Pengembangan Kepedulian Sosial bagi Remaja Usia SMA
3 Nilai-nilai kemanusiaan
Apa yang membuat manusia sungguh-sungguh manusiawi itu merupakan bagian dari keprihatinan setiap orang. Menghayati nilai-nilai kemanusiaan
mengandaikan sikap keterbukaan terhadap kebudayaan lain, termasuk di sini kultur agama dan keyakinan yang berbeda. Yang menjadi nilai bukanlah kepentingan
kelompokku sendiri, melainkan kepentingan yang menjadi kepentingan setiap orang, seperti keadilan, persamaan di depan hukum, kebbeasan, dll. Nilai-nilai kemanusiaan
ini menjadi sangat relevan diterapkan dalam pendidikan karakter karena masyarakat kita telah menjadi masyarakat global.
b. Aspek Kehendak
Kehendak merupakan kekuatan yang ada dalam diri seseorang untuk menggerakkannya melakukan sesuatu sesuai dengan nilai-nilai yang diyakini benar.
Sagala 2013: 132-133 merumuskan kehendak sebagai kekuatan dari dalam diri untuk memilih dan merealisasikan suatu tujuan yang merupakan pilihan antara
berbagai tujuan yang bertentangan. Dalam kepedulian sosial, kehendak juga berkerja sebagai penggerak yang berperan mengaktifkan keinginan-keinginan untuk
melakukan sesuatu sesuai dengan hasil yang ingin diperoleh dari aspek kesadaran. Setiap manusia diciptakan dengan kehendak bebasnya masing-masing.
Kehendak bebas berfungsi agar manusia dapat memilih apa akan dilakukan untuk kehidupannya. Kehendak ini tidak pernah dapat lepas dari pikiran atau otak manusia
untuk mencapai suatu tujuan. Otak yang mengatur seluruh tubuh itu juga
membutuhkan hati atau perasaan untuk mengatur tepat atau tidaknya hal yang akan dilakukan.
Kehendak yang dikolaborasi dengan kemampuan otak dan bekerjasama dengan perasaan suara hati akan membantu manusia untuk menentukan jalan mana
yang akan diambil, pilihan hidup seperti apa yang akan ditempuh. Begitu juga dengan kepedulian sosial. Dengan kehendak yang menuntun otak dan berkolaborasi dengan
hati untuk kearah peduli terhadap kehidupan sosial, maka seseorang itu dapat menjadi seorang yang berkepedulian sosial tinggi.
c. Aspek Keterlibatan
Keterlibatan adalah sikap dan tindakan seseorang sebagai wujud kepedulian untuk ikut ambil bagian terhadap situasi tertentu. Dalam keterlibatannya seseorang
hadir dan memberikan sumbangsih baik tenaga maupun pikiran. Keterlibatan sosial adalah sikap dan tindakan seseorang sebagai wujud kepedulian untuk ikut ambil
bagian terhadap situasi sosial yang terjadi di tengah masyarakat. Adapun contoh keterlibatan sosial yang ada misalnya keterlibatan kaum muda kristiani di lingkungan
Gereja dan di lingkungan masyarakat tempat tinggalnya. Keterlibatan di lingkungan Gereja seperti keikutsertaan dalam kor lingkungan, pendalaman iman, lektor, retret,
kemping Rohani, dll. Adapun keterlibatan di lingkungan masyarakat tempat tinggalnya seperti terlibat dalam membangun suatu tatanan sosial yang ada di
lingkungan masyarakat, misalnya ikut terlibat dalam kegiatan pembangunan desa, dengan melibatkan diri menjadi seorang aktivis, yang akan memperjuangkan hak dan
kewajiban masyarakat demi terciptanya tatanan masyarakat sosial yang lebih baik, ikut kegiatan kerja bakti di lingkungan masyarakat tempat tinggal, dll.
Dengan ikut terlibat secara aktif dalam kegiatan yang ada di lingkungannya kaum muda dapat menumbuhkan rasa kesadaran yang tinggi tentang keanekaragaman
masyarakat yang majemuk, sehingga kaum muda kristiani dapat menghargai dan menghormati perbedaan agama dalam masyarakat yang majemuk. Kita mengetahui
bahwa di dalam masyarakat majemuk tidak ada satu sistem sosial untuk semua dan juga tidak ada satu agama saja. Dengan demikian kaum muda dapat menyadari
pentingnya keterlibatan mereka di lingkungan sosial dalam mengatasi permasalahan sosial.
3. Peranan Keluarga, Sekolah dan Masyarakat dalam Pengembangan Kepedulian
Sosial Remaja Usia SMA. Kepedulian sosial seorang remaja memang tidak terbentuk baik secara
otomatis saja, tetapi membutuhkan sinergi peran keluarga, sekolah dan masyarakat di mana remaja tersebut tumbuh dan berkembang Sarwono, 1991: 107. Peranan dari
keluarga, sekolah dan masyarakat tersebut adalah sebagai berikut : a.
Peranan Keluarga Keluarga merupakan lingkungan utama yang memberikan pengaruh terhadap
berbagai aspek perkembangan anak termasuk perkembangan sosialnya. Keluarga disebut sebagai pendidikan yang pertama dan utama, serta merupakan peletak pondasi
dari karakter dan pendidikan setelahnya. Proses pendidikan yang bertujuan
mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam menetapkan diri terhadap lingkungan yang
lebih luas ditetapkan dan diarahkan. keluarga memiliki peranan untuk Kematangan sosial pada diri anak sangat dipengaruhi oleh peran orang tua dalam membimbing dan
mengenalkan mengenai
kehidupan sosial,
baik norma-norma
kehidupan bermasyarakat atau pun fenomina lain seputar lingkungan sekitar. Bimbingan orang
tua sangat penting bagi anak, karena anak belum bisa mengenal sekitar dan tidak memiliki pengalaman banyak untuk mencapai kematangan sosialnya sendiri.
Keluarga menempati posisi yang sentral dalam masyarakat, berkaitan dengan fungsinya sebagai pendidik yang utama dan terutama. Dalam Kompendium Ajaran
Sosial Gereja dinyatakan bahwa “Sebagai satu persekutuan alamiah di mana sosialita
manusia dialami, keluarga memainkan peran yang sangat khas dan tak tergantikan bagi kesejahteraan seluruh masyarakat
” ASG, 2009: 149. Sebab kebersamaan dalam keluarga sebenarnya lahir dari kebersamaan antar
pribadi : “‟
Kesamaan
‟ berkaitan dengan relasi personal antara „Aku‟ dan „Engkau‟. Namun „
kebersamaan
‟ melampaui skema ini dan terarah kepada „persekutuan‟, satu „kekitaan‟. Karena itu, keluarga sebagai satu kebersamaan antarpribadi merupakan
„persekutuan‟manusia pertama. Satu masyarakat yang ditata berdasarkan kriteria sebuah keluarga merupakan
perlindungan yang terbaik melawan segala tendensi individualisme dan kolektivisme, sebab masyarakat seperti ini selalu menempatkan pribadi pada pusat perhatian, bukan
sebagai sarana, melainkan sebagai tujuan. Sebab itu sangat jelas bahwa kesejahteraan
pribadi-pribadi dan keberfungsian yang baik dari masyarakat terkait erat dengan “kesejahteraan persekutuan perkawinan dan keluarga”. Tanpa keluarga-keluarga yang
kuat dalam kebersamaan dan berkanjang dalam komitmennya, maka bangsa-bangsa akan kehilangan kekuatannya. Sejak tahun-tahun awal keluarga telah memberi andil
untuk membatinkan nilai-nilai moral seperti juga mewariskan pusaka spiritual dan kultural dari satu jemaat beragama dan satu bangsa. Di dalam keluarga, seorang anak
manusia belajar menerima tanggungjawab sosial dan bersikap solider. Sebagai unsur yang terpenting dan utama, keluarga mendapatkan perhatian
khusus oleh Gereja Katolik dalam Kompendium Ajaran Sosial Gereja : Keluarga harus mendapat prioritas dibandingkan dengan masyarakat dan
negara. Sekurang-kurangnya dalam segi penerusan keturunan keluarga merupakan prasyarat bagi keberadaan masyarakat dan negara. Fungsi-fungsi
lain yang dilaksanakan demi kebaikan para anggotanya, merupakan hal-hal yang lebih penting dan bernilai dibandingkan dengan fungsi-fungsi yang
dilaksanakan oleh masyarakat dan negara. Sebagai pemilik hak-hak yang tidak boleh terlecehkan, keluarga memperoleh legitimasinya dari kodrat manusia
dan bukan dari pengakuan oleh pihak negara.
Sebab itu, keluarga tidak ada untuk masyarakat dan negara, melainkan masyarakat dan negara ada untuk
keluarga
ASG, 2009: 168
.
Tidak ada model masyarakat yang hendak mengupayakan kesejahteraan manusia dapat mengabaikan makna sentral dan tanggungjawab sosial keluarga.
Sebaliknya, masyarakat dan negara mempunyai kewajiban untuk berpegang pada prinsip subsidiaritas dalam menentukan relasinya terhadap keluarga. Berdasarkan
prinsip ini maka otoritas-otoritas publik tidak boleh mengambil alih dari keluarga tugas-tugas yang dapat dilaksanakan sendiri oleh keluarga atau dalam kerja sama
yang bebas dengan keluarga-keluarga lain. Pada pihak lain, otoritas-otoritas publik ini
mempunyai kewajiban untuk mendukung keluarga dengan cara menyediakan sarana- sarana bantuan yang diperlukannya untuk dapat memenuhi kewajibannya secara
benar. Keluarga pun memiliki tugas mendidik kaum muda seperti tertuang dalam
Kompendium ASG 2009: 168 bahwa “melalui pendidikan keluarga membentuk
manusia dan mengantarnya pada kepenuhan martabatnya, dalam seluruh matra, termasuk matra sosial.
b. Peranan sekolah
Doni Koesoema 2007: 155-156 mengungkapkan bahwa setiap sekolah harus memiliki visi yang sarat dengan pendidikan karakter. Visi pendidikan karakter yang
ditetapkan oleh sekolah merupakan cita-cita yang akan diarah melalui kinerja lembaga pendidikan. Tanpa visi yang diungkapkan melalui pernyataan yang jelas dan
dapat dipahami oleh semua pihak yang terlibat di dalam lembaga pendidikan tersebut, setiap usaha pengembangan pendidikan karakter akan menjadi sia-sia. Oleh karena
itu, setiap sekolah semestinya menentukan visi pendidikan yang akan menjadi dasar acuan bagi setiap kerja, pembuatan program dan pendekatan pendidikan karakter
yang dilakukan di dalam sekolah. Visi pendidikan karakter di dalam lembaga pendidikan akan semakin
menjiwai setiap individu ketika mereka semua merasa dilibatkan dalam penentuan visi tersebut sehingga visi tersebut menjadi bagian dari keyakinan pribadi dan
keyakinan komunitas lembaga pendidikan tersebut.
Di Indonesia, banyak sekolah swasta yang telah dikelola secara profesional memiliki visi ini. Kadang visi ini ditentukan melalui latar belakang sejarah pendirian
lembaga pendidikan tersebut. Oleh karena itu bisa jadi seorang guru ketika sudah masuk dalam lembaga pendidikan tertentu telah menerima tradisi dari para
pendahulunya tentang visi lembaga pendidikan tempat ia bekerja. Meskipun visi itu seringkali telah jadi, dan tidak ada partisipasi langsung dari guru dan individu yang
terlibat dalam lembaga pendidikan tersebut, visi tersebut tetap dapat menjadi roh bagi setiap individu sejauh tidak bertentangan dengan keyakinan pribadinya tentang visi
pendidikan yang dia miliki. Jika visi di dalam sekolah itu telah ada, apakah dengan visi tersebut, sekolah
itu memiliki misi, yaitu semacam penjabaran yang lebih praktis-operasional, yang indikasinya dapat diukur, diverifikasi, dan dievaluasi secara terus-menerus. Misi
adlah sebuah usaha menjembatani praxis harian di lapangan dengan cita-cita ideal yang menjiwai seluruh gerak sekolah. Bisa dikatakan, tercapainya misi merupakan
tanda keberhasilan dilaksanakannya visi secara konsisten dan setia. Sekolah adalah tempat mengenyam pendidikan dalam bentuk kelembagaan.
Sekolah juga dapat disebut lembaga pendidikan kedua setelah keluarga. Pendidikan merupakan proses sosialisais anak yang terarah. Pendidikan merupakan proses
pengoperasian ilmu yang normatif. Di sekolah, setiap peserta didik mendapatkan pengajaran tentang norma-norma yang ada tidak hanya dalam lingkup keluarga dan
masyarakat, tetapi dalam lingkup yang lebih luas yaitu lingkup nasional.
Yusuf 2007: 95 mengungkapkan bahwa sekolah sebagai salah satu lingkungan sosial tempat individu berinteraksi, harus mampu menciptakan dan
memberikan suasana psikologis yang dapat mencapai perkembangan sosial secara matang, dalam arti dia memiliki kemampuan penyesuaian sosial yang tepat.
Sekolah berperan dalam menggugah kesadaran sosial peserta didik dengan memberikan pengetahuan-pengetahuan tentang segala hal kemanusiaan. Selain itu,
sekolah dengan kegiatan-kegiatan yang diadakan, melatih peserta didik untuk peka terhadap sesama yang kesulitan. Sekolah membuka jendela pemikiran peserta didik.
Hal ini cukup beralasan, mengingat bahwa sekolah merupakan tempat khusus dalam menuntut berbagai ilmu pengetahuan.
A. Sewaka, SJ 1991: 21 menjelaskan ajaran dan pedoman gereja tentang Pendidikan Katolik mengenai asimilasi budaya tiap pribadi :
Pendekatan pokok itu terjadi di sekolah dalam bentuk kontak dan keterlibatan pribadi yang memperhatikan nilai-nilai mutlak dalam suatu konteks hidup,
dan berusaha memasukkan nilai-nilai ke dalam kerangka hidup. Sesungguhnya kebudayaan itu hanya mendidik kalau kaum muda dapat
mengaitkan pelajaran mereka dengan keadaan hidup nyata yang mereka kenal. Sekolah harus mendorong murid melatih pikirannya melalui pemahaman yang
dinamis guna mendapatkan kejelasan dan kekayaan akal. Sekolah harus menolong murid mengupas arti pengalaman-pengalamannya dan kebenaran
dari pengalaman itu. tiap sekolah yang melalaikan kewajiban itu dan yang hanya menyampaikan kesimpulan-kesimpulan yang terjadi, sekolah tersebut
menghambat perkembangan pribadi murid-muridnya. Dari hal tersebut diatas tampak jelas, penting sekali menekankan relevansi
pengalaman hidup yang secara nyata dialami peserta didik dalam konteks hidup bermasyarakat dengan proses pendidikan di sekolah. Agar tidak menciptakan
perasaan keterasingan, maka peserta didik harus selalu didekatkan dengan realitas sosial dimana mereka hidup.
c. Peranan masyarakat
Masyarakat adalah lembaga pendidikan non formal, yang juga menjadi bagian penting dalam proses pendidikan remaja, tetapi tidak mengikuti peraturan-peraturan
yang tetap dan ketat Sarwono, 1991: 128. Masyarakat yang terdiri dari sekelompok atau beberapa individu yang beragam akan mempengaruhi kepekaan sosial yang
tinggal di sekitarnya. Oleh karena itu, dalam pendidikan kemanusiaan, masyarakat memiliki juga mempunyai tanggung jawab yang sama dalam mendidik.
Masyarakat sebagai lingkungan pendidikan yang lebih luas turut berperan dalam terselenggaranya proses kepedulian sosial. Setiap individu sebagai anggota
dari masyarakat tersebut harus bertanggung jawab dalam menciptakan suasana yang nyaman dan mendukung. Ketika anak atau peserta didik berada di lingkungan
masyarakat yang kurang baik, maka perkembangan kepedulian sosialnya akan kurang baik pula.
Dalam kaitannya dengan lingkungan keluarga, orang tua harus memilih lingkungan masyarakat yang sehat dan cocok sebagai tempat tinggal orang tua beserta
anaknya. Jadi, mengingat pentingnya peran masyarakat sebagai lingkungan pendidikan, maka setiap individu sebagai anggota masyarakat harus menciptakan
suasana yang nyaman demi keberlangsungan proses pendidikan yang terjadi di dalamnya.
BAB III SEKOLAH KATOLIK
DAN PENGEMBANGAN KEPEDULIAN SOSIAL