgesik sebaiknya tidak diberikan terlalu lama karena kemungkinan menimbulkan nefropati analgesik Wilmana, 1995. Gambaran
umum dari nefropati analgetik meliputi gagal ginjal kronis, hipertensi, anemia. Kebanyakan penderita mengalami nefropati karena memakai kombinasi fenasetin,
aspirin, asetaminofen dalam waktu lama dan jumlah yang berlebihan Robbins dan Kumar, 1995
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
NHCOCH
3
HO
Gambar 6. Struktur kimia parasetamol Anonim, 1995
F. Metode Pengujian Daya Analgesik
Secara umum pengujian daya analgesik dilakukan secara invitro dan invivo. Uji invivo lebih banyak dilakukan untuk menguji aktivitas analgesik
sentral, yaitu dengan menguji kemampuan suatu zat uji dalam menduduki berikatan dengan reseptor Vogel, 2002
Uji invitro yang digunakan untuk menguji aktivitas analgesik sentral antara lain : survei, ikatan
3
H-Naloxone dengan jaringan,
3
H-Dihydromorphine yang terikat reseptor
μ opiat otak tikus,
3
H-Bremazocine yang terikat reseptor κ
opiat pada otak kecil babi Guinea, penghambatan enkephalinase, reseptor yang terikat nociceptin, vasoactive intestinal polypeptid VIP, reseptor yang terikat
cannabinoid, reseptor yang terikat vanilloid. Vogel, 2002. Senyawa-senyawa tersebut mengandung suatu molekul Hidrogen yang bersifat radioaktif
3
H tritium. Dengan adanya senyawa tersebut akan mempermudah dalam
monitoring. Pengujian daya analgesik oleh Turner 1965, dikelompokkan
berdasarkan golongan analgesik narkotik dan non narkotik.
1. Golongan analgetika narkotik
a. Metode Jepit Ekor Sekelompok tikus diinjeksi dengan senyawa uji dengan dosis tertentu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
secara subkutan atau intra vena. Setelah beberapa menit penjepit langsung dipasang pada pangkal ekor yang telah dilapisi karet tipis selama 30 menit. Tikus
yang diberi analgetik tidak akan berusaha untuk melepaskan jepitan, sedangkan yang tidak diberi analgetik akan berusaha untuk melepaskan jepitan. Sehingga
respon yang dicatat adalah ada atau tidaknya usaha untuk melepaskan diri dari jepitan tersebut.
b. Metode rangsang panas Pada metode ini alat yang digunakan adalah lempeng panas hot plate
yang terdapat silindernya untuk mengendalikan panas. Lempeng panas diatur suhunya antara 50-55ºC, dilengkapi dengan penangas yang berisi campuran
aseton dan etil formiat dengan perbandingan 1 : 1. Hewan uji yang telah diberi larutan uji secara subkutan atau peroral diletakkan pada hot plate, kemudian
diamati reaksinya ketika hewan uji mulai menjilat kaki belakang dan kemudian melompat.
c. Metode pengukuran tekanan Alat yang digunakan pada metode ini menggunakan dua buah syringe
yang dihubungkan pada kedua ujungnya, bersifat elastis, fleksibel, serta terdapat pipa plastik yang diisi dengan cairan. Sisi dari pipa dihubungkan dengan
manometer. Syringe yang pertama diletakkan dengan posisi vertikal dengan ujungnya menghadap ke atas. Ekor tikus diletakkan di bawah penghisap syringe,
ketika tekanan diberikan pada syringe kedua, maka tekanan akan terhubung pada sistem hidrolik pada syringe pertama lalu pada ekor tikus. Tekanan yang sama
pada syringe kedua akan meningkatkan tekanan pada ekor tikus, sehingga akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menimbulkan respon dan akan terbaca pada manometer. Respon tikus yang pertama adalah meronta-ronta kemudian akan mengeluarkan suara mencicit
sebagai tanda kesakitan. d. Metode antagonis nalorfin.
Uji analgetik dengan menggunakan metode ini untuk mengetahui aksi dari obat-obat seperti morfin, karena mempunyai kemampuan untuk meniadakan
aksi dari morfin. Hewan uji yang bisa digunakan pada metode ini adalah tikus, mencit dan anjing. Hewan tersebut diberi obat dengan dosis toksik kemudian
segera diberi nalorfin 0,5-10,0 mgkg BB secara intravena. Teori menyebutkan bahwa nalorfin dapat menggantikan ikatan morfin dengan reseptornya, sehingga
ikatan antara morfin dengan reseptornya terlepas. e. Metode potensiasi petidin
Metode ini kurang baik karena hewan uji yang cukup banyak, tiap kelompok terdiri dari tikus sebanyak 20 ekor, setengah kelompok dibagi menjadi
3 bagian yang diberi petidin dengan dosis 2, 4, dan 8 mgkg. Setengah kelompok yang lainnya diberi senyawa uji dengan dosis 20 dari LD
50
. Persen daya analgesik dihitung dengan metode rangsang panas.
f. Metode kejang oksitosin Oksitosin merupakan hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pituari
posterior, yang dapat menyebabkan konstraksi uterus sehingga menimbulkan kejang pada tikus. Responnya berupa kontraksi abdominal, sehingga menarik
pinggang dan kaki ke belakang. Penurunan jumlah kejang diamati dan ED
50
dapat diperkirakan. Selain morfin senyawa analgetik yang dapat diuji dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menggunakan metode ini adalah heroina, metadon, kodein, dan meperidina. g. Metode pencelupan pada air panas
Tikus disuntik secara intra peritonial dengan senyawa uji, kemudian ekor tikus dicelupkan pada air panas suhu 58º C. Respon tikus terlihat dari hentakan
ekornya menghindari panas.
2. Golongan analgetika non narkotika
a. Metode rangsang kimia Metode ini menggunakan zat kimia yang diinjeksikan pada hewan uji
secara intraperitoneal, sehingga akan menimbulkan nyeri. Beberapa zat kimia yang biasanya digunakan antara lain asam asetat dan fenil kuinon. Metode ini
sederhana, reproducible dapat diulang-ulang hasilnya, dan cukup peka untuk menguji senyawa analgetik dengan daya analgetik lemah, namun mempunyai
kekurangan yaitu masalah kespesifikasinya. Oleh karena itu metode ini sering digunakan untuk penapisan screening. Daya analgetik dapat dievaluasi
menggunakan persen penghambatan terhadap geliat menggunakan persamaan menurut Handershot dan Forsaith.
proteksi rangsang nyeri =
100 100
⎥ ⎦
⎤ ⎢
⎣ ⎡
⎭ ⎬
⎫ ⎩
⎨ ⎧
× ⎟
⎠ ⎞
⎜ ⎝
⎛ −
K P
P : jumlah kumulatif geliat mencit yang diberi perlakuan. K: jumlah kumulatif geliat mencit kelompok kontrol.
Hewan uji yang digunakan pada metode ini dapat bermacam-macam, antara lain : anjing, marmot, tikus, merpati, dan mencit.. Untuk mencit, yang
sering digunakan adalah mencit betina, dikarenakan kepekaan terhadap rangsang lebih besar daripada yang jantan. Respon mencit yang biasa diamati adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
lompatan dan konstraksi perut dengan disertai tarikan kaki belakang rentangan yang disebut geliat Soerjandari, 1991 cit Putra, 2003.
b. Metode pedodolometri Hewan uji diletakkan pada kandang yang bagian atasnya terbuat dari
kepingan metal sehingga bisa dialiri arus listrik. Respon yang timbul yaitu ketika hewan uji mengeluarkan teriakan dengan pengukuran dilakukan tiap 10 menit
selama 1 jam. c. Metode rektodolometri
Tikus diletakkan di sebuah kandang yang dibuat dengan alas tembaga yang dihubungkan dengan sebuah penginduksi berupa sebuah gulungan. Ujung
lain dari gulungan tersebut dihubungkan dengan silinder elektrode tembaga. Sebuah voltmeter yang sensitif untuk mengubah 0,1 volt dihubungkan dengan
konduktor pada gulungan di bagian atas. Pada penggunaan tegangan 1 sampai 2 volt akan menimbulkan teriakan pada tikus.
G. Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis KLT adalah merupakan metode pemisahan fisikokimia. KLT dapat digunakan untuk dua tujuan. Pertama, dipakai selayaknya
sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, atau preparatif. Kedua, dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan penyangga yang akan dipakai
dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi. Kromatografi Lapis Tipis pada kaca objek dapat memisahkan campuran
yang mengandung sampai empat komponen dalam waktu 5 menit memakai alat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
gelas laboratorium yang normal. Gritter; Bobbitt; dan Schwarting, 1991. Pada hakikatnya KLT melibatkan dua peubah : sifat fase diam atau sifat
lapisan, dan sifat fase gerak atau campuran pelarut pengembang. Fase diam dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penyerap kromatografi
cair padat atau berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair. Hampir segala macam serbuk dapat dan telah dipakai sebagai penyerap pada KLT, tetapi
yang paling umum dipakai adalah: silika gel asam silikat, alumina aluminium oksida, kiselgur tanah diatome, dan selulose. Fase gerak dapat berupa hampir
segala macam pelarut atau campuran pelarut Gritter, dkk, 1991. Pengembangan ialah proses pemisahan campuran cuplikan akibat pelarut
pengembang merambat naik dalam lapisan. Pengembangan sederhana yaitu perambatan satu kali sepanjang 10 cm keatas, sedangkan pengembangan ganda
dilakukan untuk memperbaiki efek pemisahan yaitu dua kali merambat 10 cm ke atas secara berurutan. Deteksi yang sering sederhana jika senyawa menunjukkan
penyerapan di daerah ultraviolet gelombang pendek radiasi utama kira-kira 254 atau jika senyawa tersebut dapat dieksitasi ke fluoresensi radiasi ultra violet
gelombang pendek. Jarak pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan dengan angka Rf atau hRf. Stahl, 1985
H. Landasan Teori